Você está na página 1de 7

Tugas Terstruktur Analisis Kependudukan

KESEHATAN ANAK USIA SEKOLAH DAN REMAJA DI INDONESIA

oleh:
Alvianti Fatma Pratami S

G1B012009

Isna Kun Farikhah

G1B012020

Kevin Widya Wirawan

G1B012065

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2016

KASUS
Anak-anak SMP Terindikasi Seks Bebas, Ancaman Kesehatan Reproduksi
dan Masalah Sosial
TRIBUNNEWS.COM- Masalah seks pranikah sering kali terjadi pada usia
remaja. Tak hanya mereka yang duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA),
tetapi juga mulai terjadi pada anak-anak sekolah menengah pertama (SMP).
Padahal, seks pranikah dapat merugikan kesehatan reproduksi dan juga
menimbulkan masalah sosial. Direktur Direktorat Bina Ketahanan Remaja Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Temazaro Zega mengatakan,
remaja perlu diberi pendidikan agar tidak melakukan seks pranikah. Menurut
Zega, BKKBN kini tak hanya menyasar pada anak-anak SMA, tetapi juga sejak
mereka duduk di bangku SMP.
Kita lihat perilaku remaja SMP sudah berisiko. Mereka harus diberikan
pemahaman. Pendidikan kesehatan reproduksi bukan mengajarkan remaja
berhubungan seks. Tapi supaya mereka terhindar dari perilaku berisiko, terang
Zega di Gedung BKKBN, Jakarta, Selasa (10/2/2015).
Zega mengatakan, BKKBN pun melakukan program Genre untuk mengajak
remaja melakukan pola hidup sehat, bebas dari narkoba, menghindari kehidupan
seks bebas, dan mendewasakan usia pernikahan.
Remaja didorong untuk mendewasakan usia pernikahan supaya mereka nikah
pada usia lebih matang, kata Zega.
Ia menjelaskan, usia ideal menikah untuk wanita minimal di usia 21 tahun dan
laki-laki minimal usia 25 tahun. Para remaja ini diharapkan dapat menyelesaikan
sekolahnya, kemudian bekerja, lalu merencanakan untuk berumah tangga. Untuk
diketahui, hamil usia dini dapat meningkatkan risiko angka kematian ibu dan bayi.
Zega mengungkapkan, berdasarkan riset kesehatan dasar tahun 2010, seks
pranikah berisiko dilakukan pada anak-anak atau remaja pada usia 10-24 tahun.

Menurut Zega, media internet yang mudah diakses merupakan salah satu
pengaruh remaja melakukan perilaku seks pranikah.
KESEHATAN ANAK USIA SEKOLAH DAN REMAJA DI INDONESIA
Menurut Kemenkes RI (2010) usia adalah lamanya hidup
seseorang dihitung sejak tanggal lahir sampai dengan waktu saat
ini. Usia sekolah berkisar antara usia 7-24 tahun. Menurut
Kementerian Kesehatan RI (2015) sesuai kategori dibagi menjadi
3 kelompok umur yaitu 7-12 tahun mewakili umur setingkat SD,
13-15 tahun mewakili umur setingkat SMP/MTs, 16-18 tahun
mewakili umur setingkat SMA/SMK dan 19-24 tahun mewakili
umur setingkat perguruan tinggi.
Anak usia sekolah merupakan generasi penerus bangsa
yang akan menjadi tumpuan kualitas bangsa dalam konteks
sumberdaya manusia yang akan datang. Kelompok usia anak
sekolah di Indonesia berjumlah sekitar 66 juta atau 28% dari
jumlah penduduk menurut hasil sensus penduduk 2010. Dari
jumlah tersebut, sekitar 46 juta atau 70% diantaranya bersekolah
baik di tingkat sekolah dasar (SD)/madrasah ibtidaiyah (MI);
sekolah menengah pertama (SMP)/madrasah tsanawiyah (MTs);
dan sekolah menengah atas (SMA)/sekolah menengah kejuruan
(SMK)/madrasah aliyah (MA) (Depkes RI, 2014). Sedangkan
jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sebanyak 237,6 juta
jiwa, 26,67% diantara ya adalah remaja. Penduduk remaja (10-24
tahun) merupakan kelompok yang perlu mendapat perhatian
serius karena remaja termasuk dalam usia sekolah dan usia kerja
(BKKBN, 2011).
Anak usia sekolah dan remaja dimengerti sebagai individu
yang berada pada masa peralihan dari masa kanak-kanak ke
masa

dewasa.

Menurut

Departemen

Kesehatan

RI

(2009)

kategori usia remaja dibagi menjadi 3 kelompok yaitu masa remaja


awal antara 12 1 6 tahun sedangkan masa remaja akhir antara 17 25

tahun.Peralihan ini disebut sebagai fase pematangan (pubertas),


yang ditandai dengan perubahan fisis, psikis, dan pematangan
fungsi seksual. Pada masa pubertas, hormon yang berhubungan
dengan pertumbuhan aktif diproduksi, dan menjadikan remaja
memiliki kemampuan bereproduksi. Perkembangan psikologis
ditunjukkan dengan kemampuan berpikir secara logis dan
abstrak sehingga mampu berpikir secara multi-dimensi. Emosi
pada masa remaja cenderung tidak stabil, sering berubah, dan
tak menentu. Remaja berupaya melepaskan ketergantungan
sosial-ekonomi, menjadi relatif lebih mandiri. Masa remaja
merupakan periode krisis dalam upaya mencari identitas dirinya
(Pratiwi, 2013).
Dalam upaya peduli kesehatan remaja maka program yang
dibuat untuk usia remaja yaitu Pelayanan Kesehatan Peduli
Remaja (PKPR) di puskesmas yang ditetapkan melalui Instruksi
Presiden. Program ini mulai dikembangkan pada tahun 2003
yang bertujuan khusus untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan remaja tentang kesehatan reproduksi dan perilaku
hidup sehat serta memberikan pelayanan kesehatan yang
berkualitas kepada remaja. Puskesmas yang memiliki program
PKPR memberikan layanan baik di dalam maupun diluar gedung
yang ditujukan bagi kelompok remaja berbasis sekolah ataupun
masyarakat. Hal ini dilakukan agar layanan yang diberikan dapat
menjangkau semua kelompok remaja (usia 10-18tahun). Kriteria
yang ditetapkan bagi puskesmas yang mampu laksana PKPR
yaitu:
1. Melakukan pembinaan pada minimal satu sekolah (sekolah
umum,

sekolah

berbasis

agama)

dengan

melaksanakan

kegiatan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) di sekolah


binaan minimal dua kali dalam setahun;

2. Melatih kader kesehatan remaja di sekolah minimal sebanyak


10% dari jumlah murid di sekolah binaan; dan
3. Memberikan pelayanan konseling pada semua remaja yang
memerlukan konseling yang kontak dengan petugas PKPR.
Layanan PKPR merupakan pendekatan yang komprehensif dan
menekankan pada upaya promotif/preventif berupa pembekalan
kesehatan dan peningkatan keterampilan psikososial dengan
Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS). Layanan konseling
menjadi ciri dari PKPR mengingat permasalahan remaja yang
tidak hanya berhubungan dengan fisik tetapi juga psikososial.
Upaya penjangkauan terhadap kelompok remaja juga dilakukan
melalui kegiatan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), Focus
Group Discussion (FGD), dan penyuluhan ke sekolah-sekolah dan
kelompok remaja lainnya (Kemenkes RI, 2015).
Persentase

kabupaten/kota

dengan

minimal

empat

puskesmas mampu tata laksana PKPR menurut provinsi pada


tahun 2014 yaitu terdapat empat belas provinsi (42,4%) telah
mencapai target program tahun 2014 yang sebesar 90%.
Persentase kabupaten/kota dengan minimal empat puskesmas
mampu tata laksana PKPR di Indonesia tahun 2014 sebesar
81,49%, sedikit mengalami penurunan dibandingkan tahun 2013
yang sebesar 81,6%. Jumlah kabupaten/kota yang memiliki
minimal empat puskesmas PKPR pada tahun 2014 sebanyak 405
kabupaten/kota. Sedangkan jumlah puskesmas PKPR tahun 2014
sebanyak 2.995 puskesmas yang tersebar di 33 provinsi di
Indonesia dan persentase pelaksanaan PKPR paling rendah yaitu
di provinsi Papua sebesar 17,24% (Kemenkes RI, 2015).

Gambar 1. Presentase Cakupan PKPR di Indonesia Tahun


2015

DAFTAR PUSTAKA

Puslitbang Kependudukan BKKBN. 2011. Kajian Penduduk Remaja


(10-24 tahun). BKKBN. Jakarta.

Depkes R.I. 2014. Anak Usia Sekolah Menjadi Tumpuan Kualitas


Bangsa.

http://www.gizikia.depkes.go.id/sekretariat/anak-

usia-sekolah-menjadi-tumpuan-kualitas-bangsa/.

Diakses

tanggal 20 Mei 2016


Pratiwi,

R.

Y.

2013.

Kesehatan

Remaja

di

Indonesia,

http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatananak/kesehatan-remaja-di-indonesia. Diakses tanggal 20


Mei 2016.
Kemenkes RI. 2010. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2009. Depertemen
Republik Indonesia. Jakarta
___________. 2015. Profil Kesehatan Indonesia 2014. ISBN 978602-235-911-1.
Indonesia. Jakarta.

Kementerian

Kesehatan

Republik

Você também pode gostar