Você está na página 1de 11

DEFINISI DAN SEJARAH TASAWUF

4 Januari 2014 by ibnumaksumzainalmustofa

I. MaknaTasawuf
Mistisisme dalam Islam diberi nama tasawuf dan oleh kaum orientalis Barat disebut sufisme.
Kata sufisme dalam istilah orientalis Barat khusus dipakai untuk mistisisme Islam. Sufisme tidak
dipakai untuk mistisisme yang terdapat dalam agama-agama lain .
Ajaran-ajaran Nabi Muhammad Saw memilki tiga dimensi, yaitu:
Dimensi Iman melahirkan ilmu kalam (teologi)
Dimensi islam melahirkan ilmu fiqh/syariat
Dimensi ihsan melahirkan ilmu tasawufTasawuf merupakan implementasi dari dimensi
ihsan. Istilah tasawwuf pada masa nabi Muhammad SAW belum digunakan. Tetapi secara
substansial telah dipraktekkan. Pada perkembangan selanjutnya dimensi islam yang mengandung
unsur syahadah, sholat, zakat, puasa dan haji melahirkan ilmu fiqh/ syariat.Dari dimensi iman
yang mengandung unsur iman kepada Allah, malaikat, kitab-kitabnya, Rasul-rasulnya, hari
Kiamat, taqdirnya melahirkan ilmu kalam (teologi). Dimensi ihsan melahirkan ilmu tasawwuf.
Dalam kitab istilahat as-shufiyyah disebutkan bahwa bertasawuf adalah Takholluq bi al-Akhlaqi
al- ilaahiyyah ini mengiudentifikasikan bahwa bertasawuf adalah usaha manusia untuk mencapai
akhlak mulia yaitu akhlak tuhan, sehingga dapat kita tarik pengertian bahwa Tasawuf adalah
medium yang ditempuh oleh seorang mukmin melalui proses upaya dalam rangka
menghakikatkan syariat lewat tharikat untuk mencapai makrifat . Pernyataan ini didasari pada
firman allah yang tertuang dalam al-Quran surah Almaidah ayat 35 yang berbunyi, Wahai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah, dan carilah wasilah yang
menyampaikan kamu kepadanya dan berjuanglah dijalanya, agar kamu mendapatkan
keberuntungan.Namun secara definitive pengertian Tasawuf dapat diambil dari dua sisi yaitu
secara etimologis dan terminology.
A. Pengertian Tasawuf Secara Etimologi.
Secara etimologi, kata tasawuf berasal dari bahasa Arab, yaitu tashawwafa, yatashawwafu,
tashawwufan. Ulama berbeda pendapat dari mana asal-usulnya. Ada yang mengatakan dari kata
shuf (bulu domba), Shaff (barisan), Shafa (jernih), Shuffah (serambi masjid Nabawi yang
ditempati oleh sebagian sahabat Rosulullah .saw).
Pemikiran masing-masing pihak itu dilatarbelakangi oleh fenomena yang ada pada diri para sufi.
Secara etimologi, pengertian tasawuf dapat dimaknai menjadi beberapa macam, yaitu sebagai
berikut
1. Tasawuf berasal dari istilah yang dikonotasikan dengan ahl ash-shuffah yang berarti
sekelompok orang dimasa Rosulullah yang banyak berdiam diserambi-serambi masjd dan
mereka mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Allah. Mereka adalah orang-orang yang
ikut pindah dengan Rosulullah dari Mekah ke Madinah, kehilangan harta, berada dalam keadaan

miskin, dan tidak mempunyai apa-apa. Mereka tinggal di masjid Rosulullah dan duduk di atas
bangku batu dengan memakai pelana sebagai bantal. Pelana disebut shuffah dan kata sofa dalam
bahasa-bahasa di Eropa berasal dari kata ini.
2. Tasawuf berasal dari kata shafa yang artinya suci. Kata shafa ini berbentuk fiil mabni majhul
sehingga menjadi isim mulhaq dengan huruf ya nisbah yang berarti sebagai nama bagi orangorang yang bersih atau yang suci. Jadi, maksudnya adalah mereka itu menyucikan dirinya di
hadapan Tuhan melalui latihan yang berat dan lama.
3. Tasauf berasal dari kata shaff. Makna shaff ini dinisbahkan kepada orang-orang yang ketika
shalat selalu berada di shaf (barisan) terdepan. Sebagaimana halnya shalat di shaff pertama
mendapat kemuliaan dan pahala, maka orang-orang penganut tasawuf dimuliakan dan diberi
pahala oleh Allah.
4. Ada yang menisbahkan tasawuf berasal dari Bahasa Yunani, yaitu shopos. Istlah ini disamakan
maknanya dengan kata hikmah yang berarti kebijaksanaan. Pendapat ini dikemukakan oleh
Mirkas, kemudian diikuti oleh Jurji Zaidan dalam kitabnya, Adab Al-Lughah Al-Arabiyyah.
Disebutkan bahwa para filsuf Yunani dahulu telah memasukkan pemikiranya yang mengandung
kebijaksanaan di dalam buku-buku filsafat. Ia berpendapat bahwa istilah tasawuf tidak
ditemukan dalam masa penerjemahan kitab-kitab yang berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab.
Pendapat ini kemudian didukung juga oleh Nouldik, yang mengatakan bahwa dalam
penerjemahan dari bahasa Yunani ke bhasa Arab terjadi proses asimilasi. Misalnya, orang Arab
mentranslitrasikan huruf sin menjadi huruf shad seperti dalam kata tasawuf menjadi tashawuf.
5. Tasawuf berasala dari kata shuf. Artinya ialah kain yang terbuat dari bulu wol. Namun, kain
wol yang dipakai adalah wol kasar, bukan wol halus sebagaimana kain wol sekarang. Memakai
wol kasar pada waktu ini adalah symbol kesederhanaan. Lawanya adalah memakai sutra. Kain
itu dipakai oleh orang orang mewah dikalangan pemerintahan yang hidupnya mewah. Para
penganut tasawuf ini hidupnya sederhana, tetapi berhati mulia, menjauhi pakaian sutra, dan
memakai wol kasar .
Dari keima teori diatas yang paling banyak disepakati oleh para alim adalah teori ke lima, yaitu
teori yang mengatakan bahwa kata tasawuf berasal dari kata shuf yang artinya kain yang terbuat
dari bulu wol, pendapat ini sesuai dengan ilmuan orientalis J Spencer Trimingham dalam
bukunya yang berjudul The Sufi Orders in Islam, berpendapat bahwa term sufi pertama kalinya
diterapkan pada asketik muslim yang berpakaian wol kasar. Dari kata shuf lahir kata tasawuf
yang artinya mistisisme .
Dari segi bahasa seperti yang telah dijelaskan dalam beberapa teori diatas, pada intinya tasawuf
adalah gambaran keadaan yang selalu berorientasi pada kesederhanaan, kedekatan kepada Allah,
penyucian hati, dan sikap rela berkorban demi tujuan yang lebih mulia.
B. Pengertian Tasawuf Secara Terminologi
Dalam memahami suatu istilah demi mendapatkan pengertian yang baik pastilah kita merujuk
kepada ahlinya, namun permasalahanya setiap ilmuan memeliki pendapat yang berbeda-beda
dalam merumuskan istilah tasawuf, adapaun pendapat mereka antara lain.
1. Maruf Al-Karkhi (w. 200 H)
Tasawuf menekankan hal-hal yang hakiki dan mengabaikan segala apa yang ada pada makhluk.
Barang siapa yang belum bersungguh-sungguh dengan kefakiran, berarti belum bersungguhsungguh dalam bertasawuf .
2. Abu Hamzah
Tanda sufi yang benar adalah berpikir setelah dia kaya, merendahkan diri setelah dia bermegahmegah, dan menyembunyikan diri setelah dia terkenal. Sementara itu, tanda sufi yang palsu

adalah kaya setelah dia berpikir, bermegah-megah setelah dia merendahkan diri, dan tersohor
setelah dia bersembunyi .
3. Al-Junaidi.
Tasawuf ialah membersihkan hati dari yang mengganggu perasaan, berjuang menanggalkan
pengaruh insting, memadamkan kelemahan, menjauhi seruan hawa nafsu, mendekati sifat-sifat
suci kerohanian,bergantung pada ilmu-ilmu hakikat, memakai barang yang penting dan lebih
kekal, menaburkan nasihat kepada umat manusia, memegang teguh janji dengan Allah dalam hal
hakikat, serta mengikuti contoh Rosulullah dalam hal syariat .
4. Syaikh Ahmad bin Muhammad Zain bin Musthafa Al-Fathani.
Para sufi memakai pakaian yang terbuat dari bulu. Mereka tidak mau menyerupai kebanyakan
orang yang selalu bermegah-megah deangan pakaian yang serba indah. Mereka merasa cukup
dengan berpakaian seperti itu, karena sekedar menutup aurat.
5. Syaikh Abu Muhammad Sahl bin Abdullah At-Tustari.
Sufi ialah orang yang bersih dari kotoran, penuh pemikiran, dan hanya memusatkan semata-mata
hanya kepada Allah. Baginya, antara harta benda dan tanah liat bernilai sama.
6. Ibnu Khaldun
Tasawuf semacam ilmu syariat yang timbul kemudian didalam agama. Asalnya adlah tekun
beribadah, memutuskan pertalian terhadap segala sesuatu kecuali Allah, hanya menghadapnya,
dan menolak perhiasan dunia. Selain itu, membenci perkara yang selalu memperdaya orang
banyak, sekaligus menjauhi kelezatan harta, dan keegahannya. Tambahan pula tasawuf juga
berarti menyendiri menuju jalan Tuhan dalam khalawat dan ibadah.
7. Syaikh Ahmad Zarruq
Tasawuf ialah ilmu yang dapat memperbaiki hati anda dan menjadikanya demata karena Allah.
Dengan hati itu, Anda menggunakan fiqh dalam berislam untuk memperbaiki amal dan
menjaganya dalam batas-batas syariat islam sehingga lahirlah kebijaksanaan.
8. Syaikh Ibnu Ajiba
Tasawuf ialah ilmu yang membawa anda agar bersama Tuhan yang Mahaada, melalui penyucian
batin dan mempermanisnya dengan amal shaleh. Jalan tasawuf diawali dengan ilmu, tengahnya
amal, dan akhirnya adalah karunia Ilahi.
9. Syaikh Islam Zakaria Al-Anshari
Tasawuf ialah ilmu yang menerangkan cara-cara mencuci bersih jiwa, memperbaiki akhlak, dan
membina kesejahteraan lahir serta batin untuk mencapai kebahagiaan yang abadi.
10. Syaikh Husain Nasr.
Tasawuf ialah upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan manusia
dari pengaruh kehidupan duniawi dan mendekatkanya kepada Allah sehingga jiwanya bersih
serta memancarkan akhlak mulia. Tasawuf secara hakiki mengingatkan manusia siapa dia
sebenarnya. Artinya manusia dibangunkan dari mimpinya yang disebut dengan kehidupan seharihari dan jiwanya yang memiliki timbangan objektif itu bebas dari pembatasan penjara khayali
ego.

11. Abu Al-Wafa Al-Ghanimi At-Taftazani


Tasawuf ialah sebiuah pandangan filosofis terhadap kehidupan yang bertujuan mengembangkan
moralitas jiwa manusia dan dapat direalisasikan melalui latihan-latihan praktis tertentu, sehinga
perasaan menjadi larut dalam hakikat transendental. Pendekatan yang digunakan adalah dzauq
(cita rasa) yang menghasilkan kebahagiaan spiritual. Pengalaman yang muncul pun tidak kuasa
diekspresikan melalui bahasa biasa, karena begitu emosional dan personal.
12. H. M Amin Syukur
Tasawuf ialah system latihan dengan kesungguhan (riyadha mujahadah) untuk membersihkan,
mempertinggi, dan memperdalam aspek kerohanian dalam rangka mendapatkan diri kepada
Allah (taqarrub) sehingga segala perhatian hanya tertuju kepadanya .
13. Drs. Samsul Munir Amin.
Tasawuf ialah usaha melatih jiwa yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, yang dapat
membebaskan manusia dari pengaruh kehidupan duniawi untuk bertaqarrub kepada Tuhan
shingga jiwanya menjadi bersih, mencerminkan akhlak mulia dalam kehidupanya, dan
menemukan kebahagiaan spiritualitasnya .
II. Irfan
secara etimologis (kata) irfan berasal dari kata arafa yang berarti mengetahui atau mengenal dan
bermakna pengetahuan atau pengenalan, dan bermakna pengetahuan dan pengenalan tentang
Allah SWT. Orang yang mengetahui atau mengenal disebut arif bukan alim. Istilah irfan dalam
istilah tasawuf mempunyai kemiripan dengan literatur ahl bait. Kosakata irfan ini sesuai dnegan
hadist dikalangan sufi yang berbunyi man arofa nafsahu arafa Robbahu siapa yang mngenal
dirinya , ia mengenal Tuhannya.
Setelah itu firman Allah menyebutkan fadakholu alaihi faaraofahum
lalu mereka saudara-saudara Yusuf masuk ke tempatnya, maka Yusuf mengenal mereka.
(Yusuf: 12:58)
Marifah Allah menurut Syihab al-Din Umar Suhrawardi (w 632 H/1234 M) bergantung dan
berhubungan dengan mengenal dirinya(marifat al-nafs) mengenal Allah berarti mengenal sifatsifatnya dalam bentuk keadaan secara rinci, berbagai kejadian, dan musibah, yang kemudian
mengantarkan pada pengetahuan yang hakiki bahwa Dia adalah wujud hakiki dan pelaku mutlak.
Irfan, sebagai disiplin ilmu pada awalnya dikembangkan oleh Muhyi al-Din Ibn Arabi (560-638
H/ 1165-1240 M) meskipun ia memilki kesaman dengan irfan/ Tasawuf al-Syibli. Irfan ibn Arabi
ini memiliki ciri khas yang lebih bersifat teorits yang dituangkan dalam karya-karyanya dan
disebarkan oleh muridnya.
Dalam sejarah pemikiran islam, suatu aliran pemikiran mistik telah berkembang, tetapi masih
berpijak pada penggunaan akal budi sebagai fakultas paling handal untuk mencapai kebenaran.
Aliran pemikiran ini merupakan perkembangan dari pemikiran irfani Muhyi al-Din ibn Arabi,
yang dikembangkan Mulla Sadra (w. 1050 H/1640 M). Aliran pemikiran ini merupakan
perkembangan dari tradisi Aristotelian cum Neopltonis yang dikembangkan al-Farabi (872-950
M) dan ibn SIna (980-1037 M), filafat Illuminasi (isyroqiyyah) al-Suhrawardi (w. 587 H/1192
M), pemikiran mistikal atau irfani ibn Arabi, serta tradisi klasik kalam (teologi dialektis). Aliran
pemikiran ini disebut al-Hikmah al-Mutaaliyyah (teosofi dialektis).
Sebagai salah satu disiplin ilmu, menurut Murtadha Muthahari (1919-1979 M) dalam bukunya
Introduction to Irfan, irfan mempunyai dua sisi, yaitu irfan praktis (amali) dan teoritis (ilmi).

Aspek praktis irfan melukiskan dan menjelaskan hubungan dan tanggung jawab manusia
terhadap dirinya, alam semesta, dan Tuhan. Ajaran irfan ini disebut juga sayr wa suluk
(pengembaraan dan perjalanan spiritual). Pengembara spiritual ini disebut salik. Seorang yang
melakukan perjalanan spiritual menuju Tuhan. Puncak perjalanan spiritual itu adalah tauhid.
Bagi seorang arif (yang meniti jalan irfan), tauhid merupakan pengetahuan haikiki, bahwa segala
sesuatu selain Tuhan, hanyalah merupakan semu semata, bukan realita (al-Wujud alHakiki),tauhid seorang arif berarti meyakini bahwa selain Tuhan tidak ada. Jadi, secara praktis
jalan irfani ialah melakukan pengembaraan spiritual dari maqom (kedudukan rohaniah) ke
maqom lainnya hingga sampai kepada tahap spiritual yang tidak lagi melihat sesuatu selain Allah
SWT.
Seorang arif tidak memandang pencapaian maqom tauhid sebagai tugas akal, melainkan tugas
hati. Ia berjuang keras dalam melakukan sayr wa suluk yang telah disebutkan diatas. Jadi, untuk
mencapai ke jenjang tertinggi irfan amali haruslah melakukan riyadah (latihan diri secara ragawi
maupun ruhani).
Irfan teoritis berkaitan dengan ontology (ilm al-Wujud), ia membicarakan tentang hakikiat wujud
Tuhan, alam semesta dan manusia. Menurut Murtadha Muthahhari, aspek irfan ini menyerupai
filsafat teologis. Hanya saja, bila filsafat teologis menyandangkan argumennya pada prinsipprinsip rasional, irfan mendasarkan deduksinya melalui pengalaman spiritual (kasyf), dan
menerjemahkan dalam bahasa rasio. Irfan iilmi ini merupakan gabungan dari filsafat dan
spiritual yang menurut Mulla Sadra, gabungan kedua aspek itu disbeut al-Hikmah Mutaaliyah,
dan Suhrawardi menyebutnya dengan Hikmah Isyroqiyyah.
Menurt Muthahhari, irfan lebih dinamis dari tasawuf, karena tasawuf lebih menekankan pada
pemabahasan jiwa internal manusia untuk ber-tahalli (menghiasi diri) dan ber-tajalli
(penampakkan) dengan asma (nama-nama) Allah. Tatapi irfan, menurutnya, tidak hanya
membahas tentang jiwa internal manusia, tapi juga mengajak manusia berjalan untuk keluar dari
alamnya menuju alam Tuhan, perjalananya disebut Safar. Mulla Sadra termasuk salah satu filosof
yang sangat mendetail menerangkan sisi aktif dari ajaran irfani dalam karyanya al-Hikmah alMutaaliyah.
Atas dasar ini terlilhat bahwa irfan secara menyeluruh lebih dinamis dari tasawuf. Tasawuf lebih
identik dengan irfan amali meskipun demikian bila dkaji secara kritis dan lebih mendalam pasti
memiliki perbedaan-perbedaan. Karena keaktifan dari ajaran irfan ini, Syaikh irfan dikenal
dengan sebutan al-Tayr al-Qudsi (burung yang suci).
III. Sejarah Tasawuf
Ketika membicarakan tentang sejarah tasawuf, kiranya perlu dipertimbangkan asal-usulnya,
supaya kita mengetahui apakah itu merupakan produk islam ataukah ada pengaruhnya dari
ajaran-ajaran lain. Oleh karena itu pemakalah membagi dalam dua pembahasan, yakni sejarah
munculnya dan sejarah perkembangannya.
1. Sejarah Munculnya Tasawuf
Harun Nasution menjelaskan timbulnya aliran taswuf dalam beberapa versi:
a. Pengaruh Kristen:
Terlihat dalam ajarannya menjauhi dunia dan mengasingkan dari dalam biara-biara. Hal itu dapat
terlihat dalam literatur Arab yang di dalamnya terdapat tulisan-tulisan tentang rahib-rahib yang
mengasingkan diri di padang pasir Arabia. Oleh karena itu ada kemungkinan bahwa zahid dan
sufi islam meninggalkan dunia, memilih hidup sederhana dan mnegesingkan diri atas pengaruh
rahib-rahib Kristen.

b. Filsafat Mistik Phytagoras:


Ajaran Phytagoras yang mengatkaan bahwa untuk memperoleh hidup senang di alam samawi,
manusia harus membersihkan roh dengan meninnggalkan hidup materi, yaitu zuhud, untuk
selanjutnya berkontemplasi, menut sebagian orang telah mempengaruhi timbulnya zuhud dan
sufusme dalam islam.
c. Filsafat Emanasi Plotinus:
Dalam emanasi mengatakan bahwa wujud memancar dari zat Tuhan yang Maha Esa. Roh berasal
dari Tuhan dan kembali ke Tuhan. Tetapi ketika masuk ke alam materi, roh menjadi kotor
sehingga harus dibersihkan. Untuk itulah perlu adanya penyucian roh dengan meninggalkan
dunia dan menedekati Tuhan sedekat mungkin, hingga bersatu dengan Tuhan. Filsafat ini juga
berpengaruh terhadap munculnya kaum zahid dan sufi dalam islam.
d. Ajaran Budha:
Dalam ajaran Budha terdapat konsep Nirwana, dimana orang harus meninggalkan dunia dan
memasuki hidup kontemplasi. Paham fana dalam sufisme hampir serupa dengan paham Nirwana.
Kesamaan antara paham Nirwana dan fana ini hanya bersifat semu. Karena menurut sang Budha,
dalam keadaan fana jiwa-jiwa seakan-akan kehilangan individualitasnya dalam ketentraman dan
kedamaian mutlak; sementara menurut sufi meskipun menyatakan ihwal sirnanya individualitas,
namun hakekat kekalnya kehidupan hanya karena kontemplasi intuitif terhdap keindahan
ilahiyah.
e. Ajaran Hindu:
Terlihat dalam ajaran Hindu yang mendorong manusia untuk mneinggalkan dunia dan mendekati
Tuhan untuk mnecapai persatuan Atman dan Brahman. Selain itu dalam system keprcayaan
agama Hindu, terdapat persamaan-persamaan ajaran sebagaimana dalam tasawuf, seperti sikap
fakir, kesamaan cara ibadah, dan mujahadah. Begitu juga dengan reinkarnasi (perpindahan roh
dari satu badan ke badan lain) versi Hindu dan BUdha dengan persatuan diri mengingat Allah.
Dr. Abu al-Wafa mengutip beberapa pendapat para orientalis dan kemudian mnegelompokkan
dari sudut historisnya, yakni:
Bersumber dari Persia :
Thoulk mengatakna bahwa tasawuf bersumber dari majusi, dengan alasan orang-orang Majusi di
Iran Utara, setelah penaklukan islam, tetap memeluk agama mereka dan banyak sufi berasal dari
sebelah utara Khurasan. Selain itu sebagian pendiri aliran sufi angkatan pertama berasal dari
kelompok orang-orang majusi.
Bersumber dari Kristen :
Alasan yang hampir sama dnegan NAsution, ditambah lagi dengan adanya interaksi orang Arab
dan kaum Nasrani pada masa JAhiliyah maupun Islam. Tokoh yang berpendapat adalah Von
Kramer, Ignaz Goldziher, R.A Nicholson, Asin Palacious, dan Oleary.
Bersumber dari India (Hindu-Budha) :
menurut Max Horten, ada beberapa teori tasawuf dan bentuk praktik rohaniah yang serupa
dengan mistisisme India, terutama al-Hallaj, al-Bushthami, dan al-Junaid. Hartmann juga
menambahkan bukti bahwa taasawuf berasal dari India :
Kebanyakan angkatan pertma sufi bukan berasal dari Arab, seperti ibrahim ibn Adham, Syaqiq
al-Balakhi, Abu Yazid al-Busthami, dan Yahya bin Maaz ar-Razi.
Kemunculan dan penyebaran tasawuf untuk pertama kalinya adalah di Khurasan
Pada masa sebelum islam, Turkhistan merupakan pusat pertama berbagai agama dan
kebudayaan TImur & Barat. Ketika para penduduk kawasan memeluk agama Islam, mereka
mewarnainya dnegan corak mistisisme lama.

Kaum muslim sendiri mengakui adanya pengaruh India tersebut.


Asketisme islam pertama adalah bercorak India, baik dalam kecendrungan maupun metodemetodenya.
Menurut Annemarie Schimmel, persoalan pegaruh menjadi semakin sulit ketika dihubungkan
dengan tradisi-tradisi agama di luar dunia Timur Dekat. Bnayak sarjana dahulu dan sekarang
masih cendrung menerima adanya pengaruh India dalam terbentuknya tasawuf, seperti Alfred
von Kremer (1868) Reinhard P. Dozy (1869). Namun ada pula yang menolak pendapatnya, seprti
Qomar Kailani. Menurutnya, kalau ajaran tasawuf berasal dari agama Budha, berarti apda zaman
Rasulullah telah berkembang ajaran dua agama tersebut.
Sulit diterima bahwa ajaran tasawuf berasal dari pengaruh dari Hindu dan BUdha, kerena
sesuangguhnya amalan tasawuf telah adda pada masa awal-awal kelahiran agama Islam. Adapun
kesamaan ajaran yang kemungkinan sama di dalam ajaran agama Hindu dan Budha dengan
tasawuf memang bisa saja terjadi.
Bersumber dari Yunani
Para orientalis lebih menaruh perhatian terhadap tasawuf yang ditimba dari sumber Yunani,
yakni tasawuf teosofis, suatu jenis tasawuf yang muncul padda abad ke-3 H lewat Dzun nun alMishri (w. 245 H)
2. Sejarah Perkembangan Tasawuf
Tasawuf adalah bagian dari syariat Islam, yakni perwujudan dari ihsan. Ia merupakan salah satu
dari tiga kerangka ajaran Islam lain, yakni Iman dan Islam. Oleh karena itu bagaimanapun
kerangkan tasawuf harus tetap berada dalam kerangka syariat.
Lahirnya tasawuf sebagai fenomena ajaran Islam diawali dari ketidakpuasan terhadp praktik
ajaran Islam yang cendrung formalism dan legalisme. Selian itu tasawuf hadir sebagai gerakan
moral (kritik) terhadap ketimpangan social, politik, moral, dan ekonomi yang dilakukan oleh
penguasa. Factor internal lainnya adalah reaksi kaum muslim terhadap siistem social, politik,
budaya, dan ekonomi di kalangan Islam sendiri. Ditambah lagi dengan adanya al-Fitnah alKubro yang mneimpa khalifah Ustman bin Affan hingga mneyebabkan perang saudara antara Ali
bin Abi Thalib dan Muawiyyah. Akibatnya sebagian tokoh agama mengambil jlan dengan
kehidupan politik. Dari sinilah kehidupan tasawuf di kalangan umat Islam teus berkembnag
dnegan pesat.
Pada abad 1 H, hanya terdapat dua macam tarekat, yakni tariqoh al-Nabawiyah yang beirisi
amalan-amalan atau ajaran islam yang berlaku pada masa Rasulullah, yang dilaksanakan secara
murni. Kedua, tariqoh al-salafiyyah yaitu metode beramal dan beribadah pada masa sahabat dan
tabiin untuk memelihara ajaran-ajaran Rasulullah SAW. Pada saat itu para sahabat menjauhi
kehidupan dunia dan selalu puasa, sholat sunnah, dan membaca al-Quran. Seperti Abd Allah, ibn
Umar, dan Abu al-Darda, Abu Dzar al-Ghifari
Pada abad II H muncul lah tariqoh as-Sufiyyah yang diamalkan para sufi dengan tujuan
mendekatkan diri pada Allah. Tampaknya secara historis kemunculan tasawuf memiliki
hubungan yang signifikan antara pola hidup sufistik dengan perubahan dan dinamika kehidupan
masyarakat islam. Munculnya gerakan hidup zuhud dan uzlah yang dipelopori Hasan al-Basri
(110 H) dan Ibrahim Ibn Adham (159 H) merupakan reaksi terhadap pola hidup hedonistic dan
pelanggaran terhadap ajaran-ajaran/syariat islam yang dipraktekkan para pejabat Bani Umayyah
(661-750 M). Misalnya, Yazid ibn Muawwiyah (680-683 M) dikenal sebagai orang yang suka
mabuk-mabukan , sombong, pemboros, dan tidak taat terhadap ajaran-ajaran agama islam.
Perkembangan Tasawuf falasafi yang dikembangkan al-Hallaj (309 H), Ibn Arabi (637 H),
tampaknya tidak bisa terlepas dari adanya pengaruh gejala global masyarakat islam yang

cenderung tersilaukan olah pola hidup rasional. Hal ini merupakan pengaruh perkembangnan
filsafat seperti al-Kindi, Ibnu SIna, al-Farabi, dll. Demikian pula halnya gerakan ahl-Sunnah
yang dipelopori oleh al-Qusyayri, al-Ghazali, dll, tidak terlepas dari dinamika masyarakat islam
pada saat itu. Ada kecendrungan sebagai ahli sufi menjauhi syariat, dan tenggelam dalam
keasyikan kontemplasi sehingga antitesanya muncul gerakan kembali ke syariat islam disamping
menjalankan tasawuf.
Adapun tarekat sebagai gerakan populis atau masal yang merupakan bentuk organisasi tasawuf,
tampaknya muncul disebabkan sebagai tuntutan sejarah pada waktu itu. Dari segi politik, dunia
islam sedang mengalami krisis hebat. Di negara-negara dunia islam, seperti Palestina, Syiria, dan
Mesir sedang menghadapi serangan orang-orang Kristen Eropa yang terkenal dengan Perang
Salib (490-656 H/ 1096-1258 M).
Di wilayah dunia islam lain seperti, Samarkand, Khurasan, Khawarizm, dan Naisabur
menghadapi serangan Mongol (1220-1260 M) seperti, yang haus kekuasaan dan penuh
kekerasan. Mereka melahab setiap wilayah yang dijarahnya dan mengahancurkannya. Demikian
juga di Baghdadsebagai kekuasaan dan peradaban islamsituasi politik tidak menentu, selalu
terjadi perebutan kekuasaan diantara para amir. Walaupun khalifah masih diakui, tetapi secara
praktis tetapi penguasanya adalah para Amir dan Sultan. Keadaan ini diperparah oleh Hulagu
Khan yang memorak -porandakan pusat peradaban umat islam (1258 M).
Ketidakstabilan situasi politik dan krisis kekuasaan serta disintegrasi ini membawa dampak
negatif bagi umat islam. Mereka mengalami masa disintegrasi sosial yang sangat parah,
pertentangan antar golongan sering terjadi, seperti antara golongan Sunni dengan Syiah, dan
golongan Turki dengan golongan Arab dan Persia. Akibatnya kehidupan sosial merosot,
keamanan terganggu, dan kehancuran melanda dimana-mana. Dalam situasi seperti itu wajar jika
sebagian umat islam berusaha menentramkan jiwa, dan menjalin hubungan yang damai dengan
sesama muslim, serta menjauhi kelezatan duniawi dan memilih kehidupan akhirat. Dari sini
muncul satu gerakan yang dinamakan dengan al-Zuhd yang merupkan permulaan tasawuf.
Kahidupan zuhud mulai tampak di kota Kuffah dan Basrah, Iraq, kemudian menyebar ke daerahdaerah lain seperti Khurasan di Persia. Seperti telah disebutkan di atas, bahwa salah satu zahid
Basroh yang terkenal adalah Hasan al Bisri (w 110 H) menurutnya, dunia ibarat ular yang lembut
sentuhannya tetapi bisanya sangat mematikan. Untuk itu, ia menasehati sahabatnya untuk
menghindari dunia. Dia senantiasas bersedih hati karena takut tidak bias melakukan perintah
Allah SWT sepenuhnya, sehingga ia merasa takut kepada Allah (al-Khawf).menurutnya hari
Kiamat akan tiba dan perhitungan amal (al-Hisab) akan segera terjadi dan seakan ia merasa siksa
Allah SWT diciptakan untuknya.
Di kota Basrah muncul nama legendaris perempuan, seorang zahidah yang terkenal, yakni
Rabiah al-Adawiyyah (w. 135 H) yang membawa knsep cinta sebagai jalan menuju Tuhan.
Selanjutnya di kota Kuffah muncul Sofyan al-Tsauri (w. 135H), Abu Hasyim (w. 150 H), Jabr ibn
Hayyan (w. 160 H). Di Madinah muncul Jafar Shodiq (w. 148 H) kemudian menyebar ke
berbagai kota di Persia, Khusaran seperti Ibrahim IBn Adham ( w. 162 H) Syakiq al-Balkhi (w.
194 H).
Selanjutnya dari Mesir Zul al-Nun al-Misri (w. 245 H) yang menerapkan konsep tentanb
mengeal Allah / marifat bil Allah. Ia dipandang oleh R.A. Nicholson, sebagai Bapak Marifat
dalam tasawuf (the father of moslims theosophy) yang pertama membedakan al-Marifah dan alIlm, antara Marifah orang awam, ulama zahir dan ulma sufi.
Pada abad III H dapat di bilang ilmu tasawuf sudah tersusun sebagai jalan mengenal Allah (alMarifah) yang sebelumnya hanya dikenal sebagai jalan ibadah semata. Muncul tokoh-tokoh

besar, seperti Abu Yazid al-Busthomi (w. 261 H) sebagai tokoh sufi yang melahirkan konsep fana
dan baqo serta ittihad.
Abu al-Qosim al-Junayd al-Baghdadi (w.297 H) meletakkan dasar-dasar ilmu tasawuf dan
tarekat, cara belajar dan mengajar murid, sehingga ia dikenal dnegan Abu al-Tasawuf al-Islami,
Imam al-Toriqoh al- Qowmiyyah atau Syaikh al-Tayfah(ketua rombongan suci)
Kemudian disusul al-Hallaj (w 309 H). Menurutnya manusia memilki sifat-sifat kemanusiaan
(nasut) dan ketuhanan (lahut). Ketika hati manusia sudah bersih dan suci tanpa sedikit kotoran,
maka Tuhan akan mengambil tempat pada diri manusia tersebut (hulul), sehingga akhirnya
keduanya menyatu. Ketika dalam kondisi itulah ia menyatakan Akulah Kebenaran (Tuhan )
itu, dengan istilah yang masyhur Ana al-Haq. Pada akhirnya ia dihukm pancung oleh
penguasa Abbasiyah di Baghdad pada 29 Dzulqoidah 309 H.
Dengan adanya kejadian atau ungkapan ganjil (syatohat ) itulah maka tasawuf pada abad III H
dianggap telah menyimpang dan sesat dari prinsip keimanan yang lurus (zindiq).
Akhirnya beberapa penulis sufi berusaha mengemblikan citranya dengan bahasa yang dapat
diapahami masyarakat, ia menjelaskan bahwa sesungguhnya tasawuf tidak bertentangan dengan
syariat islam. Mereka adalah : Abu Masr al-Sarraj al-Thusi (w. 379 H) dengan kitabnya al-Luma
fi al-tasawwuf, Abu Bakar al-Kalabadzi (w. 380 H) dengan kitab al-Taaruf li Madzhab Ahl atTasawuf,dan al-Ghazali (w. 505 H) dengan kitabnya Ihya Ulum al-Din, abd Karim al-Qusyayri
(w 546 H) dnegan kitabnya ar-Risalah al-Qusyayriyyah,
Dari sekian banyak penulis di atas, al-Ghazali yang terlihat berhasil dengan gagasan-gagasannya
mengemukakan hakikat tasawuf yang diintegrasikan dengan syariat islam dalam bentuk tulisan
yang sistematis. Ia mendapat gelar Hujjah al-Islam.
3. Periodisasi Perkembangan Tasawuf
Amin Syukur dalam karyanya menggugat tasawuf membagi periodisasi sejarah perkembnagan
tasawuf menjadi lima masa, yakni periode pembentukan, periode pengembangan, periode
konsolidasi, periode falsafi, periode pemurnian.
1. Periode Pembentukan
Pada abad I H, Hasan Bashri dengan ajaran Khauf, mempertebal takut kepada Allah,
mengadakan pergerakan memperbaharui hidup kerohanian di kalangan kaum muslim. Pada masa
ini mulai tampil guru-guru (qori) yang mnegadakan gerak pembaharuan hidup kerohanian di
kalnagn kaum muslim. Bibit tasawuf pun sudah terlihat, garis-garis mengenai thariq atau jalan
beribadah sudah mulai disusun. Dalam ajaran-ajarannya sudah mulai dianjurkan mnegurangi
makan (ju), menjauhkan diri dari keramaian duniawi (zuhud), dan mencela dunia (dzamm adDunya), seperti harta, keluarga, dan kedudukan. Kemudian pada akhir I H, Hasan al-Bashri
diikuti oleh Rabbiah al-Adawiyyah (w.185 H) sufi wanita yang terkenal dengan ajaran
mahabbah. Kemudian pada abad 2 H tasawuf tidak berbeda dari abad sebelumnya, yakni sama
dalam corak ke zuhudan meskipun penyebabnya berbeda. Adapun penyebabnya dalah adanya
kenyataan pendangkalan ajaran agama dalam melaksanakan syariat agama (lebih bersikap fiqh).
Abu al-Wafa menyimpulkan Islam pada abad I dan II H mempunyai karakter sebagai berikut:
o Menjauhkan diri dari dunia menuju akhirat yang berakar pada nash agama, yang
dilatarbelakangi oleh social-politik, coraknya bersifat sederhana, praktis yang bertujua
mneingkatkan moral
o masih bersifat praktis, para pendirinya tidak menaruh perhatian untk menyusunprinsip-prinsip
teoritis atas kezuhudannya itu
o ciri lain motif zuhudnya ialah rasa takut. Sementara akhir abad II, di tangan Rabiah alAdawiyah muncul motif rasa cinta, yang bebas dari rarsa takut terhadap adzab-Nya dan harap

akan pahala-Nya.
o Mnejelang akhir abad II, sebagian zahid khususnya di Khurasan dan Rabiah al-Adawiyah
menandai kedalaman analisis yang dipandang sebagai fase pendahuluan tasawuf atau cikal bakal
para pendiri tasawuf falsafi abad III dan IV H. abu al-Wafa lebih sependapat bahwa mereka
dianmakan zahid, qori, dan nasik (bukan sufi)
2. Periode Pengembangan
Tasawuf abad III dan IV H sudah mempunyai corak yang berbeda dengan sebelumnya. Pada
abad ini tasawuf sudah bercorak ke-fana-an yang menjurus ke persatuan (hamba dengan Tuhan).
Pada abad ini orang sudah membicarakan:
o Lenyap dalam kecintaan (Fana fi al-Mahbub)
o Bersatu dengan kecintaan (Ittihad bi al-mahbub)
o Kekal dnegan Tuhan, melihat Tuhan (Musyahadah)
o Bertemu dengannya (liqo)
o Menjadi satu dengannya (Ainu al-Jama)
Sebagaimana yang diungkapkan Abu Yazid al-Busthami (261 H) dengan ungkapan Ana al-Haq
atau hulul sebagaimana yang dikemukakan al-HAllaj. Busthami adalah orang pertama yang
menggunakan istilah fana (lebur atau hancur perasaan) hingga ia dibilang sebagai pelatak batu
pertama dalam aliran ini. Disini juga al-Junaedi al-Baghdadi meletakkan dasar-dasar ajaran
tasawuf.
Dapat disimpulkan bhawa tasawuf abad III dan IV H sudah sedemikian berkembngan, sehingga
sudah merupakan mazhab, bahkan seolah-olah agmaa yang berdiri sendiri. Al-Wafa menegaskan
bahwa tasawuf pada periode ini lebih mngerah kepda ciri psikomoral dan perhatiannya diarahkan
pada moral serta tingkah laku. Ia juga menyimpulkan bahwa tasawuf pda abad ke-3 dan ke-4
terdapat dua alian:
Pertma, aliran tasawuf salafi, yaitu bentuk tasawuf yang memagari dirinya dengan al-Quran dan
hadist, serta mnegaitkan keadaan dan tingkatan rohaniah mereka keapda dua sumber tersebut.
Kedua, aliran tasawuf semi falsafi, dimana pengikutnya cendrung pada ungkapan- ungkapan
ganjil (syathahiyat) serta bertolak dari keadaan fana menuju pernyataan tentang terjadinya
penyatuan atau hulul.
3. Periode Konsolidasi
Masa ini terjadi pada abad ke V. Pada masa ini ditandai adanya kompetisi dan pertarungan antara
tasawuf semi falsafi dan tasawuf sunni.
Pertarungan dimenangkan tsawuf sunni dan berkembang pesat, sedang tassawuf semi falsafi
tenggelam dan hilang serta muncul kembali pada abad ke 6 H dalam bentuk yang berbeda.
Kemenangan tasawuf sunni alam catatan sejarah dikarekana aliran teologi ahl sunnah wal jamaah
yang dipelopori Abu Hasan Al-Asyary (w. 324) yang mnegkritik teori Abu Yazid al-Busthami
dan al-Hallaj, sebagaimana tertuang dalam syathahiyah yang tampaknya bertentangan dengan
kaidah dan akibat islam.
4. Periode Falsafi
Tasawuf filosofis muncul dengan jelas dalam khazanah islam sejak abad 6 H. meskipun
tokohnya baru dikenal seabad kemudian. Ciri tasawuf pada abad ke 6 H adalah tasawuf yang
bercampur dengan ajaran filafat, kompromi, dan pemakaian term-term filafat yang maknany
disesuaikan dnegan tasawuf.
Ibn Khaldun dalam bukunya, Muqoddimah, menyimpulkan bahwa tasawuf falsasai

memempunyai empat objek utama yang menurut, Abu al-WAfa dapat diajdikan karakter sufi
falsafi, yakni sebagia berikut:
o Latihan rohaniah dengan asa, intusi, serta introspeksi yang timbul darinya.
o Iluminasi atau hakikat yang tersingkap dari alam Ghaib.
o Peristiwa-peristiwa dalam alam maupun kosmos berpengaruh dalam ebrbagai benrtuk
kekeramatan atau keluarbiasaan
o Pemakiaan ungkapan-ungkapan yang sepintas sama-sama (syathotiyah).
Tokoh-tokohnya adalah Suhrawardi al-Maqtul dengan teori ISyroqiyah, Ibn Arabi dnegan teori
wahdah al-wujud, Ibnu Sabiin dengan teori Ittihat, ibn FAridl dengan teori cinta, fana dan
wahdah asy-syuhudnya.
Oleh karena itu tasawuf yang berbau filafat ini tidak sepenuhnya bisa dikatakan tasawuf dan juga
tidak bisa dikatakan sebagai filafat, dan diistilahkan dengan tasawuf falsafi
5. Periode Pemurnian
Pada masa ni juga terlihat adanya tanda2 keruntuhan dan penyelewengan serta skandal melanda,
akibtnya ancaman reputasi tasawuf tidak dapat dielakkan lagi. Tasawuf pda masa ini ditandai
dnegan bidah, khuafat, mnegabaikan syariat dan hukum2 moral dan penghinaan terhadap ilmu
penegthuan, dll
Alam kondisi demikian muncullah ibnu Taymiyyah yang dnegan tegas mneyearng
penyelewengan para sufi. Kepercayaan yang menyimpang terseu diluruskan, speprti
kepaercayaan keapda wali, khuarafat, dan bentuk2 bidah apda umumnya. Iaberpendapat bahwa
wali (kekasih Allah) adlah orang yang berprilaku balik (shalih), konsisiten dnegan syariat
Islamiyah.

Você também pode gostar