Você está na página 1de 12

SINTESIS GLUKOSA LAURAT MELALUI REAKSI

ESTERIFIKASI DENGAN ENZIM LIPASE

ARTIKEL PENELITIAN

oleh
Indrawan Adhy Pramono
4350407068

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011

PENGESAHAN
Artikel Penelitian yang berjudul:
Sintesis Glukosa Laurat Melalui Reaksi Esterifikasi dengan Enzim Lipase
disusun oleh
Nama : Indrawan Adhy Pramono
NIM

: 4350407068

Semarang, 25 Agustus 2011

Ketua Jurusan Kimia,

Drs. Sigit Priatmoko, M.Si


196504291991031001

Dosen Pembimbing I,

Dosen Pembimbing II,

Prof. Dr. Supartono, M.S.


195412281983031003

Harjono, S.Pd., M.Si.


197711162005011001

SINTESIS GLUKOSA LAURAT MELALUI REAKSI ESTERIFIKASI DENGAN


ENZIM LIPASE
Indrawan A. Pramono a*, Supartono b dan Harjono b
a

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang


Gedung D6 Kampus Sekaran Gunungpati Telp. 08508112 Semarang 50229
b
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang
Gedung D6 Kampus Sekaran Gunungpati Telp. 08508112 Semarang 50229

ABSTRAK
Pada dua dekade terakhir, laju produksi minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil / CPO) di
pasar dunia terus mengalami peningkatan. Salah satu produk olahan CPO yang memiliki prospek
tinggi adalah surfaktan. Surfaktan adalah suatu emulsifier yang banyak dimanfaatkan untuk proses
industri farmasi, kosmetik dan pangan. Untuk dapat bersifat sebagai surfaktan, trigliserida yang
terdapat pada CPO diubah menjadi senyawa ester. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menentukan kondisi operasi terbaik dalam sintesis glukosa laurat melalui reaksi esterifikasi
dengan katalis lipase. Reaksi dilakukan di dalam labu leher tiga selama 18 jam dengan variasi pH
o
o
o
reaksi 5, 5,5 dan 6 serta variasi suhu reaksi 40 C, 50 C dan 60 C. Produk dianalisis secara
kualitatif menggunakan KLT dan IR serta dianalisis secara kuantitatif dengan spektrofotometer
visibel dan GC. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh kondisi operasi terbaik pada pH reaksi 6
o
dengan suhu reaksi 50 C. Dari hasil analisis menggunakan GC diperoleh produk ester glukosa
laurat berdasarkan kondisi operasi terbaik sebesar 3,5 %.
Kata kunci: esterifikasi, glukosa laurat, lipase, surfaktan

ABSTRACT
The last two decades,the rate of production of palm oil (Crude Palm Oil /CPO) in the world market
is constantly raising. One of the products of processed CPO that has high prospect is surfactant.
Surfactant is an emulsifier used for the process of pharmaceutical, cosmetic and food industry. In
order to be as surfactant, triglyceride contained in CPO converted into ester. The purpose of this
study is to determine the conditions of the best operation in synthesis of glucose laurate through
esterification reaction using lipase catalyst. The reaction carried out in three neck flask for 18 hours
o
o
with variation of pH of reaction 5, 5,5 and 6 as well as variation in reaction temperature 40 C, 50 C
o
and 60 C. The products is analyzed in qualitative using KLT and IR also analyzed in quantitative
by visible spectrophotometer and GC. According to the results of study obtained the best operating
o
conditions at pH of reaction 6 with 50 C the temperature of reaction. From the result analysis using
GC obtained the product glucose laurate based on the best conditions of 3,5 %.
Keywords: esterification, glucose laurate, lipase, surfactant
PENDAHULUAN
Di pasar dunia, dalam dua dekade terakhir kebutuhan masyarakat terhadap minyak kelapa
sawit mentah atau crude palm oil (CPO) termasuk di dalamnya minyak inti sawit (palm kernel oil)
dan turunannya semakin meningkat, menggeser kedudukan minyak nabati lain, seperti minyak
kedelai. Proyeksi pada tahun 2020, permintaan dunia terhadap minyak olahan kelapa sawit dan
inti sawit serta turunannya akan meningkat dua kali lipat (Utami, 2008). Salah satu produk olahan

* Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Semarang.Telp. : 0856-400-94778; Email: indrawan_2006@yahoo.com

dari minyak kelapa sawit menurut Hambali (2008) adalah surfaktan yang memiliki nilai tambah
hampir delapan kali lipat bila dibandingkan dengan minyak kelapa sawit mentah (CPO dan PKO).
Pada umumnya, surfaktan disintesis dari turunan minyak bumi dan gas alam atau berbahan
baku petroleum yang tergolong sumber daya habis terpakai dan surfaktan berbasis petroleum
tidak ramah lingkungan karena bahannya yang sulit terurai (Setiyono, et al., 2009), sehingga
diperlukan pembuatan surfaktan dengan bahan baku yang ramah lingkungan dan biodegradable.
Beberapa keunggulan surfaktan yang berasal dari bahan baku alami terbarukan, antara lain dapat
terdegradasi, biaya produksi lebih rendah, kebutuhan energi lebih rendah, bebas dari hidrokarbon
aromatik, dan bebas kontaminan (Arbianti et, al., 2008). Bahan baku alami yang digunakan dalam
pembuatan surfaktan glukosa laurat adalah asam lemak jenuh laurat yang banyak terkandung
dalam minyak inti sawit dan glukosa.
Seringkali sintesis surfaktan dilakukan secara langsung melalui reaksi esterifikasi
menggunakan katalis kimia yang bersifat toksik, korosif dan tidak ramah lingkungan (Xiaoting, et
al., 2009). Katalis alternatif yang dapat digunakan sebagai pengganti katalis kimia yaitu biokatalis
organik enzim lipase. Kendala dalam penggunaan enzim lipase komersial adalah harga enzim
lipase yang mahal. Alternatif untuk mengatasi kendala tersebut adalah memanfaatkan biji wijen
(Sesamun indicum L.) sebagai sumber enzim lipase.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi operasi terbaik dalam sintesis glukosa
laurat melalui reaksi esterifikasi dengan katalis lipase. Pada penelitian ini dipelajari pengaruh
variabel reaksi terhadap konversi asam laurat menjadi produk glukosa laurat. Variabel proses yang
dipelajari adalah pengaruh pH reaksi dan suhu reaksi.

METODE PENELITIAN
Bahan. Minyak VCO untuk uji aktivitas lipase, asam laurat (Merck), glukosa (p.a), enzim
lipase dari biji wijen untuk reaksi esterifikasi, n heksana, t-butanol sebagai pelarut, reagen
Cu(II)asetat 5%, CaCl2 0,1 M, kloroform, dietil eter, asam asetat dan metanol untuk KLT dua
dimensi, asam sulfat (p.a), HCL 0,5 N, buffer fosfat pH 6,7 dan 8 untuk pengaturan pH larutan
reaksi menjadi 5, 5,5 dan 6. Pada proses pengolahan biji wijen ini pencucian biji wijen
menggunakan aquabides hingga bersih dan steril, setelah itu biji wijen dikeringkan di dalam oven
o

dengan suhu 30-40 C agar kandungan air di dalam biji wijen tersebut berkurang. Biji wijen yang
telah kering kemudian diblender sampai menjadi serbuk dan diayak. Serbuk biji wijen yang telah
diayak akan digunakan sebagai enzim lipase untuk uji aktivitas lipase dan reaksi esterifikasienzimatis glukosa dengan asam laurat.
Kurva standar asam laurat. Pembuatan dengan beberapa variasi konsentrasi asam laurat.
Konsentrasi yang dibutuhkan adalah antara 3,5; 7; 10,5; 14 dan 17,5 (mM). Variasi konsentrasi
larutan tersebut dibuat dengan menggunakan larutan standar asam laurat 70 mM, larutan tersebut
diambil sebanyak 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5 mL lalu diencerkan dengan heksana sampai 10 mL.

* Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Semarang.Telp. : 0856-400-94778; Email: indrawan_2006@yahoo.com

Selanjutnya campuran diambil 4 mL dan ditambahkan reagen tembaga(II)asetat sebanyak 1 mL


lalu diaduk 1 menit. Pengukuran absorbansi dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer
pada panjang gelombang 744 nm.
Aktivitas enzim lipase dari biji wijen. Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode
Kwon dan Rhee (Kwon, 1986) yang dimodifikasi. Substrat yang digunakan dalam metode ini
adalah minyak VCO. Minyak VCO sebanyak 2 mL, ditambahkan dengan buffer fosfat pH 7,5
sebanyak 8 tetes, 0,5 mL CaCl2 0,1 M dan biji wijen (90% dari berat substrat). Campuran ini
o

selanjutnya direaksikan pada suhu 40 C dengan kecepatan stirrer 120 rpm. Selanjutnya campuran
ditambahkan larutan 1 mL HCL 0,5 N dan 5 mL heksana. Campuran dikocok sampai homogen
dan disentrifuge lalu lapisan atas di ambil sebanyak 4 mL, kemudian ditambahkan 1 mL reagen
tembaga(II)asetat dan diaduk 1 menit. Campuran diukur dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 744 nm. Aktivitas lipase diukur pada waktu reaksi yang bervariasi yaitu 10, 20 dan 30
menit yang dibandingkan dengan reaksi hidrolisis menggunakan lipase inaktif. Masing-masing
variasi diperlakukan sama seperti penentuan aktivitas yang sebelumnya.
Reaksi esterifikasi-enzimatis glukosa dengan asam laurat. Langkah pertama yang dilakukan
adalah mencampurkan glukosa sebanyak 0,115 gram dan asam laurat sebanyak 0,256 gram, dan
menambahkan biji wijen (90% dari berat substrat), t-butanol sebanyak 50 mL dan buffer fosfat
sebanyak 8 tetes, ke dalam campuran tersebut. Selanjutnya dilakukan reaksi esterifikasi-enzimatis
dalam labu leher tiga yang dilengkapi dengan pendingin dan diaduk dengan magnetic stirrer,
dipanaskan diatas hotplate selama 18 jam dengan variasi pH reaksi dan suhu reaksi. Reaksi
pertama kali dilakukan dengan variasi pH reaksi (5; 5,5 dan 6), selanjutnya dengan variasi suhu
o

reaksi (40 C; 50 C dan 60 C).


Pemurnian. Lipase dari biji wijen dan bahan yang tidak terlarut dihilangkan dengan
penyaringan dan penguapan pelarut dengan evaporator. Kemudian produk dilarutkan ke dalam
kloroform dan disaring kembali untuk menghilangkan glukosa. Kloroform kemudian dihilangkan
dengan penguapan dan rekristalisasi produk menggunakan eter untuk selanjutnya dianalisis.
Analisis produk ester glukosa laurat. Menggunakan metode spektrofotometer berdasarkan
banyaknya asam laurat yang terkonversi, identifikasi produk dengan metode IR, KLT dua dimensi
menggunakan larutan pengembang kloroform:metanol;air (64:10:1) dan heksana:dietil eter:asam
asetat (80:20:1) serta dengan metode GC. Penelitian dilakukan secara seri, dimana setiap kondisi
terbaik yang diperoleh dari variabel bebas yang divariasikan akan digunakan untuk tahap reaksi
berikutnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Aktivitas Enzim Lipase
Penentuan aktivitas katalis enzim lipase dari biji wijen (Sesamun indicum L.) dilakukan
dengan menggunakan metode Kwon dan Rhee (Kwon, 1986). Metode yang telah dimodifikasi ini,

* Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Semarang.Telp. : 0856-400-94778; Email: indrawan_2006@yahoo.com

didasarkan pada kemampuan enzim lipase untuk menghidrolisis substrat Virgin Coconut Oil
(VCO). Blanko yang digunakan dimodifikasi dari metode Kwon dengan membedakan
pelarut,jumlah dan jenis substrat. Hasil pengukuran aktivitas lipase ini selanjutnya dikalibrasikan
dengan kurva standar asam laurat. Penggunaan asam laurat sebagai standar didasarkan pada
komposisi asam lemak tertinggi dari minyak VCO adalah asam laurat . Aktivitas enzim lipase
dinyatakan dalam unit. Satu unit didefinisikan sebagai banyaknya enzim tiap gram dari biji wijen
yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 mol asam laurat per menit dari minyak VCO sebagai
substrat pada kondisi percobaan.
Penentuan aktivitas enzim lipase dari biji wijen adalah dengan membandingkan reaksi
hidrolisis antara substrat minyak VCO yang dikatalisis oleh enzim lipase aktif dengan substrat
minyak VCO yang dikatalisis oleh enzim lipase inaktif dalam jumlah yang sama dan dengan waktu
reaksi hidrolisis yang sama yaitu 30 menit. Enzim lipase inaktif diperoleh dengan menambahkan
HCl 1 M pada ekstrak biji wijen. Hasil pengukuran aktivitas katalis lipase dari biji wijen dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Aktivitas katalis lipase dari biji wijen
No.
Enzim
Absorbansi
mM asam
Lipase
asam (laurat)
(laurat)
lemak
lemak
1.
Inaktif
0,058
4,755
2.
aktif
0,213
14,990

mol asam
(laurat)lemak

Aktivitas
(U/g)

9,509
29,981

0,379

Hasil perhitungan yang ditampilkan pada Tabel 1 menunjukkan aktivitas enzim lipase dari biji
wijen sebesar 0,379 U/g dengan langkah selanjutnya dilakukan penentuan aktivitas enzim lipase
aktif dari biji wijen berdasarkan variasi waktu reaksi hidrolisis yaitu 10, 20 dan 30 menit.

Gambar 1. Aktivitas lipase berdasarkan variasi waktu

Gambar 1 menunjukkan adanya kenaikan aktivitas enzim lipase dari biji wijen yang
sebanding pula dengan peningkatan konsentrasi asam (laurat) lemak hasil hidrolisis dari substrat
VCO. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lamanya waktu reaksi maka reaksi akan berlangsung
sempurna hingga dapat mencapai titik maksimum (Rosu, 1999) . Berdasarkan perhitungan aktivitas

* Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Semarang.Telp. : 0856-400-94778; Email: indrawan_2006@yahoo.com

enzim lipase yang ditampilkan pada Tabel 1 dan Gambar 1 menunjukkan jika enzim lipase dari biji
wijen mampu menghidrolisis substrat minyak VCO untuk menghasilkan asam (laurat) lemak
bebas. Dengan adanya aktivitas enzim lipase dari biji wijen, sehingga enzim lipase tersebut dapat
digunakan untuk reaksi esterifikasi seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Arbianti, et al.
(2008) dan Suhendra, et al.

(2006).

Pengaruh pH dalam Reaksi Esterifikasi Enzimatis Glukosa dan Asam Laurat


Reaksi esterifikasi-enzimatis antara glukosa dan asam laurat dengan katalis lipase dari biji
wijen (Sesamun indicum L.) yang pertama kali dilakukan adalah mencari pH larutan reaksi terbaik
agar diperoleh produk ester glukosa laurat yang maksimal dimana pengaturan pH reaksi dilakukan
dengan menambahkan buffer fosfat. Banyaknya produk ester glukosa laurat yang diperoleh
selaras dengan besarnya konsentrasi asam laurat yang terkonversi dimana untuk mengetahui
konsentrasi asam laurat, dilakukan analisis kuantitatif terhadap hasil reaksi menggunakan
spektrofotometer visibel pada panjang gelombang 744 nm . Hasil pengukuran absorbansi
kemudian dimasukkan ke dalam persamaan kurva standar asam laurat untuk didapatkan
konsentrasi asam lauratnya. Variasi pH larutan reaksinya yaitu pH 5, pH 5,5 dan pH 6 dengan
o

kondisi yang diberikan pada setiap variasi adalah sama dengan suhu reaksi 40 C.
16,57

17,16

11,67

Gambar 2. Asam Laurat yang Terkonversi (%) Berdasarkan Variasi pH Reaksi

Dari Gambar 2 terlihat bahwa pH reaksi memiliki pengaruh terhadap besarnya konsentrasi
asam laurat yang terkonversi menjadi produk ester glukosa laurat. Kondisi reaksi esterifikasi
terbaik berdasarkan pada variasi pH reaksi yang dicapai adalah pada pH larutan reaksi 6 dengan
konsentrasi asam laurat yang terkonversi sebanyak 17,16 %. Hal ini disebabkan karena pada
kondisi pH reaksi 6, gugus pemberi dan penerima proton yang penting pada sisi katalitik enzim
berada pada keadaan yang diinginkan sehingga aktivitas katalitiknya tinggi (Nurhasanah &
Herasari, 2008). Menurut Abigor (2002), enzim lipase dapat bekerja dengan baik dan tetap aktif
pada pH larutan netral atau mendekati netral.

* Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Semarang.Telp. : 0856-400-94778; Email: indrawan_2006@yahoo.com

Pengaruh pH dalam Reaksi Esterifikasi Enzimatis Glukosa dan Asam Laurat


Berdasarkan pH larutan reaksi terbaik yang diperoleh dari tahap reaksi esterifikasienzimatis variasi pH reaksi, maka digunakan kondisi pH larutan reaksi

6 untuk tahap reaksi

berikutnya yaitu variasi suhu reaksi. Variasi suhu reaksi ini dilakukan karena reaksi esterifikasienzimatis menggunakan enzim lipase dipengaruhi oleh suhu reaksi dimana secara umum semakin
tinggi suhu reaksi maka akan menurunkan sistem campuran reaksi dan hal ini akan membantu
molekul substrat lebih mudah melakukan mobilisasi. Suhu reaksi juga membantu sistem reaksi
mencapai energi aktivasinya (Subroto, 2008). Gambar 3 memperlihatkan hasil pengukuran
besarnya konsentrasi asam laurat yang terkonversi pada reaksi esterifikasi glukosa dengan asam
laurat menggunakan katalis enzim lipase dari biji wijen berdasarkan tiga variasi suhu reaksi yang
dilakukan.
32,04

31,37

17,16

Gambar 3. Asam Laurat yang Terkonversi (%) Berdasarkan Variasi Suhu Reaksi

Dari Gambar 3 dapat dilihat adanya pengaruh yang ditimbulkan dari perbedaan suhu
o

reaksi yang dipakai pada reaksi esterifikasi. Pada suhu 40 C, konsentrasi asam laurat yang
o

terkonversi sebesar 17,16 % dan untuk suhu 50 C sebesar 32,04%, sedangkan pada suhu reaksi
o

60 C, konsentrasi asam laurat yang terkonversi sebesar 31,37 % . Penurunan konsentrasi asam
o

laurat yang terkonversi pada suhu reaksi 60 C karena enzim mengalami denaturasi protein yang
dapat mengubah konformasi struktur molekul sehingga enzim kehilangan sifat alamiahnya. Reaksi
esterifikasi antara glukosa dengan asam laurat berdasarkan variasi suhu reaksi, diperoleh suhu
o

optimum atau terbaik yaitu 50 C. Hal ini sesuai dengan penelitian dari Arbianti, et al. (2008) yang
o

melakukan reaksi esterifikasi dengan lipase biji wijen pada suhu 53 C dan Suhendra, et al. (2006)
o

melakukan esterifikasi lipase ekstrak kecambah biji wijen pada suhu 50 C.

Analisis Produk Menggunakan IR, KLT Dua Dimensi dan GC


Ester yang diperoleh dianalisis menggunakan spektrofotometer IR dan terlihat serapan
-1

pada panjang gelombang 3356,14 cm yang menunjukkan karakteristik gugus OH dari glukosa,
-1

-1

2854,65-2924,09 cm untuk C-H alifatik, 1712,79 cm untuk gugus C=O ester, CH2 1465,90 cm

* Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Semarang.Telp. : 0856-400-94778; Email: indrawan_2006@yahoo.com

-1

dan CH3 1373,32 cm

-1

dan serapan C-O dengan intensitas kuat pada panjang gelombang 1195,87

-1

cm yang ditampilkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Spektrum Infra Merah Glukosa Laurat

Untuk mengidentifikasi kemurnian dari produk ester glukosa laurat maka dilakukan analisis
kualitatif menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dua dimensi dimana secara kualitatif
terjadinya reaksi esterifikasi dapat ditandai dengan adanya spot-spot sebagai produk transfer yang
terdeteksi pada kromatogram hasil analisis KLT. Ester glukosa laurat yang memili sifat non polar
lebih tinggi memiliki spot kromatogram dengan nilai Rf yang lebih tinggi (0,875) pada
pengembangan pertama (kloroform:metanol:air) yang kemudian dikembangkan lagi spot tersebut
dengan pengembang kedua dengan nilai Rf 0,163; 0,563 dan 0,887. Berdasarkan analisis
kromatogram KLT Gambar 5 menunjukkan bahwa produk glukosa laurat hasil reaksi esterifikasi
belum merupakan senyawa murni dari ester glukosa laurat karena masih terdapat pengotor dari
pelarut produk esternya yaitu kloroform dan juga masih terdapat asam laurat terlarut dalam produk
ester.

Gambar 5. Kromatogram KLT Dua Dimensi Glukosa Laurat

* Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Semarang.Telp. : 0856-400-94778; Email: indrawan_2006@yahoo.com

Untuk mengetahui kadar atau persentase ester glukosa laurat yang terbentuk maka
dilakukan uji secara kualitatif dan kuantitatif menggunakan kromatografi gas (GC) dengan kondisi
kerja GC (Gas Chromatography) untuk pengujian sampel glukosa laurat adalah sampel (0,5 L)
dimasukkan dalam kolom GC jenis HP 5. GC dijalankan dengan gas pembawa He(g) pada suhu
o

awal 120 C dan suhu injektor 280 C. Deteksi cuplikan diukur menggunakan detektor FID pada
o

suhu 300 C. Hasil uji GC terhadap sampel glukosa laurat ditampilkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Kromatogram GC Glukosa Laurat


Berdasarkan kromatogram GC glukosa laurat yang ditampilkan pada Gambar 6
menunjukkan adanya puncak peak pada waktu retensi 8,334 untuk asam laurat dengan
konsentrasi 96,49 % dan munculnya puncak peak dengan waktu retensi yang lebih lama pada
menit ke-12 dan 14. Prinsip kerja GC didasarkan pada perbedaan titik didih suatu senyawa,
sehingga munculnya puncak peak dengan waktu retensi yang lebih lama dari puncak peak asam
laurat menunjukkan jika senyawa pada puncak peak itu memiliki massa molekul relatif (Mr) yang
lebih besar dari asam laurat dan dimungkinkan adalah suatu senyawa ester glukosa laurat.
Hal ini didasarkan bahwa semakin besar Mr suatu senyawa maka semakin besar pula titik
didihnya karena proses pemisahan atau perenggangan antar molekul hingga terjadi perubahan
wujud zat dari cair menjadi gas diperlukan energi yang besar. Adanya dua puncak peak pada
waktu retensi 12,232 dan 12,379 dimungkinkan adalah bentuk isomer dari esternya (Luna, 2011)
sehingga diperoleh persentase relatif ester yang terbentuk sebesar 3,25 % dan menurut penelitian
dari Utami, et al. (2008) waktu retensi 14,096 adalah senyawa diesternya dengan persentase
0,25% sehingga secara keseluruhan produk ester yang terbentuk sebanyak 3,50 %.
Hasil GC yang diperoleh dengan konsentrasi yang kecil disebabkan meningkatnya titik
didih dan tingginya kepolaran karena masih adanya beberapa gugus OH pada senyawa ester
glukosa laurat, sehingga perlu dilakukan metilasi terlebih dahulu pada senyawa gula ester agar
lebih bersifat volatil dan diperoleh hasil analisis GC yang baik (Robert, et al., 1965). Selain itu,

* Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Semarang.Telp. : 0856-400-94778; Email: indrawan_2006@yahoo.com

hasil yang kecil juga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya enzim lipase yang diperoleh
dari biji wijen memiliki kestabilan termal yang rendah dibandingkan dari mikrobial karena berasal
dari tumbuhan sehingga berpengaruh pada aktivitas enzim. Adanya air juga berpengaruh pada
reaksi esterifikasi karena mampu menghidrolisis kembali ester menjadi asam lemak bebas (Luna,
2011).

SIMPULAN
Aktivitas maksimum enzim lipase yang diperoleh dari biji wijen sebesar 0,379 U/g dengan
waktu reaksi hidrolisis terhadap minyak VCO selama 30 menit yang selanjutnya, enzim ini
digunakan sebagai katalis reaksi esterifikasi-enzimatis glukosa dan asam laurat. Kondisi operasi
terbaik pada penelitian ini untuk reaksi esterifikasi antara glukosa dengan asam laurat yaitu pH
larutan reaksi 6 dan suhu reaksi 50

C dengan persentase glukosa laurat yang diperoleh

berdasarkan analisis kuantitatif menggunakan GC sebesar 3,50 %.

UCAPAN TERIMA KASIH


1. Prof. Dr. Supartono, M.S. dan Harjono, S.Pd., M.Si. atas dukungan, bimbingan dan motivasi
yang diberikan.
2. Ayah dan Ibu atas dukungannya dan doanya.
3. Semua pihak yang mendukung yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu hingga
terselesainya penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
Abigor, R.D., P.O. Uadia, T.A. Foglia, M.J. Hass, K. Scott dan B.J. Savary. 2002. Partial and
Properties of Lipase from Germaning Seeds of Jantropa curcas L. J. Am Oil.Chem.Soc. 79:
1123-1126.
Arbianti, R., T.S. Utami, H. Hermansyah, W. Handayani. 2008. Pemanfaatan Biji Wijen Sebagai
Sumber Enzim Lipase Untuk Reaksi Esterifikasi Gliserol-Asam laurat pada Pembuatan Agen
Pengemulsi. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses. Jakarta: Teknik Kimia
UI.
Hambali. 2004. Pemanfaatan Surfaktan Ramah Lingkungan dari Minyak Sawit sebagai Oil Well
Stimulant Agent untuk Meningkatkan Produksi Sumur Minyak Bumi. Proposal Hibah
Kompetisi Pengembangan Masyarakat. Bogor: Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB.
Kwon, Y.D, J.S. Rhee. 1986. A Simple and Rapid Colorimetric Method for Determination of Free
Fatty Acid for Lipase Assay. JAOCS, 63: 89-92.
Luna. Prima. 2011. Optimasi Sintesis Monolaurin Menggunakan Katalis Enzim Lipase Imobil Pada
Circulated Packed Bed Reactor. Tesis. Bogor : Pasca Sarjana Ilmu Pangan IPB.
Nurhasanah, D. Herasari. 2008. Pemurnian Enzim Lipase dari Bakteri Lokal dan Aplikasinya dalam
Reaksi Esterifikasi. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II. Lampung: Kimia
Universitas Lampung.
Rosu, R. 1999. Enzymatic Synthesis of Symmetrical 1,3-Diacylglycerols by Direct Esterification of
Glycerol in Solvent-Free System. Nagoya japan: Nagoya University.
Setiyono, L., I. Kartika, Nurhidayanti. 2009. Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES). Bogor:
Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB.

* Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Semarang.Telp. : 0856-400-94778; Email: indrawan_2006@yahoo.com

Subroto, E., C. Hidayat, Supriyadi. 2008. Interesterifikasi Enzimatis Minyak Ikan dengan Asam
Laurat untuk Sintesis Lipid Terstruktur. J.Teknol dan Industri Pangan. 19(2): 105-112.
Suhendra, L., Tranggono, C. Hidayat. 2006. Aktifitas Hidrolisis dan Esterifikasi Lipase Ekstrak
Kecambah Biji Wijen (Sesamun indicum). Yogyakarta: Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian
UGM.
Utami, T..S., R. Arbianti, H. Hermansyah., R. Alfaria. 2008. Pengaruh Kondisi Operasi Reaksi
Esterifikasi Enzimatis Gliserol dengan Asam Laurat pada Pembuatan Agen Pengemulsi.
Depok: Departemen Teknik Kimia UI.
Xiaoting H., Z. Zhou, D. Sun, Y. Wang, Z. Zhang. 2009. Esterification of Fatty Acid by Zirconic
Catalysts.Catal Lett, 133: 90-96.

* Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Semarang.Telp. : 0856-400-94778; Email: indrawan_2006@yahoo.com

Você também pode gostar