Você está na página 1de 56

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Mulut merupakan bagian pertama dari saluran makanan dan bagian
dari sistem pernafasan (Wolf, 1994). Mulut juga merupakan gerbang
masuknya penyakit (Adam, 1992). Di dalam rongga mulut terdapat saliva
yang berfungsi sebagai pembersih mekanis dari mulut (Taylor, 1997).
Di dalam rongga mulut terdapat berbagai macam mikroorganisme
yang pada keadaan tertentu bisa bersifat patogen apabila respon penjamu
terganggu. (Roeslan, 2002). Pembersihan mulut secara alamiah yang
seharusnya dilakukan oleh lidah dan saliva, bila tidak bekerja dengan
semestinya dapat menyebabkan terjadinya infeksi rongga mulut, misalnya
penderita dengan sakit parah dan penderita yang tidak boleh atau tidak mampu
memasukkan sesuatu melalui mulut mereka (Bouwhuizen, 1996).
Pada penderita yang tidak berdaya perawat tidak boleh lupa
memberikan perhatian khusus pada mulut pasien. Pengumpulan lendir dan
terbentuknya kerak pada gigi dan bibir dikenal sebagai sordes. Jika terbentuk
sordes atau lidahnya berlapis lendir menunjukan kalau kebersihan rongga
mulutnya kurang (Wolf, 1994).
Sepanjang masa hidup seseorang, perubahan fisiologi mempengaruhi
kondisi dan penampilan struktur dalam rongga mulut. Anak dapat tejadi karies
gigi pada gigi susu karena pola makan atau kurangnya perawatan gigi. Gigi
remaja adalah permanen dan memerlukan perhatian teratur untuk diet dan
perawatan gigi dan mencegah masalah pada tahun-yahun berikutnya. Pada
saat

orang

bertambah

tua,

praktek

hygiene

mulut

berubah

untuk

mempengaruhi gigi dan mukosa lebih lanjut. Usia yang berhubungan dengan
perubahan

di

dalam

mulut,

dikombinasi

dengan

penyakit

kronis,

ketidakmampuan fisik, dan medikasi yang diresepkan memiliki efek samping


pada mulut, menyebabkan perawatan mulut yang buruk.
Efek pada ketidakcukupan perawatan meliputi karies dan kehilangan
gigi, penyakit periodontal, permulaan infeksi sistemik, dan efek jangka
panjang pada harga diri, kemampuan untuk makan, dan pemeliharaan
hubungan (Danielson, 1988). Pengkajian tingkat perkembangan klien
membantu dalam menetukan tipe masalah hygiene yang di harapkan.

1.2. Rumusan Masalah


Kesehatan Gigi dan Mulut merupakan peran penting dalam kesehatan
tubuh , baik dari kesehatan dari gigi , maupun dari kesehatan mulut, gusi, dan
jaringan pendukung lain nya yang berada di dalam mulut. Cara memelihara
kesehatan gigi dan mulut dapat dilakukan dengan cara melakukan oral hygie
Dari hal ini penulis ingin mengetahui Bagaimana peran oral hygiene
dalam pasien rawat inap , berdasarkan langkah dan ilmu oral hygiene ?

1.3.

Tujuan Khusus
a. Untuk Mengetahui tentang Oral Hygiene
b. Untuk mengetahui tentang Pasien Rawat Inap
c. Untuk mengetahui Tentang Penyakit Umum dan Penyakit Umum yang
Bermanifestasi dalam Mulut
d. Untuk mengetahui tentang komunikasi teraupetik pada pasien rawat inap
e. Untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan pada pasien rawat inap

1.4.

Manfaat Penulisan

a. Untuk menambah pengetahuan tentang pelayanan asuhan keperawatan gigi


dan mulut rawat inap khususnya oral hygiene dan penyakit umum yang
bermanifestasi dengan dalam rongga mulut pasien.
b. Sebagai accuan dalam pelaksanaan rawat inap khususnya pada tindakan
oral hygiene

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Oral Hygiene
2.1.1

Pengertian Oral Hygiene


Oral hygiene adalah

tindakan

untuk

membersihkan

dan

menyegarkan mulut, gigi dan gusi (Clark, dalam Shocker, 2008). Dan
menurut Taylor, et al (dalam Shocker, 2008). Oral hygiene adalah
tindakan yang ditujukan untuk menjaga kontinuitas bibir, lidah dan
mukosa mulut, mencegah infeksi dan melembabkan membran mulut
dan bibir. Sedangkan menurut Hidayat dan Uliyah (2005), oral
hygiene merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien
yang dihospitalisasi. Tindakan ini dapat dilakukan oleh pasien yang
sadar secara mandiri atau dengan bantuan perawat. Untuk pasien yang
tidak mampu mempertahankan kebersihan mulut dan gigi secara
mandiri harus dipantau sepenuhnya oleh perawat. Menurut Perry, ddk
(2005), pemberian asuhan keperawatan untuk membersihkan mulut
pasien sedikitnya dua kali sehari.

2.1.2

Tujuan Oral Hygiene


Menurut Taylor et al (2000), Oral hygiene adalah tindakan yang

ditujukan untuk :
menjaga kontiunitas bibir, lidah dan mukosa membran mulut
mencegah terjadinya infeksi rongga mulut

melembabkan mukosa membran mulut dan bibir.


Menurut Clark (dalam Shocker, 2008), tujuan dari tindakan oral
hygiene adalah sebagai berikut :

Mencegah penyakit gigi dan mulut


Mencegah penyakit yang penularannya melalui mulut
Mempertinggi daya tahan tubuh
Memperbaiki fungsi mulut untuk meningkatkan nafsu makan.
Sedangkan menurut Hidayat dan Uliyah (2005), tujuan dari

tindakan oral hygiene, adalah :


Mencegah infeksi gusi dan gigi
Mempertahankan kenyamanan rongga mulut
Untuk mencegah penumpukan plak dan mencegah lengketnya bakteri
yang terbentuk pada gigi.
Akumulasi plak bakteri pada gigi karena hygiene mulut yang buruk
adalah faktor penyebab dari masalah utama kesehatan rongga mulut,
terutama gigi. Kebersihan mulut yang buruk memungkinkan akumulasi
bakteri penghasil asam pada permukaan gigi.
Asam demineralizes email gigi menyebabkan kerusakan gigi (gigi
berlubang). Plak gigi juga dapat menyerang dan menginfeksi gusi
menyebabkan penyakit gusi dan periodontitis. Banyak masalah kesehatan
mulut, seperti sariawan, mulut luka, bau mulut dan lain-lain dianggap
sebagai efek dari kesehatan rongga mulut yang buruk. Sebagian besar
masalah gigi dan mulut dapat dihindari hanya dengan menjaga kebersihan
mulut yang baik (Forthnet, 2010).

2.1.3 Manfaat Oral Hygiene


Berikut ini adalah beberapa manfaat dari oral hygiene, sebagai berikut :
1. Meningkatkan kepercayaan diri

Kepercayaan diri sangat di butuhkan oleh siapa saja, khususnya bagian


ketika kita berbicara dengan orang lain. Apalagi kebersihan gigi dan mulut
baik, hal tersebut akan menjadi kepuasan bagi dirinya dalam beraktivitas.
2. Mencegah penyakit sistemik
Contohnya adalah bahwa ternyata kesehatan dan gigi anda sangat lah
bermanfaat dalam mengurangi resiko penyakit jantung. Jika anda menjaga
gigi dan gusi yang baik maka sama halnya menjaga kesehatan dari jantung
anda. Kebanyakan ahli kesehatan sepakat bahwa penyakit gigi dan gusi
memiliki dampak terhadap kesehatan jantung. Jadi jika anda memiliki
gigi dan gusi yang sehat maka anda akan memiliki jantung yang sehat.
3. Terhindar dari bau mulut dan menyegarkan mulut
Dengan rajin membersihkan gigi dan mulut, sisa-sisa makanan yang
menempel di permukaan gigi dan lidah tidak cepat membusuk sehingga
tidak terjadi bau mulut.
4. Terhindar dari penyakit gigi dan mulut
Apabila seseorang kurang menjaga kebersihan gigi dan mulut maka
akan terbentuk plak yang mengandung bakteri, dari plak tersebut awal
mula dari terbentuknya penyakit gigi dan mulut contohnya karies
gigi/lubang gigi dan kalkulus atau karang gigi.

2.1.4

Macam Macam Metode Oral Hygiene


Metode Sikat gigi

Sikat gigi adalah alat untuk membersihkan gigi yang berbentuk


sikat kecil dengan pegangan. Tujuan menyikat gigi adalah untuk
menghilangkan atau menghambat pertumbuhan plak, membersihkan
gigi dari makanan, debris dan pewarnaan, menstimulasi jaringan
gusi, dan mengaplikasikan pasta gigi yang mengandung suatu bahan
khusus untuk mencegah lubang gigi, penyakit periodontal, maupun
mengurangi sensitivitas.
Mengurut gingiva dengan sikat gigi menyebabkan penebalan epitel,
peningkatan keratinisasi dan aktivitas mitotik dalam epitel dan
jaringan ikat, serta terbuangnya plak. Semua keadaan ini
meningkatkan kesehatan gingiva sehingga dapat dianjurkan untuk
melakukan terapi pada gingiva yang mudah berdarah.
Metode Kain kassa

Kasa (verban) yang biasanya digunakan untuk membalut luka


terbuat dari benang katun 100% yang berdaya serap lebih tinggi
dibandingkan produk sejenis karena mempunyai kerapatan benang
yang lebih tinggi dan tidak menggunakan bahan pemutih, dan tidak
menyebabkan

iritasi.

Sehingga

dapat

digunakan

untuk

membersihkan gigi dan gusi bayi maupun orang yang berkebutuhan


khusus serta dalam kondisi tertentu yang tidak memungkinkan untuk
membersikan gigi dengan sikat gigi.

Metode Dental Floss

Dental floss (benang gigi) adalah benang tipis dan lembut yang
terbuat dari nilon, plastik ataupun pita sutra dab biasanya tersedia
dalam beberapa pilihan. Ada yang memiliki rasa, dilapisi lilin,
maupun dental floss biasa. Dental floss sebagai alat yang berguna
untuk menentukan status peradangan gingiva interproksimal pada
anak, khususnya pada kondisi kesehatan gingiva yaitu dengan cara
membuang sisa-sisa makanan dan plak di antara gigi yang tidak
dapat dicapai oleh sikat gigi. Plak merupakan suatu lapisan yang
lengket dan mengandung baktero. Jika plak ini terus terkumpul maka
bakteri tersebut dapat mengiritasi gingiva dan menyebabkan
pembengkakan.

2.1.5

Alat dan Bahan Oral Hygiene

Alat :

Tongue Spatel

Handuk Wajah

Bengkok

Handscoon

Pinset

Gelas

Baskom

Sikat Gigi

Bahan :

Kapas

Kain Kasa

Larutan Kumur Antiseptic

Air Bersih

Pasta Gigi

Borax gliserin
Berfungsi sebagai pelumas bagi bibir kering dan pecah-pecah
khususnya bagi pasien yang tidak sadar setelah tindakan oral hygiene.

Gentian Violet
Berfungsi apabila pasien memiliki peradangan pada mukosa mulut
contohnya sariawan sehingga dapat menyembuhkan sariawan tersebut.

2.1.6

Faktor yang mempengaruhi Oral Hygiene


Menurut Potter dan Perry, sikap seseorang melakukan hygiene
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Citra tubuh
Penampilan umum klien dapat menggambarkan pentingnya
hygiene pada orang tersbut. Citra tubuh merupakan konsep
subjektif seseorang tentan penampilan fisiknya. Citra tubuh
mempengaruhi cara mempertahankan hygiene. Seorang klien yang
menjaga dan mempertahankan hygiene mulut, terlihat dari fisik
mulutnya. Maka perawat mempertimbangkan rincian cara hygiene
mulut dan berkonsultasi pada klien sebelum membuat keputusan
2.

bagaimana memberikan peralatan hygiene mulut.


Praktik sosial
Kelompok-kelompok sosial wadah seorang klien berhubungan
dapat mempengaruhi praktik hygiene pribadi. Selama masa kanakkanak, mendapatkan praktik hygiene dari orang tua mereka

3.

bagaimana cara menjaga kebersihan mulut.


Status sosial ekonomi
Sumber daya ekonomi seseorang mempengaruhi jenis dan
tingkat praktik kebersihan yang digunakan. Ketersediaan alat untuk

4.

hygiene mulut juga dipengaruhi oleh ekonomi.


Pengetahuan
Pengetahuan tentang pentingnya hygiene dan implikasiny bagi
kesehatan mempengaruh praktik hygiene. Seorang klien yang tidak
punya banyak pengetahuan tentang pentingnya hygiene mulut
kemungkinan

5.

malas

untuk

menjaga

dan

mempertahankan

kebersihan mulutnya.
Kebudayaan
Kepercayaan kebudayaan klien dan nilai pribadi mempengaruhi
peawatan hygiene. Orang dari latar kebudayaan yang berada
mengikuti praktik keperawatan diri yang berbeda pula. Di Asia oral

6.

hygiene dipandang penting bagi kesehatan.


Kesukaan
Setiap klien memiliki keinginan individu yang berbeda.
Misalnya kapan ia akan menggosok gigi, kapan ia akan berkumur
dan melakukan perawatan mulut dan gigi. Klien juga memilih

produk yang berbeda seperti sikat gigi, pasta gigi, obat berkumur,
7.

vitamin bibir, dll.


Status sosial
Orang yang mendeita penyakit tertentu seperti kanker tahap
lanjut atau menjalani operasi sering kali kekurangan energi fisik

8.

atau ketangkasan untuk melakukan oral hygiene.


Tingkat perkembangan
Proses belajar melakukan hygiene mulut yang dilakukan sejak
kanak-kanak hingga bisa melakukan oral hygien sendiri, seperti
menggosok gigi dan menjag kebersihan mulut, berlanjut hingga
remaja dewasa kemudian lansia.
Faktor resiko untuk masalah oral hygiene menurut (Perry dan
Potter, 2005), yaitu :

1. Masalah umum
a. Karies gigi

Karies gigi merupakan masalah umum pada orang muda,


perkembangan lubang merupakan proses patologi yang
mellibatkan kerusakan email gigi dikarenakan kekurangan
kalsium.
b. Penyakit periodontal

Adalah penyakit jaringan sekitar gigi, seperti peradangan


membran periodontal.
c. Plak

Adalah transparan dan melekat pada gigi, khususnya


dekat dasar kepala gigi pada margin gusi.
d. Halitosis

Adalah bau napas, hal ini merupakan masalah umum


rongga mulut akibat hygiene mulut yang buruk, makanan
tertentu atau Prosesi infeksi.
e. Keilosis

Merupakan gangguan bibir retak, trutama pada sudut


mulut.
2. Masalah mulut lain
a. Stomatitis

Kondisi peradangan pada mulut karena kontak dengan


pengiritasi, defisiensi vitamin, infeksi.
b. Glositis

Peradangan lidah hasil karena infeksi atau cidera, seperti


luka bakar atau gigitan.
c. Gingivitis

Peradangan gusi biasanya akibat hygiene mulut yang


buruk atau defisiensi vitamin.

2.2 Pasien Rawat Inap


2.2.1

Definisi Pasien Rawat Inap


Pasien Rawat Inap adalah pemeliharaan kesehatan rumah sakit
dimana penderita tinggal sedikitnya satu hari berdasarkan rujukan dari
pelaksana pelayanan kesehatan atau rumah sakit pelaksana layanan
kesehatan lain. Rawat inap adalah pelayanan kesehatan perorangan
yang

meliputi

observasi,

diagnosa,

pengobatan,

keperawatan,

rehabilitasi medik, dengan menginap di ruang inap pada sarana rumah


sakit pemerintah atau swasta serta puskesmas perawatan, yang oleh
karenanya pasien harus menginap.
Rumah sakit adalah suatu institusi yang fungsi utama nya memberikan
pelayanan kepada pasien diagnostik dan teraupetik untuk berbagai
penyakit dan masalah kesehatan, baik yang bersifat bedah maupun non
bedah .Rumah sakit harus dibangun, dilengkapi dan dipelihara dengan
baik unuk menjaga kesehatan dan keselamatan pasien nya dan harus
menyediakan fasilitas yang diperlukan (America Hospital Association
1978)

2.2.2 Klasifikasi Pasien


A.

Pengertian Klasifikasi Pasien


Klasifikasi pasien adalah metode pengelompokkan pasien
menurut jumlah dan kompleksitas persyaratan perawatan mereka.
Dalam banyak sistem klasifikasi, pasien dikelompokkan sesuai dengan
ketergantungan mereka pada pemberi perawatan dan kemampuan yang
diperlukan untuk memberikan perawatan.

B.

Tujuan Sistem klasifikasi Pasien


Tujuan klasifikasi pasien adalah untuk mengkaji pasien dan
pemberian nilai untuk mengukur jumlah usaha yang diperlukan untuk
memenuhi perawatan yang dibutuhkan pasien (Gillies, 1994). Menurut

Swanburg, tujuan klasifikasi pasien adalah untuk menentukan jumlah


dan jenis tenaga yang dibutuhkan dan menentukan nilai produktivitas.
Setiap kategori deskriptor empat perawatan (aktifitas seharihari, kesehatan umum, dukungan pengajar serta emosional, dan
perlakuan sekitar pengobatan) dipakai untuk menunjukkan karakteristik
dan tingkat perawat yang dibutuhkan pasien di dalam klasifikasi
tersebut.
Klasifikasi pasien sangat menentukan perkiraan kebutuhan
tenaga. Hal ini dilakukan untuk menetapkan jumlah tenaga keperawatan
sesuai dengan kategori yang dibutuhkan untuk asuhan keperawatan
klien di setiap unit.
C.

Sistem klasifikasi Pasien


Kategori keperawatan klien menurut Swanburg (1999) terdiri dari

A.

Self-care
Klien memerlukan bantuan minimal dalam melakukan tindak
keperawatan dan pengobatan. Klien melakukan aktivitas perawatan diri
sendiri secara mandiri. Biasanya dibutuhkan waktu 1-2 jam dengan

B.

waktu rata-rata efektif 1,5 jam/24 jam.


Minimal care
Klien memerlukan bantuan sebagian dalam tindak keperawatan
dan pengobatan tertentu, misalnya pemberian obat intravena, dan
mengatur posisi. Biasanya dibutuhkan waktu 3-4 jam dengan waktu
rata-rata efektif 3,5 jam/24 jam.

C.

Intermediate care
Klien biasanya membutuhkan waktu 5-6 jam dengan waktu ratarata efektif 5,5 jam/24 jam.

D.

Mothfied intensive care


Klien biasanya membutuhkan waktu 7-8 jam dengan waktu ratarata efektif 7,5 jam/24 jam.

E.

Intensive care
Klien biasanya membutuhkan 10-14 jam dengan waktu rata-rata
efektif 12 jam/24 jam.

Metode lain yang sering digunakan di Rumah Sakit adalah metode


menurut Donglas (1984), yang mengklasifikasi derajat ketergantungan
pasien dalam tiga kategori, yaitu perawatan miniaml, perawatan
intermediate, dan perawatan maksimal atau total.
1

Perawatan minimal
Perawatan ini memerlukan waktu 1-2 jam/24 jam. Kriteria klien
pada klasifikasi ini adalah klien masih dapat melakukan sendiri
kebersihan diri, mandi, dan ganti pakaian, termasuk minum. Meskipun
demikian klien perlu diawasi ketika melakukan ambulasi atau gerakan.
Ciri-ciri lain pada klien dengan klasifikasi ini adalah observasi tanda
vital dilakukan setiap shift, pengobatan minimal, status psikologis
stabil, dan persiapan prosedur memerlukan pengobatan.

Perawatan intermediate
Perawatan ini memerlukan waktu 3-4 jam/24 jam. Kriteria klien
pada klasifikasi ini adalah klien masih perlu bantuan dalam memenuhi
kebersihan diri, makan dan minum. Ambulasi serta perlunya observasi
tanda vital setiap 4 jam. Disamping itu klien dalam klasifikasi ini
memerlukan pengobatan lebih dan sekali. Kateter Foley atau asupan
haluarannya dicatat. Dan klien dengan pemasangan infus serta
persiapan pengobatan memerlukan prosedur.

Perawatan maksimal atau total


Perawat ini memerlukan waktu 5-6jam/24 jam. Kriteria klien pada
klasifikasi ini adalah klien harus dibantu tentang segala sesuatunya.
Posisi yang diatur, observasi tanda vital setiap 2 jam, makan
memerlukan selang NGT (Naso Gastrik Tube), menggunakan terapi
intravena, pemakaian alat penghisap (suction), dan kadang klien dalam
kondisi gelisah/disorientasi.

Penyakit Umum

1 Hepatitis

A. Pengertian Hepatitis
Hepatitis virus akut merupakan penyakit infeksi yang
penyebabnya luas dalam tubuh, walaupun efek yang menonjol
terjadi pada hati (Syilvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 1999).
Telah di temukan 5 katagori virus agen penyebab antara lain : Virus
Hepatitis A (HAV), Virus Hepatitis B (HBV), Virus Hepatitis C
(HCV),

Virus

Hepatitis

(HEV).Kelima agen

ini

D
dapat

(HDV),

Virus

dibedakan

Hepatitis

melalui

petanda

antigeniknya, tetapi kesemuanya memberikan gambaran klinis


yang mirip, dapat bervariasi dari keadaan sub klinis tanpa gejala
hingga keadaan infeksi akut yang fatal.
Pada penderita hepatitis sering mengalami beberapa keluhan
seperti merasakan tidak fit seperti biasanya produktiitas kerja
menurun, nafsu makan berkurang dan berat badan menjadi sangat
turun (anoreksia), dan mengalami dispepsia atau keluhan saluran
pencernaan seperti perasaan kembung dan mual yang kadang kala
di sertai diare bahkan gejala konstipasi.
Untuk meningkatkan nafsu makan dan mecegah anoreksia
dapat melalui berbagai cara salah satunya adalah meningkatkan
kenyamanan pada mulut dengan melaksanakan oral hygiene yang
bertujuan membersihkan sisa-sisa makanan yang ada pada mulut
dan menyegarkan lingkungan sekitar mulut gigi yang sehat bermula

dengan kebersihan oral yang bagus dalam hal ini adalah penjagaan
gigi dan perawatan gigi secara profesional.
B. Manifestasi Oral Pasien Hepatitis
1. Pada penyakit hati, terutama atresia bilier dan hepatitis neonatal,
dapat terjadi diskolorisasi pada gigi sulung. Dimana, pada atresia
bilier gigi akan berwarna hijau,
neonatal

berwarna

kuning.

sedangkan
Keadaan

pada

hepatitis

ini disebabkan oleh

depositnya bilirubin pada email dan dentin yang sedang dalam


tahap perkembangan.
2. Menyebabkan oral hygiene buruk, dalam hal ini bau mulut tidak
sedap
3. Hepatitis
endokrin

aktif

kronis

dapat

sehingga menimbulkan

menyebabkan

gangguan

penyakit

multiple

endokrinopati keturunan dan kandidosis mukokutaneus.


4. Kegagalan hati dapat menyebabkan timbulnya foetor hepatikum.
Dimana, foetor hapatikum sering disebut dalam sejumlah istilah
seperti: bau amine, bau kayu lapuk, bau tikus dan bahkan
bau bangkai segar.
5. Sirosis hati dapat menyebabkan hiper pigmentasi pada mulut.
6. Timbul ulkus-ulkus karena berkurangnya zat-zat vitamin dan gizi
dalam rongga mulut.
7. Proses makan menjadi tidak benar sehingga peran saliva terganggu.

Gagal Ginjal
A. Pengertian Gagal Ginjal

Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang


disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun,
berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju
filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min. Gagal ginjal kronis
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel
dimana

kemampuan

tubuh

gagal

untuk

mempertahankan

metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga


terjadi uremia.
Penyakit ginjal kronis adalah suatu proses patofisiologi dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal
yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal.
Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat juga
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau
transplantasi ginjal.
B. Manifestasi Oral Penyakit Ginjal Kronis
Penurunan fungsi ginjal menyebabkan laju filtrasi glomerulus
(LFG) menurun. Hal ini menimbulkan perubahan dalam rongga
mulut. Beberapa perubahan dalam rongga mulut yang terjadi yaitu:
uremik stomatitis, peningkatan penyakit periodontal, peningkatan
deposit kalkulus, penurunan aliran saliva dan napas berbau
ammonia.
Adapun manifestasi di rongga mulut karena gagal ginjal
kronik, yaitu :

Dry mouth
Mucosal ulceration
Bacterial and fungal plaques
Pallor of the mucosa (anaemia)
Oral purpura
White plaque (uraemic stomatitis)
Giant
cell
lessions
(osteolytic

lession

in

jaws)

Giant cell lesions pada rahang dapat terjadi sama seperti yang
disebabkan oleh hyperparathyroidism. Hyperparathyroidism
secondary diakibatkan karena gagal ginjal kronik atau karena
lamanya dialysis dan akan meningkatkan lesi oral yang
mengakibatkan terjadinya osteolytic lession pada tulang. Pada
pasien yang mengalami dialysis, akses ke sirkulasi pasien
terutama melalui arteriovenous shunt, biasanya pada lengan
bawah,

dan

mudah

terinfeksi

sehingga

mengakibatkan

bakteraemia dan pada akhirnya penderita memerlukan AB


prophylaxis.
3

Diabetes Mellitus
A. Pengertian Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik sebagai


akibat kurangnya insulin di dalam tubuh sehingga glukosa darah
diatas normal hampir sepanjang waktu, dengan tanda-tanda
hiperglikemia dan glukosuria, disertai gejala klinis akut 3P
(poliuria, pplidipsi, polifagia) atau kadang-kadang tanpa gejala 1,3.
Hormon insulin yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas (terletak
pada lekukan usus dua belas jari) penting untuk menjaga

keseimbanagan kadar gula/glukosa darah antara 60 100 mg/dl


pada waktu puasa dan kadar gula darah dua jam sesudah makan
sekitar 100 140 mg /dl. Apabila terdapat gangguan kerja insulin
baik kualitas maupun kuantitias, maka keseimbangan tersebut
menjadi terganggu dan glukosa darah akan cenderung naik.
B.

Klasifikasi Diabetes Mellitus


Klasifikasi diabetes

mellitus

berdasarkan

PERKENI

(Perkumpulan Endokrinologi Indonesia), sesuai dengan anjuran


klasifikasi diabetes mellitus yang dibuat oleh American Diabetes
Assosiation

(ADA)

1997,

yang

ditetapkan

berdasarkan

penyebabnya:
1 Diabetes mellitus tipe 1, adanya kerusakan sel pankreas
(sel penghasil insulin) pada pankreas, umumnya menjurus
pada kekurangan insulin absolut/mutlak, penyebabnya
2

adalah autoinmun dan idiopatik.


Diabetes mellitus tipe 2, penyebabnya bervariasi yang
terutama adalah resistensi insulin (jumlah insulin banyak,
tetapi tidak dapat berfungsi) dapat juga disertai kekurangan

insulin reatif, gangguan produksi (sekresi) insulin.


Diabetes tipe lain, disebabkan bermacam-macam mis
defek/cacat genetik fungsi sel , defek genetik kerja insulin,

pankreatitis, dan obat/zat kimia, infeksi.


Diabetes mellitus gestasional, kondisi diabetes sementara

yang dialami selama masa kehamilan.


C. Manifestasi Oral Pasien Diabetes Mellitus
Adapun keadaan lingkungan mulut pada penderita diabetes
mellitus:
1. Terjadi

perubahan

seperti

cheilosis

(bibir

kering),

pengeringan mukosa, lidah terasa terbakar, kurang nya aliran


saliva, perubahan perubahan flora di rongga mulut dengan
banyak nya candida albicans (jamur) streptococci hemofilitik
dan staphylococcus.
2. Sering terjadi karies, namun kandas diatas ditemui pada DM
terkontrol.

Pengaruh DM pada jaringan periodonsium bisa terdapat

3.

polip gingival, pembengkakan gingival, formasi abses,


periodontitis dan hilangnya gigi. Bahkan pada DM tidak
terkontrol terjadi penurunan mekanisme pertahanan dan
peningkatan infeksi menyebabkan kehancuran periodontal.
4. Penyakit periodontal pada pasien DM ditandai dengan
ditandai dengan inflamasi gingiva yang parah, poket
periodontal yang dalam kehilangan tulang yang cepat, abses
periodontal OH yang buruk.
5. Bila keseluruhan gigi kelihatan goyang, kemungkinan
penyebabnya adalah penyakit kronis seperti diabetes mellitus.
Terlebih-lebih bila diikuti pula oleh karang gigi yang banyak
sehingga kadang-kadang gigi bisa tercabut tanpa si pasien
merasa sakit.
6. Diabetes mellitus yang tidak terkontrol serta berhubungan
dengan polidispia dan poliuria dapat menyebabkan mulut
kering (xerostomia).
7. Diabetes dapat menimbulkan rasa nyeri pada lidah.
8. Mulut berbau aseton, karena pada krisis diabetes terdapat
konsentrasi keton yang tinggi dalam darah, sehingga
menimbulkan ketosis. Asam asetostik, asam hidroksibutirik
dan aseton, semua terdapat pada keadaan ini.
Pada anak-anak penderita sakit gula, cenderung terjadi

9.

pembengkakan gusi dan


penderita
10.

tulang

ini haruslah secara

pendukung.

teratur

Pada

dijaga kebersihan

gigi dan gusi untuk mencegah kehilangan gigi.


Di dalam rongga mulut, diabetes mellitus dapat meningkatan
jumlah bakteri, sehingga

menyebabkan adanya

kelainan

pada jaringan periodontal yang kemudian berakibat gigi


menjadi goyah dan akhirnya lepas.
Penderita DM kronis akan mengalami berbagai komplikasi
sistemik seperti nefropati, retinopati, mempercepat arterosklerosis,
neuropati, memperlambat kesembuhan luka pada jaringan, serta
meningkatkan resiko terjadinya infeksi (Silverman et al, 2002).

Selain itu, Berbagai penyakit pada jaringan periodontal merupakan


komplikasi yang sering muncul pada penderita DM. Penyakit
jaringan

periodontal

yang

sering

ditemukan

diantaranya

periodontitis, penurunan kemampuan mengecap, infeksi rongga


mulut, kesulitan dalam penyembuhan luka pada rongga mulut,
karies, hilangnya gigi, dan gangguan saraf sensori disekitar rongga
mulut. Keadaan tersebut akan semakin parah pada pasien dengan
kontrol kadar glukosa yang buruk. Identifikasi awal penyakit
periodontal dapat membantu mendiagnosa penyakit diabetes
mellitus (Al-maskari et al, 2011).
Sehingga pada pasien dengan diabetes tipe II tindakan
intervensi perawatan oral hygiene nya harus dilakukan dengan hatihati,

karena

penderita

mengalami

penurunan

imun

yang

menyebabkan peradangan pada jaringan periodontal sehingga gigi


berisiko goyah dan jika diperparah dengan OH yang buruk bakteri
akan menumpuk jadi plak dan terjadi resesi gingival akhirnya gigi
jadi mudah goyah sehingga perawatan nya sedikit berbeda dari
penderita fase awal, yaitu pembersihan rongga mulut menggunakan
kain kasa.

Penyakit Kardiovaskular
A Pengertian Penyakit Kardiovaskular

Penyakit kardiovaskular adalah penyakit gangguan pada


jantung dan pembuluh darah. Karena sistem kardiovaskular sangat
vital, maka penyakit kardiovaskular sangat berbahaya bagi
kesehatan. Ada banyak macam penyakit kardiovaskular, tetapi yang
paling umum dan paling terkenal adalah penyakit jantung dan
stroke. Dalam banyak kasus kelainan jantung baru terdeteksi saat
terjadi serangan jantung.
B Jenis Penyakit Kardiovaskular
1. Penyakit Jantung Koroner (PJK), disebabkan karena
penyempitan pembuluh darah yang mensuplai otot jantung.
Pembuluh

darah

ini

disebut

pembuluh

darah

koroner.Aterosklerosis adalah penyebab paling umum dari


penyakit jantung koroner. Aterosklerosis adalah pengerasan
dan penyempitan pembuluh arteri koroner jantung oleh
pembentukan plak (kerak) dan penyumbatan. Penyakit
jantung koroner disebabkan faktor resiko seperti tekanan
darah

tinggi,

obesitas, diabetes, pola

kolesterol
hidup

tinggi,

merokok,

sedentary (tidak

aktif

bergerak), usia tua, dan faktor keturunan.


2. Penyakit Jantung Bawaan, disebabkan kelainan
jantung atau pembentukan struktur jantung tidak normal
saat lahir. Hal ini terjadi bisa merupakan karena faktor
keturunan atau karena faktor lain. Faktor resiko penyakit

jantung bawaan antar lain ibu menggunakan narkoba,


minum banyak alkohol, mengalami penyakit tertentu, atau
ibu kurang gizi. Faktor-faktor resiko tersebut dapat
menyebabkan bayi lahir cacat, salah satunya dapat
menyebabkan bayi memiliki cacat jantung.
3. Stroke (cerebrovascular accident, CVA), terjadi jika suplai
darah ke otak terhambat. Hal ini dapat terjadi karena
pembuluh darah di otak tersumbat atau pecah. Orang
beresiko mengalami stroke adalah penderita darah tinggi,
memiliki

gangguan

irama

detak

jantung,

memiliki

kolesterol tinggi, perokok, penderita diabetes dan orang


lanjut usia.
4. Gagal Jantung

Kongestif

(Congestive

Heart

Failure), terjadi jika otot-otot jantung tidak mampu


memompa darah ke pembuluh darah. Orang yang beresiko
mengalami gagal jantung kongestif antara lain orang yang
memiliki tekanan darah tinggi, gangguan irama detak
jantung, serangan jantung, obesitas, dsb.
5. Penyakit Vaskular Periferal (Peripheral Vascular
Disease,

PVD)

atau

penyakit

arterial

peripheral

(peripheral arterial disease, PAD) mempengaruhi lengan dan


kaki. Faktor resiko penyakit ini antara lain tekanan darah
tinggi, kolesterol tinggi, merokok, obesitas, diabetes, tidak
aktif bergerak, usia tua, dan faktor keturunan.
6. Penyakit Vena Dalam (Deep Vein Thrombosis,
DVT), terjadinya gumpalan darah beku pada pembuluh
vena kaki yang menyebabkan nyeri dan kaki tidak bisa
digerakkan. Gumpalan darah beku ini dapat berpindah ke
jantung dan paru-paru yang menyebabkan komplikasi yang
membahayakan jiwa. Faktor resiko penyakit ini antara lain
operasi pembedahan yang lama, trauma, obesitas, kanker,
baru melahirkan, menggunakan alat kontrasepsi telan, terapi
penggantian hormon, dsb.

7. Penyakit Jantung Rematik, terjadi karena kerusakan


otot jantung dan katup jantung akibat demam rematik
(rheumatic fever). Demam rematik disebabkan infeksi
bakteri streptococcal.
8. Penyakit Kardiovaskular Lain. Ada banyak jenis-jenis
penyakit kardiovaskular lainnya, tetapi jarang terjadi seperti
tumor pembuluh darah, aneurysm pada pembuluh darah
otak, cardiomyopathy, penyakit katup jantung, pericarditis,
aortic aneurysm, dsb.

2.3.5

Hipertensi

A. Pengertian Hipertensi
Keadaan dimana seseorang mengalami peningkaan tekanan darah
diatas normal yang ditunjukkan oleh angka sistolik dan angka
diastolic.
B.

Manifestasi Oral Pasien Hipertensi


Manifestasi pada rongga mulut pasien dapat terjadi dalam bentuk
xerostomia, reaksi lichenoid, Burning Mouth Sensation, hilangnya
sensasi rasa atau hiperplasia gingival, serta manifestasi extraoral
seperti sialadenosis.
Obat-obatan anti hipertensi dapat mempengaruhi kondisi rongga
mulut. Beberapa jenis obat menyebabkan mulut kering dan
menimbulkan perubahan sensasi pengecapan, dan obat lainnya
seperti Ca-channel blockers menyebabkan pembesaran dan
pembengkakan gusi. Kurangnya volume air liur pada mulut yang
kering dapat menyulitkan saat bicara dan mengunyah serta
mempermudah pertumbuhan bakteri dan jamur.

Manifestasi Penyakit Khusus Dalam Rongga Mulut


2.4.1 Tuberculosis

Pengertian Tuberculosis
TB Paru ialah suatu penyakit infeksi kronik jaringan paru yang
disebabkan

oleh

basil

Mycobacterium

Mycobacterium Bovis.
Penyakit ini disebabkan

oleh

tuberculosae

bakteri

dan

Mycobakterium

Tuberculose. Basil tuberkulosis berukuran sangat kecil berbentuk


batang tipis, agak bengkok, bergranular, berpasangan yang hanya
dapat dilihat di bawah mikroskop. Bersifat aerob, tidak berkapsul,
tidak berspora, panjangnya 1- 4 mikron dan lebarnya antara 0,3-0,6
mikron. Basil tuberkulosis akan tumbuh secara optimal pada suhu
sekitar 37C dengan tingkat pH optimal (pH 6,4-7,0). Untuk
membelah dari 1-2 kuman membutuhkan waktu 14-20 jam. Basil
Mikobakterium Tuberkulosis anaerob tidak bereaksi terhadap
pewarnaan gram tetapi bereaksi terhadap pewarnaan ZiehlNielsen. Tuberkulosis yang disebabkan oleh basil Mikobaterium
Tuberkulosis tahan asam dan alkohol. Organisme penyebab dengan
batang gram-positif baik bersifat asam maupun alkohol.
2

Manifestasi Oral Pasien Tuberculosis


Selain pada keadaan sistemik, TB juga mempunyai gambaran
klinis pada rongga mulut. Lesi TB pada rongga mulut dapat terjadi
namun jarang. Pada umumnya keterlibatan mulut secara klinis
dapat terjadi secara primer, tetapi biasanya merupakan manifestasi
sekunder dari TB paru. Patogenesisnya TB sampai ke rongga mulut
ialah melaluisputum. Epitel di mukosa oral sensitive terhadap

kuman,

kuman

tersebut mengiritasi

Rongga Mulut

sehingga

terbentuk ulser-ulser (tergantung daya tahan host yg rendah) juga


factor predisposisi Oral hygiennya yang jelek.
Biasanya manifestasi dimulut hanya ditemukan pada TB paru
yang aktif, sedangkan pada penderita yang sudah mendapatkan
perawatan biasanya tidak sampai ke intraoral. Manifestasi oralnya
ialah berupa ulkus dengan gambaran irregular, superficial tapi
terkadang juga dalam. Ulsernya sakit dan ukurannya bervariasi
dengan pinggiran tidak teratur dan tertutup oleh lapisan fibrin yang
berwarna

kuning

kelabu

pada

mukosa

lidah, dorsum

lidah, dan mukosa bibir di sudut mulut.


2.4.2 Influenza

2.4.2.1 Pengertian Influenza


Influenza merupakan infeksi saluran napas atas yang
disebabkan oleh virus dan dapat timbul pada semua tingkat usia.
Istilah common cold mengacu pada peradangan kataralis mukosa
hidung yang lebih menjelaskan suatu kompleks gejala daripada
suatu

penyakit

tertentu.

Dengan

hidung

tersumbat

(nasal

congestion), suara serak (sore throat), dan batuk.


Influenza adalah penyakit menular yang menyerang saluran
napas, dan sering menjadi wabah yang diperoleh dari menghirup
virus influenza. Penyebab penyakit ini adalah Virus Influenza tipe
A, B, dan C. Influenza, yang lebih dikenal dengan sebutan flu,
merupakan penyakit

menular yang

disebabkan

oleh virus

RNA dari famili Orthomyxoviridae (virus


menyerang unggasdan mamalia.Influenza

influenza),
merupakan

yang
penyakit

yang dapat menjalar dengan cepat di lingkungan masyarakat .


Influenza adalah infeksi virus yang mempengaruhi terutama
hidung, tenggorokan, bronkus dan sesekali paru-paru. Infeksi
biasanya berlangsung selma sekitar seminggu, dan di tandai oleh
demam mendadak tinggi, sakitotot sakit kepala, dan malaise berat ,
batuk non-produktif, sakit tenggorokan dan rintis .( WHO,2009)
2.4.2.2 Manifestasi Oral Pasien Influenza
Gejala influenza dapat dimulai dengan cepat, satu sampai dua
hari setelah infeksi.Biasanya gejala pertama adalah menggigil atau
perasaan dingin, namun demam juga sering terjadi pada awal
infeksi, dengan temperatur tubuh berkisar 38-39 C (kurang lebih
100-103 F). Banyak orang merasa begitu sakit sehingga mereka
tidak dapat bangun dari tempat tidur selama beberapa hari, dengan
rasa sakit dan nyeri sekujur tubuh, yang terasa lebih berat pada
daerah punggung dan kaki. Gejala influenza dapat meliputi:
1

Demam dan perasaan dingin yang ekstrem (menggigil,

2
3
4
5
6
7
8

gemetar)
Batuk
Bersin
Hidung tersumbat
Nyeri tubuh, terutama sendi, otot dan tenggorokan
Kelelahan
Nyeri kepala
Mata merah, kulit merah (terutama wajah), serta

kemerahan pada mulut, tenggorok, dan hidung.


Mual dan muntah
Pada

anak,

gejala

gastrointestinal

seperti diare dan

nyeri abdomen (dapat menjadi parah pada anak dengan influenza


B).Kadangkala sulit untuk membedakan antara selesma dan
influenza pada tahap awal dari infeksi ini, namun flu dapat
diidentifikasi apabila terdapat demam tinggi mendadak dengan
kelelahan yang ekstrem. Diare biasanya bukan gejala dari influenza

dari anak, namun hal tersebut dapat dijumpai pada sebagian kasus
"flu burung" H5N1 pada manusia dan dapat menjadi gejala pada
anak-anak.
2.4.3 Tetanus

2.4.3.1 Pengertian Tetanus


Tetanus adalah penyakit pada sistem saraf yang disebabkan
oleh tetanospasmin. Tetanospasmin adalah neurotoksin yang
dihasilkan oleh Clostridium tetani, ditandai dengan spasme tonik
persisten disertai dengan serangan yang jelas dan keras. Spasme
hampir selalu terjadi pada otot leher dan rahang yang menyebabkan
penutupan rahang (trismus, lockjaw), serta melibatkan tidak hanya
otot ekstremitas, tetapi juga otot-otot batang tubuh.
2

Manifestasi Oral Pasien Tetanus


1. Trismus (lock-jaw, clench teeth)
Adalah mengatupnya rahang dan terkuncinya dua baris
gigi akibat kekakuan otot mengunyah (masseter) sehingga
penderita sukar membuka mulut. Untuk menilai kemajuan
dan kesembuhan secara klinik, lebar bukaan mulut diukur
tiap hari. Trismus pada neonati tidak sejelas pada anak,
karena kekakuan pada leher lebih kuat dan akan menarik
mulut kebawah, sehingga mulut agak menganga. Keadaan
ini menyebabkan mulut mecucu seperti mulut ikan
tetapi terdapat kekakuan mulut sehingga bayi tak dapat
menetek.
2. Risus Sardonicus (Sardonic grin)

Terjadi akibat kekakuan otot-otot mimic dahi mengkerut


mata agak tertutup sudut mulut keluar dan kebawah
manggambarkan wajah penuh ejekan sambil menahan
kesakitan atau emosi yang dalam.
3. Opisthotonus
Kekakuan otot-otot yang menunjang tubuh : otot
punggung, otot leher, trunk muscle dan sebagainya.
Kekakuan

yang

sangat

berat

menyebabkan

tubuh

melengkung seperti busur, bertumpu pada tumit dan


belakang kepala. Secara klinik dapat dikenali dengan
mudahnya tangan pemeriksa masuk pada lengkungan
busur tersebut. Pada era sebelum diazepam, sering terjadi
komplikasi compression fracture pada tulang vertebra.
4. Otot dinding perut kaku, sehingga dinding perut seperti
papan. Selain otot dinding perut, otot penyangga rongga
dada

juga

kaku,

sehingga

penderita

merasakan

keterbatasan untuk bernafas atau batuk. Setelah hari


kelima perlu diwaspadai timbulnya perdarahan paru (pada
eflexe) atau bronchopneumonia.
5. Bila kekakuan makin berat, akan timbul kejang-kejang
umum,

mula-mula

hanya

terjadi

setelah

penderita

menerima rangsangan misalnya dicubit, digerakkan secara


kasar, terpapar sinar yang kuat dan sebagainya, lambat
laun masa istirahat kejang makin pendek sehingga anak
jatuh dalam status convulsivus.
Pada

tetanus

yang

berat

akan

terjadi:

Gangguan

pernafasan akibat kejang yang terus-menerus atau oleh


karena spasme otot larynx yang bila berat menimbulkan
anoxia dan kematian.
Pengaruh toksin pada saraf otonom akan menyebabkan
gangguan sirkulasi (akibat gangguan irama jantung
misalnya block, bradycardi, tachycardia, atau kelainan

pembuluh darah/hipertensi), dapat pula menyebabkan


suhu badan yang tinggi (hiperpireksia) atau berkeringat
banyak hiperhidrosis).
Kekakuan otot sphincter dan otot polos lain seringkali
menimbulkan eflexealvi atau retention urinae. Patah
tulang panjang (tulang paha) dan fraktur kompresi tulang
belakang.
4

Pertusis

2.4.4.1

Pengertian
Pertusis
Pertusis adalah

penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan yang sangat menular


dengan ditandai oleh suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang
bersifat spasmodic dan paroksismal disertai nada yang meninggi.
Penyakit saluran nafas ini disebabkan oleh Bordetella pertusis,
nama lain penyakit ini adalah tussis quirita, whooping coagh, batuk
rejan. Istilah pertussis (batuk kuat) pertama kali diperkenalkan oleh
Sydenham pada tahun 1670. dimana istilah ini lebih disukai dari
batuk rejan (whooping cough). Selain itu sebutan untuk pertussis
di Cina adalah batuk 100 hari.
Pertusis adalah penyakit infeksi yang ditandai dengan
radang saluran nafas yang menimbulkan serangan batuk panjang
yang bertubi-tubi, berakhir dengan inspirasi berbising. (Ramali,
2003)
2

Manifestasi Oral Pasien Pertusis


Menurut Guinto-Ocampo H. (2006), periode inkubasi
pertusis berkisar antara 3-12 hari. Pertussis merupakan
penyakit 6 minggu (a 6-week disease) yang dibagi menjadi:
stadium catarrhal, paroxysmal, dan convalescent.

Stadium 1. Stadium ini berlangsung 1-2 minggu. Stadium


ini disebut juga catarrhal phase, stadium kataralis,
stadium prodromal, stadium pre-paroksismal. Stadium ini
tidak dapat dibedakan dengan infeksi saluran pernafasan
bagian atas dengan common cold, kongesti nasal, rinorea,
dan bersin, dapat disertai dengan sedikit demam (lowgrade fever),tearing, dan conjunctival suffusion. Pada
stadium ini, pasien sangat infeksius (menular) namun
pertusis dapat tetap menular selama tiga minggu atau lebih
setelah onset batuk. Kuman paling mudah diisolasi juga
pada stadium ini.
Menurut Rampengan (2008), masa inkubasi pertusis
6-10 hari (rata-rata 7 hari), perjalanan penyakitnya
berlangsung antara 6-8 minggu atau lebih. Adapun
manifestasi klinis pada stadium ini adalah:
1) Gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas, yaitu
dengan timbulnya rinore dengan lendir yang cair dan
jernih
2) Infeksi konjungtiva, lakrimasi
3) Batuk dan panas yang ringan
4) Kongesti nasalis
5) Anoreksia
Batuk yang timbul mula-mula pada malam hari, lalu
siang hari, dan menjadi semakin hebat. Sekret banyak,
menjadi kental dan lengket. Pada bayi, lendir mukoid
sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas, dimana bayi
terlihat sakit berat dan iritabel.
Stadium 2. Stadium ini berlangsung 2-4 minggu atau lebih.
Stadium ini disebut juga paroxysmal phase, stadium akut
paroksismal, stadium paroksismal, stadium spasmodik.
Penderita pada stadium ini disertai batuk berat yang tibatiba dan tak terkontrol (paroxysms of intense coughing)
yang berlangsung selama beberapa menit. Bayi yang
berusia kurang dari 6 bulan tidak disertai whoop yang khas

namun

dapat

disertai

episode apnea (henti

nafas

sementara) dan berisiko kelelahan (exhaustion).


Menurut Rampengan (2008), manifestasi klinis pada
stadium ini adalah:
1) Whoop (batuk

yang

berbunyi

nyaring),

sering

terdengar pada saat penderita menarik nafas di akhir


serangan batuk
2) Batuk 5-10 kali, selama batuk anak tidak dapat
bernafas, dan di akhir serangan batuk anak menarik
nafas dengan cepat dan dalam sehingga terdengar
bunyi melengking (whoop) dan diakhiri dengan
muntah
3) Selama serangan (batuk), muka penderita menjadi
merah atau sianosis, mata tampak menonjol, lidah
menjulur keluar, dan gelisah. Juga tampak pelebaran
pembuluh darah yang jelas di kepala dan leher,
petekie di wajah, perdarahan subkonjungtiva dan
sclera, bahkan ulserasi frenulum lidah.
4) Di akhir serangan, penderita sering memuntahkan
lendir kental.
5) Setelah 1 atau 2 minggu, serangan batuk makin

menghebat
Stadium 3. Stadium ini berlangsung 1-2 minggu. Stadium
ini disebut juga stadium konvalesens.
Menurut Guinto-Ocampo H. (2006) dan Garna H.,
et.al. (2005), pada stadium konvalesens, batuk dan muntah
menurun. Namun batuk yang terjadi merupakan batuk
kronis yang dapat berlangsung selama berminggu-minggu.
Dapat terjadi petekie pada kepala/leher, perdarahan
konjungtiva, dapat terjadi ronki difus.
Menurut Rampengan (2008), manifestasi klinis pada
stadium ini adalah:
1) Whoop dan muntah berhenti.
2) Batuk biasanya masih menetap
menghilang setelah 2-3 minggu.

dan

segera

3) Beberapa penderita akan timbul serangan batuk


paroksismal kembali

dengan whoop dan muntah-

muntah. Episode ini terjadi berulang dalam beberapa


bulan bahkan hingga satu atau dua tahun, dan sering
dihubungkan dengan infeksi saluran nafas bagian atas
yang berulang.
2.4.5 Difteri

2.4.5.1 Pengertian Difteri


Difteri adalah suatu penyakit infeksi mendadak yang
disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Mudah
menular dan menyerang terutama saluran napas bagian atas
dengan tanda khas berupa pseudomembran dan dilepaskannya
eksotoksin yang dapat menimbulkan gejala umum dan lokal.
Penularan umumnya melalui udara, berupa infeksi droplet,
selain

itu

dapat

melalui

benda

atau

makanan

yang

terkontaminasi. Masa tunas 2-7 hari. (FKUI: 2007)


Difteri adalah suatu penyakit infeksi akut yang terjadi
secara lokal pada mukosa atau kulit, yang disebabkan oleh
basil

gram

positif Corynebacterium

diphteriae dan

Corynebacterium ulcerans, ditandai oleh terbentuknya eksudat


yang berbentuk membrane pada tempat infeksi, dan diikuti
oleh gejala-gejala umum yang ditimbulkan oleh eksotoksin
yang diproduksi oleh basil ini. (Acang: 2008) Difteria adalah
suatu penyakit infeksi akut yang sangat menular, disebabkan
oleh

Corynebacterium

diphteriae

dengan

ditandai

pembentukan pseudo-membran pada kulit dan/atau mukosa.


(Infeksi dan Tropis Pediatrik IDAI: 2008)
2.4.5.2 Manifestasi Oral Pasien Difteri
Jika suhu tubuh lebih dari 38 C, ada pseudomembrane
bisa di faring, laring atau tonsil, sakit waktu menelan, leher
membengkak seperti leher sapi (bullneck), disebabkan karena
pembengkakan kelenjar leher. Tidak semua gejala-gejala
klinik ini tampak jelas, maka setiap anak panas yang sakit
waktu menelan harus diperiksa faring dan tonsilnya apakah
ada psedomembrane. Jika pada tonsil tampak membran putih
keabu-abuan disekitarnya, walaupun tidak khas rupanya,
sebaiknya

diambil

sediaan

(spesimen)

berupa

apusan

tenggorokan (throat swab) untuk pemeriksaan laboratorium.


Gejala diawali dengan nyeri tenggorokan ringan dan nyeri
menelan. Pada anak tak jarang diikuti demam, mual, muntah,
menggigil dan sakit kepala. Pembengkakan kelenjar getah
bening di leher sering terjadi. (Ditjen P2PL Depkes,2003).
Masa tunas 3-7 hari khas adanya pseudo membrane, selanjutnya
gejala klinis dapat dibagi dalam gejala umum dan gejala akibat
eksotoksin pada jaringan yang terkena. Gejala umum yang timbul
berupa demam tidak terlalu tinggi lesu, pucat nyeri kepala dan
anoreksia sehingga tampak penderita sangat lemah sekali. Gejala
ini biasanya disertai dengan gejala khas untuk setiap bagian yang
terkena seperti pilek atau nyeri menelan atau sesak nafas dengan
sesak dan strides, sedangkan gejala akibat eksotoksin bergantung
kepada jaringan yang terkena seperti iniokorditis paralysis jaringan
saraf atau

5 Komunikasi Terapeutik
A. Pengertian

Komunikasi dalam keperawatan disebut dengan komunikasi


terapeutik, dalam hal ini komunikasi yang dilakukan oleh seorang
perawat pada saat melakukan intervensi keperawatan harus mampu
memberikan khasiat terapi bagi proses penyembuhan pasien. Oleh
karenanya seorang perawat harus meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan aplikatif komunikasi terapeutik agar kebutuhan dan
kepuasan pasien dapat dipenuhi (Pendi, 2009).
Effendy O.U (2002) dalam Suryani (2005) menyatakan lima
komponen dalam komunikasi yaitu; komunikator, komunikan,
pesan,

media

dan

efek.

Komunikator

(pengirim

pesan)

menyampaikan pesan baik secara langsung atau melalui media


kepada komunikan (penerima pesan) sehingga timbul efek atau
akibat terhadap pesan yang telah diterima. Selain itu, komunikan
juga dapat memberikan umpan balik kepada komunikator sehingga
terciptalah suatu komunikasi yang lebih lanjut.
Pendi (2009) juga mengatakan, keterampilan berkomunikasi
merupakan kritikal skill yang harus dimiliki oleh perawat, karena
komunikasi merupakan proses yang dinamis yang digunakan untuk
mengumpulkan data pengkajian, memberikan pendidikan atau
informasi

kesehatan

mengaplikasikannya

dalam

mempengaruhi
hidup,

klien

menunjukan

untuk
perhatian,

memberikan rasa nyaman, menumbuhkan rasa percaya diri dan

menghargai nilai-nilai klien. Sehingga dapat juga disimpulkan


bahwa dalam keperawatan, komunikasi merupakan bagian integral
dari asuhan keperawatan. Seorang perawat yang berkomunikasi
secara efektif akan lebih mampu dalam mengumpulkan data,
melakukan tindakan keperawatan (intervensi), mengevaluasi
pelaksanaan dari intervensi yang telah dilakukan, melakukan
perubahan untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah terjadinya
masalah-masalah legal yang berkaitan dengan proses keperawatan.
Menurut Potter dan Perry (2005), ada tiga jenis komunikasi
yaitu verbal, tertulis dan non-verbal yang dimanifestasikan secara
terapeutik.
a

Komunikasi Verbal
Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam
pelayanan keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran
informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap
muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat
waktu.Kata-kata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk
mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon
emosional,

atau

menguraikan

obyek,

observasi

dan

ingatan.Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi,


dan menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal
dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk
berespon secara langsung.
b

Komunikasi Tertulis
Komunikasi tertulis

merupakan

salah

satu

bentuk

komunikasi yang sering digunakan dalam bisnis, seperti


komunikasi melalui surat menyurat, pembuatan memo, laporan,
c

iklan di surat kabar dan lain- lain.


Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa
menggunakan

kata-kata.

Merupakan

cara

yang

paling

meyakinkan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain.


Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non-verbal yang

disampaikan klien mulai dan saat pengkajian sampai evaluasi


asuhan keperawatan, karena isyarat non verbal menambah arti
terhadap pesan verbal.Perawat yang mendektesi suatu kondisi
dan menentukan kebutuhan asuhan keperawatan.
B. Tahap-Tahap Komunikasi Teraupetik
Komunikasi terapeutik terdiri atas 4 fase, yaitu fase pra
interaksi, fase orientasi, fase kerja dan fase terminasi. Setiap fase
atau tahapan komunikasi terapeutik mencerminkan uraian tugas
dari petugas, yaitu:
a

Fase Prainteraksi
Pada fase prainteraksi ini, petugas harus mengeksplorasi
perasaan, fantasi dan ketakutan sendiri. Petugas juga perlu
menganalisa kekuatan kelemahan profesional diri. Selanjutnya
mencari data tentang klien jika mungkin, dan merencanakan

pertemuan pertama dengan pasien.


Fase Orientasi
Fase ini meliputi pengenalan dengan pasien, persetujuan
komunikasi atau kontrak komunikasi dengan pasien, serta
penentuan program orientasi. Program orientasi diri sendiri dan
pasien, serta mengkaji apa yang diharapkan dari komunikasi
yang akan dilakukan bersama antara petugas dan klien. Tugas
petugas pada fase ini adalah menentukan alasan klien minta
pertolongan, kemudian membina rasa percaya, penerimaan dan
komunikasi terbuka. Merumuskan kontrak bersama klien,
mengeksplorasi pikiran, perasaan dan perbuatan klien sangat
penting dilakukan petugas pada tahap orientasi ini.Dengan
demikian petugas dapat mengidentifikasi masalah klien, dan
selanjutnya merumuskan tujuan dengan klien.

Fase Kerja/lanjutan
Pada fase kerja ini petugas perlu meningkatkan interaksi
dan mengembangkan faktor fungsional dari komunikasi

terapeutik yang dilakukan. Meningkatkan interaksi sosial


dengan cara meningkatkan sikap penerimaan satu sama lain
untuk mengatasi kecemasan, atau dengan menggunakan teknik
komunikasi terapeutik sebagai cara pemecahan dan dalam
mengembangkan hubungan kerja sama. Mengembangkan atau
meningkatkan faktor fungsional komunikasi terapeutik dengan
melanjutkan pengkajian dan evaluasi masalah yang ada,
meningkatkan

komunikasi

pasien

dan

mengurangi

ketergantungan pasien pada petugas, dan mempertahankan


tujuan yang telah disepakati dan mengambil tindakan
berdasarkan masalah yang ada.Tugas petugas pada fase kerja
ini adalah mengeksplorasi stressor yang terjadi pada klien
dengan tepat. Petugas juga perlu mendorong perkembangan
kesadaran diri klien dan pemakaian mekanisme koping yang
konstruktif, dan mengarahkan atau mengatasi penolakan
perilaku adaptif.
d

Fase Terminasi
Fase terminasi ini merupakan fase persiapan mental untuk
membuat perencanaan tentang kesimpulan pengobatan yang
telah didapatkan dan mempertahankan batas hubungan yang
telah ditentukan. Petugas harus mengantisipasi masalah yang
akan timbul pada fase ini karena pasien mungkin menjadi
tergantung pada petugas. Pada fase ini memungkinkan ingatan
pasien pada pengalaman perpisahan sebelumnya, sehingga
pasien merasa sunyi, menolak dan depresi. Diskusikan
perasaan-perasaan tentang terminasi.
Pada fase terminasi tugas petugas adalah menciptakan
realitas perpisahan. Petugas juga dapat membicarakan proses
terapi dan pencapaian tujuan. Saling mengeksplorasi perasaan
bersama klien tentang penolakan dan kehilangan, sedih, marah
dan perilaku lain, yang mungkin terjadi pada fase ini.

C. Komunikasi Terapeutik Pada Pasien


1. Komunikasi Terapeutik Pada Pasien Sadar

Sadar adalah suatu kondisi mengetahui, memahami, tentang


diri sendiri dan lingkungan secara terus-menerus. Tentang diri
sendiri meliputi perasaan, sikap, emosi, implus dll nya mengenai
diri sendiri, atau secara ringkas meliputi pengetahuan

tentang

fungsi mental khususnya proses kognitif dan kaitannya dengan


ingatan dan pengalaman masa lalu. Penilian tentang kesadaran ini
dapat mengetahui degan pernyataan pasien secara verbal mengenai
diri sendiri atau secara tidak langsung dengan melihat sikap dan
tindakannya.
Pada pasien yang dapat melaksanakan perawatan mulut
sendiri dapat dilakukan dorongan agar pasien melaksanakan
perawatan gigi dan mulut baik dengan menyikat gigi setelah makan
dan sebelum tidur yang bertujuan untuk membersikan semua sisasisa makanan dari permukaan gigi serta memasase gusi.
Pelaksanaan menyikat gigi menurut arah dari gusi ke arah
permukaan gigi sehingga selain membersihkan gigi juga memasase
gusi. Penggunaan bahan desinfektan sebaiknya tidak digunakan
karena dapat mengitrasi gusi (Tarigan Rasinta 1995).
2. Komunikasi Terapeutik Pada Pasien Tidak Sadar

Komunikasi dengan pasien tidak sadar merupakan suatu


komunikasi

dengan

menggunakan

teknik

komunikasi

khusus/teurapetik dikarenakan fungsi sensorik dan motorik pasien


mengalami penurunan sehingga seringkali stimulus dari luar tidak
dapat diterima klien dan klien tidak dapat merespons kembali
stimulus tersebut.
Pasien yang tidak sadar atau yang sering kita sebut dengan
koma, dengan gangguan kesadaran merupakan suatu proses
kerusakan fungsi otak yang berat dan dapat membahayakan
kehidupan. Pada proses ini susunan saraf pusat terganggu fungsi
utamanya mempertahankan kesadaran. Gangguan kesadaran ini
dapat disebabkan oleh beragam penyebab, yaitu baik primer
intrakranial ataupun ekstrakranial, yang mengakibatkan kerusakan
struktural atau metabolik di tingkat korteks serebri, batang otak
keduanya.
Ada karakteristik komunikasi yang berbeda pada klien tidak
sadar ini, kita tidak menemukan feed back (umpan balik), salah
satu elemen komunikasi. Ini dikarenakan klien tidak dapat
merespon kembali apa yang telah kita komunikasikan sebab pasien
sendiri tidak sadar.
Pasien

immobilisasi

terlalu

lemah

untuk

melakukan

perawatan mulut, sebagai akibatnya mulut menjadi terlalu kering


atau teriritasi dan menimbulkan bau tidak enak. Masalah ini dapat
meningkat akibat penyakit atau medikasi yang digunakan pasien.
Perawatan mulut harus dilakukan setiap hari dan bergantung
terhadap keadaan mulut pasien. Gigi dan mulut merupakan bagian
penting yang harus dipertahankan kebersihannya sebab melalui
organ ini berbagai kuman dapat masuk.
Hygiene mulut membantu mempertahankan status kesehatan
mulut, gigi, gusi, dan bibir, menggosok membersihkan gigi dari

partikel-partikel makanan, plak, bakteri, memassage gusi, dan


mengurangi ketidaknyamanan yang dihasilkan dari bau dan rasa
yang tidak nyaman. Beberapa penyakit yang mungkin muncul
akibat perawatan gigi dan mulut yang buruk adalah karies,
gingivitis (radang gusi), dan sariawan. Hygiene mulut yang baik
memberikan rasa sehat dan selanjutnya menstimulasi nafsu makan.
Menurut Pastakyu (2010), Cara berkomunikasi dengan klien
dalam proses keperawatan adalah berkomunikasi terapeutik. Pada
klien tidak sadar perawat juga menggunakan komunikasi
terapeutik. Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan
untuk kesembuhan klien. Dalam berkomunikasi kita dapat
menggunakan teknik-teknik terapeutik, walaupun pada pasien tidak
sadar ini kita tidak menggunakan keseluruhan teknik. Teknik
terapeutik, perawat tetap dapat terapkan. Adapun teknik yang dapat
terapkan, meliputi :
a

Menjelaskan
Dalam berkomunikasi perawat dapat menjelaskan apa yang
akan perawat lakukan terhadap klien. Penjelasan itu dapat
berupa intervensi yang akan dilakukan kepada klien. Dengan
menjelaskan pesan secara spesifik, kemungkinan untuk

dipahami menjadi lebih besar oleh klien.


Memfokuskan
Memfokuskan berarti memusatkan informasi pada elemen
atau konsep kunci dari pesan yang dikirimkan. Perawat
memfokuskan informasi yang akan diberikan pada klien untuk
menghilangkan ketidakjelasan dalam komunikasi.

Memberikan Informasi
Fungsi berkomunikasi dengan klien salah satunya adalah
memberikan informasi. Dalam interaksi berkomunikasi dengan
klien, perawat dapat memberi informasi kepada klien.
Informasi itu dapat berupa intervensi yang akan dilakukan
maupun kemajuan dari status kesehatannya, karena dengan

keterbukaan yang dilakukan oleh perawat dapat menumbuhkan


kepercayaan klien dan pendorongnya untuk menjadi lebih baik.
d

Mempertahankan ketenangan
Mempertahankan ketengan pada pasien tidak sadar, perawat
dapat menujukkan dengan kesabaran dalam merawat klien.
Ketenagan yang perawat berikan dapat membantu atau
mendorong klien menjadi lebih baik. Ketenagan perawat dapat
ditunjukan kepada klien yang tidak sadar dengan komunikasi
non verbal. Komunikasi non verbal dapat berupa sentuhan
yang hangat. Sentuhan adalah transmisi pesan tanpa kata-kata,
merupakan salah satu cara yang terkuat bagi seseorang untuk
mengirimkan pasan kepada orang lain. Sentuhan adalah bagian
yang penting dari hubungan antara perawat dan klien.
Pada dasarnya komunikasi yang akan dilakukan pada pasien
tidak sadar adalah komunikasi satu arah. Komunikasi yang
hanya dilakukan oleh salah seorang sebagai pengirim dan
diterima oleh penerima dengan adanya saluran untuk
komunikasi serta tanpa feed back pada penerima yang
dikarenakan karakteristik dari penerima sendiri, yaitu pada
point ini pasien tidak sadar. Untuk komunikasi yang efektif
dengan kasus seperti ini, keefektifan komunikasi lebih
diutamakan kepada perawat sendiri, karena perawat lah yang
melakukan komunikasi satu arah tersebut.

Asuhan Keperawatan Gigi dan Mulut Pasien Rawat Inap


A. Pengertian
Rawat

inap (opname)

adalah

istilah

yang

berarti

proses

perawatan pasien oleh tenaga kesehatan profesional akibat penyakit


tertentu, di mana pasien diinapkan di suatu ruangan di rumah sakit . Ruang
rawat inap adalah ruang tempat pasien dirawat. Ruangan ini dulunya
sering hanya berupa bangsal yang dihuni oleh banyak orang sekaligus.
Saat ini, ruang rawat inap di banyak rumah sakit sudah sangat mirip
dengan kamar-kamar hotel. Pasien yang berobat jalan di Unit Rawat Jalan,
akan mendapatkan surat rawat dari dokter yang merawatnya, bila pasien
tersebut memerlukan perawatan di dalam rumah sakit, atau menginap di
rumah sakit.
Dalam pelaksanaan rawat inap demi terpenuh nya kebutuhan
kesehatan pasien , maka perlu melakukan perawatan kepada pasien rawat
inap , termasuk perawatan terhadap kesehatan gigi dan mulut pasien rawat
inap. Pasien yang menjalani rawat inap mendapatkan pelayanan terhadap
kesehatan mulut , sehingga kesehatan gigi dan mulut pasien rawat inap
terjaga .
Dalam asuhan Keperawatan gigi dan mulut pasien rawat inap di
bagi menjadi 3 jenis asuhan yaitu :

B. Asuhan Keperawatan Gigi dan Mulut Sesuai Kemampuan Pasie Rawat


Inap
Berdasarkan indikasi dari oral hygiene, pasien yang ditangani adalah :
a. Pasien tidak sadar

Pasien rawat inap tidak sadar merupakan keadaan suatu


pasien rawat inap dimana dia dalam keadaan hilang kesadaran ,
hilang kesadaran bisa dalam artian pasien sedang koma , atau
dalam pengaruh bius panjang. Maka untuk selalu menjaga
kesehatan gigi dan mulut nya dapat dilakukan Oral Hygiene
dengan tehnik menggunakan Kain Kasa
b. Pasien sadar tetapi tidak dapat melakukan sendiri

Pasien rawat inap yang secara fisik sadar ,tetapi dikarenakan


kondisi sakit yang di alami ,pasien tersebut tidak bisa melakukan
Oral Hygiene secara pribadi , maka untuk menjaga kesehatan gigi
dan mulut pasien dapat dilakukan Oral Hygiene dengan cara Kain
Kasa , Dental Floss , Sikat gigi . Metode Oral Hygiene yang
digunakan di sesuaikan dengan keadaan mukosa ,mulut, serta gigi
pasien dalam keadaan baik atau parah . Jika keadaan di dalam
mulut pasien parah dimana terdapat banyak lesi ataupun luka maka
dapat dilakukan Oral Hygiene menggunkan Kain Kasa . Tetapi
jika keadaan gigi dan mulut pasien dalam keadaan tidak parah
,dapat dilakukan Sikat Gigi
c. Pasien sadar tetapi dapat melakukan sendiri

Pasien rawat inap yang secara fisik sadar, dan masih mempunyai
tenaga serta kemampuan untuk melakukan Oral Hygiene, sehinga
pasien bisa melakukan Oral Hygiene sendiri tetapi masih di awasi
dan di pandu oleh perawat
Berikut ini adalah langkah-langkah Oral Hygiene:
a.

Pasien tidak sadar


Langkah-langkah :
1. Memastikan identitas pasien yang akan dilakukan tindakan.
2. Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan:
Handuk/kain pengalas/perlak
- borax gliserin
Gelas kumur berisi (air hangat/NaCl)
- gentian violet

Neirbekken
- sarung tangan
Tongue spatel
Kain kassa
Kapas lidi
3. Persiapan pasien :

Memberitahukan pada keluarga pasien bahwa tindakan yang


akan di lakukan
Menjelaskan prosedur yang akan di lakukan kepada keluarga

pasien.
4.
5.
6.
7.
8.

Cuci tangan dan gunakan sarung tangan


Atur posisi dengan posisi tidur miring kanan/kiri
Pasang handuk dibawah dagu/pipi klien
Letakkan neirkbekken di bawah dagu atau di dekat pipi.
Ambil pinset dan bungkus dengan kain kasa yang dibasahi dengan air

9.

hangat/masak/NaCl
Gunakan tongue spatel yang telah dibungkus dengan kain kassa untuk
membuka mulut pada saat membersihkan gigi/mulut.

10. Lakukan pembersihan dimulai dari diding rogga mulut, gusi, gigi,
dan lidah
Yaitu pada bagian :
Bersihkan langit-langit mulut dengan cara menariknya dari arah

dalam ke luar.
Bersihkan gusi bagian dalam atas sebelah kanan dan kiri.
Bersihkan gigi bagian dalam atas sebelah kanan dan kiri.
Gusi bagian dalam bawah sebelah kanan dan kiri.
Gigi bagian dalam bawah sebelah kanan dan kiri
Gusi bagian luar atas sebelah kanan dan kiri.
Gigi bagian luar atas sebelah kanan dan kiri.
Gusi bagian luar bawah sebelah kanan dan kiri.
Gigi bagian luar bawah sebelah kanan dan kiri.
Dinding mulut
Lidah bagian atas dan bawah.

11. Keringkan dengan kasa steril yang kering


12. Setelah bersih, oleskan dengan Borax gliserin
13. Jika terdapat sariawan atau peradangan pada bagian mukosa mulut bias

menggunakan gentian violet.


14. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

b.

Pasien sadar, tetapi tidak mampu melakukan sendiri


1. Memastikan identitas pasien yang akan dilakukan tindakan.
2. Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan:
Handuk/kain pengalas/perlak
- borax gliserin
Gelas kumur berisi (air hangat/NaCl) - gentian violet

Neirbekken
- sarung tangan
Tongue spatel
- Kapas lidi
Kain kassa
3. Persiapan pasien :
Memberitahukan pada pasien dan keluarga pasien bahwa
tindakan yang akan di lakukan
Menjelaskan prosedur yang akan di lakukan kepada pasien dan
keluarga pasien.
4. Cuci tangan lalu gunakan sarung tangan
5. Atur posisi dengan duduk
6. Pasang handuk dibawah dagu
7. Minta pasien untuk membuka mulut,

jika pasien tidak mampu boleh

dibantu dengan tongue spatel.


8. Ambil pinset dan bungkus dengan kain kassa tebal yang telah
9.

dilembabkan dengan NaCl 0,9% atau air garam/air hangat.


Kemudian bersihkan pada daerah mulut mulai rongga mulut, gusi,
gigi dan lidah,
Yaitu pada bagian :
Bersihkan langit-langit mulut dengan cara menariknya dari

arah dalam ke luar.


Bersihkan gusi bagian dalam atas sebelah kanan dan kiri.
Bersihkan gigi bagian dalam atas sebelah kanan dan kiri.
Gusi bagian dalam bawah sebelah kanan dan kiri.
Gigi bagian dalam bawah sebelah kanan dan kiri
Gusi bagian luar atas sebelah kanan dan kiri.
Gigi bagian luar atas sebelah kanan dan kiri.
Gusi bagian luar bawah sebelah kanan dan kiri.
Gigi bagian luar bawah sebelah kanan dan kiri.
Dinding mulut
Lidah bagian atas dan bawah.
10. Lalu bilas dengan air bersih.
11. Keringkan bibir pasien dengan tissue
12. Setelah bersih dan kering, oleskan dengan borax gliserin
13. Jika terdapat sariawan atau peradangan pada bagian mukosa mulut bisa
mengoleskanya dengan gentian violet.
14. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
c. Pasien sadar dan mampu melakukan sendiri (bantuan menggosok
gigi)
1. Memastikan identitas pasien yang akan dilakukan tindakan.
2. Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan:

Tissue/handuk bersih

Gelas kumur berisi air matang hangat

Sikat gigi dan pastanya

Sarung tangan bersih

Bengkok

Gentian violet

Kapas lidi
3. Persiapan pasien :
Memberitahukan pada pasien dan keluarga pasien bahwa
tindakan yang akan di lakukan
Menjelaskan prosedur yang akan di lakukan kepada pasien
4.
5.
6.
7.
8.

dan keluarga pasien.


Cuci tangan dan gunakan sarung tangan
Atur posisi pasien dengan duduk
Memasang perlak dan alasnya / handuk dibawah dagu pasien
Membantu pasien untuk berkumur sambil menyiapkan bengkok
Membantu menyiapkan sikat gigi dan pastanya. Oleskan pasta gigi

pada sikat gigi.


9. Membantu pasien dengan memberikan arahan menyikat gigi baik
bagian depan, samping dan dalam
10. Membantu pasien untuk berkumur sambil menyiapkan bengkok
11. Mengulangi membantu pasien menyikat gigi bagian depan,
samping dan dalam
12. Setelah selesai, membantu pasien untuk berkumur sambil
menyiapkan bengkok
13. Mengeringkan bibir menggunakan tissue/handuk bersih
14. Jika terdapat sariawan atau peradangan pada bagian mukosa mulut
bisa mengoleskan dengan gentian violet
15. Merapikan pasien dan memberikan posisi senyaman mungkin
16. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
d.

Pasien yang memiliki gigi palsu


Memelihara Gigi Palsu

Pengertian:
Membersihkan

dan

merawat

gigi

palsu

yang

dapat

ditanggalkan/dilepaskan.
Tujuan:
Mempertahankan kebersihan gigi palsu.
Persiapan alat:
a. Mangkok atau gelas berisi air bersih
b. Sikat gigi dan tapal gigi
c. Bengkok (neirbekken)
Persiapan pasien:
Pasien diberi penjelasan tentang hal-hal yang akan dilakukan.
Pelaksanaan:
a. Pasien diminta melepaskan giginya, kemudian dimasukkan ke dalam
mangkok atau gelas berisi air. Berikan air bersih untuk kumur.
b. Gigi palsu dibilas dibawah air mengalir, disikat dengan tapal gigi, dibilas
sampai bersih. Kemudian masukkan ke dalam mangkok atau gelas yang
berisi air bersih. Setelah itu berikan pada pasien untuk dipasang kembali.
c. Peralatan dibersihkan, dibereskan dan dikembalikan ke tempat semula.

Você também pode gostar