Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
seribuan. Cuma dua ribu nih Lok. Kamu punya seribu?, Ibu memberikan uang itu padaku
lalu menatapku. Iya bu, ada kok!, aku berusaha tersenyum untuk mencairkan suasana. Ibu
membalas senyumanku sebelum kembali ke dapur untuk menggoreng singkong.
***
Elok, piye kabare?3, seseorang menyapaku dalam perjalanan pulang dari warung.
Apik- apik wae.4, aku menjawab sapaannya dengan senyuman setelah tau kalau dia adalah
teman sekolahku dahulu, Rika. Sibuk apa?, dia bertanya lagi. Gini- gini aja., aku
menjawab sekenanya. Oh iya, sekarang aku sudah punya took di kota Lok., Rika
menjelaskan dengan riang sedang aku berdiri di depannya sambil mendelik.
***
Mbak, kamu tuh dari tadi bengong terus. Ada apa sih?, Ibu menyentakkanku sambil
menaruh singkong goreng di meja. Iya tuh. Udahlah mbak, cerita aja. Lagi patah hati ya?,
Ayu menyipitkan mata membuat Ibu dan aku terkikik. Bu, tadi aku ketemu Rika. Dia udah
sukses sekarang., aku mulai angkat bicara. Rika? Oh, iya., Ibu tersenyum senang
mendengarnya. Dia, aku menggantungkan kalimatku dan menunduk, kurasakan tatapan
Ibu yang semakin menajam di seluruh tubuhku. Dia mengajakku bekerja di tempatnya.,
dadaku terasa berdebar. Semua terdiam, aku masih menunduk, tapi kulihat di sudut mataku
Ibu pergi meninggalkan tempat duduknya. Seketika mataku terpejam. Lalu hatiku berkata,
Aku hanya ingin membantu keadaan kita. Aku punya cita- cita agar Ayu bisa sekolah
setinggi- tingginya. Tapi aku nggak tau lagi apa yang harus aku lakukan selain menerima
tawaran dari Rika. Ibu, tolong restui aku.., aku beranjak dari kursi dan menangis terisak di
kamar.
***
Tak terasa hari sudah pagi, aku bangun dari tempat tidur dan segera Shalat Subuh
sebelum fajar. Tak kulihat Ibu di seluruh sudut rumah. Mungkin beliau sudah pergi
mengambil cucian. Mbak!, kudengar suara Ayu memanggilku, dengan segera aku menuju
kamar Ibu. Iya, ada apa?, aku bertanya pada Ayu yang masih berbaring. Uangnya buat
mbakyu saja., Ayu tersenyum sedang dahiku berkerut mendengar perkataannya. Uang?,
aku balik bertanya. Uang jalan- jalan Ayu., muncul Ibu di balik tirai bunga. Aku masih
bingung hingga tak bisa berkata- kata. Begini, Ibu duduk di sampingku. Rencananya
Ibu akan pakai uang tabungan Ibu untuk biaya jalan- jalan Ayu. Tapi Ayu bilang uang itu
untukmu saja. Untuk biaya hidup di kota nanti. Ibu sudah merestuimu Lok, jangan khawatir.,
Ibu menjelaskan. Iya, nanti kalau mbak punya uang kita jalan- jalan bareng ya., Ayu
tersenyum padaku. Aku membalas senyumannya, lalu memeluk kedua orang yang aku
sayangi saat ini.
***
Selamat berjuang ya mbakyu!, Ayu berteriak dari jendela lalu berlari ke samping
Ibu di teras rumah. Aku tersenyum sambil melambaikan tangan. Rika menggandengku untuk
segera naik mobil. Tatapan sahabatku itu semakin meyakinkanku bahwa aku akan baik- baik
saja nanti. Dangan mengantongi sejuta harapan, cita- cita, dan nasihat dari Ibu dan Ayu, aku
pun menaiki mobil Rika. Tak lupa aku berdoa sebelum berangkat. Saat aku melirik ke arah
teras rumah, samar- samar kulihat wajah Bapak tersenyum disamping Ibu. Aku melambaikan
tangan ku ke arah mereka, ke arah keluarga yang sangat aku sayangi. Pasti aku akan
merindukan kalian semua., bisikku saat meninggalkan keluarga dan kampungku.
Merelakanmu
Matahari yang terik tiba-tiba terselimuti awan
Awan yang putih berubah menjadi abu-abu
Suara Angin pun mulai bertiup kencang
Ku ingin terbang mengikuti arah angin
Hujan mulai turun membasahi tubuhku
Ku menangis saat hujan turun
Agar orang-orang tak melihatku
Biarlah hanya Tuhan dan aku yang tahu
Rintik hujan yang membasahi tubuhku yang dingin
Aku tak merasakan apa-apa lagi
Hatiku yang telah mati olehmu
Jiwaku yang telah mati olehmu
Ku pejamkan mata ini mencoba untuk melupakan
Semua kenangan indah tentang dirimu
Kurelakan kau pergi selamanya dari hidupku
Dan bawalah kenangan itu bersama mu
pdanya. sebagian jiwaku ada yang hilang. kini hari-hariku tak lagi sempurna. aku
harap kita masih dapat bersahabat jika suatu hari nanti kita dapat bertemu