Você está na página 1de 5

SUBSIDI LISTRIK DAN PERMASALAHANNYA

1. Subsidi listrik dan belanja pemerintah pusat

SE

TJ

EN

Gambar 1. Trend Subsidi Listrik dan Belanja


Pemerintah Pusat, 2004-2011 (Rp milyar)

2006

30,393.30

440,032.10

6.9

2007

33,073.50

504,623.30

6.6

2008

83,906.50

693,356.00

12.1

2009

49,546.50

628,812.40

7.9

2010

57,601.60

697,406.40

8.3

2011

65,565.10

908,243.40

7.2

2012

44,960.20

964,997.30

4.7

AN
D

Sumber: Data Pokok APBN 2006-2012 final


Cat: 2011 = APBNP, 2012 = APBN

AP

2.5

KS
AN
AA
N

361,155.20

LA

8,850.60

PE

2005

BN

Tabel 1. Proporsi Subsidi Listrik terhadap


Belanja Pemerintah Pusat (Rp milyar)
% thd
Subsidi
Belanja
Tahun
belanja
listrik
pempus
pempus

PR

Proporsi subsidi listrik terhadap belanja pemerintah pusat cenderung meningkat dari
hanya 2,5% pada tahun 2005 menjadi 4,7% pada APBN tahun 2012. Secara rata-rata
subsidi listrik menghabiskan sekitar 7% belanja pemerintah pusat.
Kondisi ini
menunjukkan bahwa subsidi listrik cukup membebani anggaran pemerintah pusat.

IS
A

AN

AR

AN

Secara nominal, dalam delapan tahun terakhir besarnya subsidi listrik juga cenderung
meningkat. Kenaikan yang cukup tajam terjadi di tahun 2006 dan 2008 masing-masing
sebesar 243% dan 153%. Faktor utama yang mengakibatkan besarnya subsidi listrik
tersebut adalah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dimana pembangkit PLN masih
banyak yang menggunakan BBM.

Dalam laporan hasil pemeriksaannya (IHPS II tahun 2011), BPK mengemukakan bahwa
porsi terbesar biaya pokok penyediaan tenaga listrik (BPP TL) PLN adalah biaya bahan
bakar atau energi primer yang mencapai 56% - 66% dari total BPP TL. Selanjutnya, dari
biaya bahan bakar atau energi primer tersebut, biaya bahan bakar minyak atau BBM
merupakan biaya bahan bakar dengan porsi terbesar yaitu mencapai 63% - 81%. Hal
ini menunjukkan bahwa penyediaan tenaga listrik yang dilaksanakan oleh PLN masih
sangat mengandalkan pada BBM. Selisih antara BPP TL dan harga jual menyebabkan
pemerintah harus memberikan subsidi kepada PLN.

BI
R

AN

AL

2. Subsidi Listrik dan Bahan Bakar

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI | 10

Tidak terpenuhinya kebutuhan gas PLN, diantaranya karena ada pembatasan


penyerahan hasil eksplorasi dari kontraktor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
(Domestic Market Obligation/DMO) memaksa PLN lebih kreatif menggunakan bahan
bakar yang tersedia untuk mengoperasikan mesin-mesin pembangkitnya yang
Akibatnya biaya operasi PLN membengkak karena
berbahan bakar gas 1 .
untuk menutupi defisit gas, PLN selama ini menggunakan bahan bakar minyak yang
harganya jauh lebih mahal.

Dengan asumsi biaya bahan bakar merupakan 55% biaya operasi dan menggunakan
harga jual PLN yang sama, maka PLN akan dapat menghemat sekitar 70% biaya bahan
bakarnya jika kebutuhan gas PLN untuk PLTG dan PLTGU dapat terpenuhi secara
maksimal.
Penghematan biaya bahan bakar sekitar 70% akibat terjaminnya
ketersediaan gas akan menghasilkan sekitar 40% pengurangan subsidi listrik.

BN

SE

TJ

EN

PR

KS
AN
AA
N

AP

Box 1.

Analisa Sensitivitas
(Hasil audit BPK terhadap PT PLN)

AN

PE

LA

1. Setiap kenaikan 1% volume penjualan tenaga listrik, akan


menambah kerugian PT. PLN (persero) sebesar Rp227,47
miliar.

AN

2. Setiap kenaikan 1% susut tenaga listrik, akan menambah BPP


sebesar Rp557,31 miliar.

AN

AR

3. Setiap kenaikan kurs USD sebesar Rp100,- akan menambah


BPP sebesar Rp210.40 miliar.

BI
R

AN

AL

IS
A

4. Setiap kenaikan harga BBM solar sebesar Rp100/liter akan


menambah BPP sebesar Rp 642,80 miliar.

Sumber : hasil audit BPK dalam Strategi dan Kebijakan Pengurangan Subsidi
Listrik dan Temuan BPK Atas Perhitungan Subsidi Listrik, Syariffuddin
Mahmudsyah

Pasal 22 ayat (1) Undang-undang No 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi mengamanatkan
pembatasan penyerahan hasil eksplorasi minyak dan gas bumi dari kontraktor untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri (DMO) maksimal 25%.

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI | 11

3. Simulasi Perhitungan Harga BBM dan Subsidi Listrik


Setiap kenaikan harga BBM solar sebesar Rp100/liter akan menambah BPP sebesar
Rp 642,80 miliar.2

Subsidi listrik = (BPP harga jual rata-rata) x energi terjual x (1+margin)

EN

PR

(Syariffuddin Mahmudsyah)

SE

TJ

Asumsi : menggunakan data tahun 2010 dengan perkiraan kenaikan 10%, data lain
bersifat cateris paribus

AP

Perkiraan 2011
1197.845
692.76/kwh
162,027.217 Gwh
8%

KS
AN
AA
N

2010
1088.95
692.76/kwh
147,297.47 Gwh
5%

BN

Tabel 2. Data Simulasi


Uraian
BPP
Harga jual rata-rata
Energi terjual
Margin

AN

PE

LA

Perhitungan sederhana menunjukkan bahwa dengan menggunakan formula


tersebut diatas, dengan menggunakan margin sebesar 7%, tanpa kenaikan harga
BBM, maka subsidi listrik yang dibutuhkan PLN pada tahun 2012 sebesar
Rp95.358,53 milyar.

AN

AR

AN

Perhitungan sederhana menunjukkan (dengan menggunakan margin sebesar


7%), jika terjadi kenaikan harga BBM sebesar Rp 300,-/liter (misalnya) maka
akan menambah BPP PLN sebesar Rp1.928,4 milyar sehingga perkiraan besarnya
subsidi listrik yang dibutuhkan PLN sebesar Rp97.391,3 milyar.

IS
A

4. Tarif Dasar Listrik (TDL) Indonesia termurah?

AL

BI
R

AN

Ditilik secara nominal, dibandingkan Negara ASEAN lainnya, TDL di Indonesia


memang relatif paling murah, namun pernyataan tersebut juga harus melihat pada
besarnya GDP per kapita dan GNP per kapita masing-masing negara (tabel 3).

Syariffuddin Mahmudsyah, Ada apa dengan ketenagalistrikan Indonesia??? Kebijaka PSO dan politisasi ketenagalistrikan

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI | 12

Tabel 3. Perbandingan TDL Listrik ASEAN


NEGARA

TDL
RUMAH
TANGGA
(Rp/kwh)

TDL
INDUSTRI
(Rp/kwh)

GDP per
kapita,
2009
(US$)

GNP
per
kapita
(US$)

602

529-615

4000

599

Indonesia

TDL rumah tangga


terhadap GDP per kapita

TDL rumah tangga


terhadap GNP per kapita

1 kwh = US$ 0,1505 = Rp1.430

1 kwh = US$ 1,005 = Rp9.548

782

812

8100

1838

1 kwh = US$ 0,0965 = Rp917

1 kwh = US$ 0,425 = Rp4.038

829

699

14800

3312

1 kwh = US$ 0,0560 = Rp532

1 kwh = US$ 0,250 = Rp2.375

Vietnam

848

537

2900

392

1 kwh = US$ 0,2924 = Rp2.778

1 kwh = US$ 2,163 = Rp20.549

Filipina

1449

1551

3300

920

1 kwh = US$ 0,4390 = Rp4.171

1 kwh = US$ 1,575 = Rp14.962

Singapura

1453

1143

48500

20066

1 kwh = US$ 0,0300 = Rp285

1 kwh = US$ 0,072 = Rp684

EN

PR

Thailand
Malaysia

SE

TJ

Sumber : CIA-World Fact Book-2009, NationMaster.com-2010 dalam Strategi dan Kebijakan Pengurangan
Subsidi Listrik dan Temuan BPK Atas Perhitungan Subsidi Listrik, Syariffuddin Mahmudsyah
Kurs US$ 1 = Rp9.500

Hasil perhitungan berdasarkan GDP per kapita, maka TDL rumah tangga yang
termurah diantara Negara-negara ASEAN adalah Singapura dengan Rp285/kwh
sementara Indonesia Rp1.430/kwh.

Hasil perhitungan berdasarkan GNP per kapita, maka TDL rumah tangga yang
termurah diantara Negara-negara ASEAN adalah Singapura dengan Rp684/kwh
sementara Indonesia Rp9.548/kwh.

KS
AN
AA
N

AP

BN

PE

LA

5. Penerima Subsidi Listrik

AR

AN

AN

Hasil kajian Badan Kebijakan Fiskal, Departemen Keuangan menunjukkan bahwa 56%
subsidi listrik tahun 2007 dinikmati oleh kelompok pelanggan rumah tangga dan sisanya
terbagi antara industri, bisnis, pemerintah dan lain-lain. tidak seluruh subsidi dinikmati
oleh kalangan ekonomi menengah ke bawah. Hasil perhitungan menunjukkan sekitar 30
40% subsidi listrik dinikmati kalangan menengah ke atas.

Tabel 4. Jenis Pelanggan dan Perhitungan Pengurangan Subsidi


Biaya
Produksi
Listrik
(Rp/Kwh)

Kecil 450 VA

418

1.163

Kecil 900 VA

AN

Harga jual
PLN
(Rp/Kwh)

Bi. Prod. Listrik


setelah
penghematan
(Rp/Kwh)*

Hasil
perhitun
gan

13,13

17,624,161,073.8

715.25

Negatif

AL

IS
A

Jenis pelanggan

Volume penjualan
(Kwh)

Subsidi
(Rp
triliun)

AN

Rumah tangga

1.163

9,48

17,111,913,357.4

715.25

Negatif

675

1.163

3,94

8,073,770,491.8

715.25

Negatif

Sedang II (2.200 VA)


Menengah (2.200-6.600
VA)

679

1.163

2,48

5,123,966,942.1

715.25

Negatif

797

1.163

1,37

3,743,169,398.9

715.25

Positif

Kaya > 6.600 VA

1.33

1.163

715.25

0.00

BI
R

609

Sedang I (1.300VA)

Bisnis

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI | 13

Bisnis besar

(> 200 VA)

811

839

1,91

68,214,285,714.3

515.99

Positif

805

1,163

1,22

3,407,821,229.1

715.25

Positif

641

839

10,92

55,151,515,151.5

515.99

Positif

Industri
Sedang

(2.200 VA)

Menengah (>2.200

VA)

PR

Besar ( > 30.000 VA)


529
718
4,37
23,121,693,121.7
441.57
Positif
Sumber: http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2010/06/21/EB/mbm.20100621.EB133899.id.html,
tanggal
posting 21 Juni 2010, tanggal akses 3 Januari 2010, diolah.
Cat : negatif berarti masih merlukan subsidi, positif berati tidak perlu subsidi

BI
R

AN

AL

IS
A

AN

AR

AN

AN

PE

LA

KS
AN
AA
N

AP

BN

SE

TJ

EN

Penyusun : Titik Kurnianingsih

Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI | 14

Você também pode gostar