Você está na página 1de 10

Analisis Kebutuhan SDM Laboratorium Berdasarkan Beban Kerja

Posted by Riswanto on Sunday, February 7, 2010


Labels: Manajemen Laboratorium
Komponen kunci dari perencanaan SDM adalah penentuan tipe SDM yang diperlukan.
Perencanaan SDM bertujuan untuk mencocokkan SDM dengan kebutuhan organisasi yang
dinyatakan dalam bentuk aktifitas. Merencanakan kebutuhan SDM berhubungan dengan halhal sebagai berikut [1] :
a. mendapatkan dan mempertahankan jumlah dan mutu karyawan
b. mengidentifikasi tuntutan keterampilan dan cara memenuhinya
c. menghadapi kelebihan atau kekurangan karyawan
d. mengembangkan tatanan kerja yang fleksibel
e. meningkatkan pemanfaatan karyawan
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghitung kebutuhan SDM, salah satu di
antaranya adalah dengan menggunakan analisis beban kerja. Yang dimaksud dengan beban
kerja adalah frekuensi rata-rata masing-masing jenis pekerjaan dalam jangka waktu tertentu.
Beban kerja juga dapat berarti berat ringannya suatu pekerjaan yang dirasakan oleh karyawan
yang dipengaruhi oleh pembagian kerja (job distribution), ukuran kemampuan kerja
(standard rate of performance) dan waktu yang tersedia. [2]
Metode beban kerja adalah tehnik yang paling akurat dalam peramalan kebutuhan tenaga
kerja untuk jangka pendek (short-term). Peramalan jangka pendek ini untuk waktu satu tahun
dan selama-lamanya dua tahun. Tehnik analisis ini memerlukan penggunaan rasio atau
pedoman penyusunan staf standar dalam upaya mengidentifikasi kebutuhan personalia. [3,4]
Salah satu cara untuk menghitung kebutuhan tenaga kerja berdasarkan beban kerja
diformulasikan oleh Peter J. Shipp (1998) dan dianjurkan oleh WHO. Panduan penghitungan
kebutuhan tenaga kerja ini telah disesuaikan dengan kondisi Rumah Sakit di Indonesia.
Metode beban kerja ini mudah dioperasikan, mudah digunakan, secara teknis dapat diterima,
komprehensif, realistis dan dapat diterima oleh manajer medik maupun manajer non-medik.
Metode beban kerja ini didasarkan pada pekerjaan nyata yang dilakukan oleh masing-masing
tenaga kesehatan. Adapun langkah-langkah penyusunan kebutuhan tenaga kerja berdasarkan
metode ini adalah : 1) menetapkan unit kerja beserta kategori tenaganya, 2) menetapkan
waktu kerja yang tersedia selama satu tahun, 3) menyusun standar beban kerja, 4) menyusun
standar kelonggaran dan 5) menghitung kebutuhan tenaga per unit kerja. Untuk menghitung
beban kerja ini diperlukan hal-hal seperti : standar pelayanan, prosedur kerja tetap serta
uraian kerja (job description) bagi setiap tenaga kerja.[5]
Ada lima langkah dalam menghitung kebutuhan tenaga laboratorium berdasarkan beban
kerja, yaitu :
LANGKAH PERTAMA

: menetapkan unit kerja dan kategori tenaga. Kita ambil contoh unit

kerja yang digunakan adalah unit kerja teknis (hematologi, kimia klinik, mikrobiologi,
imunoserologi) dan kategori tenaga yang dipilih adalah Analis Kesehatan.
: menetapkan waktu kerja yang tersedia bagi tenaga Analis Kesehatan
selama satu tahun. Data yang dibutuhkan untuk menetapkan waktu kerja yang tersedia adalah
:
LANGKAH KEDUA

1. Hari kerja ( A ). Suatu contoh, di suatu instalasi laboratorium rumah sakit, pelayanan
dilaksanakan selama 24 jam yang dibagi dalam 3 shift sehingga dalam seminggu
terdapat 7 hari kerja.
2. Cuti tahunan ( B ). Jumlah cuti tahunan adalah 12 hari dalam satu tahun.
3. Pendidikan dan pelatihan ( C ). Sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Rumah
Sakit, Pranata Laboratorium memiliki hak untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan
selama 5 hari kerja per tahun.
4. Hari libur nasional ( D ). Dalam waktu satu tahun terdapat 15 hari libur nasional.
5. Ketidakhadiran kerja ( E ). Dengan adanya sistem shift, sesudah bertugas pada sore
dan malam hari seorang Pranata Laboratorium mendapatkan ekstra libur selama 1
hari. Di Instalasi Patologi Klinik rata-rata ketidakhadiran kerja dalam satu bulan
selama 7 hari
6. Waktu kerja ( F ) Pada umumnya waktu kerja selama sehari adalah 8 jam.
Berdasarkan data-data tersebut selanjutnya dilakukan penghitungan untuk menetapkan waktu
tersedia dengan rumus sebagai berikut :
Waktu kerja tersedia = A - (B+C+D+E) x F
Tabel berikut menunjukkan jumlah waktu kerja yang tersedia dalam setahun.

Kode

Faktor

Waktu Kerja

Keterangan

Hari Kerja

365

Hari per tahun

Cuti Tahunan

12

Hari per tahun

Pendidikan dan Latihan

Hari per tahun

Hari Libur Nasional

15

Hari per tahun

Ketidakhadiran Kerja

84

Hari per tahun

Waktu Kerja

Jam per hari

Waktu Kerja

249

Hari per tahun

Jam Kerja

1992

Jam per tahun

Waktu Kerja

119520

Menit per tahun

Adapun uraian penghitungannya adalah sebagai berikut :


Waktu kerja tersedia = 365 ( 12 + 5 + 15 + 84 )
= 249 hari/tahun
= 1992 jam/tahun
= 119520 menit/tahun
: menyusun standar beban kerja. Standar beban kerja adalah volume atau
kuantitas beban kerja selama 1 tahun untuk setiap kategori tenaga (dalam hal ini adalah
Analis Kesehatan). Standar beban kerja untuk suatu kegiatan pokok disusun berdasarkan
waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan (rata-rata waktu) dan waktu yang
tersedia per tahun. Data dan informasi yang dibutuhkan untuk menyusun standar beban kerja
untuk kategori tenaga adalah sebagai berikut :
LANGKAH KETIGA

kategori tenaga pada unit kerja yang telah ditetapkan pada langkah pertama di atas,

standar profesi, standar pelayanan dan standar prosedur operasional tetap yang
berlaku,

rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh kategori tenaga (Analis Kesehatan) untuk
menyelesaikan kegiatan pelayanan, dan

data dan informasi kegiatan pelayanan di masing-masing unit pelayanan teknis


(hematologi, kimia klinik, mikrobiologi, imunoserologi)

Beban kerja Analis Kesehatan meliputi :

kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh Analis Kesehatan, misalnya : sampling,


preparasi sampel, memeriksa sampel, mencatat hasil pemeriksaan, kalibrasi alat,
memeriksa sampel kontrol, membuat reagen, dll.

rata-rata waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap kegiatan pokok, misalnya
rerata waktu untuk memeriksa kadar Hb adalah 10 menit, rerata waktu untuk
membuat reagen A adalah 15 menit, dsb.

standar beban kerja Analis Kesehatan tiap satu tahun dihitung dengan rumus
perhitungan sebagai berikut :

Standar beban kerja = waktu tersedia per tahun : rerata waktu per kegiatan pokok
: menyusun standar kelonggaran yang bertujuan untuk mengetahui
faktor kelonggaran kategori tenaga yang meliputi jenis kegiatan dan kebutuhan waktu untuk
menyelesaikan suatau kegiatan yang tidak terkait langsung atau tidak dipengaruhi oleh tinggi
rendahnya kuantitas atau jumlah kegiatan pokok / pelayanan.
LANGKAH KEEMPAT

Penyusunan faktor kelonggaran dapat dilaksanakan melalui pengamatan dan wawancara


kepada tenaga Analis Kesehatan mengenai :

kegiatan-kegiatan yang tidak terkait langsung dengan pelayanan, misalnya rapat,


istirahat, sholat, makan;

frekuensi kegiatan dalam satu hari, minggu, bulan; waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan kegiatan.

Adapun rumus untuk menghitung faktor kelonggaran adalah sebagai berikut :


Standar kelonggaran = rerata waktu faktor kelonggaran : waktu kerja tersedia per tahun
Tabel berikut adalah standar kelonggaran Pranata Laboratorium :

Faktor Kelonggaran

Rata-rata Waktu

Standar Kelonggaran

Rapat

2 jam per bulan

0.012

Istirahat, sholat, makan

30 menit per hari

0.092

Jumlah

0.104

: menghitung kebutuhan tenaga per unit kerja yang bertujuan untuk


memperoleh jumlah dan kategori tenaga Analis Kesehatan per unit kerja sesuai dengan beban
kerja selama 1 tahun. Sumber data yang diperlukan untuk penghitungan kebutuhan tenaga ini
terdiri dari:
LANGKAH KELIMA

data yang diperoleh dari langkah-langkah sebelumnya, yaitu waktu kerja tersedia,
standar beban kerja dan standar kelonggaran;

kuantitas kegiatan pokok selama kurun waktu satu tahun, dimana penulis mengambil
data kuantitas kegiatan pokok selama satu tahun.

Data kegiatan pada pelayanan di tiap unit teknis yang telah diperoleh, Standar Beban Kerja ,
dan Standar Kelonggaran merupakan sumber data untuk menghitung kebutuhan tenaga
Pranata Laboratorium dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Kebutuhan tenaga = (Jumlah kegiatan pokok : standar beban kerja) + Standar Kelonggaran
Selanjutnya kebutuhan tenaga untuk tiap kegiatan pokok dijumlahkan terlebih dulu sebelum
ditambahkan dengan Standar Kelonggaran.

Daftar Pustaka :

1. Amstrong, Michael, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik : Mengelola


Karyawan, Buku Wajib Bagi Manajer Lini, PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta.
2. Moehijat, 1979, Perencanaan Tenaga Kerja, Penerbit Alumni, Bandung.
3. Sunarto dan Sahedy Noor, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM),
Bagian Penerbitan FE-UST, Yogyakarta.
4. Simamora, Henry, 1994, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bagian Penerbitan STIE
YKPN, Yogyakarta.
5. Kurniati, Rhina Widhi, 2003, Menghitung Kebutuhan Tenaga Analis Laboratorium di
Sub Unit Penyakit Infeksi Instalasi Patologi Klinik RS Dr. Sardjito : Laporan
Manajemen, Program Pendidikan Dokter Spesialis-I Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta

Perencanaan SDM Laboratorium Kesehatan


Posted by Riswanto on Sunday, February 7, 2010
Labels: Manajemen Laboratorium
Sumber daya laboratorium kesehatan secara garis besar dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
sumber daya manusia (human resources) dan sumber daya non-manusia (non-human
resources). Sumber daya manusia (SDM) merupakan potensi manusiawi yang melekat
keberadaannya pada seorang pegawai yang terdiri atas potensi fisik dan potensi non-fisik.
Potensi fisik adalah kemampuan fisik yang terakumulasi pada seorang pegawai, sedangkan
potensi non-fisik adalah kemampuan seorang pegawai yang terakumulasi baik dari latar
belakang pengetahuan, inteligensia, keterampilan, human relations.[1] Sedangkan sumber
daya non-manusia merupakan sarana atau perlatan berupa mesin-mesin atau alat-alat non
mesin dan bahan-bahan yang digunakan dalam proses pelayanan laboratorium klinik.
SDM yang bekerja di dalam pelayanan laboratorium kesehatan cukup beragam, baik profesi
maupun tingkat pendidikannya. Kebutuhan jumlah pegawai antara laboratorium kesehatan di
Rumah Sakit dengan laboratorium kesehatan swasta, atau Puskesmas tentu tidak sama. Hal
ini dikarenakan jenis pelayanan, jumlah pemakai jasa, dan permasalahan yang dihadapi oleh
masing-masing laboratorium tersebut berbeda-beda. Jenis ketenagaan yang diperlukan dalam
pelayanan laboratorium kesehatan adalah sebagai berikut [2,3] :
1. Staf medis
o Dokter Spesialis Patologi Klinik,
o Dokter Spesialis Patologi Anatomik,
o Dokter Spesialis Forensik,
o Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik,
o Dokter umum yang telah memiliki pengalaman teknis laboratorium

2. Tenaga teknis laboratorium


o Analis Kesehatan atau Analis Medis,
o Perawat Kesehatan,
o Dokter umum,
o Sarjana kedokteran,
o Sarjana farmasi,
o Sarjana biologi,
o Sarjana teknik elektromedik,
o Sarjana teknik kesehatan lingkungan
3. Tenaga administrasi
4. Pekarya
Kalau dilihat dari fungsi laboratorium kesehatan, yakni melakukan pemeriksaan bahan yang
berasal dari manusia atau bahan bukan dari manusia yang tujuannya adalah menentukan jenis
penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan dan faktor yang berpengaruh pada kesehatan
perorangan atau masyarakat [3], maka kebutuhan SDM yang terbesar adalah Analis Kesehatan
sebagai tenaga teknis laboratorium.
Analis Kesehatan memiliki tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh dalam
melaksanakan pelayanan laboratorium. Pelayanan laboratorium yang dimaksud adalah
pelayanan laboratorium secara menyeluruh meliputi salah satu atau lebih bidang pelayanan,
meliputi bidang hematologi, kimia klinik, imunoserologi, mikrobiologi, toksikologi, kimia
lingkungan, patologi anatomi (histopatologi, sitopatologi, histokimia, imuno patologi,
patologi molekuler), biologi dan fisika.[4]

Aspek Mutu Dalam Perencanaan SDM Laboratorium Kesehatan


Perlu disadari bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat,
tuntutan akan pelayanan kesehatan yang bermutu pun semakin meningkat. Sejalan dengan itu
maka pelayanan diagnostik yang diselenggarakan oleh laboratorium kesehatan sangat perlu
untuk menerapkan sebuah standar mutu untuk menjamin kualitas pelayanan yang diberikan
kepada masyarakat.

Salah satu standar mutu pelayanan laboratorium klinik Rumah Sakit adalah tersedianya SDM
dengan jumlah yang cukup dan memenuhi kualifikasi tenaga sesuai dengan jenis pelayanan
laboratorium klinik yang ada.
Berkaitan dengan mutu pelayanan laboratorium kesehatan, ada 3 variabel yang dapat
digunakan untuk mengukur mutu [5], yaitu :
1. Input (struktur), ialah segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan
pelayanan laboratorium kesehatan, seperti SDM, dana, fasilitas, peralatan, bahan,
teknologi, organisasi, informasi dan lain-lain. Pelayanan laboratorium kesehatan yang
bermutu memerlukan dukungan input yang bermutu pula. Hubungan input dengan
mutu adalah dalam perencanaan dan penggerakan pelaksanaan pelayanan kesehatan.
2. Proses, ialah interaksi professional antara pemberi layanan dengan konsumen (pasien/
masyarakat). Proses ini merupakan variable penilaian mutu yang penting.
3. Output/outcome, ialah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan yang terjadi
pada konsumen (pasien/masyarakat), termasuk kepuasan dari konsumen tersebut.
Untuk meningkatkan mutu pelayanan, laboratorium klinik yang terdapat dalam seluruh
Rumah Sakit perlu dikelola dengan menggunakan prinsip-prinsip manajemen yang tepat.
Salah satu pendekatan mutu yang digunakan adalah Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality
Magement, TQM).
Konsep TQM pada mulanya dipelopori oleh W. Edward Deming, seorang doktor di bidang
statistik yang diilhami oleh manajemen Jepang yang selalu konsisten terhadap kualitas
terhadap produk-produk dan layananannya. TQM adalah suatu pendekatan yang seharusnya
dilakukan oleh organisasi masa kini untuk memperbaiki otputnya, menekan biaya produksi
serta meningkatkan produksi. Total mempunyai konotasi seluruh sistem, yaitu seluruh proses,
seluruh pegawai, termasuk pemakai produk dan jasa juga supplier. Quality berarti
karakteristik yang memenuhi kebutuhan pemakai, sedangkan management berarti proses
komunikasi vertikal dan horizontal, top-down dan bottom-up, guna mencapai mutu dan
produktivitas
[1].
Pendekatan Manajemen Mutu Terpadu dalam pelayanan laboratorium adalah menggunakan
konsep dari Creech, yaitu suatu pendekatan manajemen yang merupakan suatu sistem yang
mempunyai struktur yang mampu menciptakan partisipasi menyeluruh dari seluruh jajaran
organisasi dalam merencanakan dan menerapkan proses peningkatan yang berkesinambungan
untuk memenuhi bahkan melebihi harapan pelanggan. Terdapat lima pilar Manajemen Mutu
Terpadu, yaitu kepemimpinan, proses, organisasi, komitmen, produk dan layanan (service).
Manajemen mutu terpadu berfokus pada peningkatan proses. Proses adalah transformasi dari
input, dengan menggunakan mesin peralatan, perlengkapan metoda dan SDM untuk
menghasilkan produk atau jasa bagi pelanggan [5].
Peningkatan proses yang selanjutnya akan meningkatkan mutu antara lain memerlukan
perencanaan kebutuhan SDM yang matang. Perencanaan SDM dapat digunakan sebagai
indikator kesesuaian antara supply dan demand bagi sejumlah orang dalam organisasi dengan
keterampilan yang sesuai, membantu menilai dan melengkapi rencana-rencana dan
keputusan-keputusan manajemen dengan menilai pengaruh-pengaruh daripada tenaga kerja,

dan membantu organisasi agar terhindar dari kelangkaan SDM pada saat dibutuhkan maupun
kelebihan SDM saat tidak dibutuhkan. [6,7,8]
Komponen kunci dari perencanaan SDM adalah penentuan tipe SDM yang diperlukan. Untuk
perencanaan kepegawaian dengan memperkirakan suplai dan permintaan terhadap SDM,
selanjutnya menentukan perbedaan atas suplai dan permintaan, apa ada kekurangan atau
kelebihan. Selanjutnya dapat ditentukan langkah strategik apa yang akan diambil dalam
menghadapi kekurangan atau kelebihan SDM. [9]
Perencanaan SDM bertujuan untuk mencocokkan SDM dengan kebutuhan organisasi yang
dinyatakan dalam bentuk aktifitas. Merencanakan kebutuhan SDM berhubungan dengan halhal sebagai berikut [10] :
a. mendapatkan dan mempertahankan jumlah dan mutu karyawan
b. mengidentifikasi tuntutan keterampilan dan cara memenuhinya
c. menghadapi kelebihan atau kekurangan karyawan
d. mengembangkan tatanan kerja yang fleksibel
e. meningkatkan pemanfaatan karyawan
Analisis dan Klasifikasi Tenaga Laboratorium
Analisis dan klasifikasi pegawai perlu dilakukan dalam merencanakan kebutuhan tenaga
laboratorium kesehatan. Analisis pegawai adalah usaha-usaha mempelajari, mengumpulkan
informasi serta merumuskan secara jelas mengenai kepegawaian dan batasan kualifikasi
minimal pegawai yang dikehendaki untuk melakukan pekerjaan secara tepat guna dan
berhasil guna. Sedangkan klasifikasi pegawai adalah tindakan pengelompokan pegawai
berdasarkan kesamaan jenis ke dalam suatu kesatuan pegawai. [1]
Analisis pegawai dapat memfokuskan peramalan (forecasting) dan perencanaan (planning)
kepegawaian. Informasi analisis pegawai sangat dibutuhkan baik untuk kepentingan
restrukturisasi, program perbaikan kualitas, perencanaan human resources, analisis tugas,
penarikan pegawai, rotasi pegawai, program training, pengembangan karier, pengukuran
performance maupun kompensasi. 1

Forecasting SDM
Peramalan kebutuhan SDM merupakan unsur penting dalam perencanaan SDM. Peramalan
SDM berusaha untuk menetukan karyawan apa yang diperlukan, baik tuntutan keahlian atau
keterampilan tertentu dan berapa jumlah pegawai yang diperlukan. Jadi hal yang diperlukan
dalam perencanaan tersebut adalah: jumlah, jenis, mutu.[1]
Hampir semua perusahaan harus membuat prediksi atau peramalan kebutuhan karyawan pada
masa yang akan datang, meskipun hal ini tidak tepat benar dengan kenyataan yang

sebenarnya. Namun demikian melalui peramalan dapat mendekati kebenaran sehingga


diperoleh efisiensi dalam penggunaan SDM. [11]
Analisis kebutuhan organisasi akan SDM dinilai sangat penting karena berfungsi sebagai
pusat kegiatan perencanaan SDM; mempengaruhi dan mengarahkan kegiatan, perilaku dan
dampak tindakan-tindakan operasional; meningkatkan pendayagunaan SDM secara optimal;
mengarahkan perencanaan SDM dalam memperoleh jumlah, tipe dan mutu karyawan untuk
mengerjakan sesuatu dengan tepat pada waktu yang tepat. [12]
Perencanaan kebutuhan tenaga laboratorium perlu mempertimbangkan beberapa faktor,
seperti :

Jenis laboratorium. Apakah laboratorium Rumah Sakit, laboratorium swasta, atau


laboratorium kesehatan masyarakat.

Stratifikasi laboratorium. Apakah laboratorium itu adalah laboratorium di Rumah


Sakit tipe A, B atau C. Jika laboratorium swasta, apakah laboratorium yang akan
dibangun adalah laboratorium pratama atau utama.

Jenis pelayanan. Apakah akan melayani seluruh bidang atau disiplin ilmu, atau hanya
beberapa bidang saja yang akan dilayanani.

Sasaran pelanggan : siapa yang ingin dilayani? Apakah seluruh lapisan masyarakat,
hanya untuk check-up, hanya untuk penelitian, dsb.

Target jumlah pemeriksaan dan jumlah peralatan yang digunakan. Jika seluruh bidang
pelayanan yang akan dipilih, maka jumlah pemeriksaan yang akan dikerjakan juga
banyak, demikian juga dengan jumlah peralatan yang akan digunakan.

Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut selanjutnya dapat dibuat perencanaan


SDM, seperti jenis atau kualifikasi ketenagaan, kompetensi, jumlah yang dibutuhkan,
rekruitmen, dsb.
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam peramalan akan kebutuhan SDM, salah
satu di antaranya adalah dengan menggunakan analisis beban kerja. Cara menghitung
kebutuhan SDM laboratorium berdasarkan beban kerja akan saya sampaikan pada tulisan
berikutnya.
Daftar Pustaka :
1. Sulistiyani, Ambar T. dan Rosidah, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia :
Konsep, Teori dan Pengembangan Dalam Konteks Organisasi Publik, Graha Ilmu,
Yogyakarta.

2. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jendral Pelayanan Medik, Pedoman


Pengelolaan Laboratorium Patologi Klinik, Patologi Anatomik dan Patologi
Forensik/Kamar Jenazah, Cetakan I, 1988.
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 04/Menkes/SK/I/2002 tentang Laboratorium
Kesehatn Swasta
4. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. PER/08/M.PAN/3/2006
tentang Jabatan Fungsional Pranata Laboratorium Kesehatan.
5. Kuncoro, T., et. al., 1997, Manajemen Proses di Laboratorium Klinik Menuju Produk
yang Bermutu, Dalam : Sianipar, O. (ed), 1997, Prinsip-prinsip Manajemen Untuk
Peningkatan Mutu Pelayanan Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit, Magister
Manajemen Rumah Sakit, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
6. Nursanti, Tinjung Desi, 2002, Strategi Terintegrasi Dalam Perencanaan Sumber Daya
Manusia yang Efektif, Dalam Usmara, A. (ed), 2002, Paradigma Baru Manajemen
Sumber Daya Manusia, edisi ke-3, Amara Books, Yogyakarta.
7. Moehijat, 1979, Perencanaan Tenaga Kerja, Penerbit Alumni, Bandung.
8. Umar, Husein, 1997, Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
9. Sunarto dan Sahedy Noor, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM),
Bagian Penerbitan FE-UST, Yogyakarta.
10. Amstrong, Michael, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik : Mengelola
Karyawan, Buku Wajib Bagi Manajer Lini, PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta.
11. Sumarsono, Sonny, 2003, Ekonomi Sumber Daya Manusia dan Ketenagakerjaan,
Graha Ilmu, Yogyakarta.
12. Mangkuprawira, TB. Syafrie, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik,
Ghalia Indonesia, Jakarta

Você também pode gostar