Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
I.
d.
e.
f.
g.
sbb.
a. Kecelakaan dijalan raya (penyebab paling sering).
b. Olahraga
c. Menyelan pada air yang dangkal
Kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon atau bangunan
Trauma karena tali pengaman (Fraktur Chance)
Kejatuhan benda keras
Gangguan spinal bawaan atau cacat sejak kecil atau kondisi patologis yang
menimbulkan penyakit tulang atau melemahnya tulang. (Harsono, 2000).
h. Luka tembak atau luka tikam
i. Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medulla spinalis slompai, yang
seperti spondiliosis servikal dengan mielopati, yang menghasilkan saluran sempit
dan mengakibatkan cedera progresif terhadap medulla spinalis dan akar mielitis
akibat proses inflamasi infeksi maupun non infeksi osteoporosis yang disebabkan
oleh fraktur kompresi pada vertebra, singmelia, tumor infiltrasi maupun
18. Risiko
syok
Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma (kecelakaan mobil, jatuh dari
ketinggian, cederaolahraga, dll) atau penyakit (Transverse Myelitis, Polio, Spina Bifida,
Friedreich dari ataxia, dll) dapat menyebabkan kerusakan pada medulla spinalis, tetapi
lesi traumatic pada medulla spinalis tidak selalu terjadi karena fraktur dan dislokasi. Efek
trauma yang tidak langsung bersangkutan tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla
spinalis disebut whiplash/trauma indirek. Whiplash adalah gerakan dorsapleksi dan
anterofleksi berlebihan dari tulang belakang secara cepat dan mendadak. Trauma
whiplash terjadi pada tulang belakang bagian servikalis bawah maupun torakalis bawah
misal; pada waktu duduk dikendaraan yang sedang berjalan cepat kemudian berhenti
secara mendadak, atau pada waktu terjun dari jarak tinggi, menyelam yang dapat
mengakibatkan paraplegia.
Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi, hiperfleksi, tekanan
vertical (terutamapada T.12sampai L.2), rotasi. Kerusakan yang dialami medulla spinalis
dapat bersifat sementara atau menetap. Akibat trauma terhadap tulang belakang, medula
spinalis dapat tidak berfungsi untuk sementara (komosio medulla spinalis), tetapi dapat
sembuh kembali dalam beberapa hari. Gejala yang ditimbulkan adalah berupa oedema,
perdarahan peri vaskuler dan infark disekitar pembuluh darah.
Pada kerusakan medulla spinalis yang menetap, secara makroskopis kelainannya
dapat terlihat dan terjadi lesi, contusio, laserasio dan pembengkakan daerah tertentu di
medulla spinalis. Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang
belakang secara langsung karena tertutup atau peluru yang dapat mematahkan
/menggeserkan ruas tulang belakang (fraktur dandislokasi) Lesi transversa medulla
spinalis tergantung pada segmen yang terkena (segmen transversa, hemitransversa,
kuadran transversa).
Hematomielia adalah perdarahan dalam medulla spinalis yang berbentuk lonjong dan
bertempat disubstansia grisea. Trauma ini bersifat whiplash yaitu jatuh dari jarak tinggi
dengan sifat badan berdiri, jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau fraktur dislokasio.
Kompresi medulla spinalis terjadi karena dislokasi, medulla spinalis dapat terjepit oleh
penyempitan kanalis vertebralis.Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh
hematoma ekstra meduler traumatic dan dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang
patah yang terselip diantara duramater dan kolumna vertebralis. Gejala yang didapat sama
dengan sindroma kompresi medulla spinalis akibat tumor, kista dan abses didalam kanalis
vertebralis. Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis dapat
tertarik dan mengalami jejas/reksis. Pada trauma whislap, radiks colmna 5-7 dapat
mengalami hal demikian, dan gejala yangterjadi adalah nyeri radikuler spontan yang
bersifat hiperpatia, gambaran tersebut disebut hematorasis atau neuralgia radikularis
traumatik yang reversible. Jika radiks terputus akibat trauma tulang belakang, maka
gejala defisit sensorik dan motorik yang terlihat adalah radikuler dengan terputusnya
arteriradikuler terutama radiks T.8 atau T.9 yang akan menimbulkan defisit sensorik
motorik pada dermatome dan miotoma yang bersangkutan dan sindroma sistema
aaanastomosis anterial anterior spinal.
TABEL Kondisi Patologis Saraf Spinal Akibat Cedera
Batas Cedera
C1 C 4
C5
C6
C8
T1-T6
T6 T12
L1 L3
blader.
Hilannya fungsi motorik dari plevis dan tungkai. Hilangnya
sensasi dari abdomen bagian bawah dan tungkai. Tidak
L4 S1
S2 S4
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis Trauma Medula Spinalis (Brunner dan Suddarth, 2001) sbb.
1. Nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena.
2. Paraplegia.
3. Tingkat neurologic.
4. Paralisis sensorik motorik total.
5. Kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung kemih).
6. Penurunan keringat dan tonus vasomotor.
7. Penurunan fungsi pernafasan.
8. Gagal nafas.
9. Pasien biasanya mengatakan takut leher atau tulang punggungnya patah.
10. Kehilangan kontrol kandung kemih dan usus besar.
11. Biasanay terjadi retensi urine, dan distensi kandung kemih, penurunan keringat dan
tonus vasomotor, penurunan tekana darah diawalai dengan vaskuler perifer.
12. Penurunan fungsi pernafasan sampai pada kegagalan pernafasan.
13. Kehilangan kesadaran.
14. Kelemahan motorik ekstermitas atas lebih besar dari ekstermitas bawah.
15. Penurunan keringat dan tonus vasomotor.
E. Klasifikasi
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
Neurogenik shock
Hipoksia
Gangguan paru-paru
Instabilitas spinal
Orthostatic hypotensi
Ileus paralitik
Infeksi saluran kemih
Kontraktur
Dekubitus
Inkontinensia bladder
Konstipasi
Trombosis vena profunda
Gagal napas
Hiperefleksia autonomic
Infeksi
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Sinar X spinal
Menentukan lokasi dan jenis Trauma tulan (fraktur, dislokasi), unutk kesejajaran,
reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi
2. CT-Scan
Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun struktural
3. MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
4. Mielografi
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor putologisnya
tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub anakhnoid medulla spinalis
(biasanya tidak akan dilakukan setelah mengalami luka penetrasi).
5. Foto rontgen thorak, memperlihatkan keadan paru (contoh : perubahan pada
diafragma, atelektasis)
6. Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume tidal) : mengukur volume inspirasi
maksimal khususnya pada pasien dengan trauma servikat bagian bawah atau pada
trauma torakal dengan gangguan pada saraf frenikus /otot interkostal).
7. AGD
Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya ventilasi
8. Serum kimia, adanya hiperglikemia atau hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit,
kemungkinan menurunnya Hb dan Hmt.
9. Urodinamik, proses pengosongan bladder.
F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Kedaruratan
Pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting, karena penatalaksanaan
yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan kehilangan fungsi neurologik. Korban
kecelakaan kendaraan bermotor atau kecelakaan berkendara, Trauma olahraga kontak,
jatuh, atau trauma langsung pada kepala dan leher dan leher harus dipertimbangkan
mengalami Trauma medula spinalis sampai bukti Trauma ini disingkirkan.
a. Ditempat kecelakaan, korban harus dimobilisasi pada papan spinal
(punggung), dengan kepala dan leher dalam posisi netral, untuk mencegah
Trauma komplit.
b. Salah satu anggota tim harus menggontrol kepala pasien untuk mencegah
fleksi, rotasi atau ekstensi kepala.
c. Tangan ditempatkan pada kedua sisi dekat telinga untuk mempertahankan
traksi dan kesejajaran sementara papan spinalatau alat imobilisasi servikal
dipasang.
Paling sedikit empat orangharus mengangkat korban dengan hati- hati keatas
papan untuk memindahkan memindahkan kerumah sakit. Adanya gerakan memuntir
dapat merusak medula spinais ireversibel yang menyebabkan fragmen tulang vertebra
terputus, patah, atau memotong medula komplit.
2. Penatalaksanaan Trauma Medula Spinalis (Fase Akut)
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah Trauma medula spinalis lebih lanjut
dan untuk mengobservasi gejala perkembangan defisit neurologis. Lakukan
resusitasi
sesuai
kebutuhan
dan
pertahankan
oksigenasi
dan
kestabilan
kardiovaskuler.
3. Penatalaksanaan Medis
Tindakan-tindakan untuk imobilisasi dan mempertahankan vertebral dalam posisi
lurus :
a) Pemakaian kollar leher, bantal psir atau kantung IV untuk mempertahankan
agar leher stabil, dan menggunakan papan punggung bila memindahkan pasien.
b) Lakukan
traksi
skeletal
untuk
fraktur
servikal,
yang
meliputi
penggunaanCrutchfield, Vinke, atau tong Gard-Wellsbrace pada tengkorak.
c) Tirah baring total dan pakaikan brace haloi untuk pasien dengan fraktur
servikalstabil ringan.
d) Pembedahan (laminektomi, fusi spinal atau insersi batang Harrington)
untuk mengurangi tekanan pada spinal bila pada pemeriksaan sinar-x ditemui
spinal tidak aktif.Tindakan-tidakan untuk mengurangi pembengkakan pada
medula spinalis denganmenggunakan glukortiko steroid intravena.
4. Farmakoterapi
a. Analgesik
Obat-obatan anti-inflammatory drugs (NSAID) dapat membantu mengurangi
rasa sakit dan mengurangi peradangan di sekitar saraf. Dokter mungkin
merekomendasikan NSAID dngan dosis tinggi jika sakit tergolong parah. "Obat
anti inflamasi (anti radang) non steroid, atau yang lebih dikenal dengan sebutan
NSAID (Non Steroidal Anti-inflammatory Drugs) adalah suatu golongan obat
yang memiliki khasiat analgesik (pereda nyeri), antipiretik (penurun panas), dan
antiinflamasi (anti radang). Istilah "non steroid" digunakan untuk membedakan
jenis obat-obatan ini dengan steroid, yang juga memiliki khasiat serupa. NSAID
bukan tergolong obat-obatan jenis narkotika"
b. Suntikan
Suntikan kortikosteroid. Disuntikkan ke daerah yang terkena, ini dapat
membantu mengurangi rasa sakit dan peradangan. "Kortikosteroid adalah kelas
obat yang terkait dengan kortison, steroid. Obat-obat dari kelasini dapat
mengurangi peradangan. Mereka digunakan untuk mengurangi peradangan
yang disebabkan oleh berbagai penyakit".
c. Fisioterapi
Fisioterapi merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan guna memelihara
dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh dengan penanganan secara manual
maupun dengan menggunakan peralatan.
Seorang terapi fisik dapat mengajarkan latihan stretching / exercises yang
memperkuat dan meregangkan otot-otot di daerah yang terkena untuk
mengurangi tekanan pada saraf.
d. Stimulasi Listrik
Bentuk yang paling umum dari stimulasi listrik yang digunakan dalam
manajemen nyeri saraf stimulasi listrik (TENS / Transcutaneus Electrical Nerve
Stimulation) perangkat di gunakan untuk merangsang saraf melalui permukaan
kulit. Tens adalah salah satu dari sekian banyak modalitas/alat fisioterapi yang
di gunakan untuk mengurangi nyeri dengan mengalirkan arus listrik. Cara
kerjanya dengan merangsang saraf tertentu sehingga nyeri berkurang, tanpa
efek samping yang berarti.
e. Ultrasound
Suatu terapi dengan menggunakan getaran mekanik gelombang suara dengan
frekuensi lebih dari 20.000 Hz. Yang digunakan dalam Fisioterapi adalah 0,5-5
MHz dengan tujuan untuk menimbulkan efek terapeutik melalui proses tertentu.
f. Traksi tulang
Alat terapi yang menggunakan kekuatan tarikan yang di gunakan pada satu
bagian tubuh, sementara bagian tubuh lainnya di tarik berlawanan.
5. Penatalaksanaan Keperawatan
a) Pengkajian fisik didasarakan pada pemeriksaan pada neurologis, kemungkinan
didapatidefisit motorik dan sensorik di bawah area yang terkena: syok spinal,
nyeri, perubahan fungsi kandung kemih, perusakan fungsi seksual pada pria,
A-B-C
(Airway,
Breathing,
Circulation).
II.
dilakukan pemasangan pipa orofaring. Bila hembusan napas tidak adekuat, perlu
bantuan napas.
2) Breathing
Bantuan napas dari mulut ke mulut akan sangat bermanfaat. Apabila tersedia, O2
dapat diberikan dalam jumlah yang memadai. Jika penguasaan jalan napas belum
dapat memberikan oksigenasi yang adekuat, bila memungkinkan sebaiknya
dilakukan intubasi endotrakheal.1,3,5,6,7,8.
3) Circulation
Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat dengan memeriksa tingkat kesadaran
dan denyut nadi Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah mencari ada tidaknya
perdarahan eksternal, menilai warna serta temperatur kulit, dan mengukur tekanan
darah. Denyut nadi perifer yang teratur, penuh, dan lambat biasanya menunjukkan
status sirkulasi yang relatif normovolemik.
4) Disability
Melihat secara keseluruhan kemampuan pasien diantaranya kesadaran pasien.
5) Exprosure
Melihat secara keseluruhan keadaan pasien. Pasien dalam keadaan sadar (GCS 15)
dengan : simple head injury bila tanpa deficit neurology.
a) Dilakukan rawat luka.
b) Pemeriksaan radiology.
c) Pasien dipulangkan dan keluarga diminta untuk observasi bila terjadi
penurunan kesadaran segera bawa ke rumah sakit.
b. Pengkajian Sekunder
1) Pernapasan
Gejala : napas pendek, kekurangan oksigen, sulit bernapas.
Tanda: pernapasan dangkal /labored, periode apnea, penurunan bunyi napas,
ronki, pucat, sianosis
2) Makan / minum
Tanda : mengalami distensi abdomen yang berhubungan dengan omentum.,
peristaltik usus hilang (ileus paralitik).
3) Eliminasi
Tanda : retensi urine, distensi abdomen, peristaltik usus hilang, melena, emisis
berwarna seperti kopi tanah /hematemesis, Inkontinensia defekasi berkemih.
4) Personal Hygiene
Tanda : sangat ketergantungan dalam melakukan aktifitas sehari-hari (bervariasi).
5) Rasa Aman / Nyaman
Gejala : nyeri atau nyeri tekan otot dan hiperestesia tepat di atas daerah trauma.
Tanda : mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral.
6) Aktifitas / Istirahat
Tanda : kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok spinal pada bawah lesi.
Kelemahan umum / kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi saraf).
7) Suhu
Suhu yang berfluktasi (suhu tubuh ini diambil dalam suhu kamar).
8) Sirkulasi
Gejala : berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi.
Tanda : hipotensi, Hipotensi posturak, bradikardi, ekstremitas dingin dan pucat.
Hilangnya keringat pada daerah yang terkena.
9) Psikososial
Gejala : menyangkal, tidak percaya, sedih, marah.
Tanda : takut, cemas, gelisah, menarik diri.
10) Neurosensori
Tanda : kelumpuhan, kelemahan (kejang dapat berkembang saat terjadi
perubahan pada syok spinal). Kehilangan sensasi (derajat bervariasi dapat
kembaki normak setelah syok spinal sembuh). Kehilangan tonus otot /
vasomotor, kehilangan refleks /refleks asimetris termasuk tendon dalam.
Perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat bagian tubuh yang terkena
karena pengaruh trauma spinal.
Gejala: kebas, kesemutan, rasa terbakar pada lengan atau kaki, paralisis flaksid
atau spastisitas dapat terjadi saat syok spinal teratasi, bergantung pada area spinal
yang sakit.
11) Seksualitas
Gejala : keinginan untuk kembali berfungsi normal.
Tanda : ereksi tidak terkendali (priapisme), menstruasi tidak teratur.
c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan
B3 (Brain) dan B6 (Bone) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan klien.
1) Pernapasan
Perubahan sistem pernapasan bergantung pada gradasi blok saraf parasimpatis
(klien mengalami kelumpuhan otot-otot pernapasan) dan perubahan karena
adanya kerusakan jalur simpatik desenden akibat trauma pada tulang belakang
sehingga jaringan saraf di medula spinalis terputus. Dalam beberapa keadaan
trauma sumsum tulang belakang pada daerah servikal dan toraks diperoleh hasil
pemeriksaan fisik sebagai berikut.
a) Inspeksi. Didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, peningkatan frekuensi pemapasan,
retraksi interkostal, dan pengembangan paru tidak simetris. Respirasi
paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi jika otototot interkostal tidak mampu mcnggerakkan dinding dada akibat adanya blok
saraf parasimpatis.
b) Palpasi. Fremitus yang menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan
didapatkan apabila trauma terjadi pada rongga toraks.
c) Perkusi. Didapatkan adanya suara redup sampai pekak apabila trauma terjadi
pada toraks/hematoraks.
d) Auskultasi. Suara napas tambahan, seperti napas berbunyi, stridor, ronchi
pada klien dengan peningkatan produksi sekret, dan kemampuan batuk
menurun sering didapatkan pada klien cedera tulang belakang yang
mengalami penurunan tingkat kesadaran (koma).
2) Kardiovaskular
Pengkajian sistem kardiovaskular pada klien cedera tulang belakang didapatkan
renjatan (syok hipovolemik) dengan intensitas sedang dan berat. Hasil
pemeriksaan kardiovaskular kliencedera tulang belakang pada beberapa
keadaan adalah tekanan darah menurun, bradikardia, berdebar-debar, pusing
saat melakukan perubahan posisi, dan ekstremitas dingin atau pucat.
3) Persyarafan
Tingkat kesadaran. Tingkat keterjagaan dan respons terhadap Iingkungan adalah
indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Pemeriksaan fungsi
serebral. Pemeriksaan dilakukan dengan mengobservasi penampilan, tingkah
laku, gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Klien yang telah
lama mengalami cedera tulang belakang biasanya mengalami perubahan status
mental. Pemeriksaan Saraf cranial :
a) Saraf I. Biasanya tidak ada kelainan pada klien cedera
tulang belakang dan tidak ada kelainan fungsi
penciuman.
b) Saraf II. Setelah dilakukan tes, ketajaman penglihatan
dalam kondisi normal.
c) Saraf III, IV, dan VI. Biasanya tidak ada gangguan
mengangkat kelopak mata dan pupil isokor.
d) Saraf V. Klien cedera tulang belakang umumnya tidak
mengalami paralisis pada otot wajah dan refleks kornea
biasanya tidak ada kelainan.
e) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal
dan wajah simetris.
f) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan
tuli persepsi.
g) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus
dan trapezius. Ada usaha klien untuk melakukan fleksi
leher dan kaku kuduk.
3. Intervensi Keperawatan
NO
Diagnosa Keperawatan
Intervensi
.
Ketidakefektifan
nafas
pola NOC :
NIC :
Respiratory status :
Airway Management
Ventilation
Respiratory status : Airway
patency
Mendemonstrasikan
batuk
(mampu
mengeluarkan
sputum,
bernafas
paten
untuk
dengan
jalan
nafas
(klien
tidak
Keluarkan
sekret
dengan
pasien
Menunjukkan
Posisikan
memaksimalkan ventilasi
Kriteria Hasil :
mampu
Tanda
vital
normal
dalam
(tekanan
Oxygen Therapy
Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea
Pertahankan jalan nafas yang
paten
Atur peralatan oksigenasi
Monitor aliran oksigen
Catat
adanya
fluktuasi
tekanan darah
Monitor
VS
saat
pasien
Monitor
TD,
nadi,
RR,
Monitor
pola
pernapasan
abnormal
peningkatan
sistolik)
Identifikasi
penyebab
dari
Resiko syok
Risiko
NOC :
Ketidakefektifan
Circulation status
Tekanan
systole dandiastole dalam
rentang yang diharapkan
Tidak ada
ortostatikhipertensi
Tidak ada
tanda tanda peningkatan
tekanan intrakranial (tidak lebih
dari 15 mmHg)
2. mendemonstrasikan kemampuan
kognitif yang ditandai dengan:
berkomunikasi
dengan jelas dan sesuai
dengan kemampuan
menunjukkan
perhatian, konsentrasi dan
orientasi
memproses
informasi
membuat
keputusan dengan benar
3.
menunju
kkan fungsi sensori motori cranial
yang utuh : tingkat kesadaran
mambaik, tidak ada gerakan
gerakan involunter
NIC :
Intrakranial Pressure (ICP)
Monitoring (Monitor tekanan
intrakranial)
Berikan informasi kepada keluarga
Set alarm
Monitor tekanan perfusi serebral
Catat respon pasien terhadap
stimuli
NOC
NIC
berhubungan dengan
Pain Management
Pain Level,
Pain control,
Comfort level
Kriteria Hasil :
presipitasi
Observasi reaksi nonverbal
sakit)
Menggunakan metode
pencegahan
Menggunakan metode
dari ketidaknyamanan
Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
nonanalgetik untuk
mengurangi nyeri
Menggunakan analgetik sesuai
kebutuhan
Mencari bantuan tenaga
kesehatan
Melaporkan gejala pada
tenaga kesehatan
Menggunakan sumber-sumber
yang tersedia
Mengenali gejala-gejala nyeri
Mencatat pengalaman nyeri
sebelumnya
Melaporkan nyeri sudah
terkontrol
masa lampau
Bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan
menemukan dukungan
Kurangi faktor presipitasi
nyeri
Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
Penurunan
jantung
curah NOC :
Cardiac output, decreased
Circulation Status
Kriteria Hasil :
yang normal
Menunjukkan nadi yang
normal.
teratur.
Monitor detak jatung teratur.
Auskultasi bunyi jantung.
Auskultasi apakah ada suara
tambahan
pada
jantung
Catat
adanya
fluktuasi
tekanan darah
Monitor
VS
saat
pasien
Monitor
TD,
nadi,
RR,
Monitor
pola
pernapasan
abnormal
peningkatan
sistolik)
Identifikasi
penyebab
4. Implementasi Keperawatan
5. Evaluasi Keperawatan
dari
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, volume 2.
Jakarta : EGC.
Guyton, Arthur. 1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi 3, Jakarta :
EGC
Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott
company, Philadelpia.
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan
Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan
pasien, EGC, Jakarta.
Laurralee Sherwood. .2001. Fisiologi Manusia. Edisi 2, Jakarta : EGC
Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta.
Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth edition,
JB Lippincott Company, Philadelphia.
Sylvia and Lorraine. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 6, volume
2. Jakarta : EGC.
W.F.Ganong. 2005. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGCs