Você está na página 1de 27

Presentasi Kasus (Kasus Obgyn)

Selasa, 16 Oktober 2015

Plasenta Previa
keterlambata

Oleh:
Anak Agung Dewi Adnya Swari 11.2014.142

Pembimbing:
dr. Rio Edward, SpOG

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT BAYUKARTA KARAWANG
2015

1.

Pendahuluan

Kasus perdarahan sebagai penyebab utama kematian ibu dapat terjadi pada masa kehamilan,
persalinan dan pada masa nifas. Salah satu penyebab perdarahan tersebut adalah plasenta previa.
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim demikian rupa
sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum. Angka kejadian plasenta
previa adalah 0,4% - 0,6% dari keseluruhan persalinan atau 1 diantara 200 persalinan. Pada
beberapa rumah sakit umum pemerintah angka kajadian plasenta previa berkisar 1,7% sampai
2,9% sedangkan di negara maju kejadiannya lebih rendah yaitu kurang dari 1%. Plasenta previa
terjadi 1,3 kali lebih sering pada ibu yang sudah beberapa kali melahirkan dari pada ibu yang
baru sekali melahirkan (primipara). Semakin tua umur ibu maka kemungkinan untuk
mendapatkan plasenta previa semakin besar. Pada ibu yang melahirkan dalam usia > 40 tahun
berisiko 2,6 kali untuk terjadinya plasenta previa. Plasenta previa juga sering terjadi pada
kehamilan ganda dari pada kehamilan tunggal. Uterus yang cacat ikut mempertinggi angka
kejadiannya. Ibu yang mempunyai riwayat seksio cesarea minimal satu kali mempunyai risiko
2,6 kali untuk menjadi plasenta previa pada kehamilan berikutnya.

2.
Presentasi Kasus
2.1 Identitas
Nama

: Ny. A

Umur

: 38 tahun

Alamat

: Dsn.Gempol Girang, Teluk Jambe Karawang

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Pendidikan Terakhir

: Tidak Sekolah

No. Rekam Medis

: 2015xxxx

Tanggal Masuk RS

: 31/10/2015, Pukul 19.40

2.2 Anamnesis
1

Keluhan utama
: keluar darah pervaginam
Anamnesis khusus
:
G2P1A0 gravid 34 minggu. Pasien datang dengan keluhan keluar darah pervaginam
sejak satu jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien belum ada mengganti pembalut sejak
satu jam yang lalu. Pasien mengatakan keluar lendir bercampur darah dan tidak ada bau
seperti daging atau telur telur ikan serta pasien merasa tidak ada air yang keluar dan
pasien jarang merasakan mules. Sebelumnya satu bulan yang lalu pasien dirawat di RS
Bayukarta karena terjadi perdarahan pervaginam dan dirawat selama 2 hari. Pasien
memiliki riwayat persalinan normal di bidan yaitu seorang anak laki-laki dengan berat
badan lahir 3300 gram pada tahun 2007.
Keterangan Tambahan
Kontrasepsi yang lalu

: pasien tidak menggunakan kontrasepsi

Haid terakhir

: 5 Maret 2015

Taksiran persalinan

: 12 Desember 2015

Siklus haid

: 28 hari (lama 7 hari, teratur)

PNC

: Ibu belum memeriksakan kehamilan nya

2.3 Pemeriksaan Fisik


Status presens:
Tekanan darah
Nadi
Pernafasan
Suhu
Jantung
Paru-paru
Abdomen
Hati
Limpa
Edema
Varices
Refleks
BB
TB

: 120/70 mmHg
: 78 x/menit
: 24x/menit
: 36,1 oC
: BJ I-II murni reguler, murmur (-)
: Sonor, VBS kiri = kanan, Rh -/-, Wh -/: nyeri tekan (+) tidak teraba massa.
: Sulit dinilai
: Sulit dinilai
: -/: -/: Fisiologis +/+
: Tidak ditimbang
: Tidak diukur

Status Lokalis

X
X

-> nyerti tekan

X
Status obstetri:
Pemeriksaan luar;
Fundus uteri
: 28 cm
Presentasi punggung
: punggung kanan
Letak anak
: memanjang
Bunyi jantung anak
: 155x/menit
His
: tidak dilakukan
Taksiran berat badan anak: 2241 gram
Pemeriksaan dalam;
v/v
: tidak dilakukan
portio
: tidak dinilai

: tidak dinilai
Ketuban
: tidak dinilai
Kepala
: tidak dinilai
Skor pelvik:
Pembukaan serviks
Pendataran serviks
Station
Konsistensi serviks
Posisi serviks
Total skor

: tidak dinilai
: tidak dinilai
: tidak dinilai
: tidak dinilai
: tidak dinilai
: tidak dinilai

Pemeriksaan panggul:
CV: - , CD: Promontorium
: tidak dinilai
Linea innominata : tidak dinilai
Sacrum
: tidak dinilai
Spina ischiadica : tidak dinilai
Arcus pubis
: tidak dinilai
Dinding samping : tidak dinilai
Kesan panggul
: tidak dinilai
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Jenis Pemeriksaan

Hasil

Nilai Rujukan

Darah rutin:
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Eritrosit
Trombosit
Hitung Jenis Leukosit
Basofil
Eosinofil
Batang/Stat
Limfosit
Monosit
Segmen
Indeks Eritrosit Rata-rata
MCV (VER)
MCH (HER)
MCHC (KHER)
Golongan Darah +
Rhesus
Golongan Darah ABO
Rhesus
Faktor Pembekuan
Masa Perdarahan
Masa Pembekuan
Ureum
Creatinine
Gula Darah Sewaktu
SGOT
SGPT
HBSAg
Protein Urine

9,7
28
11,8
3,30
355.000
0
0
0
22
7
71
86,1
29,4
34,2
A
Positif
3
10
14
0,6
82
15
15
Non Reaktif
(++) Pos 2

USG
CTG
2.5 Diagnosa
Plasenta previa totalis
2.6 Penatalaksanaan
- O2 3 L/menit.
- Infus RL:D5 2:1 30 tetes/menit
- Cefriaxone 1x2 gram IV
- Asam tranexamat 3x599 gram IV
- Ranitidine 2x1 mg IV
- Nifedipine 3x20 mg IV
4

11,5-18,0 gr/dL
37 54 %
4,6-10,2 K/uL
3,8 6,5 juta/uL
150.000 400.000 /mm3
0-1 %
0-3 %
0-5 %
25-50 %
2-10 %
50-80 %
80 100 fL
26 34 pg
31 36 %
1-6 menit
4-15 menit
20-40 mg/dL
0,5-1,5 mg/dL
80-140 mg/dL
0-37 u/L
0-42 u/L

Fenitrine 1x1 tab


Cal 95 1x1 tab
Glutrop 2x1tab
Utorogesteron 1x1 tab
Pasang kateter
Bila perdarahan makin banyak lapor rencana terminasi
Observasi Keadaan umum, His, DJJ, T, N, R, S
R/ seksio sesarea a/i plasenta previa totalis (1 November 2015)
- puasa dari jam 16.00
Menyiapkan darah PRC 1 kali
SIO
Surat persetujuan anestesi
Surat persetujuan seksio sesarea
- Cek list OK
R/ operasi jam 15:00 / 16:00 (26-08-2015)
- cek ulang darah rutin 1 jam sebelum operasi ( jam 14:00)
- Sedia darah PRC 3 labu
- terpacef 2 gram 1 jam sebelum operasi
- cukur area operasi
- pasang kateter
- Informed consent
- Observasi KU, tanda vital, his, BJA

2.7 Observasi
Observasi
Jam
10.00-12.00
12.00-13.35
13.35-14-20

T
(mmHg
)
99/62
106/51
119/82

N
(x/menit
)
79
73
91

SB
Celcius
36.8
36.3
35.7

Jam 12.45 pasien menyutujui di lakukan tindakan


Jam 13.30 mengambil sampel darah. Untuk periksa golongan darah dan paket operasi.
Jam 14.00 mengecek hasil lab
Hb : 8,3

TB: 215.000

HT: 25

Gol darah : O +

Leuko: 6000
Jam 14.05 memberikan terapi
R/ terpacet 1x2gr
5

Memasang kateter urine


Jam 17.00 Acc untuk operasi
Jam 21.10 Pasein diantar ke OK
Jam 22.10 Operasi selesai
D/ Kehamilan Ektopik Terganggu
Th/

- Os tidak puasa
- terpacef 1x2gr iv dalam NaCL 0,9% 100cc
- Tricodhazole 3x500 mg
- Sagestam 2x80mg
- Rativob 3x1
- Kaltrofen sup 1 amp
- Feritin 1x1 tab
- Posisi terlentang

2.8 Laporan Operasi


Laporan Operasi Terlampir

2.9 Follow Up di Ruangan


Follow up terlampir tgl 26
7

Follow up terlampir tanggal 27

Follow up terlampir tgl 28

Follow up terlampir tgl 29

Follow up terlampir tanggal 29

3.

Pembahasan
Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya penderita tidak

menyampaikan keluhan yang khas, kehamilan ektopik baru memberikan gejala bila kehamilan
tersebut terganggu. Sehingga insidens kehamilan ektopik yang sesungguhnya sulit ditetapkan.
Meskipun secara kuantitatif mortalitas akibat KET berhasil ditekan, persentase insidens dan
prevalensi KET cenderung meningkat dalam dua dekade ini. Dengan berkembangnya alat
diagnostik canggih, semakin banyak kehamilan ektopik yang terdiagnosis sehingga semakin
tinggi pula insidens dan prevalensinya.1
Keberhasilan kontrasepsi pula meningkatkan persentase kehamilan ektopik, karena
keberhasilan kontrasepsi hanya menurunkan angka terjadinya kehamilan uterin, bukan kehamilan
ektopik, terutama IUD dan mungkin juga progestagen dosis rendah. Meningkatnya prevalensi
infeksi tuba juga meningkatkan keterjadian kehamilan ektopik. Selain itu, perkembangan

10

teknologi di bidang reproduksi, seperti fertilisasi in vitro, ikut berkontribusi terhadap


peningkatan frekuensi kehamilan ektopik.1
Kehamilan ektopik lebih sering di temukan pada wanita kulit hitam dari pada wanita kulit
putih. Perbedaan ini diperkirakan karena peradangan pelvis lebih banyak ditemukan pada
golongan wanita kulit hitam. 1
Kehamilan ektopik banyak terdapat bersama dengan keadaan gizi buruk dan keadaan
kesehatan yang rendah, maka insidennya lebih tinggi di Negara sedang berkembang dan pada
masyarakat yang berstatus sosio-ekonomi rendah daripada di Negara maju dan pada masyarakat
yang berstatus sosio-ekonomi tinggi.1
Di Amerika Serikat, kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 64 hingga 1 dari 241
kehamilan, kejadian ini dipengaruhi oleh faktor sosial, mungkin karena pada golongan
pendapatan rendah lebih sering terdapat gonorrhoe karena kemungkinan berobat kurang.1
Faktor resiko
Faktor risiko untuk kehamilan ektopik telah dirangkum oleh Ankum dkk dalam metaanalisis yang mencakup 36 studi sebelumnya. Ada hubungan yang kuat antara kehamilan ektopik
dengan kondisi yang dianggap menghambat migrasi sel telur yang telah dibuahi ke rahim.
Dalam hal ini termasuk kerusakan pada tuba falopi dari penyakit radang panggul sebelumnya,
sejarah kehamilan ektopik, dan operasi tuba sebelumnya, termasuk ligasi tuba sebelumnya.
Mekanisme patofisiologi terhadap terganggunya integritas tuba ini yang mungkin menjadi
penyebab peningkatan jumlah kehamilan ektopik pada pasien dengan infertilitas atau operasi
panggul sebelumnya.6
Merokok (diduga mempengaruhi motilitas tuba), bertambahnya usia, dan memiliki lebih
dari satu pasangan seksual juga telah memiliki kaitan yang lemah lemah terhadap peningkatan
risiko kehamilan ektopik. Tidak jelas kaitan yang dilaporkan antara kehamilan ektopik dan
penggunaan kontrasepsi oral, keguguran spontan, atau kelahiran secara sesar.6
Faktor-faktor resiko yang sering terjadi adalah:
Riwayat Kehamilan Jelek
Riwayat kehamilan yang berhubungan dengan resiko kehamilan ektopik adalah kehamilan
ektopik, induksi abortus berulang dan mola. Sekali pasien pernah mengalami kehamilan ektopik
11

ia mempunyai kemungkinan 10 sampai 25% untuk terjadi lagi. Hanya 60% dari wanita yang
pernah mengalami kehamilan ektopik menjadi hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan
jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0-14.6%.
Sebagai konsekuensinya, beberapa pasien melaporkan kehamilan ektopik sebelumnya dan
mengenal gejala-gejala sekarang yang serupa. 1
Riwayat infeksi pelvis
Kira-kira sepertiga sampai separuh dari pasien dengan kehamilan ektopik mempunyai riwayat
infeksi pelvis sebelumnya. Calon ibu menderita infeksi akibat penyakit GO (gonorrhea) ataupun
radang panggul. Hal inilah yang menyebabkan ibu yang menderita keputihan harus melakukan
pemeriksaan untuk memastikan gejala yang di deritanya adalah tanda infeksi atau hanya
keputihan yang bersifat fisiologis. 1
Riwayat kontrasepsi
Riwayat kontrasepsi membantu dalam penilaian kemungkinan kehamilan ektopik. Pada kasuskasus kegagalan kontrasepsi pada wanita yang menggunakan kontrasepsi oral atau dengan alat
kontrasepsi dalam rahim (AKDR) , rasio kehamilan ektopik dibandingkan dengan kehamilan
intrauterin adalah lebih besar daripada wanita-wanita yang tidak menggunakan metode
kontrasepsi. Kejadian kehamilan ektopik pada akseptor AKDR dilaporkan 12 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan pemakai kondom. Diperkirakan terjadi 2 kehamilan ektopik per 1000
akseptor AKDR setiap tahun.
Akseptor pil yang berisi hanya progestagen dilaporkan mempunyai insiden yang tinggi terhadap
kehamilan ektopik apabila terjadi kehamilan selagi menjadi akseptor yaitu 5 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan insidennya yang biasa. Pada pemakai pil mini 4-6% dari kehamilannya
dilaporkan adalah ektopik, akan tetapi dilaporkan tidak terjadi perubahan insiden pada akseptor
pil kombinasi. 1
Riwayat operasi tuba
Adanya riwayat pembedahan tuba sebelumnya baik prosedur sterilisasi yang gagal maupun
usaha untuk memperbaiki infertilitas tuba semakin umum sebagai faktor
resiko terjadinya kehamilan ektopik. 1
Merokok

12

Merokok pada waktu terjadi konsepsi meningkatkan meningkatkan insiden kehamilan ektopik
yang diperkirakan sebagai akibat perubahan jumlah dan afinitas reseptor andrenergik dalam
tuba.1
Klasifikasi kehamilan ektopik
Menurut lokasinya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa golongan :
a. Tuba fallopi. 95% kehamilan ektopik terjadi pada tuba fallopi. 3 Pada kasus kehamilan
tuba, 65% terjadi kehamilan ektopik pada tuba uterina kanan, dan 35% kasus pada tuba
uterina kiri.7 Lokasi-lokasi tuba yang bisa terjadi kehamilan ektopik:
1.

Pars interstisialis

2.

Isthmus

3.

Ampulla

4.

Infudibulum

5.

Fimbria
b. Uterus

1.

Kanalis servikalis

2.

Divertikulum

3.

Kornua

4.

Tanduk rudimeter
c. Ovarium
d. Intraligamenter
e. Abdominal
1. Primer
2. Sekunder
f. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus. 5

13

Gambar 1 Lokasi Kehamilan Ektopik

Patologi
Pada proses awal kehamilan, apabila embrio tidak bisa mencapai endometrium untuk proses
nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan kemudia akan mengalami beberapa proses
seperti pada kehamilan pada umumnya. Karena tuba bukan merupakan medium yang baik untuk
pertumbuhan embrio atau mudigah, maka pertumbuhan dapat mengalami perubahan dalam
bentuk berikut ini.3
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi
kurang dengan mudah terjadi resorpsi total. Dalam keadaan ini penderita tidak mengeluh
apa-apa dan haidnya terlambat untuk beberapa hari.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh villi
koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding
tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi
sebagian atau seluruhnya. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dan selaputnya dikeluarkan
dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba abdominale.
Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-iruan
(hematosalping) dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba
berkumpul di kavum douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina.3
14

gambar 2 Abortus Tuba

3. Ruptur dinding tuba


Ruptur dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya
pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis terjadi pada kehamilan lebih
lanjut. Faktor utma yang menyebabkan ruptur adalah penembusan vili koriales ke dalam
lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur dapat terjadi spontan atau karena trauma
ringan. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominale. Bila
ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder terjadi. Dalam hal ini, dinding tuba telah menipis
oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang ruptur terjadi di arah
ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter antara 2 lapisa ligamentum
tersebut. Ika janin hidup terus dapat terjadi kehamilan intraligamenter.3
Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila robekan
tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba. Nasib janin
bergantung pada tuanya kehamilan dan kerusakan yang diderita. Bila janin mati dan masih
kecil, dapat diresorpsi seluruhnya dan bila besar dapat diubah menjadi litopedion. 3
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantomg amnion
dan dengan plassenta masih untuh kemungkinan tumbuh terus dalam rongga peru, sehingga
terjadi kehamilan ektopik lanjut atau kehamilan abdominal sekunder. 3

15

Gambar 3 Komplikasi Kehamilan Ektopik, Ruptur tuba

Jenis Kehamilan ektopik


1. Kehamilan pars interstisialis Tuba
Kehamilan ektopik ini terjadi bila ovum bernidasi pada pars interstisialis tuba. Keadaan
ini jarang terjadi dan hanya satu persen dari semua kehamilan tuba. Ruptur pada keadaan ini
terjadi pada kehamilan lebih tua, dapat mencapi akhir bulan keempat. Perdarahan yang
terjadi sangat banyak dan bila tidak segera dioperasi akan menyebabkan kematian. 3
Tindakan operasi yang dilakukan adalah laparatomi untuk membersihkan isi kavum
abdomen dari darah dan sisa jaringan konsepsi serta menutup sumber perdarahan dengan
melakukan irisan baji (wedge resection) pada kornu uteri dimana tuba pars interstisialis
berada. 3

16

2. Kehamilan ektopik ganda


Sangat jarang kehamilan ektopik ini berlangsung bersamaan dengan kehamilan
intrauterine. Keadaan ini disebut kehamilan ektopik ganda (combined ectopic
pregnancy). Frekuensinya berkisar 1 di antara 15.00-40.000 persalinan. Di Indonesia
sudah dilaporkan beberapa kasus.3
Pada umumnya diagnosis kehamilan dibuat pada waktu operasi kehamilan
ektopik yang terganggu. Pada laparatomi ditemukan uterus yang membesar sesuai dengan
tuanya kehamilan dan 2 korpora lutea. 3
3. Kehamilan Ovarial
Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan tersebut ditegakkan
atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg yaitu :
a. Tuba pada sis kehamilan harus normal
b. Kantong janin harus berlokasi pada ovarium
c. Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovary proprium.
d. Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong janin.3
Diagnosa yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi oleh jaringan ovarium
dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada kehamilan ovarial biasanya terjadi rupture
pada kehamilan muda dengan akibat perdarahan dalam perut. Hasil konsepsi dapat pula
mengalami kematian sebelumnya sehingga tidak terjadi rupture, ditemukan benjolan dengan
berbagai ukuran yang terdiri atas ovarium yang mengandung darah, villi korialis dan
mungkin juga mudigah.3
4. Kehamilan servikal
Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi dalam kavum
servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada kehamilan muda. Jika
kehamilan berlangsung terus, serviks membesar dengan ostium uteri eksternum terbuka
sebagian. Kehamilan servikal jarang melampaui 12 minggu dan biasanya diakhiri secara
operatif oleh karena perdarahan. Pengeluaran konsepsi pervaginam yang menyebabkan
banyak perdarahan, sehingga untuk menghentikan perdarahan diperlukan histerektomi
totalis.3
17

Paalman dan Mc Ellin (1959) membuat kriteria klinik sebagai berikut :


a. Ostium uteri intertum tertutup
b. Ostium uteri eksternum terbuka sebagian
c. Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoserviks
d. Peradarahan uterus setelah fase amenore tanpa disertai rasa nyeri
e. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uteri, sehingga terbentuk hourglass uterus.3
5. Kehamilan ektopik kronik
Umumnya terjadi setelah ruptur tuba atau abortus tuba dan selanjutnya janin dapat
tumbuh terus karena mendapat cukup zat-zat makanan dan oksigen dari plasenta yang dapat
meluaskan insersinya pada jaringan sekitarnya. Bila janin cukup besar dapat terus hidup
sebagai kehamilan abdominal. Kehamilan ini merupakan komplikasi obstetrik yang
mempunyai morbiditas dan mortalitas janin yang tinggi dan sangat membahayakan ibu
sehingga tidak bijaksana bila kita menemukan kehamilan abdominal masih berupaya untuk
mempertahankan sampai genap bulan. Dianjurkan bila diagnosis kehamilan abdominal sudah
tegak harus dilakukan laparotomi untuk penghentian kehamilan tersebut.3
Gambaran Klinik
Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya penderita tidak
menyampaikan keluhan yang khas. Pada umumnya penderita menunjukkan gejala-gejala seperti
pada kehamilan muda yakni mual, pembesaran disertai rasa agak sakit pada payudara yang
didahului keterlambatan haid. Di samping gangguan haid, keluhan yang paling sering ialah nyeri
di perut bawah yang tidak khas, walaupun kehamilan ektopik belum mengalami ruptur. Kadangkadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan.1
Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda, dari perdarahan
banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas, sehingga
sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda bergantung pada lamanya kehamilan ektopik
terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi, dan
keadaan umum penderita sebelum hamil.1

18

Nyeri abdomen merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik. Nyeri dapat
unilateral atau bilateral, pada abdomen bagian bawah, seluruh abdomen, atau hanya di bagian
atas abdomen. Umumnya diperkirakan, bahwa nyeri perut yang sangat menyiksa pada suatu
ruptur kehamilan ektopik, disebabkan oleh darah yang keluar ke dalam kavum peritoneum.
Tetapi karena ternyata terdapat nyeri hebat, meskipun perdarahannya sedikit, dan nyeri yang
tidak berat pada perdarahan yang banyak, jelas bahwa darah bukan satu-satunya sebab timbul
nyeri. Darah yang banyak dalam kavum peritoneal dapat menyebabkan iritasi peritoneum dan
menimbulkan rasa nyeri yang bervariasi.1
Amenorea atau gangguan haid merupakan tanda yang penting pada kehamilan ektopik.
Lamanya amenorea tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian
penderita tidak mengalami amenorea karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.1
Bercak darah (spotting) atau perdarahan vaginal merupakan juga tanda yang penting pada
kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin, dan berasal dari uteri karena
pelepasan desidua. Perdarahan biasanya sedikit, berwarna coklat tua, dan dapat intermiten atau
terus menerus.1
Pada pemeriksaan dalam ditemukan bahwa usaha menggerakkan serviks uteri
menimbulkan rasa nyeri dan kavum Doglas teraba menonjol, berkisar dari diameter 5 sampai 15
cm, dengan konsistensi lunak dan elastik.1
Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta penunjang
Anamnesis
Terjadi amenorea, yaitu haid terlambat mulai beberapa hari sampai beberapa bulan atau hanya
haid yang tidak teratur. Kadang-kadang dijumpai keluhan hamil muda dan gejala hamil lainnya.
Nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus dan perdarahan pervaginam terjadi setelah nyeri
perut bagian bawah.1 Kehamilan ektopik harus dipikirkan pada semua pasien dengan test
kehamilan positif, nyeri pada pelvis, dan perdarahan uterus abnormal.8

19

Pemeriksaan umum
Penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahan dalam rongga perut dapat ditemukan
tanda-tanda syok.1
Pemeriksaan ginekologi
Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri.
Bila uterus dapat diraba maka akan terasa sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor di
samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Cavum douglasi yang menonjol dan nyeri
raba menunjukkan adanya hematocele retrouterina. Suhu kadang-kadang bisa naik sehingga
menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik. 1
Tes kehamilan
Apabila test positif, dapat membantu diagnosis khusunya terhadap tumor-tumor adneksa,
yang tidak ada hubungannya dengan kehamilan. Tes kehamilan yang negatif tidak banyak
artinya, umunya tes ini menjadi negatif beberapa hari setelah meninggalnya mudigah.5
Dilatasi dan kerokan
Biasanya kerokan dilakukan, apabila sesudah amonorea terjadi perdarahan yang cukup lama
tanpa ditemukan kelainan nyata di samping uterus, sehingga dipikirkan abortus inkompletus,
perdarahan disfungsional dan lain-lain.5
Laparoskopi
Laparoskopi merupakan cara pemeriksaan yang sangat penting untuk diagnosis kehamilan
ektopik pada umumnya dan kehamilan ektopik yang tidak terganggu.5
Ultrasonografi
Keunggulan, bahwa tidak invasif atau tidak perlu memasukkan alat dalam rongga perut.
Dapat dinilai kavum uteri, kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya massa di kanan atau
kiri uterus dan apakah kavum Douglas berisi cairan.5

20

Gambar 4 USG Kehamilan Ektopik

Kuldosintesis
Kuldosintesis adalah prosedur klinik diagnostik untuk mengidentifikasi adanya perdarahan
intra peritoneal, khusunya pada kehamilan ektopik terganggu. Kuldosintesis diindikasikan pada
kasus kehamilan ektopik dan abses pelvik. 9
Teknik :
1. Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi
2. Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik
3. Speculum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan cunam serviks dengan traksi
ke depan sehingga forniks posterior tampak.
4. Jarum spinal no.18 ditusukkan ke dalam kavum Douglas dan dengan semprit 10 ml
dilakukan pengisapan.
5. Bila pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada kain kasa dan
diperhatikan apakah darah merah yang dikeluarkan merupakan :
a. Darah segar berwarna merah dan akan membeku; darah berasal dari arteri atau
vena yang tertusuk
b. Darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku,darah menunjukkan
adanya hematokel retrouterina.3

Gambar 5 teknik Kuldosintesis

21

Diagnosis Deferensial
Yang perlu dipikirkan sebagai diagnosis diferensial adalah
1.
2.
3.
4.

Infeksi pelvik
Abortus
Tumor ovarium
Ruptur korpus luteum 5

Penalaksanaan
A. Pembedahan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik terutama pada
KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba. Penatalaksanaan pembedahan sendiri
dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan konservatif dan radikal. Pembedahan konservatif
terutama ditujukan pada kehamilan ektopik yang mengalami ruptur pada tubanya. Ada dua
kemungkinan prosedur yang dapat dilakukan yaitu: 1. Salpingotomi linier, atau 2. Reseksi
segmental. Pendekatan dengan pembedahan konservatif ini mungkin dilakukan apabila
diagnosis kehamilan ektopik cepat ditegakkan sehingga belum terjadi ruptur pada tuba. 4
1. Salpingotomi linier
Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal dilakukan pada
kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena lebih dari 75% kehamilan ektopik
terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba. Prosedur ini dimulai dengan menampakkan,
mengangkat, dan menstabilisasi tuba. Satu insisi linier kemudian dibuat diatas segmen tuba
yang meregang. Insisi kemudian diperlebar melalui dinding antimesenterika hingga
memasuki ke dalam lumen dari tuba yang meregang. Tekanan yang hati-hati diusahakan
dilakukan pada sisi yang berlawanan dari tuba, produk kehamilan dikeluarkan dengan hatihati dari dalam lumen. Biasanya terjadi pemisahan trofoblas dalam jumlah yang cukup besar
maka secara umum mudah untuk melakukan pengeluaran produk kehamilan ini dari lumen
tuba. Tarikan yang hati-hati dengan menggunakan sedotan atau dengan menggunakan gigi
forsep dapat digunakan bila perlu, hindari jangan sampai terjadi trauma pada mukosa. Setiap
sisa trofoblas yang ada harus dibersihkan dengan melakukan irigasi pada lumen dengan

22

menggunakan cairan ringer laktat yang hangat untuk mencegah kerusakan lebih jauh pada
mukosa. 4
Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena kegagalan pada
tindakan ini akan menyebabkan perdarahan postoperasi yang akan membawa pada terjadinya
adhesi intralumen.4
Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus, jahitan harus diperhatikan hanya
dilakukan untuk mendekatkan lapisan serosa dan lapisan otot dan tidak ada tegangan yang
berlebihan. Perlu juga diperhatikan bahwa jangan ada sisa material benang yang tertinggal
pada permukaan mukosa, karena sedikit saja dapat menimbulkan reaksi peradangan sekunder
yang diikuti dengan terjadinya perlengketan. 4
2. Reseksi segmental
Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai satu alternatif
dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat bagian implantasi, jadi
prosedur ini tidak dapat melibatkan kehamilan tuba yang terjadi berikutnya. Tujuan lainnya
adalah dengan merestorasi arsitektur normal tuba. Prosedur ini baik dilakukan dengan
mengunaka loupe magnification atau mikroskop. Penting sekali jangan sampai terjadi trauma
pada pembuluh darah tuba. Hanya pasien dengan perdarahan yang sedikit dipertimbangkan
untuk menjalani prosedur ini. Mesosalping yang berdekatan harus diinsisi dan dipisahkan
dengan hati-hati untuk menghindari terbentuknya hematom pada ligamentum latum. Jahitan
seromuskuler dilakukan dengan menggunakan mikroskop/loupe. Dengan benang absorbable
6-0 atau 7-0, dan lapisan serosa ditunjang dengan jahitan terputus tambahan. 4
3. Salpingektomi
Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami ruptur, karena
perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus segera diatasi. Hemoperitonium yang luas
akan menempatkan pasien pada keadaan krisis kardiopulmunonal yang serius.4
Insisi suprapubik Pfannenstiel dapat digunakan , dan tuba yang meregang diangkat.
Mesosalping diklem berjejer dengan klem Kelly sedekat mungkin dengan tuba. Tuba
kemudian dieksisi dengan memotong irisan kecil pada myometrium di daerah cornu uteri,
hindari insisi yang terlalu dalam ke myometrium. Jahitan matras angka delapan dengan
benang intrauteri digunakan untuk menutup myometrium pada sisi reseksi baji. Mesosalping
23

ditutup dengan jahitan terputus dengan menggunakan benang absorbable. Hemostasis yang
komplit sangat penting untuk mencegah terjadinya hematom pada ligamentum latum. 4
4. Salpingoooforektomi
Tidak jarang ovarium termasuk dalam gumpalan darah dan sukar dipisahkan sehingga
terpaksa dilakukan salpingooforektomi
B. Medikamentosa
Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang intrauterin dan ultrasonografi transvaginal,
memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik secara dini. Keuntungan
dari ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik secara dini adalah bahwa penatalaksanaan
secara medisinalis dapat dilakukan. Penatalaksanaan medisinalis memiliki keuntumngan
yaitu kurang intrauterin, menghilangkan risiko pembedahan dan anestesi, mempertahankan
fungsi fertilitas dan mengurangi biaya serta memperpendek waktu penyembuhan. 4
Terapi medisinalis yang utama pada kehamilan ektopik adalah methotrexate (MTX).
Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan mempengaruhi sintesis DNA dan
multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerja enzim Dihydrofolate reduktase. MTX ini
akan menghentikan proliferasi trofoblas. 4
Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik iv,im) atau injeksi lokal dengan panduan
USG atau laparoskopi. Efek sampingyang timbul tergantung dosis yang diberikan. Dosis
yang tinggi akan menyebabkan enteritis hemoragik dan perforasi usus, supresi sumsum
tulang, nefrotoksik, disfungsi hepar permanen, alopesia, dermatitis, pneumonitis, dan
hipersensitivitas. Pada dosis rendah akan menimbulkan dermatitis, gastritis, pleuritis,
disfungsi hepar, supresi sumsum tulang sementara. Pemberian MTX biasanya disertai
pemberian folinic acid (leucovorin calcium atau citroforum factor) yaitu zat yang mirip asam
folat namun tidak tergantung pada enzim dihydrofolat reduktase. Pemberian folinic acid ini
akan menyelamatkan sel-sel normal dan mengurangi efek MTX pada sel-sel tersebut. 4
Regimen yang dipakai saat ini adalah dengan pemberian dosis tungal MTX 50 mg/m 2
luas permukaan tubuh. Sebelumnya penderita diperikasa dulu kadar hCG, fungsi hepar,
kreatinin, golongan darah. Pada hari ke-4 dan ke-7 setelah pemberian MTX kadar hCG
diperiksa kembali. Bila kadar hCG berkurang 15% atau lebih, dari kadar yang diperiksa pada
24

hari ke-4 maka mTX tidak diberikan lagi dan kadar hCG diperiksa setiap minggu sampai
hasilnya negatif atau evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan USG transvaginal setiap
minggu. Bila kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya meningkat dibandingkan kadar hari
ke-4 atau menetap selama interval setiap minggunya, maka diberikan MTX 50 mg/m 2 kedua.
Stoval dan Ling pada tahun 1993 melaporkan keberhasilan metoda ini sebesar 94,3%. Selain
dengan dosis tunggal, dapat juga diberikan multidosis sampai empat dosis atau kombinasi
dengan leucovorin 0,1 mg/kgBB.4
Kriteria untuk terapi Methotrexate adalah sebagai berikut:
Massa belum ruptur <3,5-4,0 cm (peningkatan ukuran dapat meningkatkan risiko pecah
atau memerlukan lebih dari satu dosis metotreksat).
Tidak ada gerakan jantung janin (aktivitas jantung menunjukkan kehamilan lanjut dan
meningkatkan risiko rupture atau kegagalan metotreksat dosis tunggal)
Tidak ada bukti ruptur atau hemoperitoneum.
hemodinamik stabil
Diagnosis kehamilan ektopik telah pasti dan tidak memerlukan diagnosis laparoskopi.
Pasien menginginkan kesuburan di masa depan (jika fertilitas masa depan tidak
diinginkan, pertimbangkan laparoskopi dengan ligasi tuba dari tuba kontra-lateral)
Anestesi umum menimbulkan risiko yang signifikan Pasien dapat diandalkan dan
bersedia untuk kembali control
Pasien tidak memiliki kontra-indikasi untuk Methotrexate
+ / - Serum -hCG kurang dari 6.000 - 15.000 mIU / mL10

Kesimpulan

Daftar Pustaka

1. Bangun, R. Karakteristik Ibu Penderita KET di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 20032008. Medan : USU. 2009
25

2. Cunningham, F.G, Leveno, K.J, et al. Ectopic Pregnancy in Williams Obstetry 23rd Edition.
Philadelphia : Mc-Graw-Hill. 2010.
3. Prawirohardjo, S. Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kebidanan. Jakarta Pusat: Yayasan Bina
Pustaka. 2009.
4. Universitas

Sriwijaya.

Kehamilan

Ektopik.

Diakses

dari

http://digilib.unsri.ac.id/download/kehamilanEktopik.pdf pada tanggal 21 April 2013.


5. Prawirohardjo, S. Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kandungan. Jakarta Pusat: Yayasan Bina
Pustaka. 2009.
6. Seeber, B.E, Barnhart, K.T. Suspected Ectopic Pregnancy in Clinical Expert Series in
Obstetric and Gynecology Magazine vol 107 No. 2 Part 1. American College of Obstetricians
and Gynecologist. 2006
7. Turhan, N.O, Inegol, I Seckin, N.C. A Three-year Audit of the Management of Ectopic
Pregnancy in J Turkish German Gynecol Assoc Vol 5. Ankara: Fatih University of Ankara.
2004
8. Schwartz, S.I, et al. Ginekologi dalam Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
2000.
9. Prawirohardjo, S. Kuldosentesis dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka. 2006
10. Saint-Louis, H. Management of Ectopic Pregnancies. 2005

26

Você também pode gostar