Você está na página 1de 26

BAB I

PENDAHULUAN
Fraktur kompresi adalah diskontinuitas dari jaringan tulang akibat dari
suatu penekanan atau tindihan yang melebihi kemampuan dari tulang tersebut.
Fraktur kompresi vertebra terjadi jika berat beban melebihi kemampuan vertebra
dalam menopang beban tersebut, seperti pada kasus terjadinya trauma. Pada
osteoporosis, fraktur kompresi dapat terjadi gerakan sederahana seperti terjatuh
pada kamar mandi, bersin, atau mengangkat beban yang berat.
Fraktur kompresi vertebra merupakan jenis fraktur yang sering terjadi dan
merupakan masalah yang serius. Setiap tahun, sekitar 700.000 insidensi di
Amerika Serikat, dimana prevalensinya meningkat 25% pada wanita yang
berumur diatas 50 tahun. Satu dari dua wanita dan satu dari empat laki-laki
berumur lebih dari 50 tahun menderita osteoporosis berhubungan dengan fraktur.
Insidensi fraktur kompresi vertebra meningkat secara progresif berdasarkan
semakin bertambahnya usia, dan prevalensinya sama antara laki-laki (21,5%) dan
wanita (23,5%), yang diukur berdasarkan suatu studi pemeriksaan radiologi.
Meskipun hanya sekitar sepertiga menunjukkan gejala akut, awalnya semua
berhubungan dengan angka yang signifikan meningkatkan mortalitas dan
gangguan fungsional dan psikologis.
Penderita fraktur kompresi vertebra dapat mengalami penurunan kualitas
hidup yang berhubungan dengan kesehatan berdasarkan fungsi fisik, status emosi,
gejala klinis, dan keseluhuran performa fungsional, dan dampak terhadap
psikologis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Vertebra
Vertebra adalah pilar yang berfungsi sebagai penyangga tubuh dan
melindungi medulla spinalis. Pilar itu terdiri atas 33 ruas tulang belakang yang
tersusun secara segmentel yang terdiri atas 7 ruas tulang servikal (vertebra
servikalis), 12 ruas tulang torakal (vertebra torakalis), 5 ruas tulang lumbal
(vertebra lumbalis), 5 ruas tulang sacral yang menyatu (vertebra sacral), dan 4
ruas tulang ekor (vertebra koksigea).1

Gambar 1. Anatomi Tulang Belakang


Setiap ruas tulang belakang dapat bergerak satu dengan lain oleh karena
adanya dua sendi di posterolateral dan diskus intervertebralis di anterior. Pada
pandangan dari samping, pilar tulang belakang membentuk lengkungan atau
lordosis di daerah servikal dan lumbal. Keseluruhan vertebra maupun masingmasing tulang vertebra berikut diskus intervertebralisnya merupakan satu
kesatuan yang kokoh dengan diskus yang memungkinkan gerakan antar korpus
ruas tulang belakang. Lingkup gerak sendi pada vertebra servikal adalah yang
terbesar. Vertebra torakal berlingkup gerak sedikit karena adanya tulang rusuk
yang membentuk toraks, sedangkan vertebra lumbal mempunyai ruang lingkup
gerak yang lebih besar dari torakal tetapi makin ke bawah lingkup geraknya
semakin kecil.1
Secara umum, struktur tulang belakang tersusun atas dua yaitu:
1. Korpus vertebra beserta semua diskus intervetebra yang berada di antaranya.
2. Elemen posterior (kompleks ligamentum posterior) yang terdiri atas lamina,
pedikel, prosesus spinosus, prosesus transversus dan pars artikularis,
ligamentun-ligamentun

supraspinosum

dan

intraspinosum,

ligamentun

flavum, serta kapsul sendi.


Setiap ruas tulang belakang terdiri atas korpus di depan dan arkus neuralis
di belakang yang di situ terdapat sepasang pedikel kanan dan kiri, sepasang
lamina, 2 pedikel, 1 prosesus spinosus, serta 2 prosesus transversus. Beberapa
ruas tulang belakang mempunyai bentuk khusus, misalnya tulang servikal pertama
yang disebut atlas dan ruas servikal kedua yang disebut odontoid. Kanalis spinalis
terbentuk antara korpus di bagian depan dan arkus neuralis di bagian belakang.
Kanalis spinalis ini di daerah servikal berbentuk segitiga datar dan lebar,
sedangkan di daerah torakal berbentuk bulat dan kecil. Bagian lain yang
menyokong kekompakan ruas tulang belakang adalah komponen jaringan lunak
yaitu ligamentun longitudinal anterior, ligamentun longitudinal posterior,
ligamentun flavum, ligamentun interspinosus, dan ligamentum supraspinosus.1

Stabilitas tulang belakang disusun oleh dua komponen, yaitu komponen


tulang dan komponen jaringan lunak yang membentuk satu struktur dengan tiga
pilar. Pertama yaitu satu tiang atau kolom di depan yang terdiri atas korpus serta
diskus intervertebralis. Kedua dan ketiga yaitu kolom di belakang kanan dan kiri
yang terdiri atas rangkaian sendi intervertebralis lateralis. Tulang belakang
dikatakan tidak stabil, bila kolom vertical terputus pada lebih dari dua komponen.1
Medulla spinalis berjalan melalui tiap-tiap vertebra dan membawa saraf
yang menyampaikan sensasi dan gerakan dari dan ke berbagai area tubuh.
Semakin tinggi kerusakan saraf tulang belakang, maka semakin luas trauma yang
diakibatkan. Missal, jika kerusakan saraf tulang belakang di daerah leher, hal ini
dapat berpengaruh pada fungsi di bawahnya dan menyebabkan seseorang lumpuh
pada kedua sisi mulai dari leher ke bawah dan tidak terdapat sensasi di bawah
leher. Kerusakan yang lebih rendah pada tulang sacral mengakibatkan sedikit
kehilangan fungsi.1

Gambar 2. Sendi dan ligament kolumna vertebra

Gambar 3. Persyrafan tulang belakang

Gambar 4. Gerakan kolumna vertebra

Gambar 5. Otot yang memproduksi gerakan dari sendi intervertebrata torakal dan
lumbal
B. Definisi Fraktur Kompresi Vertebra
Fraktur kompresi adalah diskontinuitas dari jaringan tulang akibat dari
suatu penekanan atau tindihan yang melebihi kemampuan dari tulang
tersebut. Fraktur kompresi vertebra terjadi jika berat beban melebihi
6

kemampuan vertebra dalam menopang beban tersebut, seperti pada kasus


terjadinya trauma. Pada osteoporosis, fraktur kompresi dapat terjadi gerakan
sederahana seperti terjatuh pada kamar mandi, bersin, atau mengangkat beban
yang berat.2
Adanya kompresi pada bagian depan corpus vertebralis yang tertekan dan
membentuk patahan irisan. Fraktur kompresi adalah fraktur tersering yang
mempengaruhi kolumna vertebra. Fraktur ini dapat disebabkan oleh
kecelakaan jatuh dari ketinggian dengan posisi terduduk ataupun mendapat
pukulan di kepala, osteoporosis dan adanya metastase kanker dari tempat lain
ke vertebra kemudian membuat bagian vertebra tersebut menjadi lemah dan
akhirnya mudah mengalami fraktur kompresi.3
C. Epidemiologi
Fraktur kompresi vertebra merupakan jenis fraktur yang sering terjadi dan
merupakan masalah yang serius. Setiap tahun, sekitar 700.000 insidensi di
Amerika Serikat, dimana prevalensinya meningkat 25% pada wanita yang
berumur diatas 50 tahun. Satu dari dua wanita dan satu dari empat laki-laki
berumur lebih dari 50 tahun menderita osteoporosis berhubungan dengan
fraktur. Insidensi fraktur kompresi vertebra meningkat secara progresif
berdasarkan semakin bertambahnya usia, dan prevalensinya sama antara lakilaki (21,5%) dan wanita (23,5%), yang diukur berdasarkan suatu studi
pemeriksaan radiologi. Meskipun hanya sekitar sepertiga menunjukkan gejala
akut,

awalnya

semua berhubungan

dengan angka

yang

signifikan

meningkatkan mortalitas dan gangguan fungsional dan psikologis.2


D. Etiologi
1. Trauma
Trauma merupakan penyebab terbanyak pada pasien yang berusia
dibawah 50 tahun, oleh karena itu fraktur yang terjadi pada laki-laki
daripada perempuan sampai usia 60 tahun. Contoh fraktur yang terjadi
akibat trauma adalah fraktur kompresi baji merupakan suatu cedera
fleksi, korpus terkompresi tetapi ligament posterior tetap utuh dan fraktur
biasanya bersifat stabil.2
7

2. Posmenopausal osteoporosis
Merupakan penyebab tersering pada wanita yang berumur di atas
60 tahun. 2
3. Keganasan
Semakin bertambahnya usia begitu juga peningkatan resiko
terjadinya fraktur patologis akibat keganasan, dan multiple mieloma,
nekrosis avaskular, limpoma atau metastasis keganasan lain atau adanya
infeksi juga ikut berperan. Fraktur kompresi vertebra terjadi pada 50%
sampai 70% pasien dengan multiple mieloma.2
4. Osteoporosis Sekunder
Beberapa pasien ditemukan memiliki densitas tuang dibawah nilai
normal berdasarkan usia. Pada kasus ini penyebab sekunder dari
kehilangan masa tulang harus diperhatikan, seperti penggunaan terapi
glukokortikoid, penggunaan alkohol, hipogonadisme, dan endokrinopati
seperti hipertiroid, dan penyakit chusing, hiperparatiroid, dan diabetes
mellitus.2
E. Mekanisme Cedera
Pada cedera tulang belakang, mekanisme cedera yang mungkin adalah :
1. Hiperekstensi (kombinasi distraksi dan ekstensi)
Hiperekstensi jarang terjadi di daerah torakolumbal tetapi sering
pada leher. Ligament anterior dan diskus dapat rusak atau arkus saraf
mungkin mengalami fraktur. Cedera ini stabil karena tidak merusak
ligament posterior.4

Gambar 6. Cedera hiperekstensi


2. Fleksi
Trauma ini terjadi akibat fleksi dan disertai kompresi pada
vertebra. Vertebra akan mengalami tekanan dan remuk yang dapat

merusak ligament posterior. Jika ligament posterior rusak maka sifat


fraktur ini tidak stabil. 4
3. Fleksi dan Kompresi digabungkan dengan distraksi posterior
Kombinasi fleksi dengan kompresi anterior dan distraksi posterior
dapat mengganggu kompleks vertebra pertengahan, di samping
kompleks posterior. Berbeda dengan fraktur kompresi murni, keadaan
ini merupakan cedera tidak stabil dengan risiko progresif yang tinggi.4

4. Pergeseran aksial (kompresi)


Kekuatan vertical yang mengenai segmen lurus pada spina servikal
atau lumbal akan menimbulkan kompresi aksial. Nucleus pulposus
akan mematahkan lempeng vertebra dan menyebabkan fraktur vertical
pada vertebra, dengan kekuatan yang lebih besar, bahan diskus
didorong masuk ke dalam badan vertebral, menyebabkan fraktur
remuk (brust fracture). Karena unsur posterior utuh keadaan ini
didefinisikan sebagai cedera stabil. Fragmen tulang dapat terdorong ke
belakang ke dalam kanalis spinalis dan inilah yang menjadikan fraktur
ini berbahaya, kerusakan neurologik sering terjadi. 4

Gambar 8. Fraktur kompresi

5. Rotasi-fleksi
Cedera spina yang paling berbahaya adalah akibat kombinasi fleksi
dan rotasi. Ligamen dan kapsul sendi teregang sampat batas
kekuatannya, kemudian dapat robek, permukaan sendi dapat
mengalami fraktur atau bagian atas dari satu vertebra dapat terpotong.
Akibat dari mekanisme ini adalah pergeseran atau dislokasi ke depan
pada vertebra di atas, dengan atau tanpa kerusakan tulang. 4
6. Translasi horizontal
Kolumna vertebralis teriris dan segmen bagian atas atau bawah
dapat bergeser ke anteroposterior atau ke lateral. Lesi bersifat tidak
stabil dan sering terjadi kerusakan saraf. 4

Gambar 9. Translation injury

Tabel 1. Klasifikasi fraktur stabil dan tidak stabil


Tipe fraktur
Wedge fracture
Burst fracture
Fracture/dislocation

Bagian yang terkena


Hanya anterior
Anterior dan middle
Anterior, middle dan

Stabil vs tidak stabil


Stabil
Tidak stabil
Tidak stabil

injuries
Seat belt fracture

posterior
Anterior, middle dan

Tidak stabil

posterior
F. Klasifikasi
Francis Denis mengembangkan konsep tiga kolum dari fraktur spinal
torakolumbal, awalnya konsep ini dikembangkan untuk mengklasifikasikan
fraktur spinal torakolumbal, namun dapat juga diaplikasikan pada tulang

10

belakang dibawah servikal karena secara umum anatomi tulang belakang


mirip dengan vertebra torakal dan lumbal.7
Denis membagi vertebra menjadi tiga kolum. Ketidak stabilan terjadi jika
cedera terkena dua kolum yang berlanjut, contoh kolum cedera terkena kolum
anterior dan medial atau medial dan posterior. Tiga kolum tersebut yaitu7:
Kolum anterior:
-

Ligament longitudinal anterior


Dua per tiga anterior korpus vertebra
Dua per tiga anterior diskus intervertebral

Kolum medial:
-

Satu per tiga korpus vertebra


Satu per tiga diskus intervertebral
Ligament longitudinal posterior

Kolum posterior:
- Pedikel
- Sendi facet dan processus articular
- Ligamentum flavum
- Neural arch dan ligament interconnecting
Menurut sistem Denis ', trauma tulang belakang diklasifikasikan menjadi
cedera minor dan mayor, berdasarkan potensi risiko untuk menyebabkan
ketidakstabilan. Cidera minor adalah fraktur yang disebabkan dari prosessus
tranversus, prosessus artikular, pars interarticularis, dan prosessus spinosus
yang hanya melibatkan sebagian dari kolom posterior dan tidak menyebabkan
ketidakstabilan akut. cedera tulang belakang mayor diklasifikasikan ke dalam
empat kategori, semua didefinisikan dalam hal tingkat keterlibatan masingmasing dari tiga kolom, yaitu: compression, burst, seat-belt-type, dan fraktur
tipe fracture-dislocation. Setiap jenis fraktur juga dapat dibagi beberapa
subclass berdasarkan tingkat keparahan kerusakan. 7

11

Fraktur kompresi, adalah fraktur akibat kompresi dan terdapat fraktur dari
kolom anterior. Kolom tengah utuh dan bertindak sebagai engsel. Mungkin
terdapat cedera parsial dari kolom posterior, yang menunjukkan kekuatan
ketegangan di tingkat itu. kolom tengah yang kompeten mencegah fraktur
dari subluksasi atau kompresi elemen saraf oleh retropulsion fragmen dari
dinding posterior ke kanal. Empat subtipe dari fraktur kompresi dapat
diidentifikasi7:.
- Tipe A - keterlibatan kedua end plates
- Jenis B keterlibatan superior end plate
- Jenis C inferior end plate
- Jenis D - tekuk dari korteks anterior dengan kedua end plates utuh.
Burst fraktur, terjadi akibat beban aksial dari kedua kolum yaitu kolum
anterior dan kolom tengah yang berasal di tingkat satu atau kedua ujungpiring dari vertebra yang sama. Lima jenis burst fraktur dapat digambarkan. 7
- Tipe A: Fraktur pada kedua end-plates. tulang yang retropulsed ke
-

kanal.
Tipe B: Fraktur superior end-plate. Hal ini umum dan terjadi karena

kombinasi beban aksial dengan fleksi.


Jenis C: Fraktur inferior end-plate.
Jenis D: rotasi burst. fraktur ini bisa salah didiagnosis sebagai frakturdislokasi. Mekanisme cedera ini adalah kombinasi dari beban aksial dan

rotasi.
Jenis E: Burst fleksi lateral. Jenis fraktur berbeda dari fraktur kompresi
lateral yang menyajikan peningkatan jarak interpediculate pada
anteroposterior pemeriksaan radiologis.

12

Gambar 10. Tipe burst fracture


Fraktur seat-belt-type, kedua posterior dan kolom tengah gagal karena
hiper-fleksi dan akibat adanya tegangan. Bagian anterior dari kolom anterior
sebagian mungkin rusak di bawah kompresi, tapi masih berfungsi seperti
engsel. Tidak ada subluksasi, dan tulang belakang adalah utamanya tidak
stabil jika dalam posisi fleksi. Fraktur seat-belt-type dapat dibagi menjadi dua
subtipe. 7
- cedera satu tingkat: Ini hadir sebagai fraktur sederhana melalui tulang,
atau sebagai gangguan ligamen melewati ligamen kompleks posterior
-

dan disc intervertebralis.


cedera dua tingkat: Kolom tengah pecah baik melalui tulang atau disk.
Pola cedera ini sebanding dengan kondisi yang disajikan dalam fraktur
hangmans.

13

Gambar 11. Fraktur seat-belt


Fraktur dislokasi, terjadi karena kegagalan ketiga kolom di bawah
kompresi, ketegangan, rotasi, atau geser. Hal ini mirip dengan kursi-belt-jenis
cedera. Namun, engsel anterior juga terganggu dan beberapa derajat dislokasi
hadir. Ada tiga subtipe dari fraktur-dislokasi bsed pada mekanisme cedera:
flexion rotation, flexion distraction, and shear. 7
- Fraktur dislokasi tipe flexion-rotation
- Fraktur dislokasi tipe flexion-distraction
- Fraktur dislokasi tipe shear (posteroanterior shear, anteroposterior
shear)

Gambar 12. fraktur dislokasi. Dari kiri ke kanan, tipe flexion-rotation tipe
flexion-distraction tipe shear (posteroanterior shear, anteroposterior shear)
G. Cedera Medula Spinalis

14

1. Antara Vertebra Th I dan Th X


Segmen korda lumbal petama pada orang dewasa berada pada
tingkat vertebra T10. Akibatnya, transeksi korda pada tingkat itu akan
menghindarkan korda toraks tetapi mengisolasikan seluruh korda, lumbal
dan sacral, disertai paralisis tungkai bawah dan visera. Akar toraks
bagian bawah juga dapat mengalami transeksi tetapi tidak banyak
pengaruhnya.3
2. Di Bawah Vertebra Th X
Korda membentuk suatu tonjolan kecil (konus medularis) di antara
vertebra T1 dan L1, dan meruncing pada ruang di antara vertebra Li dan
L2. Akar saraf L2 sampai S4 muncul dari konus medularis dan beraturan
turun dalam suatu kelompok (cauda equine) untuk muncul pada tingkat
yang berurutan pada spina lumbosacral. Karena itu, cedera spina di atas
vertebra T10 dapat menyebabkan transeksi korda, cedera di antra T10
dan L1 dapat menyebabkan lesi korda dan lesi akar saraf, dan cedera di
bawah vertebra L1 hanya menyebabkan lesi akar syaraf. Akar sacral
mempersarafi: 3
a) Sensasi dalam daerah pelana, suatu jalur di sepanjang bagian
belakang paha dan tungkai bawah, dan dua pertiga sebelah luar
telapak kaki.
b) Tenaga motorik pada otot yang mengendalikan pergelangan kaki dan
kaki.
c) Refleks anal dan penis, respons plantar dan refleks pergelangan kaki
pengendalian kencing.
Akar Lumbal mempersyarafi: 3
a) Sensasi pada seluruh tungkai bawah selain bagian yang dipasok oleh
segmen sakral.
b) Tenaga motoric pada otot yang mengendalikan pinggul dan lutut,
refleks kremaster dan reflek lutut.
Bila cedera tulang berada pada sambungan torakolumbla, penting
untuk membedakan antara transeksi korda tanpa kerusakan akar saraf dan
transeksi korda dengan kerusakan akar saraf. Pasien tanpa kerusakan akar
saraf akan jauh lebih baik. 3
3. Lesi Korda Lengkap

15

Paralisis lengkap dan tidak ada sensasi di bawah tingkat cedera


menunjukkan transeksi korda. Selama stadium syok spinal, bila tidak ada
refleks anal (tidak lebih dari 24 jam pertama) diagnosis tidak dapat
ditegakkan dan jika refleks anal pulih kembali dan deficit saraf terus
berlanjut, lesi korda bersifat lengkap. Setiap lesi korda lengkap yang
berlangsung lebih dari 72 jam tidak akan sembuh. 3
4. Lesi Korda Tidak Lengkap
Adanya sisa sensasi apapun di bagian distal cedera (uji
menusukkan peniti di daerah perianal) menunjukkan lesi tak lengkap
sehingga prognosis baik. Penyembuhan dapat berlanjut sampai 6 bulan
sedelah cedera. Penyembuhan paling sering terjadi pada sindroma korda
centra. Di bawah vertebra T 10, diskrepansi antara tingkat neurologic dan
tingkat rangka adalah akibat traseksi akar yang turun dari segmen yang
lebih tinggi dari lesi korda. 3
Tabel 2. Incomplete Cord Syndrome3
Sindrom

Anterior cord

Deskripsi
Lesi yang mengakibatkan hilangnya fungsi
motorik

dan

sensifitas

terhadap

nyeri,

temperatur, namun fungsi propioseptif masih


normal
Propioseftif ipsilateral normal, motoric hilang

Brown-sequard

Central cord
Dorsal cord

dan kehilangan sensivitas nyeri dan temperatur


pada sisi kontralateral
Khusus pada region central, anggota gerak atas
lebih lemah disbanding anggota gerak bawah
Lesi terjadi pada bagian sensori terutama

(posterior cord)

mempengaruhi propioseptif
Cedera pada sacral cord dan nervus lumbar

Conus medullaris

degan kanalis neuralis; arefleks pada vesika


uranaria, pencernaan dan anggota gerak bawah
Cedera pada daerah lumbosacral dengan kanalis

Cauda eqiuna

neuralis yang mengakibatkan arefleksia vesika


urinaria, pencernaan dan anggota gerak bawah

16

Grading system pada cedera medulla spinalis:3


1. Klasifikasi Frankel
Grade A: motoris (-) sensoris (-)
Grade B: motoris (-) sensoris (+)
Grade C: motoris (+) dengan ROM 2 atau 3, sensoris (+)
Grade D: motoris (+) dengan ROM 4, sensoris (+)
Grade E: motoris (+) normal sensoris (+)
2. Klasifiasi ASIA (American Spinal Injury Association)
Tabel 3. ASIA impairment scale
Grade
A
B
C
D
E

Description
Lengkap: tidak ada sensorik maupun motorik dibawah level
defisit neurologi
Tidak lengkap: sensorik maupun motoriknya menurun di
bawah level deficit neurologi
Tidak lengkap: sensorik baik dan fungsi motorik dibawah
defisit neurologi memiliki kekuatan otot dibawah 3
Tidak lengkap: sensorik baik namun kekuatan otot
motoriknya lebih dari 3 atau sama dengan 3
Fungsi sensorik dan motorik normal

H. Gejala dan Konsekuesi


Pada sebagian besar kasus, pasien tidak menceritakan adanya trauma yang
signifikan meskipun mereka kadang-kadang menjelaskan aktifitas yang
meningkatkan tarikan pada tulang belakang, seperti mengangkat jendela,
mengangkat anak kecil dari tempat tidur, atau gerakan melenturkan badan
secara berlebihan. Trauma dengan energy yang besar biasanya ditemukan
pada pasien berusia muda, terutama pada laki-laki dengan densitas tulang
yang normal.2
Hanya sepertiga kasus kompresi vertebra yang menunjukkan gejala. Pada
saat fraktur terasa nyeri, biasanya dirasakan seperti rasa nyeri yang dalam
pada sisi fraktur. Jarang sekali menyebabkan kompresi pada medulla spinalis,
tampilan klinis menunjukkan miolopatik fraktur dengan tanda dan gejala
nyeri radikuller yang nyata. Rasa nyeri pada fraktur disebabkan oleh banyak
gerak, dan pasien biasanya merasa lebih nyaman dengan beristirahat. 2
17

Fraktur kompresi biasanya bersifat incidental, menunjukkan gejala nyeri


tulang belakang ringan sampai berat. Dapat mengakibatkan perubahan postur
tubuh karena terjadinya kifosis dan scoliosis. Pasien juga menujukkan gejalagejala pada abdomen seperti rasa perut tertekan, rasa cepat kenyang,
anoreksia, dan penurunan berat badan. Gejala pada sistem pernafasan dapat
terjadi akibat berkurangnya kapasitas paru. 2
Konseuensi Fraktur Kompresi Vertebra
Apabila fraktur kompresi vertebra menunjukkan gejala atau tidak,
komplikasi jangka panjangnya sangat penting. Konsekuensinya dapat
dikategorikan sebagai biomekanik, fungsional, dan psikologis. 2
1. Biomekanik
Nyeri tulang belakang persisten dalam kaitannya dengan faktorfaktor mekanik dan kelemahan otot akibat terjadinya kyphosis. Gejalagejala pada abdomen, kyphosis progresif, terutama dengan fraktur
kompresi multiple, menyebabkan pemendekan tulang belakang thorak
sehingga menyebabkan penekanan pada abdomen, dimana dapat
menyebabkan gejala gastrointestinal seperti rasa cepat kenyang dan
tekanan abdomen. Pada beberapa pasien yang mengalami pemendekan
segmen torakolumbal yang signifikan, costa bagian terbawah akan
bersandar pada pelvis, menyebabkan terjadinya abdominal discomfort.
Gejala-gejala pada gangguan abdomen dapat berupa anoreksia yang
dapat mengakibatkan penurunan berat badan terutama pada pasien yang
berusia lanjut. Konsekuensi pada paru akibat adanya fraktur kompresi
vertebra dan kyphosis umumnya ditandai dengan penyakit paru restriktif
dengan penurunan kapasitas vital paru. Dallam persamaan, setiap fraktur
menurunkan kapasitas vital 9%. Meningkatkan risiko terjadinya fraktur.
Karena terjadinya kyphosism maka beban berlebih akan ditopang oleh
tulang disekitarnya, ditambah lagi dengan adanya osteoporosis semakin
mengingkatkan risiko terjadinya fraktur. Adanya satu atau lebih vertebra
mengalami fraktur kompresi semakin meningkatkan adanya fraktur
tambahan lima kali lipat dalam setahun. 2

18

2. Fungsional
Pasien yang mengalami fraktur kompresi memiliki level yang lebih
rendah dalam performa fungsional dibandingkan dengan control, lebih
banyak membutuhkan pembantu, pengalaman lebih sering mengalami
sakit saat bekerja, dan mengalami kesulitan dalam menjalani aktivitas
sehari-hari. Penelitian terbaru pada pasien-pasien ini memiliki nilai yang
rendah pada indeks kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan
berdasarkan fungsi fisik, status emosi, gejala klinis, dan keseluhuran
performa fungsional. Oleh karena itu, banyak pasien yang mengalami
fraktur kompresi vertebra akan menjadi tidak aktif, dengan berbagai alas
an antara lain rasa nyeri akan berkurang dengan terlentang, takut jatuh
sehingga terjadi patah tulang lagi. Sehingga kurang aktif atau malas
bergerak pada akhirnya akan mengakibatkan semakin buruknya
kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari. 2
3. Psikologis
Kejadian depresi meningkat pada pasien yang menderita fraktur
kompresi vertebra, akibat nyeri kronis, perubahan bentuk tubuh,
detorientasi dalam kemampuan merawat diri sendiri, dan akibat bedrest
yang lama. Pasien yang mengalami depresi biasanya yang mengalami
lebih dari satu fraktur dan akan menjadi cepat tua dan terisolasi secara
sosial.2
I. Diagnosis
Diagnosis fraktur kompresi vertebra dapat dilakukan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan dengan cara pasien berdiri,
sehingga tanda-tanda osteoporosis seperti kiposkoliosis akan lebih
tampak. Kemudian pemeriksaan dilakukan dengan menekan vertebra
dengan ibu jari mulai dari atas sampai ke bawah yaitu pada prosesus
spinosus. Fraktur kompresi vertebra dapat terjadi mulai dari oksiput
sampai dengan sacrum, biasanya terjadi pada region pertengahan thorak
(T7-T8) dan pada thorakolumbal junction. Ulangi lagi pemeriksaan
sampai benar-benar ditemukan lokasi nyeri yang tepat. Nyeri yang
19

berhubungan dengan pemeriksaan palpasi vertebra mungkin disebabkan


oleh adanya fraktur kompresi vertebra. 2
Adanya deformitas pada tulang belakang tidak mengindikasikan
adanya fraktur. Jika tidak ditemukan nyeri yang tajam, kemungkinan hal
tersebut merupakan suatu kelainan tulang belakang yang berkaitan
dengan umur. Pemeriksaan selajutnya dilakukan dengan membantu
pasien melakukan gerakan fleksi dan ekstesi pada tulang belakang,
gerakan ini akan menyebabkan rasa nyeri yang disebabkan oleh adanya
fraktur kompresi vertebra. 2
Spasme otot atau kekakuan otot dapat terjadi sebagai akibat dari
kekuatan otot melawan gravitasi pada bagian anterior dari vertebra.
Pemeriksaan neurologis perlu dilakukan. Tidak jarang pada kasus
osteomyelitis mempunyai gejala yang mirip dengan fraktur kompresi
vertebra. 2
2. Radiologi
Selama pemriksaan fisik, marker radioopak mungkin ditempatkan
pada kulit pada daerah yang paling terasa nyeri, karena bagaimanapun
juga perlu difikirkan adanya neoplasma atau adanya erosi pada endplate
akibat osteomyelitis. Posisi anteroposterior dan lateral dilakukan untuk
mengetahui adanya fraktur kompresi vertebra. Fraktur kompresi vertebra
asimptomatik tidak selalu menunjukkan kolaps vertebra pada gambaran
radiologi. Fraktur kompresi vertebra secara radiografi digambarkan
sebagai penurunan panjang vertebra lebih dari 15%, umumnya ditemukan
pada vertebra thorakolumbal secara anteroposterior dan lateral. Bagian
thorakolumbal yang biasa terkena adalah T8, T12, L1 dan lumbal nagian
bawah terbanyak adalah L4.5

20

Gambar 13. Rontgen fraktur kompresi vertebra


3. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Jika sumber nyeri tidak dapat ditemukan, MRI dapat menunjukkan
adanya keganasan, mengidentifikasi adanya fraktur dan membantu dalam
menentukan terapi yang tepat. Adanya short tau inversion recovery
(STIR) paling ideal diperiksa dengan MRI

Gambar 14. MRI fraktur kompresi vertebra

4. CT Scan
Ct scan sangan berguna menggambarkan adanya fraktur dan dapat
memberikan informasi jika tentang adanya kelainan densitas tulang. CT
Scan dan MRI juga sangat penting dalam menentukan diferensial

21

diagnosis karena adanya penyempitan kanalis spinal, dan komposisi


spesifik vertevra dapat digambarkan.5

Gambar 15. CT Scan fraktur kompresi vertebra


5. Single-Photon Emission Computed Tomography (SPECT)
Dapat juga digunakan dalam menentukan adanya fraktur dan
tingkat osteoporosis karena keammpuannya dalam menggambarkan
densitas tulang. 5
6. Scintigraphy
Merupakan suatu metode diagnostic yang menggunakan deteksi
radiasi sinar gamma untuk menggambarkan kondisi dari jaringan atau
organ, juga merupakan metode ayng penting untuk memprediksi hasil
(outcome) dari beberapa teknik operasi. 5
J. Tatalaksana Fraktur Kompresi Vertebra
Jika pada pasien tidak ditemukan adanya kelainan neurologis, pengobatan
pada pasien dengan akut fraktur harus menekankan pada pengurangan rasa
nyeri, dengan pembatasan bedrest, penggunaan analgetik, bracing dan latihan
fisik.
1. Menghindari bedrest yang terlalu lama
Bahaya bedrest yang terlalu lama pada orang tua adalah,
meningkakan kehilangan densitas tulang, deconditioning thrombosis,
pneumonia, ulkus decubitus, disorientasi dan depresi.
2. Analgetik
Analgetik digunakan untuk mengurangi rasa nyeri, biasanya
diberikan sebagai terapi awal untuk menghindari dari bedrest yang terlalu
lama. Analgetik opioid mungkin diberikan pada beberapa pasien untuk
mengurangi rasa nyeri yang lebih adekuat. Bagaimanapun juga pada

22

pasien yang sudah tua, pasien dengan imobilisasi, opioid yang


berhubungan dengan konstipasi dan penurunan fungsi kognitif harus
diperhatikan dan penggunaan profilaksis laksatif harus segera dimulai
pada saat opioid diberikan. Hindari pemberian NSAIDs. Secara umum,
penggunan analgetik opioid atau non opioid, adalah lebih baik
dibandingkan NSAIDs, terutama pada pasien usia lanjut yang mengalami
fraktur kompresi vertebra. Risiko pemberian NSAIDs berhubungan
dengan gastropati, insufisiensi ginjal, dan penyakit jantung kongesti
meningkat secara signifikan pada usia lanjut.
3. Calcitonin
Calcitonin secara subkutan, intranasal, atau perrektal mempunyai
efek analgetik pada fraktur kompresi yang disebabkan oleh osteoporosis
dan pasien dengan nyeri tulanh akibat metastasis. Aktifitas analgetik dari
calcitonin yaitu dengan meningkatkan kadar endorphin dalam plasma.
Pada fraktur kompresi vertebra uang disebabkan oleh osteoporosis,
calcitonin juga menghambat fungsi dari osteoklast, sehingga mencegah
terjadinya penyerapan tulang.
4. Bracing
Bracing merupakan terapi yang bisa dilakukan pada managemen
akut non operatif. Ortose membantu dalam mengontrol rasa nyeri dan
membantu penyembuhan dengan mensatabilkan tulang belakang. Dengan
mengistirahatkan pada posisi fleksi, maka akan mengurangi tekanan
pada kolumna anterior dan rangka tulang belakang. Bracing dapat
digunakan segara, tetapi hanya dapat digunakan untuk dua sampai tiga
bulan. Terdapat beberapa tipe ortese yang tersedia untuk pengobatan.
Karena sebagian besar fraktur kompresi terjadi di daerah torakolumbal,
sebagian besar ortosis idibuat berdasarkan area tersebut pada tualng
belakang. Thorakolumbal orthsis (TLSO) tipe shell braces digunkan
untuk memberikan stabilitas selama rotasi, fleksi dan ekstensi. Jenis ini
sangat berguna dalam pengobatan oleh karena fraktur akibat energy yang
besar, fraktur multiple dan kiposis berat. Karena ortose didesain dengan
pembungkus plastic, harganya mahal dan kadang-kadang pasien

23

mengeluhkan adanya gatal dan berkeringat dibawah ortose. Tipe boston


sangat mirip dengan tipe shell tetapi lebih lembur karena terbuat dari
plastic semi fleksibel. 5

Gambar 16. TLSO


5. Vertebroplasty
Vertebroplasty dilakukan dengan menempatkan jarum biopsy
tulang belakang kedalam vertebra yang mengalami kompresi dengan
bimbingan

fluoroscopy

atau

computed

tomography.

Kemudian

diinjeksikan Methylmethacrylate kedalam tulang yang mengalami


kompresi. Prosedur dapat menstabilkan fraktur dan mengurangi rasa
nyeri dengan cepat. Tetapi proseedur ini tidak dapat memperbaiki
deformitas yang terjadi pada tulang belakang. Komplikasi terjadi kurang
dari 10% pasien antara lain berupa radikulopati, infeksi dan kompresi
medulla spinalis. Pada saat semen diinjeksikan dibawah tekanan tinggi,
kebocoran ke bagian luar vertebra sering terjadi pada 50%-67% pasien. 5

Gambar 17. Teknik vertebroplasty


6. Kypoplasty

24

Kypoplasty diperkenalkan pada tahun 1988 dalam mengobati


fraktur kompresi. Prosedur ini dilakukan dengan menyuntikkan jarum
yang berisikan tampon kedalam tulang yang mengalami fraktur. Insersi
jarum tersebut akan membentuk kavitas pada tulang vertebra. Kemudian
kavitas tersebut diisi dengan campuran methylmetacrylate dibawah
tekanan rendah. Komplikasi jarang terjadi dan terjadinya kebocoran
semen lebih jarang dibandingkan dengan vertebroplasty. 5

Gambar 18. Teknik kypoplasty

25

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Fraktur kompresi adalah diskontinuitas dari jaringan tulang akibat dari
suatu penekanan atau tindihan yang melebihi kemampuan dari tulang tersebut.
Fraktur kompresi vertebra terjadi jika berat beban melebihi kemampuan vertebra
dalam menopang beban tersebut, seperti pada kasus terjadinya trauma. Pada
osteoporosis, fraktur kompresi dapat terjadi gerakan sederahana seperti terjatuh
pada kamar mandi, bersin, atau mengangkat beban yang berat.
Etiologi dari fraktur kompresi vertebra dapat dikarenakan oleh trauma,
posmenopausal osteoporosis, keganasan, ataupun osteoporosis.
Pada pasien yang tidak ditemukan adanya kelainan neurologis, pengobatan
pada pasien dapat berupa pengurangan rasa nyeri, dengan pembatasan bedrest,
penggunaan analgetik, bracing, latihan fisik, vertebroplasty dan kypoplasty.

26

Você também pode gostar