Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
ASKEP PRIMIGRAVIDA
b. 2.1. Konsep dasar asuhan kebidanan primigravida dengan kehamilan fisiologis.
c. 2.1.1. Pengertian kehamilan
d. Kehamilan ialah pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterin mulai konswepsi dan
berakhir
sampai
permulaan
persalinan.
2.1.1.1.
(Manuaba.Ida
bagus
gede,
Penyebab
1998;4)
Kehamilan
Kehamilan dapat terjadi karena pertemuan ovum dan sperma. Pada coitus air mani
terpancar
spermatozoa
atau
sel-sel
mani
3CC.
sebanyak100-200
juta
tiap
cc.
Sel mani bentuknya seperti kecebong dengan kepala yang lonjong dan ekor yang panjang
seperti cambuk. Inti sel terdapat dikepala sedang ekor gunanya untuk bergerak maju.
Karena pergerakkan ini maka dalam sartu jam spermatozoa melalui canalis servikalis dan
cavum uteri kemudian kemudian berada dalam tuba. Disini sel mani menunggu
kedatangan sel telur, jika pada saat ini terjadi ovulasi maka mungkin terjadi fertilisasi,
jadi kehamilan dapat dihasilkan bila coitus dilaksanakan pada saat ovulasi. (Obtetrie
fisiologi
Padjajaran.
2.1.1.2.
1983;
99)
Tanda-tanda
Kehamilan
Tanda-tanda kehamilan meliputi tanda-tanda presumtif, tanda mungkin hamil, dan tanda
hamil
pasti.
Tanda-tanda persumtif yaitu : Amenorrhoe, mual dan muntah, mengidam (ingin makan
khusus), tidak tahan suatu bau-bauan, pingsan bila berada ditempat ramai, sesak dan
padat, anorexia, lelah, payudara membesar, tegang dan sedikit nyeri serta kelenjar
montgomeri terlihat lebih besar dan padat. Asanya konstipasi, pigmentasi kuliut, epulis
(hypertropi
dari
pupil
gusi)
dan
pemekaran
vena-vena.
(braxton
hicks),
teraba
ballotement,
dan
reaksi
kehamilan
positif.
San tanda hamil pasti yaitu : adanya gerakan janin, denyut janin dapat didengar dengan
stetoskop,
2.1.2.
dopler,
fero
elektrocardiogram
Pengertian
serta
terlihat
di
USG,
foto
rontgen.
primigravida
Primigravida ialah seorang wanita hamil untuk pertama kalinya. (Mochtar, Rustam,
1990;100)
2.1.2.1.
Tanda-tanda
kehamilan
primigravida
meliputi
Perut tegang, pusar menonjol, rahim tegang, payudara tegang, labia mayora tampak
bersatu, hypen seperti pada beberapa tempat, vagina sempit dengan rugae yang utuh,
servicks licin bulat dan tidak dapat dilalui oleh satu ujung jari, perineum utuh dan baik.
Pada servix terdapat pembukaan yang didahului dengan pendataran dan setelah itu baru
pembukaan (pembukaan rata-rata1 Cm dalam 2 jam). Pada bagian terbawah janin turun
pada 4-6 minggu akhir kehamilan, dan pada persalinan hampir selalu dengan episiotomi
(Mochtar,
Rustam,
2.1.3.
Kehamilan
1998;
Perubahan-perubahan
melibatkan
perubahan
2.1.3.1.
fisik
pada
maupun
46).
ibu
emosional
dari
Perubahan
Perubahan pada...
1.Endometrium
Penyebab
Pengaruh hormon estedrogen progesteron
mempertahankan implantasi di endometrium.
luteum
hamil.
ibu
hamil.
fisiologis
sperma dan merupakan saluran kondisi, peristiwa dan kapasitas sperma dan
telur kedalam uterus
4. Cervix uteri
Terdapat peningkatan dari
vascularisasi, edema lembut dan
pembesaran dari
glandula/kelenjarcervical
5. Payudara
terdapat peningkatan dari ukuran
nodulus dan sensitifitas. Sistem
saluran payudara telah tumbuh
sejak usia kehamilan 3 bulan
6. Vagina
Vascularisasi meningkat pada
vagina sehingga vagina menjadi
lebih padat
7. Pertumbuhan uterus
Berat uterus meningkat dari 3050 gram menjadi 900-1000 gram
pada kehamilan aterm.
Volume uterus meningkat dari
iumplantasi telur..
Esterogen bertanggung jawab terhadap perubahan
cervix sehingga timbul tanda chadwick. Sumbatan
disaluran cervix dapat berfungsi untuk janin, dari
inovasi mekanik atau bakteri pada awal persalinan
sumbatan ini twerpisah dan kencang. Pembuluh
darahnya terp[otong dan cairan kental dikeluarkan
sebagai blood slym.
Si bawah rangsangan esterogen dan progesteron
payudara membesar ukurannya, puting susu juga
membesar, warnanya lebih gelap, menonjol,
kelenjar montgomerinya membesar. Produksi
kolostrum berlangsung pada akhir kehamilan dan
buah dada terus membesar.
Dibawah pengaruh esterogen terdapat proliferasi
dari sel-sel vagina yang menyebabkan dinding
saluran vagina menjadi lebih tebalberlipat-lipat dan
membesar dalam mempersiapkan lewatnya kepala
bayi.
Pengaruh esterogen dan progesteron mempengaruhi
pertumbuhan dan berfungsinya uterus. Progesteron
mempersiapkan tempat implantasi dan menghalangi
kontraktifitas miometrium.
Uterus akan dapat teraba
Posisi uterus
Memasuki rongga panggul pada
minggu ke 12 dan mengadakan
dextro rotasi kearah kanansesuai
pembesarannya
Uterusbertahan dalam posisi
dinding abdomen
Uterus tidak begitu semsitif
untuk kontraksi sehingga sampai keguguran. Kelahiran pre term merupakan resiko
pertengahan kehamilan, ketika pada kehamilan trimester III
uterus menjadi lebih sensitif
akibat rangsangan oksitosin
Pada akhir trimester II sampai
waktu, tidak mempunyai irama dapat diraba pada pemeriksaan . Pada trimester III
tertentu, kontraksi ini dapat
f.
2.1.3.2. Penyesuaian dan proses psikologis
Penyesuaian dan proses psikologis sibagi dalam trimester I, II, dan III seperti tercantum
dalam tabel di bawah ini
Tabel 2.1.3.2
Penyesuaian dan proses psikologis
Klasihikasi
Trimester I
Periode
Periode penyesuaian
Perusahan psikologis
Meningkatnya kebutuhan mencintai dan
terhadap kenyataan
bahwa ia hamil
Trimester II
Periode kesehatan
Trimester III
Periode penggunaan
yang waspada
Adanya rasa ketakutan
Ketidak nyamanan fisik
Memerlukan dukungan
Seksualitas menurun karena perut
membesar sehingga menciptakan rasa
bersalah pada ibu.
Berbagi perasaan diantara pasangan sangat
penting untuk periode ini. (Varney.H.1997)
g.
h.
2.2.
KONSEP
ASUHAN
KEBIDANAN
evaluasi
hasil
kegiatan.
2.2.1.
Pengkajian
Pemeriksaan pada iobu selama kehamilan penting sekali. Hasil pemeriksaan yang lengkap
akan memberikan gambaran yang menyeluruh untuk menilai kesejahteraan ibu,
mengidentifikasikan perubahan-perubahan normal serta mendeteksi keadaan-keadaan
yang mengandung resiko kehamilan dan massa persaklinan. Pengkajian dilakukan
terhadap keseluruhan aspek yang meliputi aspek fisik, psikologis, sosial dan spiritual ibu
seperti
tercantum
dalam
tabel
dibawah
Tabel 2.2.1.1.
Pengkajian Data Subyektif
Pengkajian
Tentang
1. Identitas/Bio Nama DX/suami,
data
Tujuan
perkawinan,
2. Keluhan
utama
3. Riwayat
alamat, penghasilan
Apa yang px
kelahiran.
Agar diketahui apakah penderita datng untuk
rasakan/penderita
ini
perdarahan
pervaginam, fluor,
ini.
kelainan pada
obatan/jamu
Jumlah kehamilan,
jumlah persalinan,
yang lalu
Jantung, ttekanan
kecelaakaan.
- Anak kembar
kesehhatan
keluarga
- Penyakit
menular
yang dapat
mempengaruhi
persalinan (TBC)
- Penyakit
keluarga
yang dapat
diturunkan CDM
7. Riwayat KB - Metode KB apa yang Data ini untuk menentukan rencana tindakan
dipakai dan lama dalam mengambil keputusan bila diperlukan
pemakaian
8. Riwayat
sosial
- Status
soosial
ekonomi
ekonomi
mempengaruhi kehamilan.
- Respon
ibu dan
keluarga terhadap
kehamilan
- Jumlah
kelluarga di
rumah yang
membantu
- Siapa
yang membuat
keputusan dalam
keluarga.
- Pendidikan,
pekerjaan,
9. Pola
penghasilan.
- Makan dan minum
kegiatan
sehari-hari
- Pola
eliminasi
- Keberhasilan
diri
kehamilan.
- Aktifitas
- Tidur
sehari-hari
dan istirahat
- Olahraga.
k.
Tabel 2.2.1.2.
l.
m.
Pengkajian
Pemeriksaan umum
Rasionalisasi
Untuk menilai kesan pertama
kepadda klien dan menentukan
- Tinggi
- Berat
badan
badan
- Tanda-tanda
tindakan
Untuk memberikan gambaran
vital;
Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
- Rambut
apakah mudah
dicabut.
terhadap kehamilan
- Muka
adakah cloasma
gravidarum
- Mulut
dan gigi :
kebersihan,
stomatitis, caries
leher : addakah
pembesaran
kelenjar limfe.
- Dada
: bentuk
payudara
pigmentasi areola
pappila mamae
- Perut
apakah
pembesaran perut
sesuai umur
kehamilan, adakah
strie gravidarum
atau bekass operasi
- Vulva
: keadaan
perineum.
- Ekstremitas
: adakah
vances, oedema,
2. Palpasi
luka
- Leopold I
- Leopold
II
- Leopold
III
- Leopold
IV
fundus
Menentukan letak punggung anak
dengan presentasi membujur dan
menentukan kepala anak pada letak
lintang.
Menentukan apa yang terddapat
dibagian bawah dan apakah bagian
- Denyut
- Reflek
jantung janin
patella
Untuk mengetahui keadaan janin
mengetahui reflek patela bila
kemungkinan mengalami
- Distantia
cristorum
persalinan.
- Bordelogue
- Lingkar
6. Pemeriksaan
panggul
- Albumin
laboratorium
- Reduksi
- HBSAg
mengidap DM
Untuk mengetahui faktor resiko
terhaddap anemia
Untuk mengetahui faktor resiko
terhadap hepaatitis
n.
2.2.1. Pengkajian
Data Dasar
S Ibu mengatakan hamil ...... bulan
O
Diagnosa / Masalah
G............., P.............mgg
T/H, intra/ekstra uterin, letak, k/u
ibu.......
Pengkajian
:
G........,
D.........,
..........mgg,
T/H,
inttra
uterin
panggul.........k/u
ibu.............
Tujuan
Kriteria
:
:
kehamilan
-
Keadaan
berjalan
ibu
dan
Perencanaan
1. Lakukan komunikasi therapeutik
dengan klien
2. Berikan penjelasan pada px tentang
kondisi kehamilannya
Rassionalisasi
Dengan komunikasi therapeutik diharapkan
tercipta hubungan/ kerja sama yang baik
antara klien dan petugas
Pemberian informasi pada klien tentang
kondisi kehamilannya akan menambah
pengetahuan klien dan membuat klien
3. Berikan KIE
normal
janin
baik
- Tanda-tanda
persalinan
menghadapi masalah.
- Persiapan
persalinan
- Tanda-tanda
- Tempat
bahaya
melahirkan
- Penolong
Implementasi
Implementasi
dilakukan
sesuai
dengan
rencana
tindakan
didalam
pelaksanaan
kemungkinan bidan melakukan tindakan secara langsung pada klien atau bekerjasama
(kolaborasi
dengan
tenaga
lain.
Kegiatan pelaksanaan perlu dikendalikan agar tetap menuju sasaran. Setiap tindakan
yang
dilakukan
memberikan
perubahan
2.2.5.
pada
sasaran.
Evaluasi
Tahap ini menentukan tingkat keberhasilan dari tindakan. Bila tindakan yang dilakukan
mencapai tujuan perlu dipertimbangkan kemungkinan masalah baru yang timbul akibat
keberhasilan. Dan sebaliknya bila tindakan tidak mencapai tujuan maka lanngkahlangkah sebelumnya perlu diteliti kembali.
q. Diposkan oleh Muh. Andrian Senoputra di 16:30 Link ke posting ini
r.
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz
bersanding dengan Laos dan Timor Leste (apa iya dua ini aja atau Vietnam masih, trus
timor leste perlu disebutJ) yang belum punya UU Keperawatan (Nurses Act )? Bukankah
kewajiban yuridis negara menyediakan pengaturan yang kuat untuk menjamin pelayanan
kesehatan masyarakat dengan profesionalitas dan akuntabilitas perawat? Sudah
sepatutnya negara membuat pengaturan yang kuat untuk melindungi masyarakat dari
pelayanan perawat yang buruk dan tidak bertanggung jawab, yang sekaligus melindungi
para pemberi pelayanan pada masyakat dengan tidak terbatas pada kondisi geografi dan
strata sosial ekonomi serta berada pada semua seting pelayanan kesehatan. Namun disisi
lain, tidak ada pengaturan yang kuat untuk menjamin kompetensi dan kualitas asuhan
yang diberikan dan perlindungan dalam melayani masyarakat selama ini.
Mungkinkah negara ini perlu menunggu korban-korban perawat lainnya masuk ke sel
penjara layaknya kasus Misran yang pernah hangat hingga dibawa ke Mahkamah
Konstitusi bulan Mei 2010 lalu? Kasus Perawat Misran di Kalimantan Timur adalah fakta
tak terbantahkan betapa akan terancamnya pelayanan kesehatan pada daerah-daerah
terpencil bila perawat selalui dihantui oleh resiko masalah hukum karena tidak ada
pengaturan UU untuk perawat tersendiri. Kerap terjadi situasi darurat di daerah-daerah
di mana tidak terdapat dokter dan proses rujukan pasien ke rumah sakit karena
terkendala faktor geografis, biaya, jarak, dan ketersediaan sarana transportasi, tenaga
keperawatan terpaksa dituntut bak buah simalakama karena harus memberikan obatobat yang termasuk daftar G untuk menyelamatkan pasien. Padahal, UU Kesehatan tak
membolehkannya, tapi disisi lain,bila membiarkan pasien terlantar perawat pun terjerat
hukum.
Sampai kemarin, kami perawat Indonesia sudah cukup bersabartapi hari ini, demi
masyarakat yang selalu menjadi penguat perawat dalam menjalankan pengabdian
tulusnya dan demi rekan sejawat yang ikhlas mengabdi di persada negeri selama ini,
kami menuntut pemerintah dan DPR untuk mengembalikan RUU Keperawatan dalam
proglesnas 2011 dan menyerukan seluruh perawat Indonesia untuk bergerak
mengantarkan kembali RUU Keperawatan.
PRESS RELEASE
JANGAN ADA PERMAINAN LAGI
KEMBALIKAN RUU KEPERAWATAN DALAM PROGLESNAS 2011
Jakarta, 2 Nopember 2010, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menyatakan
kekecewaan yang sangat dalam terhadap sikap yang ditunjukkan oleh DPR dan
Pemerintah yang sampai hari ini tidak menunjukkan dukungan terhadap hadirnya RUU
Keperawatan di negri ini. Kami menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Mendesak DPR bersama Pemerintah untuk mengembalikan RUU Keperawatan dalam
Prolegnas 2011
2. Menolak jika RUU Keperawatan digeser dalam RUU Tenaga Kesehatan . Keberadaan
RUU Nakes inisiasi pemerintah yang muncul bak siluman pada rapat paripurna
Oktober lalu menunjukkan ketidakadilan pada profesi perawat yang padahal selama
ini menjadi ujung tombak pemerintah dalam melayani masyarakat
3. DPR dan Pemerintah sepatutnya meminta maaf pada seluruh perawat Indonesia atas
sikap yang tidak adil dan terkesan tidak melindungi perawat. Lebih khusus terkait
dengan kasus Misran lalu, yaitu perawat yang bertugas di daerah terpencil dimana
tidak ada tenaga dokter dan apoteker sehingga memaksa perawat untuk melakukan
tindakan diluar wewenang seperti dalam pemberian obat demi keselamatan pasien.
Jangan sampai korban nyawa dari masyarakat kita sebagaimana yang telah terjadi
di Kabupaten Kutai Kertanegara Provinsi Kalimantan Timur tak menjadi suatu harga
dan terabaikan begitu saja.
4. Negara seharusnya berterima kasih terhadap kesediaan para tenaga perawat untuk
mau mengabdikan diri membantu masyarakat di daerah terpencil, terdalam dan
kepulauan sesuai dengan program yang dibuat sendiri oleh pemerintah, bahkan
dalam kondisi tertentu melakukan pekerjaan yang bukan wewenangnya dimana
tenaga kesehatan lain tidak tersedia dan bersedia.
5. DPR seharusnya berkonsentrasi untuk membahas justru substansi RUU Keperawatan
dan segera mensahkannya menjadi UU Keperawatan, mengingat perawat adalah
profesi mandiri yang memerlukan kepastian hukum dalam menjalankan praktik
profesinya serta untuk memberikan jaminan kepada masyarakat agar mendapatkan
pelayanan sesuai standar praktik sebagaimana negara lain yang telah mempunyai
Nurses Act.
6. Sikap perawat Indonesia terhadap RUU Nakes adalah sangat mendukung selama
mengatur hal-hal umum terkait tenaga kesehatan di Indonesia namun untuk hal
terkait pengaturan profesi perawat harus diatur dengan sebuah regulasi yang kuat
yaitu UU Keperawatan yang secara akademik dan politik mendapat dukungan dari
berbagai pihak sehingga diprioritaskan di tahun 2010.
7. Kami menyerukan kepada seluruh perawat Indonesia untuk tetap memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat sesuai dengan discipline ilmu dan kode
etik profesi, namun bila RUU Keperawatan tetap tidak menjadi Prioritas maka kami
akan melakukan MOGOK NASIONAL dalam pelayanan Kesehatan.
Semoga pengabdian perawat selama ini tidak membuat DPR dan pemerintah lupa akan
perlindungan hukum terhadap ujung tombak pelayanan kesehatan di negri ini. Atau
Semoga pengabdian perawat selama ini tidak dikhianati oleh penyelenggara negara.
Hormat dan terimakasih kami sampaikan pada rekan sejawat di seluruh pelosok
Indonesia yang telah bersedia dan bekerja tanpa pamrih selama ini. Kepada seluruh
rakyat Indonesia, terimakasih atas dukungan yang diberikan selama ini. Kami akan tetap
dan selalu berusaha memberikan upaya terbaik untuk membangun negara.
Contact Person : Harif Fadhillah, Ketua Satgas RUU Keperawatan PPNI
08161435752
Popularity: 17% [?]
rehabilitatif rupanya perlu mendapatkan refleksi dari perawat. Kritisi tersebut bukan
untuk menggugat cakupan pelayanan kesehatan, melainkan perawat perlu
menciptakan model praktik pelayanan perawatan yang khas dan berbeda, sehingga
meskipun perannya tidak langsung berdampak terhadap peningkatan indeks
pembangunan manusia, namun tetap berarti (mengisi sektor yang kosong/tidak
tergarap) karena perannya tidak identik dengan profesi lain atau sebagai sub sistem
tenaga kesehatan lainnya.
Mengingat hal hal tersebut kita perlu mencermati beberapa peristiwa di belahan
dunia lain, akan perubahan perubahan konsep dan pengembangan kesehatan.
Khususnya di negara maju seperti Amerika, hasil riset yang dikemukakan oleh
Bournet (dalam Jurnal Riset) tentang perkembangan Hospital At Home atau
perawatan pasien di rumah mereka sendiri, secara kuantitatif menunjukan
peningkatan dari tahun ke tahunnya. Pada tahun 1970an rasionya adalah 291 ; 1 ,
kemudian tahun 1990an perbandingannya sekitar 120 ; 1 dan terakhir penelitian
pada tahun 2004 perbedaannya menjadi semakin tipis yaitu 12 ; 1. Masih penelitian
tentang Hospital At Home dan di Amerika menunjukan bahwa, tingkat kepuasan
pasien yang di rawat di rumahnya sendiri lebih memuaskan pasien dan keluarga
dibandingkan dengan mereka yang dirawat di rumah sakit. Bila kita melihat tren dan
isu di negara lain tersebut kita dapat membuat satu analisis bahwa, Hospital At
Home akan menjadi salah satu model anyar yang perkembangannya akan sangat
pesat.
Implikasinya bagi perawat dan praktek keperawatan jelas hal ini merupakan angin
surga, karena dengan praktik dalam model Hospital At Home, perawat akan
menunjukan eksistensinya. Keuntungannya dalam meningkatkan peran perawat
antara lain; (1) Otonomi praktik keperawatan akan jelas dibutuhkan dan dibuktikan,
mengingat kedatangan perawat ke rumah pasien memikul tanggung jawab profesi,
(2) Perawat dimungkinkan menjadi manager/ leader dalam menentukan atau
memberikan pandangan kepada pasien tentang pilihan pilihan tindakan atau
rujukan yang sebaiknya ditempuh pasien, (3) Patnership, berdasarkan pengalaman di
lapangan kebersamaan dan penghargaan dengan sesama rekan sejawat serta profesi
lain memperlihatkan ke-egaliterannya , (4) Riset dan Pengembangan Ilmu, hal ini
yang paling penting, dengan adanya konsistensi terhadap keperawatan nampak
fenomena keunggulan dari Hospital At Home ini, ketika perawat mengasuh pasien
dengan jumlah paling ideal yaitu satu pasien dalam satu waktu, interaksi tersebut
selain memberikan tingkat kepuasan yang baik juga memberikan dorongan kepada
perawat untuk memecahkan masalah secara scientific approach.
Berdasarkan uraian tersebut jelaslah bahwa ruang kosong praktek Hospital At Home
ini menjadi peluang bidang garap yang akan menambah tegas betapa perawat
memiliki peran yang tidak identik dan tidak tergantikan. Pengalaman di lapangan
membuktikan tentang betapa tingginya animo masyarakat akan kehadiran Hospital
At Home (Nursing At Home), hanya saja ada beberapa tantangan yang menuntut
norma tersebut, khususnya norma hukum dibutuhkan untuk menciptakan ketertiban di dalam
masyarakat. Dengan terciptanya ketertiban, ketentraman dan pada kahirnya perdamaian dalam
berkehidupan, diharapkan kepentingan manusia dapat terpenuhi. Kesehatan, sebagai salah satu
kebutuhan pokok manusia selain sandang, pangan, papan dan pendidikan, perlu diatur dengan
berbagai piranti hukum. Sebab pembangunan di bidang kesehatan diperlukan tiga faktor :
1. perlunya perawatan kesehatan diatur dengan langkah-langkah tindakan konkrit dari pemerintah
2. perlunya pengaturan hukum di lingkungan sistem perawatan kesehatan
3. perlunya kejelasan yang membatasi antara perawatan kesehatan dengan tindakan tertentu.
Ketiga faktor tersebut memerlukan piranti hukum untuk melindungi pemberi dan penerima jasa
kesehatan, agar ada kepastian hukum dalam melaksanakan tugas profesinya. Dalam pelayanan
kesehatan (Yan-Kes), pada dasarnya merupakan hubungan unik, karena hubungan tersebut
bersifat interpersonal. Oleh karena itu, tidak saja diatur oleh hukum tetapi juga oleh etika dan
moral. Di dalam konteks ini, saya mencoba memberikan pemahaman kepada kawan-kawan
perawat tentang arti penting peraturan hukum di bidang kesehatan dalam melaksanakan tugas
pelayanan kesehatan.
I. Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
I.1. BAB I Ketentuan Umum, Pasal 1 Ayat 3
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk
jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
I.2. Pasal 1 Ayat 4
Sarana Kesehatan adalah tempat yang dipergunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
II. Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor:
1239/MENKES/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktek Perawat (sebagai revisi dari SK No.
647/MENKES/SK/IV/2000)
II.1. BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 :
Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Perawat adalah orang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Surat Izin Perawat selanjutnya disebut SIP adalah bukti tertulis pemberian kewenangan untuk
menjalankan pekerjaan keperawatan di seluruh Indonesia (garis bawah saya).
3. Surat Ijin Kerja selanjutnya disebut SIK adalah bukti tertulis untuk menjalankan pekerjaan
keperawatan di seluruh wilayah Indonesia (garis bawah saya).
ketentuan Pidana yang diatur dalam Pasal 359, 360, 351, 338 bahkan bisa juga dikenakan pasal
340 KUHP. Salah satu contohnya adalah pelanggaran yang menyangkut Pasal 32 Ayat (4)
Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Dalam ketentuan tersebut diatur mengenai
pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau ilmu keperawatan
hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk
itu. Pelanggaran atas pasal tersebut dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam
c. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dmaksud huruf a dan b harus sesuai
dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan organisasi profesi.
d. Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari dokter
(garis bawah saya).
Pengecualian pasal 15 adalah pasal 20;
(1). Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa pasien/perorangan, perawat berwenang untuk
melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
(2). Pelayanan dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) ditujukan untuk
penyelamatan jiwa.
Pasal 21
(1).Perawat yang menjalankan praktek perorangan harus mencantumkan SIPP di ruang
prakteknya. (garis bawah saya).
(2).Perawat yang menjalankan praktek perorangan tidak diperbolehkan memasang papan praktek
(garis bawah saya).
Pasal 31
(1). Perawat yang telah mendapatkan SIK aatau SIPP dilarang :
a. menjalankan praktek selain ketentuan yang tercantum dalam izin tersebut.
b. melakukan perbuatan bertentangan dengan standar profesi.
(2). Bagi perawat yang memberikan pertolongan dalam keadaan darurat atau menjalankan tugas di
daerah terpencil yang tidak ada tenaga kesehatan lain, dikecualikan dari larangan sebagaimana
dimaksud pada Ayat (1) butir a.
Di dalam praktek apabila terjadi pelanggaraan praktek keperawatan, aparat penegak hukum lebih
cenderung mempergunakan Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan dan ketentuanSebagai penutup, saya sangat berharap adanya pemahaman yang baik dan benar tentang beberapa
piranti hukum yang mengatur pelayanan kesehatan untuk menunjang pelaksanaan tugas di bidang
keperawatan dengan baik dan benar
Keberadaan profesi perawat, kata Dewi, selama ini bukannya tanpa dasar hukum. Memang
selama ini ada beberapa aturan hukum yang mengatur mengenai perawat. Tapi bukan dalam
sebuah undang-undang. Paling hanya keputusan Menteri Kesehatan, ucap Dewi.
Bagi Dewi, profesi perawat yang bertanggung jawab terhadap keselamatan dan
kemaslahatan umat, seharusnya diatur dalam sebuah undang-undang. Perawat ini butuh
aturan hukum yang lebih tinggi yang mengatur mengenai kualitas dan pelayanan termasuk
juga sanksi bagi perawat yang tidak melaksanakan tugasnya dengan baik.
Hal senada diungkapkan Harif Fadhilah. Sekretaris I PPNI ini melihat adanya
ketidakharmonisan dalam beberapa regulasi seputar perawat. Dalam beberapa regulasi
yang ada, terjadi ketidakharmonisan pengaturan dalam segi perekrutan, pendidikan maupun
pelayanan kesehatan oleh perawat, jelas Harif via telepon Jumat (19/9).
Saking pentingnya undang-undang ini, jelas Harif, sampai-sampai PPNI mengaku sudah
memperjuangkannya sejak tahun 1989. Walaupun konsep RUU-nya baru kami telurkan
pada 1998. Hingga saat ini, kami sudah menyempurnakan RUU ini hingga 19 kali. Sekarang
sedang penyempurnaan yang kedua puluh kalinya.
Meski sudah berpuluh kali disempurnakan, pemerintah tak kunjung memprioritaskan untuk
segera dibahas di Senayan. Pasca demonstrasi Mei lalu itu, PPNI memilih potong kompas.
Mereka mendesak agar RUU Keperawatan dijadikan RUU inisiatif DPR. Kami sempat senang
karena Ketua DPR sudah berkirim surat ke Badan Legislatif DPR untuk memprioritaskan RUU
ini ke dalam Prolegnas 2008. Sayang, hingga kini tak ada kabar gembira lagi dari gedung
DPR itu, keluh Harif.
Problem rekrutmen
Seperti ditegaskan Harif, perangkat hukum yang ada saat ini masih memicu masalah sendiri
bagi dunia keperawatan. Dari segi rekrutmen misalnya. Menurut Harif, meski ada Keputusan
Menkes bernomor 1239 Tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat, ternyata tidak
sesuai dengan harapan.
Rekrutmen perawat, kata Harif, seharusnya melalui sebuah uji kompetensi. Praktiknya
selama ini hanya melalui uji formalitas. Selama ini hanya berdasarkan kelulusan formalitas
saja dari perguruan tinggi atau akademi kesehatan. Padahal untuk melayani kesehatan
masyarakat, dibutuhkan perawat yang berkualitas yang dihasilkan melalui uji kompetensi.
Masalah mendasar yang muncul kemudian adalah lembaga yang berwenang menguji
kompetensi calon perawat. Kalau praktik di luar negeri, instansi yang berwenang menguji
kompetensi adalah konsil perawat, yaitu semacam badan independen, timpal Dewi.
PPNI dalam RUU Keperawatan memang tegas menyebut Konsil Keperawatan Indonesia
sebagai suatu badan otonom yang bersifat independen. Salah satu tugas konsil ini adalah
melakukan uji kompetensi dan registrasi perawat. Selain itu, Konsil juga bertugas untuk
menyusun standar pendidikan dan pembinaan terhadap praktik penyelenggaraan profesi
perawat.
Di Indonesia, lembaga Konsil ini dikenal dalam UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran. Tugasnya mirip dengan konsil yang ada dalam RUU Keperawatan. Bedanya,
konsil dalam UU Praktik Kedokteran ditujukan bagi dokter umum dan dokter gigi.
Bagi Dewi, seharusnya tidak ada pembedaan perlakuan antara profesi dokter dengan
perawat. Toh keduanya sama-sama melayani masyarakat dalam bidang kesehatan. Jadi
kalau di dunia kedokteran ada konsil, harusnya juga ada nursing regulatory body bagi
perawat.
Tidak Bisa Bersaing
Jika dirunut, masalah rekrutmen dan registrasi perawat bisa menimbulkan masalah lain.
Salah satunya mengenai daya saing tenaga kerja perawat Indonesia dengan perawat luar
negeri.
Harif menuturkan contoh ketika pada suatu waktu tenaga perawat Indonesia hanya bisa
dipakai sebagai pembantu perawat di Jepang. Sekadar ilustrasi, menurut Harif, dalam
dunia keperawatan internasional dikenal empat jenjang. Paling buncit adalah jenjang
pembantu perawat.
PPNI merasa riskan dengan kondisi dan kemampuan daya saing perawat Indonesia ini.
Apalagi saat ini Indonesia sudah menandatangani Mutual Recognition Arrange (MRA),
semacam perjanjian pertukaran perawat di antara negara-negara ASEAN. Januari 2010 nanti,
MRA itu sudah resmi berlaku. Nanti jadi apa perawat Indonesia di luar negeri? Harif
khawatir.
Ketidakprofesionalan rekrutmen dan sistem registrasi perawat juga bisa berdampak pada
pelayanan kesehatan ke masyarakat. Dengan kondisi dimana sebaran dokter belum merata di
seluruh Indonesia, maka perawat diharapkan bisa menjadi ujung tombak pelayanan
kesehatan terhadap masyarakat.
Walaupun sebenarnya tindakan kesehatan atau medis yang diambil seorang perawat adalah
tindakan yang sifatnya emergency. Nantinya perawat itu harus segera melakukan tindakan
kolaboratif dengan dokter. Oleh karena itu, kami juga membekali perawat dengan mata
kuliah pengobatan yang sifatnya emergency, papar Dewi.
RUU Keperawatan lebih jauh mengatur mengenai tindakan medik terbatas yang bisa
dilakukan oleh perawat yaitu sebagai jenis dan bentuk tindakan medik yang disepakati
bersama dengan profesi kedokteran melalui ketetapan menteri kesehatan dan dilakukan oleh
perawat professional yang kompeten dibidangnya.
Menurut Harif, pengaturan hukum mengenai kewenangan perawat mengambil tindakan medis
terbatas itu mutlak diperlukan untuk melindungi perawat. Karena ada salah satu pasal
dalam UU Praktik Kedokteran yang bisa dipakai untuk menjerat perawat. Ini terbukti. Ada
beberapa perawat kami di daerah yang ditangkapi polisi, pungkasnya.
(IHW)
(Sumber : http://cms.sip.co.id/hukumonline)
Seluruh penderita dibagi ke dalam 4 kelompok dan masing-masing menerima perlakukan berbeda
disamping pengobatan biasa yang sedang mereka jalani. Keempat grup mendapat Vitamin B, Vitamin
B6, dan gabungan dua Vitamin tersebut, selain obat biasa selama 3 tahun.
Setelah 3 setengah tahun berselang, kelompok yang mengkonsumsi Vitamin B dan kelompok dengan
Vitamin B6 menghadapi peningkatan kecil dalam resiko kardiovaskular. Namun kelompok yang
mengkonsumsi kedua vitamin menghadapi resiko peningkatan serangan jantung dan darah tinggi
sebesar 20 persen meskipun tingkat homocysteine mereka turun sampai 30 persen.
Hasil tersebut menunjukkan peningkatan 40 persen resiko pada kelompok yang mengkonsumsi
Vitamin B, namun para peneliti itu menegaskan penyelidikan lebih lanjut tetap harus diperlukan.
Profesor Kaare Harald Bnaa, penulis laporan penelitian, mengatakan hasil dari NORVIT penting
karena resep Vitamin B dosis tinggi dari dokter tidak bisa mencegah serangan jantung dan darah
tinggi.
"Vitamin B seharusnya hanya diberikan kepada orang-orang yang kekurangan Vitamin B," tambah
Profesor Kaare.
Sementara itu Profesor Peter Weissberg, Direktur Medis Yayasan Jantung Inggris menganjurkan agar
orang tidak mengkonsumsi Vitamin B untuk mencegah serangan jantung dan darah tinggi.
"Study tersebut justru memperlihatkan adanya peningkatan serangan jantung dan darah tinggi.
Vitamin B direkomendasikan bagi wanita hamil untuk mengurangi cacat pada kelahiran," kata Profesor
Weissberg. (bbc/rit)