Você está na página 1de 10

BAB 1.

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang Masalah


Beton sebagai material struktural sangat dibutuhkan dalam pembangunan
khususnya rumah, gedung dan jalan mengalami peningkatan dalam
penggunaannya. Penggunaan beton sebagai sarana dan prasarana (infrastruktur)
dapat digunakan oleh setiap kalangan masyarakat dari tingkat bawah hingga
tingkat atas. Hal ini dikarenakan beton masih memenuhi kebutuhan untuk
pembangunan konstruksi dan juga dari segi ekonomi beton lebih murah
dibandingkan dengan bahan konstruksi lainnya (Julharmito, 2015).
Beton merupakan campuran yang memiliki bahan dasar semen, air, kerikil
dan pasir. Banyaknya campuran ini membuat para pengusaha industri
mengembangkan berbagai macam semen dan yang paling umum digunakan pada
pembuatan infrastruktur adalah semen portland. Bahan kimia tambahan dan
material semen semakin berkembang hingga pada saat ini salah satu material
dikenal dengan material geopolimer. Geopolimer merupakan mineral polimer
hasil dari geosintesis atau geokimia dimana aluminasilikat menjadi komponen
utamanya yang dimana material ini biasanya berasal dari mineral alami atau hasil
produk seperti abu terbang (fly ash) (Arlis, 2012).
Produksi batubara di Indonesia menurut Ditjen Mineral dan Batubara
adalah 241 juta ton pada tahun 2014. Dari pembakaran batubara itu sendiri
dihasilkan sekitar 5% polutan padat abu batabara dimana 10-20% merupakan jenis
bottom ash dan 80-90% merupakan jenis abu terbang. Pasal 33 UUD 1945 tentang
segala isi bumi di Indonesia perlu dimanfaatkan secara optimal untuk
kesejahteraan rakyat, membuat para peneliti tertarik untuk mengekplorasi
pemanfaatan terhadap limbah padat abu batubara.
1.2

Rumusan Masalah
Beton geopolimer adalah beton yang terbentuk dari material geopolimer
sebagai bahan matriks dan agregat mineral sebagai bahan inklusi. Studi tentang
kemampuan untuk mencapai kuat tekan yang baik pada geopolimer adalah dengan
komposisi campuran yang tepat akan memperoleh hasil yang baik. pada umumnya
menganalisa geopolimer berdasarkan sifat kimia dan sifat fisik dengan
memberikan variasi waktu untuk memperoleh kuat tekan maksimal, acid
resistance, kesetimbangan geopolimer dan juga variasi suhu curing.
Hafizi, 2013 membuat pasta geopolimer dengan menggunakan NaOH
yang dilarutkan dalam aquades dengan variasi konsentrasi yang telah ditentukan
(6M, 10M, 14M). Kemudian waterglass (Natrium Silika) dilarutkan kedalamnya
dengan rasio perbandingan NaOH : Natrium Silika adalah 1 : 2,5. Abu terbang
(perbandingan abu terbang/natrium silika adalah 3 :1) kemudian diaduk dengan
larutan sebelumnya dan kemudian dicetak. Tahap terakhir adalah pemberian
temperatur curing dengan variasi 260C, 600C dan 900C dan kemudian diuji dan
dianalisa. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan
proses pemadatan geopolimer (geopolymer solidification). Geopolimer optimum
yang diperoleh dengan konsentrasi alkali 14 M dan temperatur curing pada suhu
600C.

1.3

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini antara lain sebagai berikut :
1. Menghasilkan paving block berstandard mutu SNI 03-0691-1996 dan
dapat diaplikasikan sesuai dengan golongannya menurut kuat tekan
yang diperoleh.
2. Mengetahui hasil optimum uji kuat tekan geopolimer dengan
memvariasikan konsentrasi alkali aktivator NaOH dengan waterglass
(natrium silika).

1.4

Urgensi Penelitian
Dalam pembuatan bahan konstruksi dengang paving block ini akan
dilakukan pengantian semen portland dengan fly ash yang mengandung silika
yang tinggi yaitu 76,2%. Sedangkan material air akan digunakan larutan alkali
yaitu NaOH sebagai pelarut didalam pencampuran fly ash dan bahan tambahan
yang lain adalah sodium silika. Penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan
beton yang aplikatif pada kontruksi dan memiliki daya saing terhadap semen
portland sebagai bahan dasar pembuatan beton. Material ini diharapkan lebih
ramah lingkungan tanpa menghasilkan emisi berupa CO2. Serta diharapkan
mendapatkan kuat tekan yang tinggi dan dapat digunakan didalam bahan
kosntruksi sesuai dengan SNI 03-0691-1996.
1.5

Luaran Penelitian
Luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah karya ilmiah.

1.6

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat diaplikasikan dan mampu mengurangi
limbah padat berupa abu terbang yang merupakan limbah terbesar yang dapat
dimanfaatkan dibanding dibuang ke landfill dan mengurangi penggunaan biaya
pembersihannya. Selain aplikatif, penelitian ini diharapkan mampu menjadi
refernsi teori untuk penelitian pengembangan pembuatan geopolimer berikutnya.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1

Pengertian Geopolimer
Geopolimer merupakan bahan atau mineral yang berupa anorganik yang
disintesa melalui proses polimerisasi. Unsur-unsur anorganik yang memiliki
struktur kristal ini akan diubah menjadi bentuk amourfus seperti karakter polimer.
Dengan demikian, geopolimer memiliki struktur mineral amorfus hingga semi
kristalin (Nessya, 2012). Pada tahun 1978, istilah geopolimer diperkenalkan oleh
Davidovits untuk pertama kalinya menemukan sebuah perekat alternatif pengganti
semen yang dikenal dengan geopolimer. Pembuatan material geopolimer
menggunakan bahan yang banyak mengandung unsur-unsur silikon dan
alumunium. Unsur-unsur tersebut banyak ditemukan pada limbah industri, seperti
abu terbang dan abu sawit. Beton geopolimer memberikan keuntungan dalam hal
pemanfaatan limbah hasil buangan pabrik sebagai bahan yang dapat digunakan,
meskipun perbedaan tempat asal sumber material berpengaruh terhadap tingkat
hasil kekuatan (Astuti, 2014).
Geopolimerisasi melibatkan reaksi kimia dari alumina-silikat oksida
(Si2O5, Al2O2) dengan alkali polisilikat yang menghasilkan ikatan polimer Si-OAl. Polisilikat umumnya berupa natrium atau kalium silikat yang disuplai oleh
industri kimia atau bubuk silika halus sebagai produk sampingan dari proses
ferro-silicon metallurgy. Tidak seperti semen Portland/pozzolanic biasa,
geopolimer tidak membentuk calcium-silicate-hydrates (CSHs) untuk
pembentukkan matriks yang menyusun kekuatannya, tetapi merupakan hasil
proses polikondensasi dari prekusor silika dan alumina serta kandungan alkali
yang tinggi untuk mencapai kekuatan strukturalnya. Oleh karena itu istilah
geopolimer kadang-kadang diganti menjadi pengikat alumina silikat teraktivasi
oleh alkali (alkali-activated alumino silicate binders).
2.2

Geopolimer Paving Block


Paving block adalah suatu komposisi bahan bangunan yang terbuat dari
campuran semen portland atau bahan perekat hidrolis lainnya, air dan agregat
dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu beton
tersebut (SNI 03-0691-1996). Bata beton (paving block) merupakan salah satu
jenis beton non strultural yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan jalan,
pelataran parkir, trotoar, taman dan keperluan lainnya. Dalam SNI 03-0691-1996
bata beton (paving block).Paving block dapat diklasifikasikan menjadi 4 macam
berdasarkan mutu yaitu :
a. Paving block mutu A, digunakan untuk jalan
b. Paving block mutu B, digunakan untuk peralatan jalan
c. Paving block mutu C, digunakan untuk pejalan kaki
d. Paving block mutu D, digunakan untuk taman dan penggunaan lain.
Ada beberapa syarat mutu yang harus dipenuhi pada sebuah paving block. Syarat
mutu tersebut berdasarkan SNI 03-0691-1996 yaitu :
a. Sifat tampak
Paving block harus mempunyai permukaan rata, tidak terdapat retak-reta
dan cacat, bagian sudut dan rusuknya tidak mudah dirapihkan dengan

kekuatan jari tangan.


b. Ukuran
Paving block harus mempunyai ukuran tebal nominal minimum 60 mm
dengan toleransi 8 %
c. Sifat fisika
Tabel 2.1. Sifat Fisika Bata Beton (Paving Block)
Ketahanan Aus
Penyerapan
Kuat Tekan (Mpa)
(Mm/Menit)
Air Rata-Rata
Mutu
Maks
RataMin
RataMin
%
rata
rata
A
40
35
0,09
0,103
3
B
20
17
0,13
0,149
6
C
15
12,5
0,16
0,184
8
D
10
8,5
0,219
0,251
10
Sumber : SNI 03-0691-1996 Bata Beton (paving block)
d. Ketahanan terhadap natrium sulfat
Paving block apabila diuji dengan natrium sulfat tidak boleh cacat dan
kehilangan berat yang diperkenankan maksimum 1%.
2.3

Fly Ash (Abu Terbang)


Abu terbang merupakan limbah padat hasil dari proses pembakaran di
dalam furnace pada PLTU yang kemudian terbawa keluar oleh sisa-sisa
pembakaran serta di tangkap dengan mengunakan elektrostatik precipitator. Fly
ash merupakan residu mineral dalam butir halus yang dihasilkan dari pembakaran
batu bara yang dihaluskan pada suatu pusat pembangkit listrik. Fly ash terdiri dari
bahan inorganik yang terdapat di dalam batu bara yang telah mengalami fusi
selama pembakarannya. Bahan ini memadat selama berada di dalam gas-gas
buangan dan dikumpulkan menggunakan presipitator elektrostatik. Karena
partikel-partikel ini memadat selama tersuspensi di dalam gas gas buangan, maka
partikel-partikel fly ash umumnya berbentuk bulat. Partikel-partikel fly ash yang
terkumpul pada presipitator elektrostatik biasanya berukuran (0.074 0.005 mm).
Bahan ini terutama terdiri dari silikon dioksida (SiO2), aluminium oksida (Al2O3)
dan besi oksida (Fe2O3) (Acosta, 2009 dalam Sukamto, 2014)

Gambar 2.1. Fly Ash batubara (Wardani, 2008)

Salah satu penanganan lingkungan yang dapat diterapkan adalah


memanfaatkan limbah fly ash untuk adsorbsi udara pembakaran dalam kendaraan
bermotor belum bisa dimasyarakatkan secara optimal, karena berdasarkan PP. No.
85 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), fly
ash dan bottom ash dikategorikan sebagai limbah B3 karena terdapat kandungan
oksida logam berat yang akan mengalami pelindihan secara alami dan mencemari
lingkungan. Yang dimaksud dengan bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah
sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya beracun
yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara
langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusakkan
lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.
Tabel 2.2. Komposisi dan Klasifikasi Fly Ash
Komponen
Bituminus
Subbituminus
Lignit
SiO2
20 60
40 - 60
15 - 45
Al2O3
5 35
20 - 30
20 - 25
Fe2O3
10 40
4 - 10
4 - 15
CaO
1 12
5 - 30
15 - 40
MgO
05
16
3 - 10
SO3
04
02
0 - 10
Na2O
04
02
0-6
K2O
03
04
0-4
Sumber : Bruce R, 2004 dalam Wardani, 2008
Sifat-sifat abu terbang didalam tungku pembakaran sangat tergantung pada
reaksi antara mineral-mineral pembentuk abu terbang. Kandungan pada abu
terbang sangat dipengaruhi oleh dimensi keseluruhan ketel uap dan dari ukuran
serta penempatan berbagai permukaan panas. Abu terbang yang berasal dari jenis
batubara rendah, umumnya tahan terhadap slagging, kecuali untuk yang
mengandung alkali (natrium) tinggi.
Dengan menaiknya kandungan kalsium dan natrium, kecepatan pergerakan
pada tabung akan naik karena adanya ikatan antara partikel kalsium silikat dengan
senyawa natrium. Kandungan natrium oksida khususnya mempunyai suatu
pengaruh sinergis pada kecepatan pergerakan, menaikkan kekuatan pengukatan,
dan membuat endapan menjadi lebih sukar dihilangkan (Davidovits J., 2008
dalam Nessya, P., 2012). Kandungan mineral umumnya pada abu terbang dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.3. Kandungan Mineral umum pada abu terbang
Grup
Mineral
Formula
Spesific Gravity
Clay
Kaolinite
Al2O3.2SiO2.H2O
2.60
Illite
K2O.3Al2O3.6SiO2.2H2O
2.90
Monmorillonite
Al2(Si4O10)(OH2)
2.30
Carbonates Pyrite
FeS2
5.01
Marcasite
FeS2
4.88

Accesory
Mineral

Quartz
Hematite
Biotite

Rutile
Orthoclase
(Feldspars)
Albite
(Feldspars)
Sumber : Davidovits, 2008

SiO2

2.65

Fe2O3
K2O.MgO.Al2O3.3SiO2.H
2O
TiO2
K2O.Al2O3.6SiO2

5.26

Na2O.Al2O3.6SiO2

2.63

2.63

2.4

Natrium Hidroksida (NaOH)


Larutan alkalin yang digunakan dalam pembuatan geopolimer adalah
logam alkali yang larut. Logam alkali yang sering digunakan sebagai reagen
reaksi geopolimerisasi adalah Natrium (Na) dan Kalium (K). Massa molekul
relatif NaOH adalah 40 gram/mol. Natrium hidroksida dapat mengabsorbsi CO2
dari udara, sangat korosif pada jaringan hewan dan tumbuhan serta logam
alumunium. Natrium hidroksida menghasilkan panas (eksotermis) saat dilarutkan
dalam air atau ketika dilarutkan dengan asam. NaOH berbentuk pelet dapat
mencapai kemurnian 97-98 % (Windholtz, 1976). Menurut A. Palamo (1999),
bahan larutan alkalin untuk menghasilkan kuat tekan yang paling baik adalah
campuran NaOH dengan natrium silikat dan KOH dengan kalium silikat.
2.5

Natrium Silikat (Waterglass)


Komposisi natrium silikat (Waterglass) saat kering adalah Na2SiO3,
Na6SiO7, Na2Si3O7 dengan komposisi air yang bervariasi. Bentuknya bening
sampai putih atau putih keabu-abuan, kristalin atau seperti lem. Natrium silikat
juga dapat mengiritasi kulit. Natrium silikat dalam bentuk larutannya adalah
alkalin kuat (Windholtz, 1976).

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN


3.1

Bahan yang digunakan


Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah :
1. Fly ash(abu terbang) dari PT. Indah Kiat Pulp and Paper, Perawang.
2. Kalium Hidroksida (KOH) (Merck, Germany).
3. Natrium Hidroksida (NaOH) (Merck, Germany).
4. natrium silikat (waterglass) [Na2SiO3] (Merck, Germany).
5. aquades.

3.2

Alat yang digunakan


Alat-alat yang akan diperlukan pada penelitian ini adalah :
1. Ayakan 100 - 200 mesh.
2. Gelas piala (Merk Pyrex ukuran 200 mL).
3. Gelas ukur (Merk Pyrexukuran 10 mL).
4. Labu ukur (Merk Pyrexukuran 100 mL).
5. Neraca analitik.
6. Pengaduk/stirrer.
7. Stainless mould.
8. Pipet tetes.
9. Corong (Merk Pyrex).
10. Oven.
11. saringan fiber glass dan ember.
12. Peralatan atau instrumen untuk karakterisasi antara lain penguji kuat
tekan (press concrete compressive strength) dan X-Ray Diffraction
(XRD).

3.3

Tempat dan waktu pelaksanaan


Penelitian direncanakan akan dilakukan dilaboratorium Universitas Riau
dalam 4 bulan waktu kerja.
3.4

Prosedur Penelitian
1. Persiapan Bahan Baku dan Peralatan
Bahan baku atau bahan prekursor yang digunakan dalam penelitian
ini adalah abu terbang (fly ash) yang berasal dari PT. Indah Kiat Pulp and
Paper. Sebelum digunakan, fly ash disaring terlebih dahulu menggunakan
ayakan 100 - 200 mesh dengan tujuan agar reaksi polimerisasi dapat
berlangsung dengan baik.
Mould yang akan digunakan sesuai dengan ukuran benda uji
berbentuk silinder yang telah disebutkan sebelumnya dilakukan
pembersihan tersebut agar mould tidak mengandung senyawa lainnya.
Kemudian dinding mould diberi pelumas agar mempermudah pembukaan
hasil geopolimer. Khusus pencetakan beton geopolimer, dinding mould
harus dilapisi dengan plastik agar mudah dibuka.
Aktivator alkali yang digunakan pada percobaan ini adalah
campuran sodium silika dengan kalium hidroksida. Kalium hidroksida

yang berbentuk padatan dilarutkan dalam aquades pada konsentrasi yang


telah ditentukan. Komposisi larutan hidroksida dan sodium silikat
ditentukan karena konsentrasi mempengaruhi reaksi polimerisasi yang
akan terjadi. Pelarutan tersebut merupakan reaksi eksotermis yang
menghasilkan panas sehingga perlu pendinginan hingga suhu ruang.
Kemudian, dilakukan pencampuran homogen larutan alkali dengan
waterglass yang mengalami reaksi eksoterm juga dan dilakukan proses
pendinginan pada suhu ruangan.
2.

Pre-Treatmen Penelitian
Langkah awal pada peroses ini adalah dengan mencampurkan fly
ash yang telah diayak dengan aktivator alkali. Penggabungan tersebut
diberi pengadukan dengan tujuan agar bahan tercampur dengan homogen.
Setelah pengadukan, bahan tersebut dimasukkan kedalam mould berbentuk
silinder yang telah dilapisi pelumas berdiameter 4 cm dan tinggi 8 cm.
Adonan dipadatkan agar campuran mengisi seluruh sisi mould. Mould
yang telah berisi beton geopolimer dilakukan pre-curing selama 24 jam.
Idealnya akan diperoleh beton geopolimer yang telah mengeras dan dapat
terlepas dari mould. Selanjutnya, mould ditutup dengan plastik atau
aluminium foil dan dilakukan curing selama 24 jam didalam furnace.
Selanjutnya produk yang diperoleh akan uji karakterisasi yang telah
ditentukan.
Persiapan Bahan

Prekursor Abu Terbang


Batubara

Alkali (NaOH dan atau


KOH)

Uji XRF

waterglass

Alkali Aktivator

Polimerisasi (pre-curing suhu ambient, 24 jam


Curing, 24 jam)

Uji Kuat Tekan (press concrete


compressive strength)

DATA
Analisa dan Kesimpulan

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian


8

3.5

Variabel Penelitian
Variabel proses yang digunakan dalam penelitian ini terbagi dua yaitu
variabel tetap dan variabel berubah.Variabel tetap dalam penelitian ini adalah
Perbandingan massa fly ash 0,35 cm dan Perbandingan massa waterglass 1,5 M.
Variabel berubah dalam penelitian ini adalah Konsentrasi liquid activator
(NaOH) 10 M, 12 M, 14 M, Temperatur perawatan (curing temperature) 60, 70
dan 80 0C.
3.6

Indikator Capaian
Indikator yang akan dicapai melalui ini adalah menghasilkan paving block
yang kuat dan dapat digunakan sebagai bahan kontruksi oleh masyarakat didalam
kehidupan sehari-hari.
3.7

Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan 3 perlakuan yaitu terhadap variasi
konsentrasi NaOH dan temperatur yang digunakan. Data dianalisa dengan
menggunakan alat uji kuat tekan, porositas, dan X-Ray Diffraction (XRD).
3.8
No

Jadwal Waktu Penelitian


Kegiatan

Bulan Ke
1
2
3
4
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1
2
3
4
5

Penelusuran literatur
Persiapan alat dan bahan
Pelaksanaan penelitian
Pengujian hasil
Penyusunan laporan dan jurnal

DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Winda H. 2014. Karakteristik Mortar Geopolimer Abu Sawit Dengan
Variasi Modulus Aktivator. Skripsi Sarjana. Pekanbaru : Universitas Riau.
Clarke, B.1992, Structural Fill, University of Newcastle Upon Tyne, UK.
Cripwell, J.B. 1992, Pulveriszed Fuel Ash : Understanding The Material,
National Seminar The use of PFA in construction, Concrete Technology
Unit, Department of Civil Eengineering, University of Dundee.
Endika, Eko. 2013. Pengaruh penambahan silica fume pada campuran paving
block terhadap karakteristik paving block. Skripsi Sarjana. Pekanbaru:
Universitas Riau.
Hafisi, Ahmad. 2013. Experimental Study On The Kinetics Of Geopoymers
Solidification. A project dissertation submitted to the Chemical
Engineering Programme : University Teknologi Petronas.
Julharmito. 2015. Pemanfaatan Abu Terbang (Fly Ash) Batubara Sebagai Bahan
Campuran Beton Geopolimer. Skripsi Sarjana. Pekanbaru : Universitas
Riau.
Lloyd, N.A dan Rangan, B. V. (2010), Geopolymer Concrete with Fly Ash, Curtin
University of Technology,Western Australia.
Nugraha, P, dan Antoni. 2007. Teknologi Beton. Yogjakarta: Andi.
Putra, Arie. 2013. Pengaruh variasi bentuk paving block terhadap kuat tekan.
Skripsi Sarjana. Pekanbaru: Universitas Riau.
Satya, M. 2002. Pengaruh subtitusi abu sekam padi terhadap kuat tekan paving
block. Skripsi Sarjana. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
SNI 03-0691-1996. 1996. Bata beton (paving block). Bandung: Badan
Standardisasi Nasional.
Septia, P. (2011). Studi Literatur Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Rasio
NAOH:Na2SiO3, Rasio Air/Prekursor, Suhu Curing, Dan Jenis Prekursor
Terhadap Kuat Tekan Beton Geopolimer, Skripsi, Jurusan Teknik Sipil,
Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.
Tribuana Nanan, 2002, Pengolahan Abu Terbang PLTU Batu Bara, Majalah
Insinyur Indonesia.

10

Você também pode gostar