Você está na página 1de 36

Landasan Teori Titrasi Kompleksometri Kimia Analis

Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks


antara
kation dengan zat pembentuk kompleks. Salah satu zat pembentuk kompleks yang
banyak
digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah garam dinatrium etilendiamina
tetraasetat
(dinatrium EDTA). Senyawa ini dengan banyak kation membentuk kompleks dengan
perbandingan 1 : 1, beberapa valensinya:
M++ + (H2Y)= (MY)= + 2 H+
M3+ + (H2Y)= (MY)- + 2 H+
M4+ + (H2Y)= (MY) + 2 H+
Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling
mengkompleks,
membentuk hasil berupa kompleks. Reaksireaksi pembentukan kompleks atau
yang
menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya
dalam
titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun
disini
pertama-tama akan diterapkan pada titrasi. Contoh reaksi titrasi kompleksometri :
Ag+ + 2 CN- Ag(CN)2
Hg2+ + 2Cl- HgCl2
(Khopkar, 2002).
Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik
melibatkan
pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun sedikit
terdisosiasi.
Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang dibentuk melalui reaksi ion
logam,

sebuah kation, dengan sebuah anion atau molekul netral.


(Basset, 1994).
Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi
pembentukan ion-ion
kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan.
Persyaratan
mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain
titrasi
komplek biasa seperti di atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai
titrasi
kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. Gugus-yang terikat pada
ion pusat,
disebut ligan, dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan :
M(H2O)n + L = M(H2O)(n-1) L + H2O
(Khopkar, 2002).
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan
salah satu
jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat yang
dapat
berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus
karboksilnya atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua atom
koordinasi per
molekul, misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina
tetraasetat, EDTA)
yang mempunyai dua atom nitrogen - penyumbang dan empat atom oksigen
penyumbang
dalam molekul.
(Rival, 1995).
Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah
besar ion

logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang agak
asam,
dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam,
yang
menghasilkan spesies seperti CuHY-. Ternyata bila beberapa ion logam yang ada
dalam
larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan menunjukkan jumlah semua ion
logam yang
ada dalam larutan tersebut.
(Harjadi, 1993).
Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal Mg, Ca, Cr, dan
Ba dapat
dititrasi pada pH = 11 EDTA. Sebagian besar titrasi kompleksometri
mempergunakan
indikator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja kompleks
logamnya
mempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri. Indikator
demikian disebut
indikator metalokromat. Indikator jenis ini contohnya adalah Eriochrome black T;
pyrocatechol violet; xylenol orange; calmagit; 1-(2-piridil-azonaftol), PAN, zincon,
asam
salisilat, metafalein dan calcein blue.
(Khopkar, 2002).
Satu-satunya ligan yang lazim dipakai pada masa lalu dalam pemeriksaan kimia
adala ion
sianida, CN-, karena sifatnya yang dapat membentuk kompleks yang mantap
dengan ion
perak dan ion nikel. Dengan ion perak, ion sianida membentuk senyawa kompleks
peraksianida, sedagkan dengan ion nilkel membentuk nikel-sianida. Kendala yang
membatasi

pemakaian-pemakaian ion sianoida dalam titrimetri adalah bahwa ion ini


membentuk
kompleks secara bertahap dengan ion logam lantaran ion ini merupakan ligan
bergigi satu.
(Rival, 1995).
Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna
sebagai tanda
tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat
digunakan pada
pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian
sehingga
sebelum titik akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA,
larutan
akan berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau
sedikitnya
selektif. Ketiga, kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup,
kalau
tidak, karena disosiasi, tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun,
kompleksindikator logam itu harus kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA untuk
menjamin
agar pada titik akhir, EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator
logam ke
kompleks logam-EDTA harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara
indikator bebas
dan kompleks-indikator logam harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator
harus
sangat peka terhadap ion logam (yaitu, terhadap pM) sehingga perubahan warna
terjadi
sedikit mungkin dengan titik ekuivalen. Terakhir, penentuan Ca dan Mg dapat
dilakukan
dengan titrasi EDTA, pH untuk titrasi adalah 10 dengan indikator eriochrome black
T. Pada

pH tinggi, 12, Mg(OH)2 akan mengendap, sehingga EDTA dapat dikonsumsi hanya
oleh
Ca2+ dengan indikator murexide. (Basset, 1994).
Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan
penggunaan
bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang mengandung baik oksigen
maupun
nitrogen secara umum efektif dalam membentuk kompleks-kompleks yang stabil
dengan
berbagai macam logam. Keunggulan EDTA adalah mudah larut dalam air, dapat
diperoleh
dalam keadaan murni, sehingga EDTA banyak dipakai dalam melakukan percobaan
kompleksometri. Namun, karena adanya sejumlah tidak tertentu air, sebaiknya
EDTA
distandarisasikan dahulu misalnya dengan menggunakan larutan kadmium.
(Harjadi, 1993).
M adalah kation (logam) dan (H2Y)= adalah garam dinatrium edetat.
Kestabilan dari senyawa kompleks yang terbentuk tergantung dari sifat kation dan
pH dari
larutan, oleh karena itu titrasi dilakukan pada pH tertentu. Pada larutan yang terlalu
alkalis
perlu diperhitungkan kemungkinan mengendapnya logam hidroksida.
Penetapan titik akhir titrasi digunakan indikator logam, yaitu indikator yang dapat
membentuk senyawa kompleks dengan ion logam. Ikatan kompleks antara indikator
dan ion
logam harus lebih lemah dari pada ikatan kompleks antara larutan titer dan ion
logam.
Larutan indikator bebas mempunyai warna yang berbeda dengan larutan kompleks
indikator.
Indikator yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah:
a. Hitam eriokrom

Indikator ini peka terhadap perubahan kadar logam dan pH larutan. Pada pH 8 -10
senyawa
ini berwarna biru dan kompleksnya berwarna merah anggur. Pada pH 5 senyawa itu
sendiri
berwarna merah, sehingga titik akhir sukar diamati, demikian juga pada pH 12.
Umumnya
titrasi dengan indikator ini dilakukan pada pH 10.
b. Jingga xilenol
Indikator ini berwarna kuning sitrun dalam suasana asam dan merah dalam suasana
alkali.
Kompleks logam-jingga xilenol berwarna merah, karena itu digunakan pada titrasi
dalam
suasana asam.
c. Biru Hidroksi Naftol
Indikator ini memberikan warna merah sampai lembayung pada daerah pH 12 13
dan
menjadi biru jernih jika terjadi kelebihan edetat.
Titrasi kompleksometri umumnya dilakukan secara langsung untuk logam yang
dengan cepat
membentuk senyawa kompleks, sedangkan yang lambat membentuk senyawa
kompleks
dilakukan titrasi kembali.
Ion logam dapat menerima pasangan elektron dari donor elektron membentuk
senyawa
koordinasi atau ion kompleks. Zat yang membentuk senyawa kompleks disebut
ligan. Ligan
merupakan donor pasangan elektron logam merupakan akseptor pasangan
elektron.
Mn+ + : L (M : L)n+
Ethylene Diamine Tetraacetic Acid (EDTA) merupakan ligan yang mempunyai lebih
dari

satu tempat untuk berikatan. Rumus molekul zat tersebut dinyatakan sebagai
berikut:
HOO-CH2 CH2-COOH
N- CH2- CH2 N
HOOC-CH2 CH2-COOH
EDTA ini dapat membentuk lingkaran yang menjepit ion logam dan senyawa yang di
hasilkan disebut sepit (chelate)
HOO-CH2 CH2-COOH
N- CH2- CH2 N
CH2 CH2
C- O- M- O- C
OO
Bentuk asam dari EDTA dapat ditulis sebagai H4Y
Jika asam ini dapat direaksikan dengan basa, misalnya NaOH, akan di netralkan
dalam
berbagai tingkatan menjadi H3Y-, H2Y2-, HY3-,dan akhirnya Y4-.
Asam yang bebas H4Y dan gsram NaH3Y tidak cukup larut dalam air, sedangkan
NaH2Y
melarut dengan baik dalam air. Selama titrasi ion logam dengan Na2H2Y selalu
terjadi ion
hidrogen.
Mg2+ + H2Y2- MgY2- + 2H+
Ca2+ + H2Y2- CaY2- + 2H+
Al3+ + H2Y2- AlY- + 2H+
Secara umum dapat ditulis:
Mn+ + H2Y2+ MY(n-m)+ 2H+
Oleh karena terbentuknya ion H+ selama titrasi, maka untuk mencegah perubahan
pH harus

dipergunakan larutan penyangga.


Dari reaksi diatas terlihat bahwa ion logam bereaksi dengan EDTA denagan
perbandingan
molar 1: 1.
Suatu hal penting dalam perkembangan titrasi EDTA, yaitu penemuan indikator
logam, yang
memungkinkan titrasi ini dilakukan dalam larutan untuk konsentrasi yang sangat
encer.
Saat ini dikenal berbagai macam indikator logam antara lain Erichrome Black T
(Selechrome
Black/ EBT/ Erio T). Struktur indikator ini adalah sebagai berikut:
OH OH
-O3S - N= NNO2
Indikator ini dapat membentuk kompleks bewarna hampir semua logam. Erio T
adalah asam
berbasa tidak yang dapat ditulis sebagai berikut:
H2Ind Hind2- Ind3Merah pH 5,3- 7,3 Biru pH 10- 11 Jingga
Pada pH Hind2- berwarna biru. Bentuk indikator ini bereaksi dengan magnesium
membentuk
kompleks yang berwarna merah. Kompleks Mg Ind lebih lemah dari pada MgY2- .
Dengan
demikian Mg dari Mg Ind membetuk kompleks MgY2-.
Mg Ind + H2Y2- MgY2- + H Ind2- + H+
Merah tidak berwarna Biru
Salah satu jenis reaksi kimia yang dapat digunakan sebagai dasar dalam penentuan
secara
titrimetri adalah pembentukan suatu zat yang dikenal sebagai senyawa kompleks,
yang

mempunyai sifat larut dengan baik tetapi hanya sedikit terdisosiasi. Ion logam
dapat
menerima pasangan elektron dari gugus donor elektron membentuk senyawa
koordinasi atau
ion kompleks. Ion dalam logam dalam kompleks tersebut dinamakan atom pusat
sedangkan
zat yang dapat membetuk seyawa kompleks dengan atom pusat ini disebut ligan,
da gugus
yang terikat pada atom pusat disebut bilangan koordinasi.
Contoh:
Ag+ + 2 CN Ag(CN)
Dalam kompleks Ag(CN) ini, perak merupakan atom pusat dengan bilangan
koordinasi dua
sianida adalah ligannya. Beberapa contoh kompleks yang khas dapat dilihat pada
tabel :
Ion logam
ligan
Kompleks
Nama kompleks
Bilanagan koordiasi logam
Ag+
Cu2+
Fe3+
Ni2+
Cr3+
NH3
NH3
CN-

CNCNAg (NH3)2+
Cu(NH3)42+
Fe(CN)63Ni(CN)4
Cr(CN)63Diamin Argentat (I)
Tetrami Kuprat (II)
Heksasiano Ferat (III)
Tetra siano nikelat (II)
Heksa Siano Kromat (III)
2
4
6
4
6
Molekul atau ion yang berfungsi sebagai ligan pada umumnya mempunyai atom
elektronegatif seperti nitrogen, oksigen atau halogen. Ligan dalam senyawa
kompleks adalah
suatu atom atau gugus yang mempunyai satu atau lebih pasangan elektron bebas.
Molekul air,
amoniak, ion klorida da io sianida merupakan contoh dari ligan yang sederhana
yang
membentuk kompleks dengan banyak ion logam.
Titrasi dengan ligan polidentat
Ion logam dengan beberapa ligan polidentat dapat membentuk kompleks yang larut
dalam

air. Berbeda dengan ligan monodentat yang dapat bereaksi hanya dalam beberapa
tahap, ligan
polidentat ini bereaksi hanya dalam satu tahap pada pembentukan kompleks. Selain
itu
reaksinya pun sederhana yaitu membentuk komplek 1:1 telah dikenal berbagai
ligan
polidentat tetapi yang akan dibicarakan adalah titrasi ion logam dengan ligan asam
etilendiamin tetra asetat (EDTA)
Faktor-faktor yang mempengaruhi kurva titrasi
pH Larutan
pada bagian 4 telah dituliskan bahwa harga derajat
disosiasi EDTA, a4, bergantung pada pH laruta seprti pada tabel 10.3 harga a4 pada
berbagai
pH dihitung berdasarkan rumusan yang telah diuraikan pada bagian 4. dari tabel
10.3 terlihat
bahwa semakin besar harga pH maka harga a4 pun semakin besar. Hal ini
menunjukkan
bahwa semakin besar harga pH semakin besar konsentrasi Y4- dalam larutan.
pH
a4
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
9,0
10,0

11,0
12,0
3,7 10-14
2,5 10-11
3,6 10-9
3,5 10-7
2,2 105
4,8 104
5,4 10-3
0,052
0,35
0,85
0,98
Harga Kf
Pengaruh harga Kf terhadap pM pada pH 7. sebelum titik ekivalen semua ion logam
mempunyai harga pM yang semua karena semua ion logam mempunyai konsentrasi
yang
sama sedangkan harga Kf belum berpengaruh pada saat ini. Ketika titik ekivalen
tercapai,
harga Kf mulai berperan mempengaruhi harga pM.
Indikator ion logam
Indikator ion logam adalah suatu zat warna organik
Yang membentuk kelat berwarna dengan ion logam pada rentang pM. Beberapa
kriteria yang
perlu dijadikan acuan dalam memilih indikator ion logam antara lain: ikatan zat
warna
dengan ion logam harus lebih pernah dari pada ikatan ion logam dengan EDTA dan
perubahan warna harus mudah diamati mata.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Analisa titrimetri atau analisa volumetric adalah analisis kuantitatif
dengan mereaksikan suatu zat yang dianalisis dengan larutan baku
(standar) yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan reaksi
antara zat yang dianalisis dan larutan standar tersebut berlangsung
secara kuantitatif.
Dalam percobaan dalam laboratorium kita sebagai mahasiswa kimia sering
dipertemukan dengan yang disebutdengan titrasi. titrasi sendiri
merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan
menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi
biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses
titrasi, sebagai contoh bila melibatkan reaksi asam basa maka disebut
sebagai titrasi asam basa, titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan
reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang
melibatan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya.

1.2 Rumusan Masalah


1.

Pengertian Analisa titrimetri atau volumetric

2.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan analisis
volumetrik
3.

klasifikasi analisa titrimetri atau volumetric

4.

Pembagian Analisa Volumetri

1.3 Tujuan
1.
Agar dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan analisa titrimetri
atau volumetric
2.

Agar dapat mengetahui pembagian analisa titrimetri

3.

Dapat mengetahui prinsip dasar pada pembagian analisa volumetric

4.

Agar dapat mengetahui reaksi reaksi kimia pada analisa titrimeti

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian analisa titrimetri atau volumetri

v Beberapa Pengertian dan Istilah Titrimeti


Analisa titrimetri atau analisa volumetrik adalah analisis kuantitatif
dengan mereaksikan suatu zat yang dianalisis dengan larutan baku
(standar) yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan reaksi
antara zat yang dianalisis dan larutan standar tersebut berlangsung
secara kuantitatif.
Larutan baku (standar) adalah larutan yang telah diketahui
konsentrasinya secara teliti, dan konsentrasinya biasa dinyatakan dalam
satuan N (normalitas) atau M (molaritas).
Indikator adalah zat yang ditambahkan untuk menunjukkan titik akhir
titrasi telah di capai. Umumnya indicator yang digunakan adalah indicator
azo dengan warna yang spesifik pada berbagai perubahan pH.
Titik Ekuivalen adalah titik dimana terjadi kesetaraan reaksi secara
stokiometri antara zat yang dianalisis dan larutan standar.
Titik akhir titrasi adalah titik dimana terjadi perubahan warna pada
indicator yang menunjukkan titik ekuivalen reaksi antara zat yyang
dianalisis dan larutan standar.
Pada umumnya, titik ekuivalen lebih dahulu dicapai lalu diteruskan
dengan titik akhir titrasi. Ketelitian dalam penentuan titik akhir titrasi
sangat mempengaruhi hasil analisis pada suatu senyawa. Pada
kebanyakan titrasi titik ekuivalen ini tidak dapat diamati, karena itu perlu
bantuan senyawa lain yang dapat menunjukkan saat titrasi harus
dihentikan. Senyawa ini dinamakan indikator.
2.2 Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan analisis
volumetrik
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan analisis
volumetrik adalah sebagai berikut :
1.

Reaksinya harus berlangsung sangat cepat.

2.
Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan
persamaan reaksi yang kuantitatif/stokiometrik.
3.
Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekuivalen
tercapai, baik secara kimia maupun secara fisika.
4.
Harus ada indikator jika reaksi tidak menunjukkan perubahan kimia
atau fisika. Indikator potensiometrik dapat pula digunakan.

Alat-alat yang digunakan pada analisa titrimetri ini adalah sebagai berikut
:
1.
Alat pengukur volume kuantitatif seperti buret, labu tentukur, dan
pipet volume yang telah di kalibrasi.
2.
Larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti
atau baku primer dan sekunder dengan kemurnian tinggi.
3.
Indikator atau alat lain yang dapat menunjukkan titik akhir titrasi
telah di capai.
2.3 klasifikasi analisa titrimetri atau volumetric
Penggolongan analisis titrimetri ini, berdasarkan ;
1. Reaksi Kimia :
*

Reaksi asam-basa (reaksi netralisasi)

Jika larutan bakunya adalah larutan basa, maka zat yang akan ditentukan
haruslah bersifat asam dan sebaliknya.
Berdasarkan sifat larutan bakunya, titrasi dibagi atas :
1.
Asidimetri adalah titrasi penetralan yang menggunakan larutan baku
asam.
Contoh : HCl, H2SO4
2.
Alkalimetri adalah titrasi penetralan yang menggunakan larutan
baku basa.
3.

Contoh : NaOH, KOH

Reaksi oksidasi-reduksi (redoks)

Yang terjadi adalah reaksi antara senyawa/ ion yang bersifat sebagai
oksidator dengan senyawa/ ion yang bersifat sebagai reduktor dan
sebaliknya.
Berdasarkan larutan bakunya, titrasi dibagi atas :
1.
Oksidimetri adalah metode titrasi redoks yang dimana larutan baku
yang digunakan bersifat sebagai oksidator.

Yang termasuk titrasi oksidimetri adalah :


Permanganometri, larutan bakunya : KMnO4
Dikromatometri, larutan bakunya : K2Cr2O7
Serimetri, larutan bakunya : Ce(SO4)2, Ce(NH4)2SO4
Iodimetri, larutan bakunya : I2

2.
Reduksimetri adalah titrasi redoks dimana larutan baku yang
digunakan bersifat sebagai reduktor.
Yang termasuk titrasi reduksimetri adalah :
Iodometri, larutan bakunya : Na2S2O3 . 5H2O

Reaksi Pengendapan (presipitasi)

Yang terjadi adalah reaksi penggabungan ion yang menghasilkan


endapan/ senyawa yang praktis tidak terionisasi.
Yang termasuk titrasi pengendapan adalah :
1.

Argentometri, larutan bakunya : AgNO3

2.

Merkurimetri, larutan bakunya : Hg(NO3)2/ logam raksa itu sendiri.

Reaksi pembentukan kompleks

Titrasi kompleksometri digunakan untuk menetapkan kadar ion-ion alkali


dan alkali tanah/ ion-ion logam. Larutan bakunya : EDTA
Berdasarkan cara titrasi
Titrasi langsung
Titrasi kembali (titrasi balik/residual titration)
Berdasarkan jumlah sampel

Titrasi makro :
Jumlah sampel : 100 1000 mg
Volume titran : 10 20 mL
Ketelitian buret : 0,02 mL.

Titrasi semi mikro :


Jumlah sampel : 10 100 mg
Volume titran : 1 10 mL
Ketelitian buret : 0,001 mL

Titrasi mikro :
Jumlah sampel : 1 10 mg
Volume titran : 0,1 1 mL
Ketelitian buret : 0,001 mL
2.4

Pembagian Analisa Volumetri

Berdasarkan atas hasil reaksi antara analit dengan larutan standar, maka
analisis volumetri dibagi atas :
v titrasi asam-basa
v

titrasi pengendapan

v titrasi redoks
v titasi pembentukan kompleks (kompleksometri)

1.

Titrasi asam basa

Teori Dasar Titrasi Asam Basa


1. Teori Asam Basa menurut Arhennius :
Asam adalah semua senyawa yang dalam bentuk larutan dapat
menghasilkan ion H+.

Basa adalah semua senyawa yang dalam bentuk larutan dapat


menghasilkan ion OH-.
2. Teori Asam Basa menurut Brownsted Lowry :
Asam adalah pemberi/ donor proton.
Basa adalah penerima/ akseptor proton.
3. Teori Asam Basa menurut Lewis :
Asam adalah pemberi pasangan elektron.
Basa adalah penerima pasangan elektron.

Prinsip Titrasi Asam basa

Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun
titrant. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan
asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya.
Titrant ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan
ekuivalen ( artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis
bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai titik ekuivalen.
Pada saat titik ekuivalent ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian
kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan
tersebut. Dengan menggunakan data volume titrant, volume dan
konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titrant. sebelum
melakukan titrasi, ada Cara Mengetahui Titik Ekuivalen,
Studi kuantitatif mengenai reaksi penetralan asam-basa paling nyaman
apabila dilakukan dengan mengunakan prosedur yang disebut titrasi.
dalam percobaan titrasi, suatu larutan yang konsentrasinya diketahui
secara pasti, disebut dengan larutan standar (standard solution),
ditambahkan secara bertahap ke larutan yang lain konsentrasinya tidak
diketahui, sampai reaksi kimia antara kedua larutan tersebut berlangsun
sampai sempurna jika kita mengetahui volume larutan standard dan
larutan tidak diketahui yang digunakan dalam titrasi,maka kita dapat
menghitung konsentrasi larutan tidak diketahui itu.
Titrasi asam basa melibatkan reaksi neutralisasi dimana asam akan
bereaksi dengan basa dalam jumlah yang ekuivalen. Titran yang dipakai
dalam titrasi asam basa selalu asam kuat atau basa kuat. Titik akhir titrasi

mudah diketahui dengan membuat kurva titrasi yaitu plot antara pH


larutan sebagai fungsi dari volume titran yang ditambahkan.

Cara Melakukan Titrasi Asam Basa :

Zat penitrasi (titran) yang merupakan larutan baku dimasukkan ke


dalam buret yang telah ditera

Zat yang dititrasi (titrat) ditempatkan pada wadah (gelas kimia atau
erlenmeyer).Ditempatkan tepat dibawah buret berisi titran

Tambahkan indikator yang sesuai pada titrat, misalnya, indikator


fenoftalien

Rangkai alat titrasi dengan baik. Buret harus berdiri tegak, wadah
titrat tepat dibawah ujung buret, dan tempatkan sehelai kertas putih atau
tissu putih di bawah wadah titrat

Atur titran yang keluar dari buret (titran dikeluarkan sedikit demi
sedikit) sampai larutan di dalam gelas kimia menunjukkan perubahan
warna dan diperoleh titik akhir titrasi. Hentikan titrasi !
Sebelum melakukan titrasi, biasanya suatu larutan akan distandarkan
terlebih dahulu, Proses penentuan konsentrasi larutan satandar disebut
menstandarkan atau membakukan. Larutan standar adalah larutan yang
diketahui konsentrasinya, yang akan digunakan pada analisis volumetri.
Ada dua cara menstandarkan larutan yaitu:
1.
Pembuatan langsung larutan dengan melarutkan suatu zat murni
dengan berat tertentu, kemudian diencerkan sampai memperoleh volume
tertentu secara tepat. Larutan ini disebut larutan standar primer,
sedangkan zat yang kita gunakan disebut standar primer.
2.
Larutan yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan cara
menimbang zat kemudian melarutkannya untuk memperoleh volum
tertentu, tetapi dapat distandartkan dengan larutan standar primer,
disebut larutan standar skunder.

Zat yang dapat digunakan untuk larutan standar primer, harus memenuhi
persyaratan dibawah ini :
1.
Mudah diperoleh dalam bentuk murni ataupun dalam keadaan yang
diketahui kemurniannya. Pengotoran tidak melebihi 0,01 sampai 0,02 %

2.

Harus stabil

3.
Zat ini mudah dikeringkan tidak higrokopis, sehingga tidak
menyerap uap air, tidak meyerap CO2 pada waktu penimbangan.
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam
basa.
Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi
dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan volume titrant
untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut
adalah titik ekuivalent.
Memakai indicator asam basa.indikator sendiri adalah zat yang memiliki
perbedaan warna mencolok pada asam atau basa.

Indikator dalam Titrasi Asam Basa

Indikator yang digunakan dalam titrasi asam basa dinamakan indikator


asam basa.
No.

Nama
Indikator

Warna

Trayek pH
Asam

Basa

1.

Metil Kuning

Merah

Kuning Jingga

2,9 4,0
2.

Metil Jingga

Merah

Jingga Kuning

3,1 4,4
3.

Bromo Fenol Blue

Kuning

Ungu

3,0 4,6
4.

Merah Metil

Merah

Kuning

4,2 - 6,2
5.

Fenol Merah

Kuning

Merah

6,4 8,0
6.

Timol Blue

Kuning

Biru

8,0 9,6
7.

Phenolphtalein

Tidak Berwarna

Merah Ungu

8,0 9,8

Bobot Ekuivalen

BE dalam titrasi asam basa adalah banyaknya mol suatu zat yang setara
dengan ion OH- atau ion H+. Contoh :

HCl H+ + Cl-

1mol HCl setara dengan 1mol H+ BE HCl = 1 mol

H2SO4 2H+ + SO42-

1mol H2SO4 setara dengan 2mol H+


mol H2SO4 setara dengan 1mol H+ BE H2SO4 = mol

Indikator ditambahkan pada titrant sebelum proses titrasi dilakukan.


Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat
inilah titrasi kita hentikan.
Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan,
tidak diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis.Indikator yang dipakai
dalam titrasi asam basa adalah indicator yang perbahan warnanya
dipengaruhi oleh pH. Penambahan indicator diusahakan sesedikit mungkin
dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes.Untuk memperoleh ketepatan

hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin dengan titik
equivalent, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indicator yang tepat
dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.Keadaan dimana titrasi
dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indicator disebut
sebagai titik akhir titrasi.
Dalam percobaan,Larutan standar biasanya kita teteskan dari suatu buret
ke dalam suatu erlenmeyer yang mengandung zat yang akan ditentukan
kadarnya sampai reaksi selesai. Selesainya suatu reaksi dapat dilihat
karena terjadi perubahan warna Perubahan ini dapat dihasilkan oleh
larutan standarnya sendiri atau karena penambahan suatu zat yang
disebut indikator. Titik di mana terjadinya perubahan warna indikator ini
disebut titik akhir titrasi. Secara ideal titik akhir titrasi seharusnya sama
dengan titik akhir teoritis (titik ekuivalen). Dalam prakteknya selalu
terjadi sedikit perbedaan yang disebut kesalahan titrasi .
Untuk analisis titrimetri atau volumetri lebih mudah kalau kita memakai
sistem ekivalen (larutan normal) sebab pada titik akhir titrasi jumlah
ekivalen dari zat yang dititrasi = jumlah ekivalen zat penitrasi. Berat
ekivalen suatu zat sangat sukar dibuat definisinya, tergantung dari
macam reaksinya. Pada titrasi asam basa, titik akhir titrasi ditentukan
oleh indikator. Indikator asam basa adalah asam atau basa organik yang
mempunyai satu warna jika konsentrasi hidrogen lebih tinggi daripada
sutau harga tertentu dan suatu warna lain jika konsentrasi itu lebih
rendah.
Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalent asam akan sama dengan
mol-ekuivalent basa, maka hal ini dapat kita tulis sebagai berikut:
mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa
Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara Normalitas dengan
volume maka rumus diatas dapat kita tulis sebagai:
NxV asam = NxV basa

Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan


jumlah ion H+ pada asam atau jumlah ion OH pada basa, sehingga rumus
diatas menjadi:

nxMxV asam = nxVxM basa


keterangan :

N = Normalitas
V = Volume.

Titrasi asam-basa juga terbagi atas beberapa jenis :


1.

titrasi asam kuat-basa kuat

2.

titrasi asam kuat-basa lemah

3.

titrasi asam kuat-garam dari basah lemah

4.

titrasi basa kuat-garam dari basah lemah

1.

Titrasi asam kuat-basa kuat

Titrasi asam kuat-basa kuat contohnya titrasi HCl dengan NaOH. Reaksi
yang terjadi adalah sebagai berikut:
Pada titrasi asam basa dapat ditulis sesuai reksi diatas, Ion H+ bereaksi
dengan OH- membentuk H2O sehingga hasil akhir titrasi pada titik
ekuvalen PH adalah netral.
2.

Titrasi asam kuat-basa lemah

Titrasi ini ini Pada akhir titrasi terbentuk garam yang berasal dari asam
lemah dan basa kuat. Contoh titrasi ini adalah asam hidroklorida sebagai
asam kuat dan larutan amonia sebagai basa lemah.
NH3 (aq) + HCl (aq)
3.

NH4Cl (aq)

Titrasi asam kuat-garam dari basa lemah

Titrasi basa lemah dan asam kuat adalah analog dengan titrasi asam
lemah dengan basa kuat, akan tetapi kurva yang terbentuk adalah
cerminan dari kurva titrasi asam lemah vs basa kuat. Sebagai contoh
disini adalah titrasi 0,1 M NH4OH 25 mL dengan 0,1 HCl 25 mL dimana
reaksinya dapat ditulis sebagai:
NH4OH + HCl -> NH4Cl + H2O
4.

Titrasi basa kuat garam dari basa lemah

Contoh titrasi ini adalah :


- Basa kuat : NaOH

- Garam dari basa lemah : CH3COONH4


Persamaan Reaksi :
NaOH + CH3COONH4

CH3COONa + NH4OH

Reaksi ionnya :
OH- + NH4-

2.

NH4OH

Titrasi pengendapan

titrasi pengendapan merupakan suatu proses titrasi yang dapat


mengakibatkan terbentuknya endapan dari zat-zat yang saling bereaksi
(analit dan titran ). Suatu reaksi endapan dapat berkesudahan bila
kelarutan endapannya cukup kecil. konsentrasi ion-ion yang akan
mengalami perubahan yang besar di dekat titik ekuvalennya.
Terdapat 3 cara penentuan suatu senyawa dengan titrasi pengendapan
yaitu :
cara mohr
cara volhard dan,
cara fayans
pada penentuan dengan cara mohr,dilakukan titrasi langsung dalam
larutan netral dan sebagai indicator digunakan ion kromat, ion kromat
bertindak sebagai indikator yang banyak digunakan untuk titrasi
argentometri ion klorida dan bromida. Titik akhir titrasi dalam metode ini
ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata dari perak kromat.
Cara volhard digunakan untuk menetapkan kadar ion klorida secara tidak
langsung dalam suasana asam kuat ke dalam larutan klorida ditambahkan
larutan baku perak nitrat dalam jumlah sedikit dan berlebihan. Kelebihan
ion perak dititrasi dengan larutan baku tiosianat mengunakan indicator
Fe(III).Titik akhir titrasi ditandai dengan terbentuknya larutan berwarna
merah senyawa Fe(CNS)2+.titasi ini merupakan titrasi balik digunakan jika
reaksi berjalan lambat atu jika tidak ada indicator pemastian TE.
Cara Fajans menggunakan indikator suatu senyawa organik yang dapat
diserap pada permukaan endapan yang terbentuk selama titrasi
argentometri berlangsung.AgNO3 digunakan sebagai titran dan indicator,
eiosin,fluoceein.metode ini digunakan untuk menentukan Cl-,Br-,I-,SCN-.

jika suatu larutan klorida di titrasi maka endapan klorida akan


mengapsorsi ion Cl-(suatu endapan mempunyai kecenderungan untuk
mengapsorpsi ionnya sendiri), ini disebut lapisan absopsi kedua muatan
yang berlawanan.
Mekanisme kerja dari indicator absorpsi ialah bahwa pada titik ekuvalen,
indicator akan diabsopsi oleh endapan dan selama proses penyerapan ini
terjadi perubahan warna pada indicator. Setelah titik ekuvalen tercapai ,
ion Ag+ terdapat dalam keadaan kelebihan dan ion Ag+ ini akan menjadi
lapisan adsopsi pertama dan ion NO3- menjadi absopsi kedua. Jika
terdapat flouresien dalam larutan , ion negatif dan floresien akan
diapsopsi lebih dahulu karena lebih kuat dari ion NO3- dan ditandai
dengan warna merah muda dari senyawa kompleks antara ion floresienada
dan ion perak pada permukaan setelah kelebihan ion perak.
Titrasi pengendapan mempunyai beberapa cirri-ciri :
jumlah metode tidak sebanyak titrasi asam basa.
Kesulitan mencari inkitor yang sesuai.
Komposisi endapan sering tidak diketahui pasti.

3.

Titrasi reduksi-oksidasi

Titrasi Reduksi oksidasi (redoks) adalah suatu penetapan kadar reduktor


atau oksidator berdasarkan atas reaksi oksidasi dan reduksi dimana
redoktur akan teroksidasi dan oksidator akan tereduksi.
Agar dapat digunakan sebagai dasar titrasi, maka reaksi redoks harus
memenuhi persyaratan umum sebagai berikut :
Reaksi harus cepat dan sempurna.
Reaksi berlangsung secara stiokiometrik, yaitu terdapat kesetaraan
yang pasti antara oksidator dan reduktor.
Titik akhir harus dapat dideteksi, misalnya dengan bantuan indikator
redoks atau secara potentiometrik.
Oleh karena itu banyak unsur-unsur mempunyai lebih dari satu tingkat
oksidasi, maka dikenal beberapa macam titrasi redoks yaitu :

Titrasi permanganometri.

Titrasi Iodo-Iodimetri
Titrasi Bromometri dan Bromatometri
Titrasi serimetri

*
a.

Indikator titrasi redoks


indikator spesifik

indicator spesifik yang umum digunakan untuk titrasi redoks adalah


amilum, yang membentuk kompleks biru dengan iodine penampakan
warna dari kompleks ini menyebabkan indicator ini sangat spesifik untuk
titrasi ini.
Indicator spesifik lainya adalah ion tiosianat yang digunakan pada titrasi
dimana Fe(III) sebagai partisipan. Sebagai contoh hilangnya warna merah
dari Fe(III)/kompeks tiosianat merupakan tanda titik akhir titrasi dari
Fe(III) dengan standar titanium (III).
b.

inkator oksidasi reduksi

indicator redoks yang baik akan memberikan respons terhadap perubahan


potensial elektroda suatu system. Inikator ini secara subtansial lebih
banyak digunakan dibandingkan dengan indicator yang spesifik.
Persamaan kimia untuk indikator redoks dapat ditulis sebagai berikut :
In0x + n e-

Inred

Karena reaksi di atass reversible, maka potensial elektroda berdasarkan


persamaan nerst dapat ditulis :
E = E0 - 0.0592/ n log [ln red]/[ln ox]
Perubahan warna indicator dari bentuk teroksidasi ke bentuk tereduksi
tergantung dari perbandigan konsentrasinya.
*

Indicator redoks selektif

indikator

Warna beroksidasi

Warna terduksi

Potensial peralihan (V)

kondisi
Erioglausin A

Biru kemerahan

Kuning kehijauan

+ 0.98

0.5 M H2SO4
difemilamin

ungu

Tidak berwarna

+0.76

Asam encer
Metilen biru

biru

Tidak berwarna

+0.53

1 M asam
Indigo tetrasulfonat

biru

Tidak berwarna

+0.36

1 M asam
phenosafranin

nerah

Tidak berwarna

+0.28

1 M asam

Jenis Jenis Titrasi Redoks

Yodometri dengan Na2S2O3 sebagai titran

Analat harus berbentuk suatu oksidator yang cukup kuat, karena dalam
metode ini analat selalu direduksi dulu dengan KI sehingga terjadi I2. I2
inilah yang dititrasi dengan Na2S2O3.
Oks analat + I2S2O3 - + I2

Red analat + I2 (tanpa indicator, warna iod hilang )


S4O6- + 2I- ( indicator amilum )

Reaksi S2O3 - dengan I2 berlansung baik dari segi kesempurnaannya


berdasrkan potensial reduksi masing-masing.

Sumber kesalahan pada titrasi yodometri ini adalah :

1.
Kesalahan oksigen; oksidasi diudara dapat meyebabkan hasil titrasi
terlalu tinggi karena dapat mengoksidasi ion iodide menjadi I2.
2.
pada pH tinggi I2 yang terbentuk dapat bereaksi dengan air
( hidolisis )
3.

perubahan indiator amilum yang terlalu awal.

4.
Waktu reaksi anaklat dengan KI yang berjalan lambat,
menyebabakan kemungkinan iod menguap.

Yodimetri dengan I2 sebagai titran

Iod merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat sehingga banyak zat-zat
yang merupakan reduktor yang cukupk uat dapat dititrasi ,indicator ialah
amilum dengan perubahan tak berwarna menjadi biru.
Ketidakstabilan iod disebabkan oleh :
1.

Penguapan iod

2.
Reaksi iod dengan karet, gabus, dan bahan organic lain yang
mungkin masuk dalam larutan lewat debu dan asap.
3.
Oksidasi oleh udara pada pH rendah ; oksodasi ini dipercepat oleh
cahaya dan panas.

1.

Titrasi dengan oksidator kuat sbagai titran.


KMnO4 (permanganometri)

2.

K2Cr2O7 (kalium dikromat)

3.

Cerium tetravalent

Aplikasi Titrasi Redoks

Salah satu aplikasi titrasi redoks khususnya iodometri dengan I2 sebagai


titran adalah untuk menentukan bilangan iod lemak dan miyak.Karena
kemampampuan mengoksidasi yang tidak besar, tidak banyak zat yang
dapat dititrasi berdasarkan iodometri langsung. Pengunaan ini
memeanfaatkan kesangupan ikatan rangkap zat organic untuk mengadisi
iod. Penentuan kadar vitamin C (asam arkobat) pun dapat dialakukan
dengan titrasi ini.
Aplikasi lain dadi titrasi redoks ini adalah penentuan kadar air cara Karl
Fischer. Pereaksinya tediri dari iod, belerang dioksida, piridin dan
methanol. Iod dan belerang dioksida membentuk kompleks dengan piridin,
dan bila terdapat air, maka kedua kompleks ini dengan kelebihan piridin
beraksi dengan air.
4.

Titrasi Kompleksometri

Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa


kompleks antara kation dengan zat pembentuk kompleks. Titrasi
kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi
pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral
yang terdisosiasi dalam larutan. Kompleksometri merupakan jenis titrasi
dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa
kompleks. Reaksireaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut
kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya
dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang
kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi.
Titrasi kompleksometri adalah salah satu metode kuantitatif dengan
memanfaatkan reaksi kompleks antara ligan dengan ion logam utamanya,
yang umum di indonesia EDTA.
EDTA adalah pereaksi luar biasa:
a.

Dapat membentuk kelat dengan semua kation

b.
Kelat-kelat tersebut cukup stabil membrntuk dasar pada metode
titrimetri.kestebialn yang besar disebabkan karena kompleks yang
terbentuk berupa molekul dengan struktur melingkar dalam kation yang
dikelilingi dan diisolasi dari molekul pelarut.

Perhitungan kesetimbangan yang melibatkan EDTA


Kurva titrasi untuk reaksi antara Kation Mn+ dengan EDTA menampilkan
hubungan antar pM vs Titran. Nilai pM secara cepat dapat dihitung pada
tahap awal titrasi denga asumsi bahawa konsentrasi pada saat
kesetimbangan ion Mn+ sama dengan konsentrasi analitiknya yang
diperoleh dari data stokiometri.
Perhitungan konsentasi Mn+ pada dan setalah titik ekuivalen memerlukan
persamaan kesetimbangan. Perhitungan pada daerah ini sulit dan butuh
waktu jika PH tidak diketahui dan bervariasi tergantung pada nilsi pHnya.
Beruntung sekali karena titrasi EDTA selalu dilakukan pada pada larutan
yang dipertahankan pHnya untuk mencegah gangguan kation lain
menjamin tetap berfungsinya indicator.
Indicator untuk titrasi dengan EDTA
Relley dan Bernard telah mendaftarkan hamper 200 senyawa organic yang
dapat digunakan sebagai ion logam dan EDTA (sering disebut sebagai
indicator metaokromatik)
Beberapa contoh antara lain :
a.

Hitam eriokrom

Indikator ini peka terhadap perubahan kadar logam dan pH larutan. Pada
pH 8 -10 senyawa ini berwarna biru dan kompleksnya berwarna merah
anggur. Pada pH 5 senyawa itu sendiri berwarna merah, sehingga titik
akhir sukar diamati, demikian juga pada pH 12. Umumnya titrasi dengan
indikator ini dilakukan pada pH 10.
b.

Jingga xilenol

Indikator ini berwarna kuning sitrun dalam suasana asam dan merah
dalam suasana alkali. Kompleks logam-jingga xilenol berwarna merah,
karena itu digunakan pada titrasi dalam suasana asam.
c.

Biru Hidroksi Naftol

Indikator ini memberikan warna merah sampai lembayung pada daerah pH


12 13 dan menjadi biru jernih jika terjadi kelebihan edetat.
Titrasi kompleksometri umumnya dilakukan secara langsung untuk logam
yang dengan cepat membentuk senyawa kompleks, sedangkan yang
lambat membentuk senyawa kompleks dilakukan titrasi kembali. Ion
logam dapat menerima pasangan elektron dari donor elektron membentuk
senyawa koordinasi atau ion kompleks. Zat yang membentuk senyawa

kompleks disebut ligan. Ligan merupakan donor pasangan elektron logam


merupakan akseptor pasangan electron
d.
Terio T (EBT) adalah contoh indiator metalokromatik yang biasa
digunakan pada
titrasi beberapa kation umum. Seyaw ini mengandung gugus sulfonat
yang terdisiosisasi dalam air dan 2 gugus fenol yang terdisosiasi
sebagian.
Jenis-jenis titrasi EDTA, yaitu :
1.

Titrasi langsung

2.

Titrasi balik

3.

Titrasi penggantian atautitrasi substitusi

4.

Titrasi alkalimetri

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
analisis volumetric tebagi atas beberapa macam yaitu sebagai berikut :
Titrasi asam basa adalah titrasi yang melibatkan reaksi neutralisasi
dimana asam akan bereaksi dengan basa dalam jumlah yang ekuivalen.
Titran yang dipakai dalam titrasi asam basa selalu asam kuat atau basa
kuat. Titik akhir titrasi mudah diketahui dengan membuat kurva titrasi
yaitu plot antara pH larutan sebagai fungsi dari volume titran yang
ditambahkan.
titrasi pengendapan merupakan suatu proses titrasi yang dapat
mengakibatkan terbentuknya endapan dari zat-zat yang saling bereaksi
(analit dan titran ).
Titrasi Reduksi oksidasi (redoks) adalah suatu penetapan kadar reduktor
atau oksidator berdasarkan atas reaksi oksidasi dan reduksi dimana
redoktur akan teroksidasi dan oksidator akan tereduksi.
Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa
kompleks antara kation dengan zat pembentuk kompleks. Titrasi
kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi

pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral


yang terdisosiasi dalam larutan.

Você também pode gostar