Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang agak
asam,
dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam,
yang
menghasilkan spesies seperti CuHY-. Ternyata bila beberapa ion logam yang ada
dalam
larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan menunjukkan jumlah semua ion
logam yang
ada dalam larutan tersebut.
(Harjadi, 1993).
Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal Mg, Ca, Cr, dan
Ba dapat
dititrasi pada pH = 11 EDTA. Sebagian besar titrasi kompleksometri
mempergunakan
indikator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja kompleks
logamnya
mempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri. Indikator
demikian disebut
indikator metalokromat. Indikator jenis ini contohnya adalah Eriochrome black T;
pyrocatechol violet; xylenol orange; calmagit; 1-(2-piridil-azonaftol), PAN, zincon,
asam
salisilat, metafalein dan calcein blue.
(Khopkar, 2002).
Satu-satunya ligan yang lazim dipakai pada masa lalu dalam pemeriksaan kimia
adala ion
sianida, CN-, karena sifatnya yang dapat membentuk kompleks yang mantap
dengan ion
perak dan ion nikel. Dengan ion perak, ion sianida membentuk senyawa kompleks
peraksianida, sedagkan dengan ion nilkel membentuk nikel-sianida. Kendala yang
membatasi
pH tinggi, 12, Mg(OH)2 akan mengendap, sehingga EDTA dapat dikonsumsi hanya
oleh
Ca2+ dengan indikator murexide. (Basset, 1994).
Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan
penggunaan
bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang mengandung baik oksigen
maupun
nitrogen secara umum efektif dalam membentuk kompleks-kompleks yang stabil
dengan
berbagai macam logam. Keunggulan EDTA adalah mudah larut dalam air, dapat
diperoleh
dalam keadaan murni, sehingga EDTA banyak dipakai dalam melakukan percobaan
kompleksometri. Namun, karena adanya sejumlah tidak tertentu air, sebaiknya
EDTA
distandarisasikan dahulu misalnya dengan menggunakan larutan kadmium.
(Harjadi, 1993).
M adalah kation (logam) dan (H2Y)= adalah garam dinatrium edetat.
Kestabilan dari senyawa kompleks yang terbentuk tergantung dari sifat kation dan
pH dari
larutan, oleh karena itu titrasi dilakukan pada pH tertentu. Pada larutan yang terlalu
alkalis
perlu diperhitungkan kemungkinan mengendapnya logam hidroksida.
Penetapan titik akhir titrasi digunakan indikator logam, yaitu indikator yang dapat
membentuk senyawa kompleks dengan ion logam. Ikatan kompleks antara indikator
dan ion
logam harus lebih lemah dari pada ikatan kompleks antara larutan titer dan ion
logam.
Larutan indikator bebas mempunyai warna yang berbeda dengan larutan kompleks
indikator.
Indikator yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah:
a. Hitam eriokrom
Indikator ini peka terhadap perubahan kadar logam dan pH larutan. Pada pH 8 -10
senyawa
ini berwarna biru dan kompleksnya berwarna merah anggur. Pada pH 5 senyawa itu
sendiri
berwarna merah, sehingga titik akhir sukar diamati, demikian juga pada pH 12.
Umumnya
titrasi dengan indikator ini dilakukan pada pH 10.
b. Jingga xilenol
Indikator ini berwarna kuning sitrun dalam suasana asam dan merah dalam suasana
alkali.
Kompleks logam-jingga xilenol berwarna merah, karena itu digunakan pada titrasi
dalam
suasana asam.
c. Biru Hidroksi Naftol
Indikator ini memberikan warna merah sampai lembayung pada daerah pH 12 13
dan
menjadi biru jernih jika terjadi kelebihan edetat.
Titrasi kompleksometri umumnya dilakukan secara langsung untuk logam yang
dengan cepat
membentuk senyawa kompleks, sedangkan yang lambat membentuk senyawa
kompleks
dilakukan titrasi kembali.
Ion logam dapat menerima pasangan elektron dari donor elektron membentuk
senyawa
koordinasi atau ion kompleks. Zat yang membentuk senyawa kompleks disebut
ligan. Ligan
merupakan donor pasangan elektron logam merupakan akseptor pasangan
elektron.
Mn+ + : L (M : L)n+
Ethylene Diamine Tetraacetic Acid (EDTA) merupakan ligan yang mempunyai lebih
dari
satu tempat untuk berikatan. Rumus molekul zat tersebut dinyatakan sebagai
berikut:
HOO-CH2 CH2-COOH
N- CH2- CH2 N
HOOC-CH2 CH2-COOH
EDTA ini dapat membentuk lingkaran yang menjepit ion logam dan senyawa yang di
hasilkan disebut sepit (chelate)
HOO-CH2 CH2-COOH
N- CH2- CH2 N
CH2 CH2
C- O- M- O- C
OO
Bentuk asam dari EDTA dapat ditulis sebagai H4Y
Jika asam ini dapat direaksikan dengan basa, misalnya NaOH, akan di netralkan
dalam
berbagai tingkatan menjadi H3Y-, H2Y2-, HY3-,dan akhirnya Y4-.
Asam yang bebas H4Y dan gsram NaH3Y tidak cukup larut dalam air, sedangkan
NaH2Y
melarut dengan baik dalam air. Selama titrasi ion logam dengan Na2H2Y selalu
terjadi ion
hidrogen.
Mg2+ + H2Y2- MgY2- + 2H+
Ca2+ + H2Y2- CaY2- + 2H+
Al3+ + H2Y2- AlY- + 2H+
Secara umum dapat ditulis:
Mn+ + H2Y2+ MY(n-m)+ 2H+
Oleh karena terbentuknya ion H+ selama titrasi, maka untuk mencegah perubahan
pH harus
mempunyai sifat larut dengan baik tetapi hanya sedikit terdisosiasi. Ion logam
dapat
menerima pasangan elektron dari gugus donor elektron membentuk senyawa
koordinasi atau
ion kompleks. Ion dalam logam dalam kompleks tersebut dinamakan atom pusat
sedangkan
zat yang dapat membetuk seyawa kompleks dengan atom pusat ini disebut ligan,
da gugus
yang terikat pada atom pusat disebut bilangan koordinasi.
Contoh:
Ag+ + 2 CN Ag(CN)
Dalam kompleks Ag(CN) ini, perak merupakan atom pusat dengan bilangan
koordinasi dua
sianida adalah ligannya. Beberapa contoh kompleks yang khas dapat dilihat pada
tabel :
Ion logam
ligan
Kompleks
Nama kompleks
Bilanagan koordiasi logam
Ag+
Cu2+
Fe3+
Ni2+
Cr3+
NH3
NH3
CN-
CNCNAg (NH3)2+
Cu(NH3)42+
Fe(CN)63Ni(CN)4
Cr(CN)63Diamin Argentat (I)
Tetrami Kuprat (II)
Heksasiano Ferat (III)
Tetra siano nikelat (II)
Heksa Siano Kromat (III)
2
4
6
4
6
Molekul atau ion yang berfungsi sebagai ligan pada umumnya mempunyai atom
elektronegatif seperti nitrogen, oksigen atau halogen. Ligan dalam senyawa
kompleks adalah
suatu atom atau gugus yang mempunyai satu atau lebih pasangan elektron bebas.
Molekul air,
amoniak, ion klorida da io sianida merupakan contoh dari ligan yang sederhana
yang
membentuk kompleks dengan banyak ion logam.
Titrasi dengan ligan polidentat
Ion logam dengan beberapa ligan polidentat dapat membentuk kompleks yang larut
dalam
air. Berbeda dengan ligan monodentat yang dapat bereaksi hanya dalam beberapa
tahap, ligan
polidentat ini bereaksi hanya dalam satu tahap pada pembentukan kompleks. Selain
itu
reaksinya pun sederhana yaitu membentuk komplek 1:1 telah dikenal berbagai
ligan
polidentat tetapi yang akan dibicarakan adalah titrasi ion logam dengan ligan asam
etilendiamin tetra asetat (EDTA)
Faktor-faktor yang mempengaruhi kurva titrasi
pH Larutan
pada bagian 4 telah dituliskan bahwa harga derajat
disosiasi EDTA, a4, bergantung pada pH laruta seprti pada tabel 10.3 harga a4 pada
berbagai
pH dihitung berdasarkan rumusan yang telah diuraikan pada bagian 4. dari tabel
10.3 terlihat
bahwa semakin besar harga pH maka harga a4 pun semakin besar. Hal ini
menunjukkan
bahwa semakin besar harga pH semakin besar konsentrasi Y4- dalam larutan.
pH
a4
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
9,0
10,0
11,0
12,0
3,7 10-14
2,5 10-11
3,6 10-9
3,5 10-7
2,2 105
4,8 104
5,4 10-3
0,052
0,35
0,85
0,98
Harga Kf
Pengaruh harga Kf terhadap pM pada pH 7. sebelum titik ekivalen semua ion logam
mempunyai harga pM yang semua karena semua ion logam mempunyai konsentrasi
yang
sama sedangkan harga Kf belum berpengaruh pada saat ini. Ketika titik ekivalen
tercapai,
harga Kf mulai berperan mempengaruhi harga pM.
Indikator ion logam
Indikator ion logam adalah suatu zat warna organik
Yang membentuk kelat berwarna dengan ion logam pada rentang pM. Beberapa
kriteria yang
perlu dijadikan acuan dalam memilih indikator ion logam antara lain: ikatan zat
warna
dengan ion logam harus lebih pernah dari pada ikatan ion logam dengan EDTA dan
perubahan warna harus mudah diamati mata.
BAB I
PENDAHULUAN
2.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan analisis
volumetrik
3.
4.
1.3 Tujuan
1.
Agar dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan analisa titrimetri
atau volumetric
2.
3.
4.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian analisa titrimetri atau volumetri
2.
Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan
persamaan reaksi yang kuantitatif/stokiometrik.
3.
Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekuivalen
tercapai, baik secara kimia maupun secara fisika.
4.
Harus ada indikator jika reaksi tidak menunjukkan perubahan kimia
atau fisika. Indikator potensiometrik dapat pula digunakan.
Alat-alat yang digunakan pada analisa titrimetri ini adalah sebagai berikut
:
1.
Alat pengukur volume kuantitatif seperti buret, labu tentukur, dan
pipet volume yang telah di kalibrasi.
2.
Larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti
atau baku primer dan sekunder dengan kemurnian tinggi.
3.
Indikator atau alat lain yang dapat menunjukkan titik akhir titrasi
telah di capai.
2.3 klasifikasi analisa titrimetri atau volumetric
Penggolongan analisis titrimetri ini, berdasarkan ;
1. Reaksi Kimia :
*
Jika larutan bakunya adalah larutan basa, maka zat yang akan ditentukan
haruslah bersifat asam dan sebaliknya.
Berdasarkan sifat larutan bakunya, titrasi dibagi atas :
1.
Asidimetri adalah titrasi penetralan yang menggunakan larutan baku
asam.
Contoh : HCl, H2SO4
2.
Alkalimetri adalah titrasi penetralan yang menggunakan larutan
baku basa.
3.
Yang terjadi adalah reaksi antara senyawa/ ion yang bersifat sebagai
oksidator dengan senyawa/ ion yang bersifat sebagai reduktor dan
sebaliknya.
Berdasarkan larutan bakunya, titrasi dibagi atas :
1.
Oksidimetri adalah metode titrasi redoks yang dimana larutan baku
yang digunakan bersifat sebagai oksidator.
2.
Reduksimetri adalah titrasi redoks dimana larutan baku yang
digunakan bersifat sebagai reduktor.
Yang termasuk titrasi reduksimetri adalah :
Iodometri, larutan bakunya : Na2S2O3 . 5H2O
2.
Titrasi makro :
Jumlah sampel : 100 1000 mg
Volume titran : 10 20 mL
Ketelitian buret : 0,02 mL.
Titrasi mikro :
Jumlah sampel : 1 10 mg
Volume titran : 0,1 1 mL
Ketelitian buret : 0,001 mL
2.4
Berdasarkan atas hasil reaksi antara analit dengan larutan standar, maka
analisis volumetri dibagi atas :
v titrasi asam-basa
v
titrasi pengendapan
v titrasi redoks
v titasi pembentukan kompleks (kompleksometri)
1.
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun
titrant. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan
asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya.
Titrant ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan
ekuivalen ( artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis
bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai titik ekuivalen.
Pada saat titik ekuivalent ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian
kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan
tersebut. Dengan menggunakan data volume titrant, volume dan
konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titrant. sebelum
melakukan titrasi, ada Cara Mengetahui Titik Ekuivalen,
Studi kuantitatif mengenai reaksi penetralan asam-basa paling nyaman
apabila dilakukan dengan mengunakan prosedur yang disebut titrasi.
dalam percobaan titrasi, suatu larutan yang konsentrasinya diketahui
secara pasti, disebut dengan larutan standar (standard solution),
ditambahkan secara bertahap ke larutan yang lain konsentrasinya tidak
diketahui, sampai reaksi kimia antara kedua larutan tersebut berlangsun
sampai sempurna jika kita mengetahui volume larutan standard dan
larutan tidak diketahui yang digunakan dalam titrasi,maka kita dapat
menghitung konsentrasi larutan tidak diketahui itu.
Titrasi asam basa melibatkan reaksi neutralisasi dimana asam akan
bereaksi dengan basa dalam jumlah yang ekuivalen. Titran yang dipakai
dalam titrasi asam basa selalu asam kuat atau basa kuat. Titik akhir titrasi
Zat yang dititrasi (titrat) ditempatkan pada wadah (gelas kimia atau
erlenmeyer).Ditempatkan tepat dibawah buret berisi titran
Rangkai alat titrasi dengan baik. Buret harus berdiri tegak, wadah
titrat tepat dibawah ujung buret, dan tempatkan sehelai kertas putih atau
tissu putih di bawah wadah titrat
Atur titran yang keluar dari buret (titran dikeluarkan sedikit demi
sedikit) sampai larutan di dalam gelas kimia menunjukkan perubahan
warna dan diperoleh titik akhir titrasi. Hentikan titrasi !
Sebelum melakukan titrasi, biasanya suatu larutan akan distandarkan
terlebih dahulu, Proses penentuan konsentrasi larutan satandar disebut
menstandarkan atau membakukan. Larutan standar adalah larutan yang
diketahui konsentrasinya, yang akan digunakan pada analisis volumetri.
Ada dua cara menstandarkan larutan yaitu:
1.
Pembuatan langsung larutan dengan melarutkan suatu zat murni
dengan berat tertentu, kemudian diencerkan sampai memperoleh volume
tertentu secara tepat. Larutan ini disebut larutan standar primer,
sedangkan zat yang kita gunakan disebut standar primer.
2.
Larutan yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan cara
menimbang zat kemudian melarutkannya untuk memperoleh volum
tertentu, tetapi dapat distandartkan dengan larutan standar primer,
disebut larutan standar skunder.
Zat yang dapat digunakan untuk larutan standar primer, harus memenuhi
persyaratan dibawah ini :
1.
Mudah diperoleh dalam bentuk murni ataupun dalam keadaan yang
diketahui kemurniannya. Pengotoran tidak melebihi 0,01 sampai 0,02 %
2.
Harus stabil
3.
Zat ini mudah dikeringkan tidak higrokopis, sehingga tidak
menyerap uap air, tidak meyerap CO2 pada waktu penimbangan.
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam
basa.
Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi
dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan volume titrant
untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut
adalah titik ekuivalent.
Memakai indicator asam basa.indikator sendiri adalah zat yang memiliki
perbedaan warna mencolok pada asam atau basa.
Nama
Indikator
Warna
Trayek pH
Asam
Basa
1.
Metil Kuning
Merah
Kuning Jingga
2,9 4,0
2.
Metil Jingga
Merah
Jingga Kuning
3,1 4,4
3.
Kuning
Ungu
3,0 4,6
4.
Merah Metil
Merah
Kuning
4,2 - 6,2
5.
Fenol Merah
Kuning
Merah
6,4 8,0
6.
Timol Blue
Kuning
Biru
8,0 9,6
7.
Phenolphtalein
Tidak Berwarna
Merah Ungu
8,0 9,8
Bobot Ekuivalen
BE dalam titrasi asam basa adalah banyaknya mol suatu zat yang setara
dengan ion OH- atau ion H+. Contoh :
HCl H+ + Cl-
hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin dengan titik
equivalent, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indicator yang tepat
dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.Keadaan dimana titrasi
dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indicator disebut
sebagai titik akhir titrasi.
Dalam percobaan,Larutan standar biasanya kita teteskan dari suatu buret
ke dalam suatu erlenmeyer yang mengandung zat yang akan ditentukan
kadarnya sampai reaksi selesai. Selesainya suatu reaksi dapat dilihat
karena terjadi perubahan warna Perubahan ini dapat dihasilkan oleh
larutan standarnya sendiri atau karena penambahan suatu zat yang
disebut indikator. Titik di mana terjadinya perubahan warna indikator ini
disebut titik akhir titrasi. Secara ideal titik akhir titrasi seharusnya sama
dengan titik akhir teoritis (titik ekuivalen). Dalam prakteknya selalu
terjadi sedikit perbedaan yang disebut kesalahan titrasi .
Untuk analisis titrimetri atau volumetri lebih mudah kalau kita memakai
sistem ekivalen (larutan normal) sebab pada titik akhir titrasi jumlah
ekivalen dari zat yang dititrasi = jumlah ekivalen zat penitrasi. Berat
ekivalen suatu zat sangat sukar dibuat definisinya, tergantung dari
macam reaksinya. Pada titrasi asam basa, titik akhir titrasi ditentukan
oleh indikator. Indikator asam basa adalah asam atau basa organik yang
mempunyai satu warna jika konsentrasi hidrogen lebih tinggi daripada
sutau harga tertentu dan suatu warna lain jika konsentrasi itu lebih
rendah.
Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalent asam akan sama dengan
mol-ekuivalent basa, maka hal ini dapat kita tulis sebagai berikut:
mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa
Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara Normalitas dengan
volume maka rumus diatas dapat kita tulis sebagai:
NxV asam = NxV basa
N = Normalitas
V = Volume.
2.
3.
4.
1.
Titrasi asam kuat-basa kuat contohnya titrasi HCl dengan NaOH. Reaksi
yang terjadi adalah sebagai berikut:
Pada titrasi asam basa dapat ditulis sesuai reksi diatas, Ion H+ bereaksi
dengan OH- membentuk H2O sehingga hasil akhir titrasi pada titik
ekuvalen PH adalah netral.
2.
Titrasi ini ini Pada akhir titrasi terbentuk garam yang berasal dari asam
lemah dan basa kuat. Contoh titrasi ini adalah asam hidroklorida sebagai
asam kuat dan larutan amonia sebagai basa lemah.
NH3 (aq) + HCl (aq)
3.
NH4Cl (aq)
Titrasi basa lemah dan asam kuat adalah analog dengan titrasi asam
lemah dengan basa kuat, akan tetapi kurva yang terbentuk adalah
cerminan dari kurva titrasi asam lemah vs basa kuat. Sebagai contoh
disini adalah titrasi 0,1 M NH4OH 25 mL dengan 0,1 HCl 25 mL dimana
reaksinya dapat ditulis sebagai:
NH4OH + HCl -> NH4Cl + H2O
4.
CH3COONa + NH4OH
Reaksi ionnya :
OH- + NH4-
2.
NH4OH
Titrasi pengendapan
3.
Titrasi reduksi-oksidasi
Titrasi permanganometri.
Titrasi Iodo-Iodimetri
Titrasi Bromometri dan Bromatometri
Titrasi serimetri
*
a.
Inred
indikator
Warna beroksidasi
Warna terduksi
kondisi
Erioglausin A
Biru kemerahan
Kuning kehijauan
+ 0.98
0.5 M H2SO4
difemilamin
ungu
Tidak berwarna
+0.76
Asam encer
Metilen biru
biru
Tidak berwarna
+0.53
1 M asam
Indigo tetrasulfonat
biru
Tidak berwarna
+0.36
1 M asam
phenosafranin
nerah
Tidak berwarna
+0.28
1 M asam
Analat harus berbentuk suatu oksidator yang cukup kuat, karena dalam
metode ini analat selalu direduksi dulu dengan KI sehingga terjadi I2. I2
inilah yang dititrasi dengan Na2S2O3.
Oks analat + I2S2O3 - + I2
1.
Kesalahan oksigen; oksidasi diudara dapat meyebabkan hasil titrasi
terlalu tinggi karena dapat mengoksidasi ion iodide menjadi I2.
2.
pada pH tinggi I2 yang terbentuk dapat bereaksi dengan air
( hidolisis )
3.
4.
Waktu reaksi anaklat dengan KI yang berjalan lambat,
menyebabakan kemungkinan iod menguap.
Iod merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat sehingga banyak zat-zat
yang merupakan reduktor yang cukupk uat dapat dititrasi ,indicator ialah
amilum dengan perubahan tak berwarna menjadi biru.
Ketidakstabilan iod disebabkan oleh :
1.
Penguapan iod
2.
Reaksi iod dengan karet, gabus, dan bahan organic lain yang
mungkin masuk dalam larutan lewat debu dan asap.
3.
Oksidasi oleh udara pada pH rendah ; oksodasi ini dipercepat oleh
cahaya dan panas.
1.
2.
3.
Cerium tetravalent
Titrasi Kompleksometri
b.
Kelat-kelat tersebut cukup stabil membrntuk dasar pada metode
titrimetri.kestebialn yang besar disebabkan karena kompleks yang
terbentuk berupa molekul dengan struktur melingkar dalam kation yang
dikelilingi dan diisolasi dari molekul pelarut.
Hitam eriokrom
Indikator ini peka terhadap perubahan kadar logam dan pH larutan. Pada
pH 8 -10 senyawa ini berwarna biru dan kompleksnya berwarna merah
anggur. Pada pH 5 senyawa itu sendiri berwarna merah, sehingga titik
akhir sukar diamati, demikian juga pada pH 12. Umumnya titrasi dengan
indikator ini dilakukan pada pH 10.
b.
Jingga xilenol
Indikator ini berwarna kuning sitrun dalam suasana asam dan merah
dalam suasana alkali. Kompleks logam-jingga xilenol berwarna merah,
karena itu digunakan pada titrasi dalam suasana asam.
c.
Titrasi langsung
2.
Titrasi balik
3.
4.
Titrasi alkalimetri
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
analisis volumetric tebagi atas beberapa macam yaitu sebagai berikut :
Titrasi asam basa adalah titrasi yang melibatkan reaksi neutralisasi
dimana asam akan bereaksi dengan basa dalam jumlah yang ekuivalen.
Titran yang dipakai dalam titrasi asam basa selalu asam kuat atau basa
kuat. Titik akhir titrasi mudah diketahui dengan membuat kurva titrasi
yaitu plot antara pH larutan sebagai fungsi dari volume titran yang
ditambahkan.
titrasi pengendapan merupakan suatu proses titrasi yang dapat
mengakibatkan terbentuknya endapan dari zat-zat yang saling bereaksi
(analit dan titran ).
Titrasi Reduksi oksidasi (redoks) adalah suatu penetapan kadar reduktor
atau oksidator berdasarkan atas reaksi oksidasi dan reduksi dimana
redoktur akan teroksidasi dan oksidator akan tereduksi.
Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa
kompleks antara kation dengan zat pembentuk kompleks. Titrasi
kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi