Você está na página 1de 22

CEDERA TULANG BELAKANG

I.

KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Pengertian Cedera Tulang Belakang
Cidera tulang belakang adalah cidera mengenai cervicalis, vertebralis dan lumbalis
akibat trauma; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga dan
sebagainya yang dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang
vertebra sehingga mengakibatkan defisit neurologi (Sjamsuhidayat, 1997).
Trauma tulang belakang adalah cedera pada tulang belakang (biasanya mengenai
servikal dan lumbal) yang ditandai dengan memar, robeknya bagaian pada tulang
belakang akibat luka tusuk atau fraktur/ dislokasi di kolumna spinalis. (ENA, 2000 ; 426).
Tulang belakang (vertebrae) adalah tulang yang memanjang dari leher sampai ke
selangkangan. Tulang vertebrae terdiri dari 33 tulang, antara lain: 7 buah tulang servikal,
12 buah tulang torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral. Diskus intervertebrale
merupakan penghubung antara dua korpus vertebrae. Sistem otot ligamentum membentuk
jajaran barisan (aligment) tulang belakang dan memungkinkan mobilitas vertebrae. Di
dalam susunan tulang tersebut terangkai pula rangkaian syaraf-syaraf, yang bila terjadi
cedera di tulang belakang maka akan mempengaruhi syaraf-syaraf tersebut (Mansjoer,
2000).
Trauma spinal cord adalah cedera yang mengakibatkan fungsi konduksi saraf
terganggu, reflex dan fungsi motorik berkurang, terjadi perubahan sensasi, dan syok
neurogenik. (Campbell, 2004 ; 130).
Trauma spinal adalah injuri/cedera/trauma yang terjadi pada spinal, meliputi spinal
collumna maupun spinal cord, dapat mengenai elemen tulang, jaringan lunak, dan
struktur saraf pada cervicalis, vertebralis dan lumbalis akibat trauma berupa jatuh dari
ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olah raga, dan sebagainya. Trauma spinalis
menyebabkan ketidakstabilan kolumna vertebral (fraktur atau pergeseran satu atau lebih
tulang vertebra) atau injuri saraf yang aktual maupun potensial (Price, 2005).
Trauma spinal atau cedera pada tulang belakang adalah cedera yang mengenai
servikalis, vertebralis dan lumbalis akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang
belakang, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, dan
sebagainya. Trauma pada tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak pada tulang
belakang yaitu ligamen dan diskus, tulang belakang sendiri dan susmsum tulang belakang
atau spinal kord. .Apabila Trauma itu mengenai daerah servikal pada lengan, badan dan
tungkai mata penderita itu tidak tertolong. Dan apabila saraf frenitus itu terserang maka

dibutuhkan pernafasan buatan, sebelum alat pernafasan mekanik dapat digunakan.


(Muttaqin, 2008).
B. Etiologi dan Faktor Risiko
1. Etiologi
a. Trauma misalnya kecelakaan lalu lintas, terjatuh, kegiatan olah raga, luka tusuk
atau luka tembak.
b. Non trauma seperti spondilitis servikal dengan myelopati, myelitis, osteoporosis,
tumor.
Menurut Arif muttaqin (2005, hal. 98) penyebab dari cedera medula spinalis adalah

d.
e.
f.
g.

sbb.
a. Kecelakaan dijalan raya (penyebab paling sering).
b. Olahraga
c. Menyelan pada air yang dangkal
Kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon atau bangunan
Trauma karena tali pengaman (Fraktur Chance)
Kejatuhan benda keras
Gangguan spinal bawaan atau cacat sejak kecil atau kondisi patologis yang
menimbulkan penyakit tulang atau melemahnya tulang. (Harsono, 2000).
h. Luka tembak atau luka tikam
i. Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medulla spinalis slompai, yang
seperti spondiliosis servikal dengan mielopati, yang menghasilkan saluran sempit
dan mengakibatkan cedera progresif terhadap medulla spinalis dan akar mielitis
akibat proses inflamasi infeksi maupun non infeksi osteoporosis yang disebabkan
oleh fraktur kompresi pada vertebra, singmelia, tumor infiltrasi maupun

kompresi, dan penyakit vascular.


j. Keganasan yang menyebabkan fraktur patologik
k. Infeksi.
l. Osteoporosis.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi trauma medulla spinalis
a. Usia
Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan pada wanita karena
olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan bermotor.
b. Jenis Kelamin
Belakangan ini wanita lebih banyak dibandingkan pria karena faktor osteoporosis
yang di asosiasikan dengan perubahan hormonal (menopause).
c. Status Nutrisi
C. Patofisiologi

18. Risiko
syok

19. Risiko penurunan


curah jantung

Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma (kecelakaan mobil, jatuh dari
ketinggian, cederaolahraga, dll) atau penyakit (Transverse Myelitis, Polio, Spina Bifida,
Friedreich dari ataxia, dll) dapat menyebabkan kerusakan pada medulla spinalis, tetapi
lesi traumatic pada medulla spinalis tidak selalu terjadi karena fraktur dan dislokasi. Efek
trauma yang tidak langsung bersangkutan tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla
spinalis disebut whiplash/trauma indirek. Whiplash adalah gerakan dorsapleksi dan
anterofleksi berlebihan dari tulang belakang secara cepat dan mendadak. Trauma
whiplash terjadi pada tulang belakang bagian servikalis bawah maupun torakalis bawah
misal; pada waktu duduk dikendaraan yang sedang berjalan cepat kemudian berhenti
secara mendadak, atau pada waktu terjun dari jarak tinggi, menyelam yang dapat
mengakibatkan paraplegia.
Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi, hiperfleksi, tekanan
vertical (terutamapada T.12sampai L.2), rotasi. Kerusakan yang dialami medulla spinalis

dapat bersifat sementara atau menetap. Akibat trauma terhadap tulang belakang, medula
spinalis dapat tidak berfungsi untuk sementara (komosio medulla spinalis), tetapi dapat
sembuh kembali dalam beberapa hari. Gejala yang ditimbulkan adalah berupa oedema,
perdarahan peri vaskuler dan infark disekitar pembuluh darah.
Pada kerusakan medulla spinalis yang menetap, secara makroskopis kelainannya
dapat terlihat dan terjadi lesi, contusio, laserasio dan pembengkakan daerah tertentu di
medulla spinalis. Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang
belakang secara langsung karena tertutup atau peluru yang dapat mematahkan
/menggeserkan ruas tulang belakang (fraktur dandislokasi) Lesi transversa medulla
spinalis tergantung pada segmen yang terkena (segmen transversa, hemitransversa,
kuadran transversa).
Hematomielia adalah perdarahan dalam medulla spinalis yang berbentuk lonjong dan
bertempat disubstansia grisea. Trauma ini bersifat whiplash yaitu jatuh dari jarak tinggi
dengan sifat badan berdiri, jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau fraktur dislokasio.
Kompresi medulla spinalis terjadi karena dislokasi, medulla spinalis dapat terjepit oleh
penyempitan kanalis vertebralis.Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh
hematoma ekstra meduler traumatic dan dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang
patah yang terselip diantara duramater dan kolumna vertebralis. Gejala yang didapat sama
dengan sindroma kompresi medulla spinalis akibat tumor, kista dan abses didalam kanalis
vertebralis. Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis dapat
tertarik dan mengalami jejas/reksis. Pada trauma whislap, radiks colmna 5-7 dapat
mengalami hal demikian, dan gejala yangterjadi adalah nyeri radikuler spontan yang
bersifat hiperpatia, gambaran tersebut disebut hematorasis atau neuralgia radikularis
traumatik yang reversible. Jika radiks terputus akibat trauma tulang belakang, maka
gejala defisit sensorik dan motorik yang terlihat adalah radikuler dengan terputusnya
arteriradikuler terutama radiks T.8 atau T.9 yang akan menimbulkan defisit sensorik
motorik pada dermatome dan miotoma yang bersangkutan dan sindroma sistema
aaanastomosis anterial anterior spinal.
TABEL Kondisi Patologis Saraf Spinal Akibat Cedera
Batas Cedera
C1 C 4

Fungsi yang Hilang


Hilangnya fungsi motorik dan sensorik leher ke bawah. Paralisis

C5

pernafasan, tidak terkontrolnya bowel dan blader.


Hilangnya fungsi motorik dari atas bahu ke bawah. Hilangnya

C6

sensasi di bawah klavikula. Tidak terkontrolnya bowel dan blader.


Hilangnya fungsi motorik di bawah batas bahu dan lengan.

Sensasi lebih banyak pada lengan dan jempol.


Fungsi motorik yang kurang sempurna pada bahu, siku,
C7

pergelangan dan bagian dari lengan. Sensasi lebih banyak pada


lengan dan tangan dibandingkan pada C6. Yang lain mengalami

C8

fungsi yang sama dengan C5.


Mampu mengontrol lengan tetapi beberapa hari lengan mengalami

T1-T6

kelemahan. Hilangnya sensai di bawah dada.


Hilangnya kemampuan motorik dan sensorik di bawah dada
tengah. Kemungkinan beberapa otot interkosta mengalami

T6 T12

kerusakan. Hilangnya kontrol bowel dan blader.


Hilangnya kemampuan motorik dan sensasi di bawah pinggang.
Fungsi pernafasan sempurna tetapi hilangnya fngsi bowel dan

L1 L3

blader.
Hilannya fungsi motorik dari plevis dan tungkai. Hilangnya
sensasi dari abdomen bagian bawah dan tungkai. Tidak

L4 S1

terkontrolnya bowel dan blader.


Hilangnya bebrapa fungsi motorik pada pangkal paha, lutut dan

S2 S4

kaki. Tidak terkontrolnya bowel dan blader.


Hilangnya fungsi motorik ankle plantar fleksor. Hilangnya sensai
pada tungkai dan perineum. Pada keadaan awal terjadi gangguan
bowel dan blader.

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis Trauma Medula Spinalis (Brunner dan Suddarth, 2001) sbb.
1. Nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena.
2. Paraplegia.
3. Tingkat neurologic.
4. Paralisis sensorik motorik total.
5. Kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung kemih).
6. Penurunan keringat dan tonus vasomotor.
7. Penurunan fungsi pernafasan.
8. Gagal nafas.
9. Pasien biasanya mengatakan takut leher atau tulang punggungnya patah.
10. Kehilangan kontrol kandung kemih dan usus besar.
11. Biasanay terjadi retensi urine, dan distensi kandung kemih, penurunan keringat dan
tonus vasomotor, penurunan tekana darah diawalai dengan vaskuler perifer.
12. Penurunan fungsi pernafasan sampai pada kegagalan pernafasan.
13. Kehilangan kesadaran.
14. Kelemahan motorik ekstermitas atas lebih besar dari ekstermitas bawah.
15. Penurunan keringat dan tonus vasomotor.
E. Klasifikasi

Trauma medula spinalis dapat diklasifikasikan :


1. Komosio modula spinalis adalah suatu keadaan dimana fungsi mendula spinalis hilang
sementara tanpa disertai gejala sisa atau sembuh secara sempurna. Kerusakan pada
komosio medula spinalis dapat berupa edema, perdarahan verivaskuler kecil-kecil dan
infark pada sekitar pembuluh darah.
2. Komprensi medula spinalis berhubngan dengan cedera vertebral, akibat dari tekanan
pada edula spinalis.
3. Kontusio adalah kondisi dimana terjadi kerusakan pada vertebrata, ligament dengan
terjadinya perdarahan, edema perubahan neuron dan reaksi peradangan.
4. Laserasio medula spinalis merupakan kondisi yang berat karena terjadi kerusakan
medula spinalis. Biasanya disebabkan karena dislokasi, luka tembak. Hilangnya fungsi
medula spinalis umumnya bersifat permanen.
F. Komplikasi
1. Paralisis
Paralisis adalah hilangnya fungsi sensorik dan motorik volunter. Pada transeksi korda
spinal, paralisis bersifat permanen. Paralisis ekstremitas atas dan bawah terjadi pada
transeksi korda setinggi C6 atau lebih tinggi dan disebut kuadriplegia. Paralisis
separuh bawah tubuh terjadi pada transeksi korda dibawah C6 dan disebut paraplegia.
Apabila hanya separuh korda yang mengalami transeksi maka dapat terjadi
hemiparalisis.
2. Autonomic Dysreflexia
Terjadi adanya lesi diatas T6 dan Cervical. Bradikardia, hipertensi paroksimal,
berkeringat banyak, sakit kepala berat, goose flesh, nasal stuffness.
3. Fungsi Seksual
Impotensi, menurunnya sensasi dan kesulitan ejakulasi, pada wanita kenikmatan
seksual berubah.
4. Syok hipovolemik
Akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke Jaringan yang rusak sehingga
terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar akibat trauma.
5. Tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler diseminata (KID)
Infeksi terjadi karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur terbuka atau pada saat
pembedahan dan mungkin pula disebabkan oleh pemasangan alat seperti plate, paku
pada fraktur.
6. Emboli lemak
Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum tulang
lebih tinggi dari tekanan kapiler. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit
dan membentuk emboli yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil, yang
memasok ke otak, paru, ginjal, dan organ lain.
7. Komplikasi lain

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.

Neurogenik shock
Hipoksia
Gangguan paru-paru
Instabilitas spinal
Orthostatic hypotensi
Ileus paralitik
Infeksi saluran kemih
Kontraktur
Dekubitus
Inkontinensia bladder
Konstipasi
Trombosis vena profunda
Gagal napas
Hiperefleksia autonomic
Infeksi

E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Sinar X spinal
Menentukan lokasi dan jenis Trauma tulan (fraktur, dislokasi), unutk kesejajaran,
reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi
2. CT-Scan
Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun struktural
3. MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
4. Mielografi
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor putologisnya
tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub anakhnoid medulla spinalis
(biasanya tidak akan dilakukan setelah mengalami luka penetrasi).
5. Foto rontgen thorak, memperlihatkan keadan paru (contoh : perubahan pada
diafragma, atelektasis)
6. Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume tidal) : mengukur volume inspirasi
maksimal khususnya pada pasien dengan trauma servikat bagian bawah atau pada
trauma torakal dengan gangguan pada saraf frenikus /otot interkostal).
7. AGD
Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya ventilasi
8. Serum kimia, adanya hiperglikemia atau hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit,
kemungkinan menurunnya Hb dan Hmt.
9. Urodinamik, proses pengosongan bladder.
F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Kedaruratan
Pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting, karena penatalaksanaan
yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan kehilangan fungsi neurologik. Korban
kecelakaan kendaraan bermotor atau kecelakaan berkendara, Trauma olahraga kontak,

jatuh, atau trauma langsung pada kepala dan leher dan leher harus dipertimbangkan
mengalami Trauma medula spinalis sampai bukti Trauma ini disingkirkan.
a. Ditempat kecelakaan, korban harus dimobilisasi pada papan spinal
(punggung), dengan kepala dan leher dalam posisi netral, untuk mencegah
Trauma komplit.
b. Salah satu anggota tim harus menggontrol kepala pasien untuk mencegah
fleksi, rotasi atau ekstensi kepala.
c. Tangan ditempatkan pada kedua sisi dekat telinga untuk mempertahankan
traksi dan kesejajaran sementara papan spinalatau alat imobilisasi servikal
dipasang.
Paling sedikit empat orangharus mengangkat korban dengan hati- hati keatas
papan untuk memindahkan memindahkan kerumah sakit. Adanya gerakan memuntir
dapat merusak medula spinais ireversibel yang menyebabkan fragmen tulang vertebra
terputus, patah, atau memotong medula komplit.
2. Penatalaksanaan Trauma Medula Spinalis (Fase Akut)
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah Trauma medula spinalis lebih lanjut
dan untuk mengobservasi gejala perkembangan defisit neurologis. Lakukan
resusitasi

sesuai

kebutuhan

dan

pertahankan

oksigenasi

dan

kestabilan

kardiovaskuler.
3. Penatalaksanaan Medis
Tindakan-tindakan untuk imobilisasi dan mempertahankan vertebral dalam posisi
lurus :
a) Pemakaian kollar leher, bantal psir atau kantung IV untuk mempertahankan
agar leher stabil, dan menggunakan papan punggung bila memindahkan pasien.
b) Lakukan
traksi
skeletal
untuk
fraktur
servikal,
yang
meliputi
penggunaanCrutchfield, Vinke, atau tong Gard-Wellsbrace pada tengkorak.
c) Tirah baring total dan pakaikan brace haloi untuk pasien dengan fraktur
servikalstabil ringan.
d) Pembedahan (laminektomi, fusi spinal atau insersi batang Harrington)
untuk mengurangi tekanan pada spinal bila pada pemeriksaan sinar-x ditemui
spinal tidak aktif.Tindakan-tidakan untuk mengurangi pembengkakan pada
medula spinalis denganmenggunakan glukortiko steroid intravena.
4. Farmakoterapi
a. Analgesik
Obat-obatan anti-inflammatory drugs (NSAID) dapat membantu mengurangi
rasa sakit dan mengurangi peradangan di sekitar saraf. Dokter mungkin
merekomendasikan NSAID dngan dosis tinggi jika sakit tergolong parah. "Obat
anti inflamasi (anti radang) non steroid, atau yang lebih dikenal dengan sebutan
NSAID (Non Steroidal Anti-inflammatory Drugs) adalah suatu golongan obat

yang memiliki khasiat analgesik (pereda nyeri), antipiretik (penurun panas), dan
antiinflamasi (anti radang). Istilah "non steroid" digunakan untuk membedakan
jenis obat-obatan ini dengan steroid, yang juga memiliki khasiat serupa. NSAID
bukan tergolong obat-obatan jenis narkotika"
b. Suntikan
Suntikan kortikosteroid. Disuntikkan ke daerah yang terkena, ini dapat
membantu mengurangi rasa sakit dan peradangan. "Kortikosteroid adalah kelas
obat yang terkait dengan kortison, steroid. Obat-obat dari kelasini dapat
mengurangi peradangan. Mereka digunakan untuk mengurangi peradangan
yang disebabkan oleh berbagai penyakit".
c. Fisioterapi
Fisioterapi merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan guna memelihara
dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh dengan penanganan secara manual
maupun dengan menggunakan peralatan.
Seorang terapi fisik dapat mengajarkan latihan stretching / exercises yang
memperkuat dan meregangkan otot-otot di daerah yang terkena untuk
mengurangi tekanan pada saraf.
d. Stimulasi Listrik
Bentuk yang paling umum dari stimulasi listrik yang digunakan dalam
manajemen nyeri saraf stimulasi listrik (TENS / Transcutaneus Electrical Nerve
Stimulation) perangkat di gunakan untuk merangsang saraf melalui permukaan
kulit. Tens adalah salah satu dari sekian banyak modalitas/alat fisioterapi yang
di gunakan untuk mengurangi nyeri dengan mengalirkan arus listrik. Cara
kerjanya dengan merangsang saraf tertentu sehingga nyeri berkurang, tanpa
efek samping yang berarti.
e. Ultrasound
Suatu terapi dengan menggunakan getaran mekanik gelombang suara dengan
frekuensi lebih dari 20.000 Hz. Yang digunakan dalam Fisioterapi adalah 0,5-5
MHz dengan tujuan untuk menimbulkan efek terapeutik melalui proses tertentu.
f. Traksi tulang
Alat terapi yang menggunakan kekuatan tarikan yang di gunakan pada satu
bagian tubuh, sementara bagian tubuh lainnya di tarik berlawanan.
5. Penatalaksanaan Keperawatan
a) Pengkajian fisik didasarakan pada pemeriksaan pada neurologis, kemungkinan
didapatidefisit motorik dan sensorik di bawah area yang terkena: syok spinal,
nyeri, perubahan fungsi kandung kemih, perusakan fungsi seksual pada pria,

pada wanita umumnya tidak terganggu fungsi seksualnya, perubahan fungsi


defekasi.
b) Kaji perasaan pasien terhadap kondisinya.
c) Pemeriksaan diagnostik Pertahankan prinsip

A-B-C

(Airway,

Breathing,

Circulation).

II.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
Identitas pasien.
1) Airway
Jika penderita dapat berbicara maka jalan napas kemungkinan besar dalam
keadaan adekuat. Obstruksi jalan napas sering terjadi pada penderita yang tidak
sadar, yang dapat disebabkan oleh benda asing, muntahan, jatuhnya pangkal lidah,
atau akibat fraktur tulang wajah. Usaha untuk membebaskan jalan napas harus
melindungi vertebra servikalis (cervical spine control), yaitu tidak boleh
melakukan ekstensi, fleksi, atau rotasi yang berlebihan dari leher. Dalam hal ini,
kita dapat melakukan chin lift atau jaw thrust sambil merasakan hembusan napas
yang keluar melalui hidung.
Bila ada sumbatan maka dapat dihilangkan dengan cara membersihkan dengan
jari atau suction jika tersedia. Untuk menjaga patensi jalan napas selanjutnya

dilakukan pemasangan pipa orofaring. Bila hembusan napas tidak adekuat, perlu
bantuan napas.
2) Breathing
Bantuan napas dari mulut ke mulut akan sangat bermanfaat. Apabila tersedia, O2
dapat diberikan dalam jumlah yang memadai. Jika penguasaan jalan napas belum
dapat memberikan oksigenasi yang adekuat, bila memungkinkan sebaiknya
dilakukan intubasi endotrakheal.1,3,5,6,7,8.
3) Circulation
Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat dengan memeriksa tingkat kesadaran
dan denyut nadi Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah mencari ada tidaknya
perdarahan eksternal, menilai warna serta temperatur kulit, dan mengukur tekanan
darah. Denyut nadi perifer yang teratur, penuh, dan lambat biasanya menunjukkan
status sirkulasi yang relatif normovolemik.
4) Disability
Melihat secara keseluruhan kemampuan pasien diantaranya kesadaran pasien.
5) Exprosure
Melihat secara keseluruhan keadaan pasien. Pasien dalam keadaan sadar (GCS 15)
dengan : simple head injury bila tanpa deficit neurology.
a) Dilakukan rawat luka.
b) Pemeriksaan radiology.
c) Pasien dipulangkan dan keluarga diminta untuk observasi bila terjadi
penurunan kesadaran segera bawa ke rumah sakit.
b. Pengkajian Sekunder
1) Pernapasan
Gejala : napas pendek, kekurangan oksigen, sulit bernapas.
Tanda: pernapasan dangkal /labored, periode apnea, penurunan bunyi napas,
ronki, pucat, sianosis
2) Makan / minum
Tanda : mengalami distensi abdomen yang berhubungan dengan omentum.,
peristaltik usus hilang (ileus paralitik).
3) Eliminasi
Tanda : retensi urine, distensi abdomen, peristaltik usus hilang, melena, emisis
berwarna seperti kopi tanah /hematemesis, Inkontinensia defekasi berkemih.
4) Personal Hygiene
Tanda : sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari (bervariasi).
5) Rasa Aman / Nyaman
Gejala : nyeri atau nyeri tekan otot dan hiperestesia tepat di atas daerah trauma.
Tanda : mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral.
6) Aktifitas / Istirahat
Tanda : kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok spinal pada bawah lesi.
Kelemahan umum / kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi saraf).
7) Suhu
Suhu yang berfluktasi (suhu tubuh ini diambil dalam suhu kamar).

8) Sirkulasi
Gejala : berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi.
Tanda : hipotensi, Hipotensi posturak, bradikardi, ekstremitas dingin dan pucat.
Hilangnya keringat pada daerah yang terkena.
9) Psikososial
Gejala : menyangkal, tidak percaya, sedih, marah.
Tanda : takut, cemas, gelisah, menarik diri.
10) Neurosensori
Tanda : kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat berkembang saat terjadi
perubahan pada syok spinal). Kehilangan sensasi (derajat bervariasi dapat
kembaki normak setelah syok spinal sembuh). Kehilangan tonus otot /
vasomotor, kehilangan refleks /refleks asimetris termasuk tendon dalam.
Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat bagian tubuh yang terkena
karena pengaruh trauma spinal.
Gejala: kebas, kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis flaksid
atau spastisitas dapat terjadi saat syok spinal teratasi, bergantung pada area spinal
yang sakit.
11) Seksualitas
Gejala : keinginan untuk kembali berfungsi normal.
Tanda : ereksi tidak terkendali (priapisme), menstruasi tidak teratur.
c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan
B3 (Brain) dan B6 (Bone) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan klien.
1) Pernapasan
Perubahan sistem pernapasan bergantung pada gradasi blok saraf parasimpatis
(klien mengalami kelumpuhan otot-otot pernapasan) dan perubahan karena
adanya kerusakan jalur simpatik desenden akibat trauma pada tulang belakang
sehingga jaringan saraf di medula spinalis terputus. Dalam beberapa keadaan
trauma sumsum tulang belakang pada daerah servikal dan toraks diperoleh hasil
pemeriksaan fisik sebagai berikut.
a) Inspeksi. Didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, peningkatan frekuensi pemapasan,
retraksi interkostal, dan pengembangan paru tidak simetris. Respirasi
paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi jika otototot interkostal tidak mampu mcnggerakkan dinding dada akibat adanya blok
saraf parasimpatis.

b) Palpasi. Fremitus yang menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan
didapatkan apabila trauma terjadi pada rongga toraks.
c) Perkusi. Didapatkan adanya suara redup sampai pekak apabila trauma terjadi
pada toraks/hematoraks.
d) Auskultasi. Suara napas tambahan, seperti napas berbunyi, stridor, ronchi
pada klien dengan peningkatan produksi sekret, dan kemampuan batuk
menurun sering didapatkan pada klien cedera tulang belakang yang
mengalami penurunan tingkat kesadaran (koma).
2) Kardiovaskular
Pengkajian sistem kardiovaskular pada klien cedera tulang belakang didapatkan
renjatan (syok hipovolemik) dengan intensitas sedang dan berat. Hasil
pemeriksaan kardiovaskular kliencedera tulang belakang pada beberapa
keadaan adalah tekanan darah menurun, bradikardia, berdebar-debar, pusing
saat melakukan perubahan posisi, dan ekstremitas dingin atau pucat.
3) Persyarafan
Tingkat kesadaran. Tingkat keterjagaan dan respons terhadap Iingkungan adalah
indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Pemeriksaan fungsi
serebral. Pemeriksaan dilakukan dengan mengobservasi penampilan, tingkah
laku, gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Klien yang telah
lama mengalami cedera tulang belakang biasanya mengalami perubahan status
mental. Pemeriksaan Saraf cranial :
a) Saraf I. Biasanya tidak ada kelainan pada klien cedera
tulang belakang dan tidak ada kelainan fungsi
penciuman.
b) Saraf II. Setelah dilakukan tes, ketajaman penglihatan
dalam kondisi normal.
c) Saraf III, IV, dan VI. Biasanya tidak ada gangguan
mengangkat kelopak mata dan pupil isokor.
d) Saraf V. Klien cedera tulang belakang umumnya tidak
mengalami paralisis pada otot wajah dan refleks kornea
biasanya tidak ada kelainan.
e) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal
dan wajah simetris.
f) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan
tuli persepsi.
g) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus
dan trapezius. Ada usaha klien untuk melakukan fleksi
leher dan kaku kuduk.

h) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu


sisi dan tidak ada fasikulasi, Indra pengecapan normal.
Pemeriksaan reflex :
a) Pemeriksaan refleks dalam. Refleks Achilles menghilang dan refleks patela biasanya
melemah karena kelemahan pada otot hamstring.
b) Pemeriksaan refleks patologis. Pada fase akut refleks fisiologis akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali yang didahului dengan
refleks patologis.
c) Refleks Bullbo Cavemosus positif menandakan adanya syok spinal.
d) Pemeriksaan sensorik. Apabila klien mengalami trauma pada kaudaekuina, mengalami
hilangnya sensibilitas secara me-netap pada kedua bokong, perineum, dan anus.
Pemeriksaan sensorik superfisial dapat memberikan petunjuk mengenai lokasi cedera
akibat trauma di daerah tulang belakang.
4) Perkemihan
Kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah, dan karakteristik urine,
termasuk berat jenis urine. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi
cairan dapat terjadi akibat menurunnya perfusi pada ginjal.
5) Pencernaan
Pada keadaan syok spinal dan neuropraksia, sering dida-patkan adanya ileus
paralitik. Data klinis menunjukkan hilangnya bising usus serta kembung dan
defekasi tidak ada. Hal ini merupakan gejala awal dari syok spinal yang akan
berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Pemenuhan nutrisi
berkurang karena adanya mual dan kurangnya asupan nutrisi.
6) Muskuloskletal
Paralisis motor dan paralisis alat-alat dalam bergantung pada ketinggian
terjadinya trauma. Gejala gangguan motorik sesuai dengan distribusi segmental
dari saraf yang terkena
Pemeriksaan Sistem Perkemihan dan Pencernaan
1) Bila terjadi lesi pada kauda ekuina (kandung kemih dikontrol oleh pusat S1-S4) atau
dibawah pusat spinal kandung kemih akan menyebabkan interupsi hubungan antara
kandung kemih dan pusat spinal. Pengosongan kandung kemih secara periodik
tergantung dari refleks lokal dinding kandung kemih. Pada keadaan ini pengosongan
dilakukan oleh aksi otot-otot destrusor dan harus diawali dengan kompresi secara
manual pada dinding perut atau dengan meregangkan perut. Pengosongan kandung
kemih yang bersifat otomatis seperti ini disebut kandung kemih otonom. Trauma
pada kauda ekuina klien mengalami hilangnya refleks kandung kemih yang bersifat
sementara dan klien mungkin mengalami inkontinensia urine, ketidakmampuan

mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal


karena kerusakan kontrol motorik dan postural. Selama periode ini, dilakukan
kateterisasi intermitten dengan teknik steril.
2) Pada keadaan syok spinal, neuropraksia sering didapatkan adanya ileus paralitik,
dimana klinis didapatkan hilangnya bowel sound, kembung, dan defekasi tidak ada.
Ini merupakan gejala awal dari tahap syok spinal yang akan berlangsung beberapa
hari sampai beberapa minggu. Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mual dan
intake nutrisi yang kurang.
3) Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada tidaknya lesi pada mulut
atau perubahan pada lidah dapat menunjukkan adanya dehidrasi.
Pemeriksaan Motorik
Paralisis motorik dan paralisis alat-alat dalam tergantung dari ketinggian terjadinya
trauma. Gejala gangguan motorik sesuai dengan distribusi segmental dari saraf yang
terkena.
Pemeriksaan lokalis
1) Look. Adanya perubahan warna kulit, abrasi dan memar pada punggung. Pada
klien yang telah lama dirawat dirumah sering didapatkan adanya dekubitus pada
bokong. Adanya hambatan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensorik, mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
2) Feel. Prosesus spinosus dipalpasi untuk mengkaji adanya suatu celah yang dapat
diraba akibat sobeknya ligamentum posterior menandakan cedera yang tidak
stabil. Sering didapatkan adanya nyeri tekan pada area lesi.
3) Move. Gerakan tulang punggung atau spinal tidak boleh dikaji. Disfungsi
motorik paling umum adalah kelemahan dan kelumpuhan pada seluruh
ekstremitas bawah. Kekuatan otot, pada penilaian dengan menggunakan derajat
kekuatan otot didapatkan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan kerusakan kerusakan tulang
punggung, disfungsi neurovascular, kerusakan sistem muskuloskletal.
b. Risiko syok yang dibuktikan oleh Hipoksemia, Hipovolemia
c. Risiko Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer yang dibuktikan oleh trauma.
d. Nyeri akut yang berhubungan dengan kompresi akar saraf servikal, spasme otot
servikalis sekunder dari cedera spinal stabil dan tidak stabil serta berhubungan
dengan penjepitan saraf pada diskus intervertebralis, tekanan di daerah distribusi
ujung saraf.
e. Risiko penurunan curah jantung yang dibuktikan oleh perubahan volume sekuncup

3. Intervensi Keperawatan
NO

Diagnosa Keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

.
Ketidakefektifan
nafas

pola NOC :

NIC :

Respiratory status :

Airway Management

Ventilation
Respiratory status : Airway

teknik chin lift atau jaw thrust


bila perlu

patency

Vital sign Status

Mendemonstrasikan

batuk

bersih, tidak ada sianosis dan


dyspneu

(mampu

mengeluarkan

sputum,

bernafas

paten

untuk

dengan

jalan

nafas

(klien

tidak

Identifikasi pasien perlunya


buatan

Lakukan fisioterapi dada jika


perlu

Keluarkan

sekret

dengan

batuk atau suction

mudah, tidak ada pursed lips)


yang

pasien

pemasangan alat jalan nafas

efektif dan suara nafas yang

Menunjukkan

Posisikan

memaksimalkan ventilasi

Kriteria Hasil :

mampu

Buka jalan nafas, guanakan

Auskultasi suara nafas, catat


adanya suara tambahan

merasa tercekik, irama nafas,

Lakukan suction pada mayo

frekuensi pernafasan dalam

Berikan bronkodilator bila


perlu

rentang normal, tidak ada

suara nafas abnormal)


Tanda
rentang

Tanda

vital

normal

dalam
(tekanan

darah, nadi, pernafasan)

Monitor respirasi dan status


O2

Oxygen Therapy
Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea
Pertahankan jalan nafas yang
paten
Atur peralatan oksigenasi
Monitor aliran oksigen

Pertahankan posisi pasien


Onservasi adanya tanda tanda
hipoventilasi
Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring

Monitor TD, nadi, suhu, dan


RR

Catat

adanya

fluktuasi

tekanan darah

Monitor

VS

saat

pasien

berbaring, duduk, atau berdiri

Auskultasi TD pada kedua


lengan dan bandingkan

Monitor

TD,

nadi,

RR,

sebelum, selama, dan setelah


aktivitas

Monitor kualitas dari nadi

Monitor frekuensi dan irama


pernapasan

Monitor suara paru

Monitor

pola

pernapasan

abnormal

Monitor suhu, warna, dan


kelembaban kulit

Monitor sianosis perifer

Monitor adanya cushing triad


(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi,

peningkatan

sistolik)

Identifikasi

penyebab

perubahan vital sign

dari

Resiko syok

Yang ini gak dapet aku sori


hehehehe :p

Risiko

NOC :

Ketidakefektifan

Circulation status

perfusi jaringan perifer

Tissue Prefusion : cerebral


Kriteria Hasil :
1. mendemonstrasikan status
sirkulasi yang ditandai dengan :

Tekanan
systole dandiastole dalam
rentang yang diharapkan

Tidak ada
ortostatikhipertensi

Tidak ada
tanda tanda peningkatan
tekanan intrakranial (tidak lebih
dari 15 mmHg)
2. mendemonstrasikan kemampuan
kognitif yang ditandai dengan:

berkomunikasi
dengan jelas dan sesuai
dengan kemampuan

menunjukkan
perhatian, konsentrasi dan
orientasi

memproses
informasi

membuat
keputusan dengan benar
3.
menunju
kkan fungsi sensori motori cranial
yang utuh : tingkat kesadaran
mambaik, tidak ada gerakan
gerakan involunter

NIC :
Intrakranial Pressure (ICP)
Monitoring (Monitor tekanan
intrakranial)
Berikan informasi kepada keluarga
Set alarm
Monitor tekanan perfusi serebral
Catat respon pasien terhadap
stimuli

Monitor tekanan intrakranial pasien

dan respon neurology terhadap


aktivitas
Monitor jumlah drainage cairan
serebrospinal
Monitor intake dan output cairan
Restrain pasien jika perlu
Monitor suhu dan angka WBC
Kolaborasi pemberian antibiotik
Posisikan pasien pada posisi
semifowler
Minimalkan stimuli dari lingkungan

Peripheral Sensation Management


(Manajemen sensasi perifer)
Monitor adanya daerah tertentu
yang hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul
Monitor adanya paretese
Instruksikan keluarga untuk
mengobservasi kulit jika ada lsi atau
laserasi
Gunakan sarun tangan untuk
proteksi
Batasi gerakan pada kepala, leher
dan punggung
Monitor kemampuan BAB
Kolaborasi pemberian analgetik
Monitor adanya tromboplebitis
Diskusikan menganai penyebab
perubahan sensasi

Nyeri akut yang

NOC

NIC

berhubungan dengan

Pain Management

agen cidera fisiologis

Pain Level,
Pain control,
Comfort level

Lakukan pengkajian nyeri


secara komprehensif termasuk

Kriteria Hasil :

lokasi, karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas dan faktor

Mengenali faktor penyebab


Mengenali onset (lamanya

presipitasi
Observasi reaksi nonverbal

sakit)
Menggunakan metode

pencegahan
Menggunakan metode

dari ketidaknyamanan
Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui

nonanalgetik untuk

mengurangi nyeri
Menggunakan analgetik sesuai

kebutuhan
Mencari bantuan tenaga

kesehatan
Melaporkan gejala pada

tenaga kesehatan
Menggunakan sumber-sumber

yang tersedia
Mengenali gejala-gejala nyeri
Mencatat pengalaman nyeri

sebelumnya
Melaporkan nyeri sudah
terkontrol

pengalaman nyeri pasien


Evaluasi pengalaman nyeri
masa lampau
Evaluasi bersama pasien dan
tim kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri

masa lampau
Bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan

menemukan dukungan
Kurangi faktor presipitasi

nyeri
Ajarkan tentang teknik non

farmakologi
Evaluasi keefektifan kontrol

nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan

Penurunan
jantung

curah NOC :
Cardiac output, decreased
Circulation Status
Kriteria Hasil :

tentang manajemen nyeri


NIC :
Cardiac Care
Monitor vital sign secara

Menunjukkan tekanan darah

yang normal
Menunjukkan nadi yang
normal.

nyeri tidak berhasil


Monitor penerimaan pasien

teratur.
Monitor detak jatung teratur.
Auskultasi bunyi jantung.
Auskultasi apakah ada suara
tambahan

pada

( ronchi, crackles, dll.)

jantung

Menunjukkan nilai PaO2 dan Vital sign Monitoring


PaCO2 normal
Menunjukkan CRT < 2 detik.

Monitor TD, nadi, suhu, dan


RR

Catat

adanya

fluktuasi

tekanan darah

Monitor

VS

saat

pasien

berbaring, duduk, atau berdiri

Auskultasi TD pada kedua


lengan dan bandingkan

Monitor

TD,

nadi,

RR,

sebelum, selama, dan setelah


aktivitas

Monitor kualitas dari nadi

Monitor frekuensi dan irama


pernapasan

Monitor suara paru

Monitor

pola

pernapasan

abnormal

Monitor suhu, warna, dan


kelembaban kulit

Monitor sianosis perifer

Monitor adanya cushing triad


(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi,

peningkatan

sistolik)

Identifikasi

penyebab

perubahan vital sign

4. Implementasi Keperawatan
5. Evaluasi Keperawatan

dari

DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, volume 2.
Jakarta : EGC.
Guyton, Arthur. 1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi 3, Jakarta :
EGC
Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott
company, Philadelpia.
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan
Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan
pasien, EGC, Jakarta.
Laurralee Sherwood. .2001. Fisiologi Manusia. Edisi 2, Jakarta : EGC
Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta.
Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth edition,
JB Lippincott Company, Philadelphia.
Sylvia and Lorraine. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 6, volume
2. Jakarta : EGC.

W.F.Ganong. 2005. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGCs

Você também pode gostar

  • RENCANAEVALUASI
    RENCANAEVALUASI
    Documento6 páginas
    RENCANAEVALUASI
    Ananta Wijaya
    Ainda não há avaliações
  • LP Askep Halusinasi
    LP Askep Halusinasi
    Documento11 páginas
    LP Askep Halusinasi
    Ananta Wijaya
    Ainda não há avaliações
  • Cover Nama Kelompok I
    Cover Nama Kelompok I
    Documento1 página
    Cover Nama Kelompok I
    Ananta Wijaya
    Ainda não há avaliações
  • SP Askep Halusinasi
    SP Askep Halusinasi
    Documento6 páginas
    SP Askep Halusinasi
    Ananta Wijaya
    Ainda não há avaliações
  • Rencana Keperawatan
    Rencana Keperawatan
    Documento8 páginas
    Rencana Keperawatan
    Ananta Wijaya
    Ainda não há avaliações
  • LP Askep Waham
    LP Askep Waham
    Documento35 páginas
    LP Askep Waham
    Ananta Wijaya
    60% (5)
  • Askep Isk Bega
    Askep Isk Bega
    Documento14 páginas
    Askep Isk Bega
    Ananta Wijaya
    Ainda não há avaliações
  • Depan Map
    Depan Map
    Documento1 página
    Depan Map
    Ananta Wijaya
    Ainda não há avaliações
  • Format Penilaian Kinerja Guru
    Format Penilaian Kinerja Guru
    Documento11 páginas
    Format Penilaian Kinerja Guru
    Ananta Wijaya
    Ainda não há avaliações
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Documento3 páginas
    Kata Pengantar
    Ananta Wijaya
    Ainda não há avaliações
  • Pathway Efusi Pleura
    Pathway Efusi Pleura
    Documento2 páginas
    Pathway Efusi Pleura
    Ananta Wijaya
    Ainda não há avaliações
  • Draft Absen Ekstra
    Draft Absen Ekstra
    Documento3 páginas
    Draft Absen Ekstra
    Ananta Wijaya
    Ainda não há avaliações
  • Askep SLE
    Askep SLE
    Documento24 páginas
    Askep SLE
    Ananta Wijaya
    Ainda não há avaliações
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Documento3 páginas
    Kata Pengantar
    Ananta Wijaya
    Ainda não há avaliações
  • Laporan Pendahuluan Efusi Pleura
    Laporan Pendahuluan Efusi Pleura
    Documento7 páginas
    Laporan Pendahuluan Efusi Pleura
    Ananta Wijaya
    Ainda não há avaliações
  • Makalah Format BPBD
    Makalah Format BPBD
    Documento9 páginas
    Makalah Format BPBD
    Ananta Wijaya
    Ainda não há avaliações
  • Cover
    Cover
    Documento1 página
    Cover
    Ananta Wijaya
    Ainda não há avaliações
  • Askep Efusi Pleura
    Askep Efusi Pleura
    Documento14 páginas
    Askep Efusi Pleura
    Ananta Wijaya
    Ainda não há avaliações
  • LP Encephalitis
    LP Encephalitis
    Documento51 páginas
    LP Encephalitis
    Ananta Wijaya
    100% (1)
  • BPBD Cover
    BPBD Cover
    Documento3 páginas
    BPBD Cover
    Ananta Wijaya
    Ainda não há avaliações
  • Askep Efusi Pleura (Repaired)
    Askep Efusi Pleura (Repaired)
    Documento13 páginas
    Askep Efusi Pleura (Repaired)
    Ananta Wijaya
    Ainda não há avaliações
  • Laporan Kegiatan Praktik Keperawatan
    Laporan Kegiatan Praktik Keperawatan
    Documento1 página
    Laporan Kegiatan Praktik Keperawatan
    Ananta Wijaya
    Ainda não há avaliações
  • Pathway Efusi Pleura
    Pathway Efusi Pleura
    Documento2 páginas
    Pathway Efusi Pleura
    Ananta Wijaya
    Ainda não há avaliações
  • Cover
    Cover
    Documento1 página
    Cover
    Ananta Wijaya
    Ainda não há avaliações
  • WOC Kardiomiopati
    WOC Kardiomiopati
    Documento8 páginas
    WOC Kardiomiopati
    GeeYeon
    50% (2)
  • Pathway CVA
    Pathway CVA
    Documento2 páginas
    Pathway CVA
    Ananta Wijaya
    Ainda não há avaliações
  • Konsep Dasar Chronic Kidney Disease
    Konsep Dasar Chronic Kidney Disease
    Documento8 páginas
    Konsep Dasar Chronic Kidney Disease
    Ananta Wijaya
    Ainda não há avaliações
  • Orak Orek Tabel
    Orak Orek Tabel
    Documento45 páginas
    Orak Orek Tabel
    Ananta Wijaya
    Ainda não há avaliações
  • Cva
    Cva
    Documento10 páginas
    Cva
    Ananta Wijaya
    Ainda não há avaliações
  • Intervensi Cva
    Intervensi Cva
    Documento9 páginas
    Intervensi Cva
    Ananta Wijaya
    Ainda não há avaliações