Você está na página 1de 5

AWAL PERJALANAN

langkah panjang dimulai hari ini


setapak demi setapak cita- cita
adalah mimpi belaka
sebelum ternyata wujudnya
selamat tinggal kampungku tercinta
tempat tumpah masa bocah dan remaja
aku kan beranjak menerpa
kehidupan keras di kota besar
adikku melambai dari balik jendela
selamat berjuang mbakyu! ucapnya
selewat kutatap erat- erat
sorot matanya menyiram semangat
Cerpen
HARAPAN YANG MUNCUL LAGI
Bu, nanti Ayu mau jalan- jalan loh sama ibu guru., terdengar suara Ayu memekik
gembira. Aku sudah bisa membayangkan sirat wajah Ibu yang terpancar dari sini, tempat
dimana aku mencuci baju para pelanggan kami. Oh ya, memangnya mau kemana?, suara
Ibu terdengar sedikit kaget, mungkin memang disengaja agar Ayu tak merasa hambar. Ayu
nggak tau, tapi kata Ibu guru tempatnya jauh, asiik!, sekali lagi Ayu memekik gembira. Pasti
Ayu senang karena ia memang tidak pernah diajak ke tempat yang jauh oleh Ibu, terlebih
karena waktu Ayu lahir pun Bapak sudah pergi menghadap Yang Kuasa. Ayu boleh ikut,
tapi Ayu harus bantu Mbak Elok supaya bisa dapat uang yang cukup buat Ayu jalan- jalan.,
suara Ibu menyemangati Ayu. Pasti bu!, jawab Ayu sambil mengacungkan kedua
jempolnya kepada Ib tepat ketika aku masuk ke dapur. Hai Mbak Elok, Ayu lagi senang
lo!, ujar Ayu padaku dengan wajah berseri- seri. Iya, tadi mbak dengar kok., tak lupa aku
memberi senyuman kepadanya.
Aku memandang Ibu yang tengah terduduk di samping kompor dengan wajah lesu.
Bu, mboten usah dipekso menawi mboten sanggup mbayar.1, ujarku dengan perlahan. Ibu
menatapku masih dengan ekspresi yang sama, Ono opo?2, tanyanya. Mmm,
sebenarnya untuk mengatakan ini cukup berat bagiku, tapi mau tidak mau aku harus
melakukannya sebelum sebagian cucianku bau, Detergen habis bu., akhirnya keluar juga
kata- kata itu. Ibu berjalan ke kamar, lalu keluar dengan menggenggam dua lembar uang

seribuan. Cuma dua ribu nih Lok. Kamu punya seribu?, Ibu memberikan uang itu padaku
lalu menatapku. Iya bu, ada kok!, aku berusaha tersenyum untuk mencairkan suasana. Ibu
membalas senyumanku sebelum kembali ke dapur untuk menggoreng singkong.
***
Elok, piye kabare?3, seseorang menyapaku dalam perjalanan pulang dari warung.
Apik- apik wae.4, aku menjawab sapaannya dengan senyuman setelah tau kalau dia adalah
teman sekolahku dahulu, Rika. Sibuk apa?, dia bertanya lagi. Gini- gini aja., aku
menjawab sekenanya. Oh iya, sekarang aku sudah punya took di kota Lok., Rika
menjelaskan dengan riang sedang aku berdiri di depannya sambil mendelik.
***
Mbak, kamu tuh dari tadi bengong terus. Ada apa sih?, Ibu menyentakkanku sambil
menaruh singkong goreng di meja. Iya tuh. Udahlah mbak, cerita aja. Lagi patah hati ya?,
Ayu menyipitkan mata membuat Ibu dan aku terkikik. Bu, tadi aku ketemu Rika. Dia udah
sukses sekarang., aku mulai angkat bicara. Rika? Oh, iya., Ibu tersenyum senang
mendengarnya. Dia, aku menggantungkan kalimatku dan menunduk, kurasakan tatapan
Ibu yang semakin menajam di seluruh tubuhku. Dia mengajakku bekerja di tempatnya.,
dadaku terasa berdebar. Semua terdiam, aku masih menunduk, tapi kulihat di sudut mataku
Ibu pergi meninggalkan tempat duduknya. Seketika mataku terpejam. Lalu hatiku berkata,
Aku hanya ingin membantu keadaan kita. Aku punya cita- cita agar Ayu bisa sekolah
setinggi- tingginya. Tapi aku nggak tau lagi apa yang harus aku lakukan selain menerima
tawaran dari Rika. Ibu, tolong restui aku.., aku beranjak dari kursi dan menangis terisak di
kamar.
***
Tak terasa hari sudah pagi, aku bangun dari tempat tidur dan segera Shalat Subuh
sebelum fajar. Tak kulihat Ibu di seluruh sudut rumah. Mungkin beliau sudah pergi
mengambil cucian. Mbak!, kudengar suara Ayu memanggilku, dengan segera aku menuju
kamar Ibu. Iya, ada apa?, aku bertanya pada Ayu yang masih berbaring. Uangnya buat
mbakyu saja., Ayu tersenyum sedang dahiku berkerut mendengar perkataannya. Uang?,
aku balik bertanya. Uang jalan- jalan Ayu., muncul Ibu di balik tirai bunga. Aku masih
bingung hingga tak bisa berkata- kata. Begini, Ibu duduk di sampingku. Rencananya
Ibu akan pakai uang tabungan Ibu untuk biaya jalan- jalan Ayu. Tapi Ayu bilang uang itu
untukmu saja. Untuk biaya hidup di kota nanti. Ibu sudah merestuimu Lok, jangan khawatir.,
Ibu menjelaskan. Iya, nanti kalau mbak punya uang kita jalan- jalan bareng ya., Ayu

tersenyum padaku. Aku membalas senyumannya, lalu memeluk kedua orang yang aku
sayangi saat ini.
***
Selamat berjuang ya mbakyu!, Ayu berteriak dari jendela lalu berlari ke samping
Ibu di teras rumah. Aku tersenyum sambil melambaikan tangan. Rika menggandengku untuk
segera naik mobil. Tatapan sahabatku itu semakin meyakinkanku bahwa aku akan baik- baik
saja nanti. Dangan mengantongi sejuta harapan, cita- cita, dan nasihat dari Ibu dan Ayu, aku
pun menaiki mobil Rika. Tak lupa aku berdoa sebelum berangkat. Saat aku melirik ke arah
teras rumah, samar- samar kulihat wajah Bapak tersenyum disamping Ibu. Aku melambaikan
tangan ku ke arah mereka, ke arah keluarga yang sangat aku sayangi. Pasti aku akan
merindukan kalian semua., bisikku saat meninggalkan keluarga dan kampungku.

Merelakanmu
Matahari yang terik tiba-tiba terselimuti awan
Awan yang putih berubah menjadi abu-abu
Suara Angin pun mulai bertiup kencang
Ku ingin terbang mengikuti arah angin
Hujan mulai turun membasahi tubuhku
Ku menangis saat hujan turun
Agar orang-orang tak melihatku
Biarlah hanya Tuhan dan aku yang tahu
Rintik hujan yang membasahi tubuhku yang dingin
Aku tak merasakan apa-apa lagi
Hatiku yang telah mati olehmu
Jiwaku yang telah mati olehmu
Ku pejamkan mata ini mencoba untuk melupakan
Semua kenangan indah tentang dirimu
Kurelakan kau pergi selamanya dari hidupku
Dan bawalah kenangan itu bersama mu

Shbt bgaikn tmptku brteduh..


bila driku terkena air mata dlm ksedihnku,
dsnalh driku bs brbgi dlm hdupku, yg tak prnh q dptkn dtmpt lain
hnya shbtlah yg mampu mgrti n phmi,
ap yg sdng q alami saat ni..
tnpa shbt..
bgai jiwa yg trlepas dr rgaku..
mmbuat rgaku tak mmpu brgrk dlm stiap lngkhku..
prshbtn ini kn abadi..
mski ddunia ni tak kn ada yg abadi..
cerpen...
aku adalah seorang siswa yang cukup pendiam. aku tak mempunyai sahabat
sejak keci;. sahabat-sahabatku kebanyakan tak betah bermain denganku mereka
bilang aku anak yang monoton. kini aku sudah menginjak bangku SMP aku sudah
kenal beberapa teman baru. aku mempunyai seorang kawan bernama reno. ia
adalah anak yang baik dan pintar. ia selalu membantuku dalam mengerjakan pr.
setiap sore hari kami selalu belajar kelompok. aku dan dia menjadi semakin
dekat, kita menjadi seperti sodara. suatu hari aku meminjam buku PPKN nya
untuk difotocopy. namun karena kecerobohanku buku itu hilang. aku mencoba
bilang jujur kepadanya tapi dia marah besar kepadaku. aku dicaci maki olehnya.
sampai dirumah aku menangis dikamar.aku memang anak yang cengeng,
maklum aku selalu dimanja. aku baru merasakan bahwa saat marahan dengan
sahabat hatiku sungguh hancur. 2 minggu selanjutnya aku tak melihat reno
berangkat kesekolah. esoknya aku dengar bahwa dia pergi ke surabaya untuk
tinggal bersama neneknya. aku sangat bersalah padanya aku belum minta maaf

pdanya. sebagian jiwaku ada yang hilang. kini hari-hariku tak lagi sempurna. aku
harap kita masih dapat bersahabat jika suatu hari nanti kita dapat bertemu

Você também pode gostar