Você está na página 1de 3

Mutia Mustika Sari 04011181419

004
ANALISIS MASALAH
c. Bagaimana mekanisme munculnya bercak-bercak merah gatal pada kasus?
Pada kasus timbulnya bercak-bercak merah terjadi karena adanya reaktivasi dari HHV
6/7 dalam sel mononuklear pada lesi kulit.virus ini berada pada fase laten dan bertahan pada
CD4 T limfosit, kelenjar air ludah, bronkus, sel-sel kulit, ginjal dan hati. Virus ini dapat aktif
kembali karena menurunnya daya tahan tubuh, paparan terhadap endotoksin atau stimulasi
endokrin (stress). Reaktivasi virus dapat memicu dilepaskannya sitokin terutama IL-17 yang
meningkatkan produksi agen proinflamasi dan molekul antimikrobial sehingga menyebabkan
respon inflamasi. Selain itu reaktivasi HHV 6/7 menyebabkan peningkatan VEGF sebagai
agen yang meningkatkan permeabilitas vaskular, sebagian besar penyakit kulit inflamasi
berasosiasi dengan hiper-permeabilitas vascular. Pelepasan agen pro-inflamasi dan
peningkatan permeabilitas vaskular dapat menyebabkan timbulnya bercak merah dan rasa
gatal pada kasus.
d. PemeriksaanFisik:
Keadaan umum:
Kesadaran : compos mentis
Vital sign: nadi 80x/menit, RR: 20x/menit , Suhu:36,8oC
Keadaan spesifik: dalambatas normal

Kesadaran
Nadi
RR
Suhu

Pemeriksaan Fisik
Compos Mentis
80x/ menit
20x/Menit
36,8 oC

Interpretasi
Normal
Normal
Normal
Normal

3. Bagaimana pathogenesis dan patofisiologi dari terjadinya kelainan tersebut?


Terjadinya pityriasis rosea masih dalam perdebatan, Watanabe et al telah
membuktikan kepercayaan yang sudah lama ada bahwa pityriasis rosea merupakan kelainan
kulit yang disebabkan oleh virus. Mereka mendemonstrasikan replikasi aktif dari HHV 6 dan
HHV 7 dalam sel mononuklear pada lesi kulit, hal ini sama dengan mengidentifikasi virusvirus pada sampel serum pasien. Dimana virus-virus ini hampir kebanyakan didapatkan pada
masa kanak-kanak dan tetap ada pada fase laten dalam sel mononuklear darah perifer,
terutama CD4 dan sel T dan pada air liur. Erupsi kulit yang timbul dianggap sebagai reaksi

Mutia Mustika Sari 04011181419


004
sekunder akibat reaktivasi virus HHV 6 atau HHV 7 (terkadang juga bisa keduanya)
(Blauvelt, 2008).
Penelitian baru-baru ini menemukan bukti dari infeksi sistemik aktif HHV 6 dan
HHV 7 pada kulit yang kelainan, kulit yang sehat, air liur, sel mononuklear darah perifer dan
serum dari pasien penderita pityriasis rosea. Terdapat hipotesis bahwa reaktivasi HHV 7
memicu terjadinya reaktivasi HHV 6. Namun apa yang menjadi pemicu utama reaktivasi
HHV 7 masih belum jelas. Pityriasis rosea tidak disebabkan langsung oleh infeksi virus
herpes melalui kulit, tapi kemungkinan disebabkan karena infiltrasi kutaneus dari infeksi
limfosit yang tersembunyi pada waktu replikasi virus sistemik. Bukti lain menyebutkan
reaktivasi virus mencakup kejadian timbulnya kembali penyakit dan timbulnya pityriasis
rosea pada saat status imunitas seseorang mengalami perubahan. Didapatkan sedikit
peningkatan insiden pityriasis rosea pada pasien yang sedang menurun imunitasnya, seperti
ibu hamil dan penderita transplantasi sumsum tulang (Permata, 2011).

7. Apa diagnosis kerja pada kasus?


Pityriasis Rosea
8. Bagaimana tata laksana pada kasus?
Penatalaksanaan
1. Umum
Walaupun pityriasis rosea bersifat self limited disease (dapat sembuh sendiri), bukan
tidak mungkin penderita merasa terganggu dengan lesi yang muncul. Untuk itu
diperlukan penjelasan kepada pasien tentang :
- Pityriasis rosea akan sembuh dalam waktu yang lama
- Lesi kedua rata-rata berlangsung selama 2 minggu, kemudian menetap selama
sekitar 2 minggu, selanjutnya berangsur hilang sekitar 2 minggu. Pada beberapa
-

kasus dilaporkan bahwa Pityriasis rosea berlangsung hingga 3-4 bulan


Penatalaksanaan yang penting pada pityriasis rosea adalah dengan mencegah
bertambah hebatnya gatal yang ditimbulkan. Pakaian yang mengandung wol, air,

sabun, dan keringat dapat menyebabkan lesi menjadi bertambah berat.


2. Khusus
Topikal
Untuk mengurangi rasa gatal dapat menggunakan zink oksida, kalamin losion atau
0,25% mentol. Pada kasus yang lebih berat dengan lesi yang luas dan gatal yang

Mutia Mustika Sari 04011181419


004
hebat dapat diberikan glukokortikoid topikal kerja menengah (bethametasone

dipropionate 0,025% ointment 2 kali sehari) (Zawar, 2010).


Terapi UVB pada kasus dengan peningkatan suberitem. Sebanyak 1-2 kali/minggu.
Gejala klinis akan berkurang namun tidak akan berpengaruh terhadap rasa gatal

dan lamanya sakit.


Sistemik
Pemberian antihistamin oral sangat bermanfaat untuk mengurangi rasa gatal. Untuk
gejala yang berat dengan serangan akut dapat diberikan steroid topikal. Sistemik
steroid tidak direkomendasikan karna dapat menambah keparahan, namun
beberapa dermatologist menggunakan prednisone (0.5-1 mg/Kg/hari untuk 7 hari)
pada pasien dengan pruritus yang berat, lesi vesikuler atau potensial terjadi
hiperpigmentasi post-inflamasi yang signifikan.
Penggunaan eritromisin masih diperdebatkan. Eritromisin oral pernah
dilaporkan cukup berhasil pada penderita pityriasis rosea yang diberikan selama 2
minggu (Sterling, 2004). Dari suatu penelitian menyebutkan bahwa 73% dari 90
penderita pityriasis rosea yang mendapat eritromisin oral mengalami kemajuan
dalam perbaikan lesi. Eritomisin diduga mempunyai efek sebagai anti inflamasi
(Broccolo, 2005).

Você também pode gostar