Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Disusun Oleh:
IRFAN KURNIAWAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cancer merupakan penyakit yang dapat menjadi penyebab kematian. Cancer
mammae merupakan salah satu penyakit yang ditakuti dan menyerang kaum perempuan.
Penyakit ini merupakan penyebab kematian yang paling besar bagi perempuan berusia 18
hingga 54 tahun, dan perempuan yang berusia 45 tahun memiliki resiko terjangkit cancer
mammae berjumlah 25 % lebih tinggi dibanding perempuan yang lebih tua. (Lee, 2008).
Menurut World Health Organization (WHO), 8-9 % perempuan akan mengalami
cancer mammae. Setiap tahun, lebih dari 250.000 kasus cancer mammae terdiagnosis di
Eropa dan kurang lebih 175.000 di Amerika Serikat, sedangkan pada tahun 2000
diperkirakan 1,2 juta perempuan terdiagnosis cancer mammae dan lebih dari 700.000
meninggal karena cancer mammae. (Mulyani & Nuryani, 2013).
Menurut data The American Cancer Society (2008), dijelaskan bahwa sekitar
178.000 perempuan Amerika didiagnosis cancer mammae setiap tahun. Cancer mammae
merupakan penyebab utama kematian perempuan setelah kanker paru-paru. (Santoso,
2009).
Cancer mammae memerlukan beberapa terapi dalam pelaksanaannya, seperti
lumpektomi, mastektomi, radiasi, terapi hormon, dan kemoterapi. Terapi tersebut dapat
menghambat pertumbuhan sel kanker, namun berdampak pula pada fisik dan psikologis
pasien. Pasien akan kehilangan payudaranya, kulit akan menghitam, rambut rontok, dan
tubuh menjadi kurus. Pasien akan malu dan sedih dengan keadaannya. Pada kondisi
seperti itu, pasien memerlukan asuhan keperawatan yang holistik untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya, yaitu kebutuhan biologis, psikologis, sosial, kultural, dan spiritual.
Kebutuhan biologis seperti nutrisi, cairan, dan pakaian. Kebutuhan psikologis meliputi
perhatian dan dukungan dari keluarga dan orang sekitarnya. Kebutuhan sosial yang
meliputi interaksi dengan keluarga, teman, dan masyarakat. Kebutuhan kultural yang
meliputi kebiasaan dan budaya yang dianut oleh pasien. Dan kebutuhan spiritual meliputi
kebutuhan pasien terhadap kepercayaan yang dianut, serta hubungannya dengan Tuhan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Cancer Mammae
2.1.1 Anatomi Payudara
Kata payudara berasal dari bahasa Sansekerta payau yang artinya air dan
dara yang artinya perempuan. Dalam bahasa Latin, payudara disebut glandhula
mammae. Salah satu fungsi payudara adalah untuk menyusui. (Suryaningsih &
Sukaca, 2009).
Kelenjar mama atau payudara adalah perlengkapan pada organ reproduksi
perempuan yang mengeluarkan air susu. Payudara terletak di dalam fasia
superfisialis di daerah pektoral antara sternum dan aksila dan melebar dari kirakira iga kedua atau ketiga sampai iga keenam atau iga ketujuh. Berat dan ukuran
payudara berlain-lainan, pada masa pubertas membesar, dan bertambah besar
selama hamil dan sesudah melahirkan, dan menjadi atrofik pada usia lanjut.
Bentuk payudara cembung ke depan dengan puting di tengahnya, yang
terdiri atas kulit dan jaringan erektil dan berwarna tua. Puting ini dilingkari daerah
yang berwarna cokelat yang disebut areola. Dekat dasar puting terdapat kelenjar
sebaseus, yaitu kelenjar Montgomery, yang mengeluarkan zat lemak supaya
puting tetap lemas. Puting berlubang-lubang 15-20 buah, yang merupakan saluran
dari kelenjar susu.
Payudara terdiri atas bahan kelenjar susu atau jaringan aleolar, tersusun
atas lobus-lobus yang saling terpisah oleh jaringan ikat dan jaringan lemak. Setiap
lobulus terdiri atas sekelompok aleolus yang bermuara ke dalam duktus laktiferus
(saluaran air susu) yang bergabung dengan duktus-duktus lainnya untuk
membentuk saluran yang lebih besar dan berakhir dalam saluran sekretorik.
Ketika saluran-saluran ini mendekat puting, membesar untuk membentuk wadah
penampungan air susu, yang disebut sinus laktiferus, kemudian saluran itu
menyempit lagi dan menembus puting dan bermuara di atas permukaannya.
menggunakan obat ini untuk mengalami kanker ini sebelum menopause. Oleh
sebab itu jika kita bisa menghindari adanya penggunaan hormon ini secara
berlebihan maka akan lebih aman.
3. Kegemukan (obesitas) setelah menopause
Seorang perempuan yang mengalami obesitas setelah menopause akan
beresiko 1,5 kali lebih besar untuk terkena cancer mammae dibandingkan
dengan perempuan yang berat badannya normal.
4. Radiasi payudara yang lebih dini
Sebelum usia 30 tahun, seorang perempuan yang harus menjalani terapi
radiasi di dada (termasuk payudara) akan memiliki kenaikan risiko terkena
cancer mammae. Semakin muda ketika menerima pengobatan radiasi,
semakin tinggi risiko untuk terkena cancer mammae di kemudian hari.
5. Riwayat cancer mammae
Seorang perempuan yang mengalami cancer mammae pada satu
payudaranya mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk menderita
kanker baru pada payudara lainnya atau pada bagian lain dari payudara yang
sama. Tingkat risikonyo bisa tiga sampai empat kali lipat.
6. Riwayat keluarga
Risiko dapat berlipat ganda jika ada lebih dari satu anggota keluarga inti
yang terkena cancer mammae dan semakin mudah ada anggota keluarga yang
terkena kanker maka akan semakin besar penyakit tersebut menurun.
7. Periode menstruasi
Perempuan yang mulai mempunyai periode awal (sebelum usia 12 tahun)
atau yang telah melalui perubahan kehidupan (fase menopause) setelah usia
55 tahun mempunyai risiko terkena cancer mammae yang sedikit lebih tinggi.
Mereka yang mempunyai periode menstruasi yang lebih sehingga lebih
banyak hormone estrogen dan progesteron.
8. Umur atau usia
Sebagian besar perempuan penderita cancer mammae berusia 50 tahun ke
atas. Resiko terkena cancer mammae meningkat seiring bertambahnya usia.
9. Ras
Cancer mammae lebih umum terjadi pada perempuan berkulit putih.
Kemungkinan terbesar karena makanan
yangmereka makan
banyak
mengandung lemak. Ras seperti Asia mempunyai bahan pokok yang tidak
banyak mengandung lemak yang berlebih.
10. Perubahan payudara
Jika seorang perempuan memiliki perubahan jaringan payudara yang
dikenal sebagai hiperplasia atipikal (sesuai hasil biopsi), maka seorang
perempuan memiliki peningkatan risiko cancer mammae.
11. Aktivitas fisik
Penelitian terbaru dari Womens Health Initiative menemukan bahwa
aktivitas fisik pada perempuan menopause yang berjalan sekitar 30 menit per
hari dikaitkan dengan penurunan 20 persen resiko cancer mammae. Namun,
pengurangan risiko terbesar adalah pada perempuan dengan berat badan
normal. Dampak aktivitas fisik tidak ditemukan pada perempuan dengan
obesitas. Jika aktivitas fisik dikombinasikan dengan diet dapat menurunkan
berat badan sehingga menurunkan risiko cancer mammae dan berbagai
macam penyakit.
12. Konsumsi alcohol
Perempuan yang sering mengkonsumsi alkohol akan beresiko terkena
cancer mammae karena alkohol menyebabkan perlemakan hati, sehingga hati
bekerja lebih keras sehingga sulit memproses estrogen agar keluar dari tubuh
dan jumlahnya akan meningkat.
13. Merokok
Merokok dapat meningkatkan resiko berkembangnya cancer mammae,
apalagi bagi perempuan yang memiliki riwayat keluarga yang mengidap
cancer mammae.
2.1.6 Manifestasi Klinis
Romauli & Vindari (2011) menyebutkan bahwa pada tahap awal tidak
terdapat tanda dan gejala yang khas. Tanda dan gejala dapat terlihat pada tahap
lanjut antara lain :
1. Adanya benjolan di payudara,
2. Adanya borok atau luka yang tidak sembuh,
3. Keluar cairan abnormal dari puting susu, cairan dapat berupa nanah, darah,
cairan encer atau keluar air susu pada perempuan yang tidak hamil dan menyusui.
4. Perubahan bentuk dan besarnya payudara,
dan
biasanya
mucul
bersama
tipe
kanker
lainnya.
Stadium IIIA
Diameter tumor lebih kecil dari 5 cm dan telah menyebar pada titik titik
di pembuluh getah bening ketiak.
Stadium IIIB
Tumor
telah
menyebar
ke
dinding
dada
atau
menyebabkan
d. Fase G2
Sel akan membelah menjadi 2 sel yang berlansung 2 hingga 20 jam.
e. Fase M
Sel membelah menjadi 2 sel yang berlansung 30 atau 60 menit.
Efek samping radioterapi berbeda-beda tergantung pada area tubuh yang
diterapi, yang paling umum adalah rasa lemah tak bertenaga, yang biasanya
muncul beberapa minggu setelah radioterapi dimulai. Banyak yang menjadi
penyebabnya, diantaranya karena kurang darah, stres, kurang tidur, nyeri, kurang
nafsu makan, atau lelah karena setiap hari harus ke rumah sakit.
Perawatan pasien dengan terapi radiasi adalah :
1. Perawatan sebelum radiasi
Sebaiknya lakukan terlebih dahulu pemikiran pasien sebelum
radioterapi, sehingga pasien mengerti radioterapi, menghindari stres,
ketakutan, dan setelah itu untuk memperbaiki keadaan umum,
memperhatikan nutrisi tubuh, memperbaiki situasi lokal, untuk
menghindari infeksi lokal. Misalnya, NPC pasien sebelum radioterapi
baiknya untuk mencuci nasofaring, pasien kanker esofagus sebelum
radioterapi harus menghindari makan-makanan keras dan makanan
pedas.
2. Perawatan selama radiasi
Pasien kanker selama radioterapi sering merasa nyeri, perdarahan,
infeksi, pusing, kehilangan nafsu makan dan gejala lain, pengobatan
simtomatik harus tepat waktu. Pertama, dokter harus memperhatikan
menyesuaikan
pengobatan
dan dosis,
sejauh
mungkin
untuk
radioterapi
yang
berbeda
untuk
meningkatkan
5. Kemoterapi
Kemoterapi merupakan proses pemberian obat-obatan anti kanker
yang dapat diberikan secara oral atau intervenous.
Cara pemberian obat :
a. Secara oral
Diberikan secara berseri (biasanya diminum selama 2 minggu,
istirahat 1 minggu).
b. Secara intravenous
Diberikan dalam 6 kali kemo yang berjarak 3 minggu untuk yang
full dosis.
Kemoterapi adjuvant, diberikan setelah operasi pembedahan untuk
jenis cancer mammae yang belum menyebar dengan tujuan mengurangi
risiko timbulnya kembali cancer mammae. Sel-sel kanker dapat
melepaskan diri daritumor payudara asal dan menyebar melalui aliran
darah. Sel-sel ini tidak menyebabkan gejala dan tidak muncul pada sinar-x
serta tidak dapat dirasakan pada pemeriksaan fisik. Namun memiliki
peluang untuk tumbuh dan membentuk tumor baru di tempat lain di tubuh.
Kemoterapi adjuvant ini dapat diberikan untuk mencari dan membunuh
sel-sel ini.
Neoadjuvant kemoterapi merupakan kemoterapi yang diberikan
sebelum operasi dan bermanfaat mengecilkan kanker yang berukuran
besar sehingga cukup kecil untuk melakukan lumpectomy.
Efek samping yang umunya dirasakan adalah :
a. Rambut rontok.
b. Kuku dan kulit menghitam dan kering.
c. Mual dan muntah.
d. Anoreksia.
e. Perubahan siklus menstruasi.
f. Mudah lelah.
3. Mamografi
Mamografi adalah suatu metode pendeskripsian dengan menggunakan
sinar X berkadar rendah. Tes dalam mamografi disebut mammogram.
Cara menggunakan mammogram :
Tahap 1
a. Pasien diminta menanggalkan pakaian dari pinggang ke atas dan diganti
pakaian rumah sakit.
b. Berdiri di depan mesin mamografi.
c. Penyinaran dilakukan satu per satu pada payudara dengan meletakkannya di
atas penjepit lembar film dari plastik atau metal.
d. Tekan payudara sedatar mungkin di antara penjepit film dan kotak plastik yang
disebut paddle, yang menekan payudara dari atas ke bawah.
e. Pancarkan sinar x beberapa detik.
Tahap 2
a. Berposisi di samping mesin mamografi.
b. Penjepit film akan dinaikkan sehingga sisinya persis dengan posisi luar
payudara, sedangkan sudutnya menyentuh ketiak.
c. Melakukan oblique position, yaitu menekan kembali paddle beberapa detik saat
sinar x dipancarkan. Prosedur ini akan diulang pada payudara satunya.
d. Totalnya empat sinar x, dua untuk masing-masing payudara.
4. Ductography
Ductography merupakan bagian dari mamografi. Fungsi ductography
adalah :
a. Memperlihatkan saluran air susu yang ada di dalam payudara.
b. Membantu dalam mendiagnosis penyebab keluarnya cairan abnormal pada
putting.
Cara melakukan mamografi :
a. Membersihkan dan mensterilkan payudara dengan alcohol untuk membersihkan
sisa cairan yang kering dan menempel pada puting.
b. Pijat payudara untuk mendapatkan cairan.
Cara pemeriksaan :
a. Pasien berbaring pada tempat khusus.
b. Olesi payudara dengan gel.
c. Geser transduser pada payudara.
d. Bentuk dan intensitas pantulan bergantung pada kepadatan jaringan
payudara.
e. Jika sebuah kista, hampir seluruh gelombang suara akan melewati kista
serta menghasilkan pantulan yang lemah.
f. Jika tumor payudara, gelombang suara akan memantul dari benda padat
tersebut. Sehingga diterjemahkan computer menjadi gambar yang
diindikasikan sebagai massa.
g. USG tidak menggunakan radiasi dan bebas rasa sakit.
2.2.13 Pencegahan Cancer Mammae
Menurut Mulyani & Nuryani (2013); Suryaningsih & Sukaca (2009)
terdapat beberapa cara mencegah cancer mammae, yaitu :
a. Strategi Pencegahan
1. Pencegahan Primer
Merupakan salah satu bentuk promosi kesehatan karena dilakukan
pada orang yang sehat untuk menghindarkan diri dari keterpaparan
pada berbagai resiko. Pencegahan primer dapat berupa deteksi dini
dan melakukan pola hidup sehat untuk mencegah cancer mammae.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan ini dilakukan terhadap individu yang memiliki risiko
untuk terkena cancer mammae. Pada setiap perempuan yang
normal serta memiliki siklus haid normal merupakan populasi at
risk cancer mammae. Pencegahan ini dilakukan dengan melakukan
deteksi dini berupa skrining melalui mammografi yang memiliki
akurasi 90% tetapi paparan yang terus-menerus dapat menjadi
risiko cancer mammae
3. Pencegahan Tertier
melalui
riwayat
kesehatan,
pengkajian
fisik,
pemeriksaan
c. Pemeriksaan sitologis
1. FNA dari tumor.
2. Cairan kista dan efusi pleura.
3. Sekret puting susu, ditemukannya cairan abnormal seperti darah
atau nanah.
2.2.2 Perumusan Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu tahap perumusan masalah yang
didapat dari data pengkajian yang telah dianalisa. (Doenges, Moorhouse, &
Burley, 2000). Menurut Nurarif & Kusuma (2013), diagnosa yang mungkin
muncul pada pasien cancer mammae adalah :
Mengidentifikasi,
mengungkapkan,
dan
menunjukkan
teknik
mengontrol cemas.
3. Vital sign dalam batas normal.
4. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas
menunjukkan berkurangnya kecemasan.
2.2.4 Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses perawatan diamana
rencana perawatan dilaksanakan, melaksanakan intervensi/ aktivitas yang telah
ditentukan. (Doenges, Moorhouse, & Burley, 2000).
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, yakni proses
yang dilakukan secara terus-menerus dan penting untuk menjamin kualitas serta
ketepatan perawatan yang diberikan dan dilakukan dengan meninjau respon untuk
menentukan keefektifan rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien.
(Doenges, Moorhouse, & Burley, 2000).
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
A. Identitas
Nama
: Ny. R
Umur
: 46 tahun
Agama
: Islam
Pendidikan
: SLTA
Pekerjaan
Alamat
Suku/ Bangsa
: Betawi/ Indonesia
Status Marital
: Menikah
Tanggal Masuk RS
: 19 Maret 2016
Tanggal Pengkajian
No. Register
: RI 14015940
No. Medrec
: 0000755095
Nama suami/ PJ
: Tn. S
Umur
: 50 Tahun
Agama
: Islam
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
: Pedagang
Alamat : Jalan Mayor Ruslan nomor 1580 RT. 21 RW. 05 Kelurahan 20 Ilir
1Kecamatan Ilir Timur 1 Jakarta
Suku/ Bangsa : Jawa/ Indonesia
B. Riwayat Kesehatan
1. Alasan Masuk Rumah Sakit :
Pasien
mengatakan
terdapat
mengeluarkan
nanah
pada
tidak
mengalami
penyakit
yang
parah
sebelumnya.
5. Riwayat Penyakit Keluarga :
C. Riwayat sosial
1. Hubungan dengan anggota keluarga
Pasien mengatakan hubungan dengan anggota keluarga baik. Suami dan
anaknya sering datang dan membawakan makanan yang sehat, serta
memberikan dukungan untuk Ny. R
2. Pembawaan secara umum
Pasien tampak tenang dan jarang berinteraksi dengan teman sekamarnya.
3. Lingkungan rumah
Pasien mengatakan rumahnya berada di pinggir jalan dan terdapat banyak
asap kendaraan.
D. Pemenuhan Kebutuhan Dasar
E. Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 130/80 mmHg
TB : 154 cm
Suhu : 36,3 C
Pernafasan : 20 x/ menit
BB sekarang : 60,5 kg
Wajah
Hidung
Bentuk : Simetris
Bentuk : Simetris
Mata
Bentuk : Simetris
Mulut
Conjungtiva : Anemis
Bentuk : Simetris
Sclera : Putih
Warna : Merah
Kelembaban : Lembab
Leher
Pembesaran kelenjar tyroid : Tidak ada
Peningkatan JVP : Tidak ada
Thorak
Payudara
Bentuk payudara :
Asimetris,
mastektomi
payudara
dan
dekstra
terdapat
telah
dilakukan
nodul-nodul
yang
Hiperpigmentasi :
dan payudara
dekstra sudah
dilakukan mastektomi.
Kebersihan :
Benjolan abnormal :
Lain-lain :
Paru-paru
Inspeksi (inspirasi/ ekspirasi) : Pengembangan dinding dada kiri = kanan
Palpasi : Fremitus raba normal
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler normal
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat
Palpasi : Tidak terdapat pembesaran jantung
Perkusi : Redup
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II (regular)
Abdomen
Inspeksi
Bekas luka operasi : Tidak ada
Striae : Tidak ada
Aasites : Tidak ada
Palpasi
Massa : Massa tidak teraba
Nyeri Tekan : Tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi
Bunyi Normal Abdomen : Timpani
Auskultasi
Bising usus : Terdapat bising usus (10 x/ menit)
Hepar
Palpasi : Tidak terdapat pembesaran hati
Perkusi : Timpani
Limpha
Palpasi : Limpha tidak teraba
Perkusi : Timpani
Genitalia
Vulva dan vagina
Varises : Tidak ada
Luka : Tidak ada
Kemerahan : Tidak ada
Nyeri : Tidak ada
Kebersihan : Bersih
Perineum
Luka parut : Tidak ada
Lain-lain : Tidak ada
Periksa Dalam (data sekunder)
Serviks : Tidak terdapat kelainan
Vagina : Tidak terdapat kelainan
Ekstremitas
Aksila
Pembesaran Kelenjar : Tidak ada
Ekstremitas Atas
Oedema tangan/ jari : Tidak ada
Ekstremitas Bawah
Oedema kaki : Tidak ada
Varises : Tidak ada
Pembengkakan kelenjar : Tidak ada
F. Pengkajian Faktor Predisposisi
Obesitas
Status pernikahan
: Menikah
Jumlah anak
: 5 orang
: 17 tahun pertama
Pemberian ASI
Penggunaan KB
Konsumsi rokok
Pasien
mengatakan
tidak
mengkonsumsi rokok
Riwayat tumor
Pasien
mengatakan
pernah
G. Pengkajian Psikososial
1. Konsep Diri
Pasien mengatakan bahwa ia merasa malu dengan keadaannya, terutama
karena payudara telah dilakukan mastektomi. Ia merasa ada yang hilang
dari tubuhnya.
2. Kognitif
Pasien mengatakan belum tahu penyebab cancer mammae dan factorfaktor yang dapat memicu cancer mammae.
3. Behavior
Pasien tampak tenang dan malu untuk berinteraksi dengan teman
sekamarnya.
4. Mekanisme koping
Pasien mengatakan bahwa ia berdoa dan bercerita kepada keluarga setiap
mendapat masalah.
5. Peran
Pasien mengatakan bahwa perannya sebagai istri dan orang-tua berkurang
karena ia dirawat di rumah sakit.
6. Support sistem
Pasien mengatakan bahwa suami dan anak-anaknya mendukung untuk
kesembuhan dirinya.
H. Pemeriksaan Diagnostik
BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah memberikan asuhan keperawatan pada Ny. R dengan cancer mammae
(dari tanggal 19 Maret 2016 24 Maret 2016 ) di Ruang Mawar Rumah Sakit M, maka
pada bab ini penulis mengemukakan pembahasannya.
Pada bab ini penulis akan membahas kesenjangan antara asuhan keperawatan
cancer mammae secara teori dengan asuhan keperawatan pada pasien dengan cancer
mammae yang dirawat di Ruang Mawar Rumah Sakit M. Selain membahas kesenjangan
diatas, penulis juga akan mengemukakan beberapa masalah selama melaksanakan asuhan
keperawatan serta pemecahannya
Sesuai dengan tahapan proses keperawatan, maka penulis akan mengemukakan
pembahasan mulai dari pengkajian, penentuan diagnose perawatan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi.
4.1 Pembahasan Asuhan Keperawatan
4.1.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap pengumpulan data yang berhubungan dengan pasien
secara sistematis. (Doenges, Moorhouse, & Burley, 2000).
Menurut Wijaya & Putri (2013), data yang dikaji pada pengkajian mencakup data
yang
dikumpulkan
melalui
riwayat
kesehatan,
pengkajian
fisik,
pemeriksaan
bulan yang lalu dan tidak sesuai dengan pendokumentasian hasil/ data sekunder ruangan,
dimana kondisi rambut pasien tidak terdokumentasi. Menurut Mulyani & Nuryani
(2013); Suryaningsih & Sukaca (2009), salah satu efek samping kemoterapi adalah
rambut rontok. Obat dari kemoterapi akan membunuh sel-sel abnormal dan normal
pasien, sehingga rambut pasien rontok sebagai efek dari kemoterapi. Pada pemeriksaan
fisik menunjukkan bahwa pasien dengan cancer mammae mengalami regenerasi pada
rambutnya, yang ditandai dengan rambut yang baru tumbuh sedikit demi sedikit. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat kesamaan antara teori dengan kenyataan bahwa pasien
dengan cancer mammae yang telah menjalani kemoterapi mengalami rambut rontok dan
regenerasi.
Kondisi mata pasien, yakni konjungtiva tampak anemis, kadar eritrosit pasien
3,8x106uL , kadar haemoglobin 10,7 gr/ dL dan sesuai dengan pendokumentasian bahwa
konjungtiva pasien tampak anemis dan kadar eritrosit di bawah normal, yaitu 3,8x10 6uL
serta kadar haemoglobin 10,7 gr/ dL. Pada pemeriksaan darah hemoglobin dan eritrosit
biasanya menurun. Menurut Warda (2012), pasien dengan cancer mammae akan
mengalami penurunan kadar hemoglobin dan eritrosit dalam darah, sehingga
menyebabkan anemis pada konjungtiva yang ditunjang oleh pemeriksaan laboraturium.
Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kesamaan antara teori dengan kenyataan bahwa
pasien dengan cancer mammae mengalami penurunan kadar hemoglobin dan eritrosit.
Pada pemeriksaan payudara, didapatkan bahwa pasien merasa nyeri pada
payudara dekstra, terdapat luka terbuka dan nodul yang bernanah. Bentuk payudara
asimetris, dimana payudara dekstra telah dilakukan mastektomi. Puting susu sebelah
sinistra keluar, sebelah dekstra sudah tidak ada puting. Areola dan puting payudara
sinistra mengalami hiperpigmentasi dan sesuai dengan pendokumentasian ruangan bahwa
telah payudara dekstra telah dilakukan mastektomi, terdapat nodul dan luka yang
terinfeksi, bentuk payudara asimetris Menurut Romauli dan Vindari (2011), bahwa tanda
dan gejala cancer mammae adalah adanya benjolan di payudara, adanya borok atau luka
yang tidak sembuh, dan nyeri di payudara. Pasien dengan cancer mammae mengalami
nyeri pada payudara yang terkena cancer, terdapat benjolan/ nodul, serta luka yang tidak
sembuh (terinfeksi) sehingga muncul masalah nyeri, kerusakan integritas kulit, dan
infeksi luka post operasi yang didukung hasil pemeriksaan rontgen. Hal ini menunjukkan
bahwa terdapat kesamaan antara teori dengan kenyataan bahwa pasien dengan cancer
mammae ditemukan adanya benjolan di payudara, adanya nodul yang bernanah, borok
atau luka yang tidak sembuh, dan nyeri.
Pada pengkajian, ditemukan bahwa hepar tidak teraba dan sesuai dengan
dokumentasi ruangan dimana hepar dan limpha tidak teraba. Cancer mammae dapat
bermetastase ke organ lain di sekitarnya, misalnya hepar, yang ditandai dengan
pembesaran hepar. Pada pemeriksaan fisik thorak pada pasien dengan cancer mammae
tidak ditemukan metastase ke hepar yang didukung dengan pemeriksaan rontgen dan
hasil perkusi serta palpasi. Menurut Mulyani & Nuryani (2013), cancer mammae yang
parah dapat bermetastase ke organ, salah satunya hepar. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat kesamaan antara teori dengan kenyataan bahwa pasien dengan cancer mammae
yang tidak terlalu parah tidak mengalami metastase.
Penulis juga melakukan pengkajian faktor predisposisi cancer mammae dimana
pada kenyataannya, faktor predisposisi tidak dikaji. Pasien mengatakan bahwa 8 tahun
yang lalu pasien memiliki tumor sebesar biji kacang hijau pada bagian aksila. Pasien
takut untuk berkunjung ke rumah sakit dan lebih memilih metode alternatif. Pasien
kemudian merasakan nyeri dan adanya benjolan pada payudaranya dan tidak sesuai
dengan dokumentasi ruangan/ data sekunder, dimana tidak terdapat riwayat penyakit
terdahulu. Menurut Sukaca & Suryaningsih, (2009), seorang perempuan yang mengalami
tumor/ cancer mammae pada satu payudaranya mempunyai kesempatan yang lebih besar
untuk menderita kanker baru pada payudara lainnya atau pada bagian lain dari payudara
yang sama. Tingkat risikonyo bisa tiga sampai empat kali lipat. Pasien dengan cancer
mammae memiliki riwayat tumor pada aksila dekstra yang didukung oleh hasil rontgen
yang lalu. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kesamaan antara teori dengan kenyataan
bahwa pasien dengan cancer mammae yang memiliki riwayat tumor beresiko untuk
terkena cancer mammae.
Pada pengkajian berat badan, didapatkan bahwa pasien mengalami obesitas,
dengan TB = 154 cm dan BB = 60,5 kg. Menurut Sukaca & Suryaningsih (2009), seorang
perempuan yang mengalami obesitas akan beresiko 1,5 kali lebih besar untuk terkena
cancer mammae dibandingkan dengan perempuan yang berat badannya normal. Dari
hasil pengkajian, didapatkan bahwa faktor predisposisi pasien terkena cancer mammae
adalah faktor obesitas, dimana berat badan lebih dari ideal.
Pasien berstatus menikah dan memiliki 5 orang anak. Pasien melahirkan anak
pertama kali pada usia 17 tahun dan menyusui kelima anaknya dengan kedua payudara.
Pasien juga menggunakan KB suntik setiap 3 bulan dimana sesuai dengan dokumentasi
ruangan bahwa status pasien menikah, namun tidak ditemukan bahwa pasien memiliki 5
orang anak dan menyusuinya dengan kedua payudara. Menurut Glasier & Gebbie (2005),
dalam suatu analisis terhadap data epidemiologis dariseluruh dunia mengenai hubungan
antara risiko kanker payudara dan pemakaian kontrasepsi hormone (Collaborative Group
on Hormonal Factorsin Breast Cancer, 1996), terdapat beberapa bukti adanya risiko
diantara perempuan yang sedang memakai PP dan wanita yang pernah memakai
kontrasepsi dalam 5 tahun terakhir. Dari hasil pengkajian didapatkan bahwa pasien
menggunakan Kontrasepsi hormonal dalam waktu yang lama memiliki pengaruh untuk
terkena cancer mammae sebelum menopaus.
Dari hasil pengkajian fisik, ditemukan bahwa pasien mengeluh nyeri pada luka
dan nodul pada payudara dekstra, mengalami obesitas, penurunan kadar hemoglobin dan
eritrosit dalam darah, memiliki riwayat tumor pada aksila dekstra yang bermetastase ke
payudara dekstra, menggunakan kontrasepsi hormonal dalam waktu yang lama, serta
tidak ditemukan metastase ke organ lain yang didukung oleh pemeriksaan laboraturium
dan hasil rontgen.
4.1.2 Diagnosa Keperawatan
Setelah melakukan pengkajian pada Ny. R, maka penulis menemukan 4 diagnosa
keperawatan yang muncul, yaitu:
1. Nyeri berhubungan dengan penedesakan oleh nodul dan luka post operasi
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka mastektomi.
3. Infeksi luka post operasi berhubungan dengan menurunnya system imun.
4. Gangguan body image berhubungan dengan hilangnya salah satu anggota tubuh;
payudara.
Pada dokumentasi ruangan, penulis hanya menemukan 1 diagnosa keperawatan
yang muncul, yaitu Infeksi luka post operasi berhubungan dengan kurang pengetahuan.
dilaksanakan dengan baik serta dapat memperoleh hasil sesuai tujuan yang ingin dicapai
dan kriteria hasil yang ditentukan.
Adapun perencanaan keperawatan tersebut adalah :
1. Nyeri berhubungan dengan pendesakan oleh nodul dan luka post operasi
Penulis menyusun rencana keperawatan yang disesuaikan dengan diagnosa
tersebut yaitu :
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif.
b. Ajarkan teknik relaksasi.
c. Kolaborasi dalam pemberian analgetik; ulttracet oral 500 mg 3 x 1 hari.
Penulis tidak memberikan intervensi Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
karena evaluasi kontrol nyeri merupakan bagian dari prosedur tetap keperawatan,
sesuai dengan dokumentasi ruangan yang tidak memberi intervensi ini pada
pasien. Menurut Nurarif & Kusuma (2013); Geissler, Doenges & Moorhouse
(1999); Wijaya & Putri (2013), evaluasi dilakukan setelah mengajarkan teknik
pengalihan, sehingga mengetahui kebutuhan pasien. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat kesenjangan antara teori dan kenyataan bahwa evaluasi merupakan
bagian dari prosedur tetap perawatan, sehingga bukan termasuk intervensi.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan mastektomi. Penulis menyusun
rencana keperawatan yang disesuaikan dengan diagnosa tersebut yaitu :
a. Kaji balutan/ luka Monitor kemerahan, dan nyeri pada insisi, serta suhu
tubuh;
b. Tempatkan pada posisi semifowler.
c. Anjurkan untuk memakai pakaian yang tidak sempit/ ketat pada area
luka.
Tidak semua intervensi dapat direncanakan. Penulis tidak memberikan
posisi semifowler pada pasien karena luka pasien tidak memerlukan drainase
dimana sesuai dengan dokumentasi ruangan yang tidak memberikan intervensi ini
karena luka pasien tidak memerlukan gravitasi untuk mengurangi cairan. Menurut
Nurarif & Kusuma (2013); Geissler, Doenges & Moorhouse (1999); Wijaya &
Putri (2013), posisi semifowler membantu drainase cairan melalui gravitasi. Hal
c. Monitor temperatur
d. Monitor kadar leukosit.
e. Tingkatkan istirahat adekuat/ periode latihan.
f. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik; Amoxicillin oral 500 mg 3x 1 hari.
g. Kolaborasi dengan tim medis dalam perencanaan debridement.
Intervensi yang disusun sama dengan intervensi Resiko infeksi untuk
mengurangi infeksi yang berkelanjutan, namun penulis menambahkan Berikan
perawatan luka untuk mengurangi infeksi yang berkelanjutan dan Monitor
kadar leukosit sebagai indicator keadaan sistem imun pasien. Pada dokumentasi
ruangan,
didapatkan
bahwa
semua
intervensi
yang
disusun
penulis
ruangan tidak menemukan diagnosa ganggauan body image. Hal ini dikarenakan
tidak dilakukannya pengkajian terhadap psikososial pasien secara mendalam.
Pasien termasuk tipe introvert, yaitu sebuah sifat dan karakter yang cenderung
menyendiri, sehingga membutuhkan pendekatan yang lebih untuk menggali
informasi psikososialnya. Menurut Menurut Nurarif & Kusuma (2013); Geissler,
Doenges & Moorhouse (1999); Wijaya & Putri (2013), penjelasan mengenai
pengobatan, perawatan, kemajuan, dan prognosis memberi informasi penting
karena dapat memberikan gambaran perawatan pasien dengan cancer mammae,
sehingga rasa sedih pasien dapat berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
kesenjangan antara teori dengan kenyataan, dimana pasien telah mendapat banyak
informasi mengenai keadaan dan perawatannya karena pasien telah 8 tahun
menderita penyakit ini.
4.1.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses perawatan dimana rencana
perawatan dilaksanakan, melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah ditentukan.
(Doenges, Moorhouse, & Burley, 2000).
Pada proses implementasi penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien
dengan cancer mammae yang telah direncanakan sebelumnya. Pelaksanaan asuhan
keperawatan ini dilaksanakan sesuai dengan kondisi dan situasi serta menggunakan
sarana yang tersedia diruangan, penulis mengikuti perkembangan pasien dengan melihat
dari catatan perawatan selain itu juga penulis melihat dari catatan perkembangan dokter
yang menangani pasien, serrta sesuai dengan teori yang telah dikemukakan oleh Nurarif
& Kusuma (2013); Geissler, Doenges & Moorhouse (1999); Wijaya & Putri (2013).
Selama melakukan asuhan keperawatan pada klien, penulis menemukan
hambatan, hambatan itu antara lain penulis merasa kesulitan dalam melakukan tindakan
keperawatan yang optimal pada kliendikarenakan penulis sedang menjalankan Praktek
Komunitas dan terkadang terbentur dengan jadwal dinas yang ada. Penulis tidak dapat
mengawasi klien dalam 3 x 24 jam karena keterbatasan waktu yang dimiliki penulis.
Penulis hanya bisa melakukan tindakan keperawatan pada pagi dan siang hari sehingga
penulis tidak dapat memonitor keadaan klien pada setiap jam dan pada malam hari. Pada
saat pengkajian, penulis juga mengalami hambatan dalam mengkaji psikososial pasien,
karena pasien sangat tertutup, sehingga membutuhkan pendekatan yang lebih untuk
mendapatkan data psikososialnya.
Agar perencanaan tindakan keperawatan yang telah disusun dapat dilaksanakan,
maka penulis mencari solusinya dengan cara mendiskusikan dengan perawat ruangan,
bekerjasama dengan tim kesehatan lain untuk merawat klien, mempertahankan kontak
dengan klien dan keluarga klien dalam melaksanakan tindakan keperawatan.
4.1.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, yakni proses yang
dilakukan secara terus-menerus dan penting untuk menjamin kualitas serta ketepatan
perawatan yang diberikan dan dilakukan dengan meninjau respon untuk menentukan
keefektifan rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien. (Doenges,
Moorhouse, & Burley, 2000).
Pada tahap evaluasi ini, penulis melaksanakan implementasi berdasarkan kriteria
hasil yang telah ditetapkan. Dalam melaksanakan evaluasi, penulis mengalami hambatan
karena ada beberapa masalah yang belum teratasi. Evaluasi akhir pada pasien adalah
terdapat empat masalah yang belum teratasi yaitu nyeri, kerusakan integritas kulit, infeksi
luka post operasi, dan gangguan body image. Evaluasi hari terakhir perawatan pada
tanggal 18 Juni 2014 adalah nyeri pada luka post operasi dan nodul belum hilang, nyeri
dirasakan hilang timbul namun pasien dapat mengontrolnya dengan teknik relaksasi,
yaitu tarik nafas dalam. Keadaan kulit agak bersih, namun masih mengeluarkan nanah
dan baunya tidak menyengat, serta masih menunggu jadwal debridement. Pasien juga
tampak masih agak malu dengan keadaannya dan jarang berinteraksi dengan teman
sekamarnya. Sebelum mengakhiri masa perawatan, penulis memberikan penyuluhan
kesehatan mengenai makanan yang baik untuk keadaan pasien dan cara merawat luka
agar infeksi tidak terulang kembali, serta manfaat dari berinteraksi dengan teman
sekamar.
DAFTAR PUSTAKA
Bambang. 2010. Kejadian Cancer mammae Masih Tertinggi. Antara News, A4.
Black, Joyce M. Matassarin & Esther. 1997. Medical Surgical Nursing. USA :
W.B Saunders Company.
Depkes. 2013. Angka Kejadian Kanker Payudara Masih Tinggi.
http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=2233. 2013. Jakarta.
Doenges, Marilynn E, dkk. 2000. Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn E. Moorhouse, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan.
Jakarta : EGC.
Glasier, Anna & Gebbie, Alisa. 2005. Keluarga Berencana dan Kesehatan
Reproduksi. Jakarta:EGC.
Kim, Mi Ja. 1995. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Lee. 2008. Cancer Mammae.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
berdasarkan Diagnosis Medis & NANDA. Yogyakarta : Medi Action
Publishing.
Mulyani, Nina Siti & Nuryani. 2013. Kanker Payudara dan PMS pada
Kehamilan. Yogyakarta : Nuha Medika.
Pearce, Evelyne C. 2011. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama.
Romauli, Suryati & Vindari, Anna Vida. 2011. Kesehatan Reproduksi untuk
Mahasiswi Kebidanan. Yogyakarta : Nugroho Medika.
Santoso, Satmoko Budi. 2009. Buku Pintar Kanker. Yogyakarta : Power Books
Ihdina.
Suryaningsih, Endang Koni & Sukaca, Bertiani Eka. 2009. Kupas Tunytas Kanker
Payudara. Yogyakarta : Paradigma Indonesia.
Townsend, Marry C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Psikiatri.
Jakarta: EGC.