Você está na página 1de 7

See

discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/225098812

BIODIVERSITAS MANGROVE DI CAGAR ALAM


PULAU SEMPU
Article July 2009

CITATIONS

READS

7,116

1 author:
Sulistiyowati Hari
Universitas Jember
11 PUBLICATIONS 26 CITATIONS
SEE PROFILE

Available from: Sulistiyowati Hari


Retrieved on: 22 August 2016

Jurnal Sainstek, Vol 8 No. 1, Juni 2009


BIODIVERSITAS MANGROVE DI CAGAR ALAM PULAU SEMPU
Hari Sulistiyowati1
Abstract: The research project about species diversity of mangrove forests at The Sempu Island, Malang County was
done to study species composition, density and domination of mangroves. The mangrove species were collected by
using a combination of transect and plotting methods. The 10x 10 m plots were placed on the transects. Eight
mangrove species were found in coastal areas of Sempu Island. All those species show a complexity forest caused by
their roots and canopies stratifications. These eight mangrove species are belonging to three divisions of
Rhizophoraceae, Myrsinaceae and Euphorbiaceae. Among the mangrove species, Rhizophora apiculata was the
dominant species (Value Index=122, 36%) while the codominan species was Ceriops decandra (Value Index =57,
93%). R. apiculata was highly distributed at the coastal areas (32, 14%) followed by C. decandra (21, 43%), Ceriops
tagal C.B. Rob. (14, 28%) and Aegiceras corniculatum Blanco (10, 71%). The biodiversity index of the mangrove
forest is low (0, 49.) However, the existence of all those mangroves is very important especially as green belt and
nursery or hatching areas for others.
Key words: mangrove, biodiversity

PENDAHULUAN
Hutan Mangrove terdiri atas
berbagai kelompok tumbuhan seperti
pohon, semak, palmae, dan paku-pakuan
yang beradaptasi terhadap habitat yang
masih dipengaruhi oleh pasang surut air
laut between (Sugianto, 1995). Sekarang ini
di Pulau jawa hanya tingga sekitar 49.900
ha of hutan mangrove dan hanya 7.700 ha
berada di sebalah Timur (Chong, et al.
1990). Ada sekitar 35 species ditemukan di
Pulau-pulau Jawa dan Bali (Whitten et.al.,
1999). Jenis-jenis tersebut diklasifikasikan
ke dalam famili
Rhizophoraceae,
Aviciniaceae, and Sonneratiaceae. Jenisjenis asosiasi lainnya antara lain
Xylocarpus granatum, X. moluccensis,
Lumnitzera sp., Phempis acidula, and
Exoecaria agallocha.
Keberadaan hutan mangrove di
ekosistem sangat penting karena mereka
memiliki potensi ekologis dan ekonomi.
Hutan mangrove memiki peran penting
sebagai nursery area dan habitat dari
berbagai macam ikan, udang, kerangkerang dan lain-lain. Di hutan ini pula
banyak sumber-sumber nutrient yang
penting sebagai sumber makanan banyak
species khususnya jenis migratory seperti
burung-burung pantai. Hutan mangrove
juga berperan sebagai green belt yang
melindungi pantai dari erosi karena
gelombang laut atau badai tsunami juga
memerangkap sediment sebagai aktivitas

akresi. Lebih lanjut, mangrove memberikan


kontribusi
yang
signifikan
pada
produktifitas estuarine dan pesisir melalui
aliran energi dari proses dekomposisi
serasah. Rantai makanan yang tergantung
pada mikroba dan hasil dekomposisi
tumbuhan sangat mendukung berbagai jenis
hewan yang tinggal di dalamnya. Dan
habitat yang ada di sekitarnya (BAPEDAL,
1995; Whitten et.al., 1999).
Namun
demikian karena keberadaannya di daerah
pasang surut maka jenis-jenis mangrove
harus mampu beradaptasi pada kondisi
salinitas 0-35% dan juga kekeringan selama
periode surutnya air laut.
Keberadaan
hutan
mangrove
sekarang ini cukup mengkhawatirkan karena
ulah manusia untuk kepentingan konversi
lahan
sebagai
tambak,
pemukiman,
perhotelan, ataupun tempat wisata. Oleh
karena itu sepanjang pesisir utara Jawa
hutan-hutan mangrove ditebang secara legal
maupun illegal. Aktivitas ini mampu
menurunkan populasi mangrove hingga
lebih dari 50% dalam kurun waktu 30 tahun.
Hutan mangrove yang tersisa
sebagian besar hanyalah yang ada di
kawasan konservasi seperti Taman Nasional
atau Cagar Alam. Salah satu kawasan yang
masih memiliki hutan mangrove adalah
Pulau Sempu. Pulau ini berada di lautan
Samudera Indonesia dan secara administratif
berada di Desa Tambakrejo, Kecamatan
Sumbermanjing wetan, Kabupaten Malang
59

Jurnal Sainstek, Vol 8 No. 1, Juni 2009


(DEPHUT, tth). Cagar Alam Sempu
merupakan sumberdaya alam Indonesia
yang unik karena terbentuk dari karang
terangkat atau Atoll. Namun demikian
kawasan ini seringkali digunakan sebagai
area tempat latihan perang Tentara Nasional
Indonesia (TNI) yang berdampak pada
rusaknya ekosistem hutan disini khususnya
mangrove yang berada pada formasi depan
ekosistem daratan. Oleh karena itu perlu
dilakukan penelitian untuk mengkaji
keanekaragaman mangrove yang tumbuh di
Pulau Sempu. Hal ini penting sebagai upaya
eksplorasi, pelestarian, dan pengelolaannya
di kemudian hari sehingga biodiversitasnya
tetap terjaga.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan selama
bulan Mei-Oktober 2005 di tiga lokasi yaitu
Pantai Raas,
AirTawar and Semut.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode
plot dengan menggunakan plot yang
berukuran 10 x 10m. Plot-plot diletakkan di
sepanjang transek yang diletakkan sejajar
garis pantai.

Setiap jenis mangrove yang


ditemukan diidentifikasi, diukur diameter
batangnya pada ketinggian 1,30 cm setinggi
dada, selanjutnya masing-masing jenis
diambil specimennya untuk diidentifikasi
lebih lanjut.
Selanjutnya
data
dianalisis
berdasarkan
penghitungan
densitas,
frekuensi, dan dominansi. Semua nilai
relative dari ketiga penghitungan tersebut
dijumlah untuk mendapatkan Indeks Nilai
Penting (INP): Penutupan relatif jenis a +
Kerapatan relatif jenis a+ Frekuensi relatif jenis a
INP
selanjutnya
digunakan
untuk
menentukan dominasi jenisnya. Untuk
mengetahui
keanekaragaman
jenis
mangrovenya digunakan rumus indeks
diversitas Shanon-Wiener (Kent, Martin,
dan Coker, 1992):
s
H = - (ni/N) log (ni/N)
i=1
H = Indeks Shanon; ni = Jumlah tiap jenis
N = Total jenis

Gambar 1. Lokasi pengambilan data

60

Jurnal Sainstek, Vol 8 No. 1, Juni 2009

HASIL DAN PEMBAHASAN


Ada delapan jenis tumbuhan
mangrove yang ada di Pulau Sempu,
kesemuanya tersebar di tiga pantai yaitu
Raas, Air Tawar dan Semut (Tabel 1). Dua
jenis di antaranya yaitu Bruguiera sexangula
and A. corniculatum merupakan jenis

endemik dan berstatus rare species.


Kedelapan jenis yang ada tergolong ke
dalam tiga famili yaitu Myrsinaceae,
Rhizophoraceae,
dan
Euphorbiaceae.
Penemuan ini cukup penting mengingat
untuk luasan pantai yang terbatas. Selain itu

Tabel 1. Komposisi jenis mangrove di cagar Alam Pulau Sempu


NO.
1
2
3
4
5
6
7
8

NAMA JENIS
Aegiceras corniculatum Blanco.
Bruguiera gymnorrhiza Lamk.
Bruguiera sexangula
Ceriops decandra
Ceriops tagal C.B. Rob.
Excoecaria agallocha L.
Rhizophora apiculata
Rhizophora mucronata Lamk.

NAMA DAERAH
gedangan
tanjang
tanjang
tenggar
tenggar
kayu buta
bakau
bakau

FAMILI
Myrsinaceae
Rhizophoraceae
Rhizophoraceae
Rhizophoraceae
Rhizophoraceae
Euphorbiaceae
Rhizophoraceae
Rhizophoraceae

Tabel 2. Komposisi jenis, Dominasi Relatif (DR), Frekuensi Relatif (FR), Kerapatan relative
(KR), INP dan Indeks Diversitas (H) mangrove di cagar Alam Pulau Sempu.
DR
67,80
4,32
2,50

FR
32,14
21,43
10,71

KR
22,41
32,18
18,39

INP
122,36
57,93
31,61

H
0,11
0,06
0,04

Excoecaria agallocha L.
Rhizophora mucronata Lamk.

10,83
10,11

7,14
7,14

8,05
4,02

26,02
21,28

0,10
0,10

Ceriops tagal C.B. Rob.


Bruguiera gymnorrhiza Lamk.
Bruguiera sexangula

0,89
3,01
0,53

14,29
3,57
3,57

5,75
8,05
1,15

20,93
14,63
5,25

0,02
0,05
0,01

100,00

100,00

100,00

300,00

0,49

Composition
Rhizophora apiculata
Ceriops decandra
Aegiceras corniculatum Blanco.

Total

Jenis mangrove yang paling dominan di


wilayah tersebut adalah Rhizophora
apiculata dengan nilai penting 122,36%,
sedangkan kodominannya adalah

Ceriops decandra dengan nilai penting


57,93% (Tabel 2). Walaupun berdasarkan
kerapatannya, tingkat kerapatan pohon C.
decandra jauh lebih tinggi yaitu 32

61

Jurnal Sainstek, Vol 8 No. 1, Juni 2009


batang/ha. Jumlah ini juga lebih banyak jika
dibandingkan dengan kawasan kepulauan
Seribu yang hanya memiliki 6 jenis
mangrove. Di Jawa-Bali hutan mangrove ini
hanya terkonsentrasi di pantai utara Jawa
dan pulau-pulau kecil di Bali, bahkan di
Jawa Timur luasnya hanya tinggal 7.750 ha
atau bahkan 500 ha saja (BAPPENAS,
2003). Lebih ironis lagi menurut World
Bank (2001) setiap tahunnya hutan
mangrove
di
Indonesia
mengalami
penurunan luas dengan laju penurunanan
sebesar 43% per tahunnya. dibandingkan
dengan R. apiculata yaitu 22 batang/ha.
Namun perlu diketahui bahwa jenis ini
memiliki keistimewaan dalam pembentukan
akar tunjang yang cukup rapat, yang dalam
perkembangannya perakaran ini bisa
menyamai basal area batangnya.
R. apiculata juga terdistribusi
hampir 32,14% di seluruh wilayah hutan
mangrove diikuti oleh C. decandra
(21,43%), C. tagal C.B. Rob. (14,28%) dan
Aegiceras corniculatum Blanco. (10,71%).
Hal ini lebih dipengaruhi oleh kemampuan
adaptasi kelompok jenis R. apiculata
memiliki kemampuan adaptasi yang cukup
tinggi selain itu juga hipokotilnya yang lebih
pendek
dan
ramping
dibandingkan
kelompok
rhizoporaceae
lainnya
memungkinnya untuk terbawa oleh air laut
(Percival and Womersley, 1975). Hal ini
menunjukkan bahwa penancapan akar
propagule pada substrat merupakan periode
paling kritis dalam siklus hidup tumbuhan
mangrove. Hal tersebut dipengaruhi oleh
berbagai faktor lingkungan diantaranya
pergerakan air (Clarke, 1993 dalam
Thampanya, 2006) dan kondisi substrat
(Bosire et al., 2003 dalam Thampanya,
2006).
Kemampuan tumbuh mangrove saat
dewasa berbeda dibandingkan dengan
propagulenya. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Thampanya et al. (2006
dalam Thampanya 2006), propagule yang
telah menjadi tunas hanya memiliki daya
hidup sebesar 8-40 % dalam 1 tahun siklus
kehidupannya. Pertumbuhan tunas tesebut
dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya

salinitas, curah hujan, nutrisi, sedimentasi


dan herbivor (Thampanya dan Vermaat,
2006 dalam Thampanya, 2006).
Saat
pertumbuhan
kearah
kedewasaanpun
mangrove masih dihadapkan pada tekanantekanan lingkungan. Secara anthropogenik
penebangan yang dilakukan oleh masyarakat
untuk kayu baker berpengaruh terhadap
jumlah dan pertumbuhan individunya.
Secara alamiah, hantaman gelombang,
salinitas, dan cemaran air laut ikut berperan
dalam proses pertumbuhan mangrove. Oleh
karena itu pertumbuhan dan perkemabngan
mangrove lebih lambat dibandingkan
dengan tumbuhan yang lain.
Secara umum keanekaragaman jenis
mangrove di Pulau Sempu adalah rendah
(),49) yang berarti bahwa keberadaan dan
distribusi masing-masing jenis secara
individual terbatas (rata-rata frekuensi
relative adalah 12,5%, table 2). Rendahnya
nilai indeks keanekaragaman ini juga
dipengaruhi factor anthropogenic yang
berdasarkan pengamatan langsung terjadi
penebangan, selain itu juga luasan ketiga
pantai sangat terbatas. Namun demikian
keberadaan hutan mangrove tersebut cukup
potensi untuk nursery or hatching area
bagi banyak biota khususnya burung-burung
pantai.
KESIMPULAN
Ada delapan jenis mangroves yang
tumbuh di tiga lokasi pantai Raas, Air Tawar
dan Semut. Jenis-jenis tersebut masuk dalam
tiga
famili
yaitu
Myrsinaceae,
Rhizophoraceae, dan Euphorbiaceae. Hutan
ini lebih didominasi oleh pepohonan
khususnya
Rhizophora
apiculata
,
sedangkan keanekaragamannya rendah yang
menunjukkan ekosistem belum stabiil.
DAFTAR PUSTAKA

BAPEDAL, 1995. Menuju Kelestarian


Hutan
Mangrove,
Surabaya:
BAPEDAL Propinsi Daerah Tingkat I
Jawa Timur-AusAID PCI Project

62

Jurnal Sainstek, Vol 8 No. 1, Juni 2009


BAPPENAS. 2003. Indonesian biodiversity
Strategy and Action Plan Dokumen
Regional. Jakarta: Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional.

Whitten, T., R.E. Soeriatmadja, S.A. Afiff.


1999. Seri Ekologi Indonesia Jilid II:
Ekologi Jawa dan Bali. Jakarta:
Prenhallindo

Choong, E. T., R. Sambas Wirakusuma dan


Suminar
S.
Achmadi.
1990.
Mangrove forest resources in
Indonesia. Forest Ecology and
Management, 33/34: 45-57.

World Bank 2001. Indonesia: Environment


and
natural
resource
Management in a Time of
Transition. Jakarta: The World
Bank.

DEPHUT, tth. Cagar Alam Pulau Sempu.


http://www.dephut.go.id/informasi/
propinsi/Jatim/cagaralam_sempu.html
-7k
Kent, Martin dan Paddy Coker. 1992.
Vegetation description and analysis:
A practical approach. London:
Belhaven Press.
Ramli, D. 1989. Ekologi. Jakarta:
Departemen
Pendidikan
dan
Kebudayaan
Dirjen
Pendidikan
Tinggi.
Percival,M. and Womersley, J.S. 1975.
Floristics and Ecology of The
Mangrove Vegetation of Papua New
Guinea.
Botany Bulletin No. 8.
Department of Forests Division of
Botany Papua New Guinea.
Sugianto, Drs. 1995. Kenallah Flora Pantai
Kita. Jakarta: Penerbit Widjaya.
Sulistiyowati, Hari. 1994. Analisis Vegetasi
Hutan Mangrove Dengan Pendekatan
Hasil Interpretasi Foto Udara
Mangrove Di Taman Nasional
Baluran, Jawa Timur. Jember:
Lembaga
Penelitian-Universitas
Jember
Thampanya, U. 2006. Mangroves and
Sediment Dynamics Along the
Coasts of Southern Thailand. Delft,
The Netherlands: Taylor and Francis
Publishers.

60

Jurnal Sainstek, Vol 8 No. 1, Juni 2009

61

Você também pode gostar