Você está na página 1de 9

ANALISIS MULTIDISIPLINER DENGAN PENDEKATAN SOSIOLOGI,

PENDEKATAN PSIKOLOGI, DAN PENDEKATAN ANTROPOLOGI


CERPEN DILARANG MENCINTAI BUNGA-BUNGA KARYA
KUNTOWIJOYO
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Sastra Multidisipliner
Dibina oleh Prof. Dr. Soedjidjono, M.Hum

Disusun oleh :
Theresia B. Indah D.C
(100401080063)

UNIVERSITAS KANJURUHAN MALANG


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

Januari 2014

BAB I
PENDAHULUAN

Sastra multidisipliner merupakan kajian ilmu yang mempelajari


sesuatu dengan menggunakan beberapa disiplin ilmun. Tidak hanya
menggunakan satu pendekatan ilmu saja, meainkan lebih dari satu
pendekatan. Cerpen Dilarang Mencintai Bunga-Bunga karya Kuntowijoyo
termasuk dalam karya sastra tulis yang modern dan nasional. Cerpen
yang nasional dapat mengimplikasikan beragam latar belakang sosial
budayanya. Karena Indonesia terdiri dari beragam aspek kehidupan, adat
istiadat, suku, agama, dan ras yang berbeda maka banyak sekali inspirasi
yang muncul. Salah satunya adalah karya Kuntowijoyo ini, berupa cerpen
yang berjudul Dilarang Mencintai Bunga-Bunga. Judul cerpen ini terdengar
sangatlah lugas. Bukan berupa kiasan dan sangat mewakili isi dari isi
cerpen. Kuntowijoyo telah menjadi sastrawan sejak SMA. Tak dapat
dipungkiri sebagai sastrawan yang telah ahli, pastilah ada maksud
disetiap untaikan kalimat cerpen tersiratkan maksud atau pesan yang
hendak disampaikan oleh pengarang.
Dengan menggunakan tiga pendekatan yaitu pendekatan sosiologi,
pendekatan antropologi, dan pendekatan psikologi, peneliti akan berusaha
mengungkapkan maksud tersembunyi dari cerpen Dilarang Mencintai
Bunga-Bunga ini. Baik dari segi sang pengarang, pembaca, maupun dari
segi para tokoh yang digambarkan di dalam cerpen ini. Dengan landasan
bahwa sebuah karya sastra ini mengandung aspek kultural, karya sastra
yang dihasilkan oleh pengarang mengandung masalah masalah
masyarakat pada umumnya. Menceritakan seorang tokoh, suatu tempat,
dan kejadian tertentu dengan bahasa pengarang. Berikut adalah
pembahasan dari analisis multidisipliner cerpen Dilarang Mencintai
Bunga-Bunga karya Kuntowijoyo.

BAB II
PEMBAHASAN

1.1

Ringkasan Cerita

Cerpen ini menggunakan sudut pandang orang pertama sebagai


pelaku utama. Tokoh aku dalam cerpen ini bernama Buyung. Berikut
adalah ringkasan cerpen Dilarang Mencintai Bunga-Bunga:
Buyung bersama dengan kedua orang tuanya barusaja pindah ke
kota. Selain karena pekerjaan ayahnya yang menjadi alasannya, ayah
buyung menginginkannya untuk mengenal hidup yang lebih luas. Setelah
pindah ke kota, ayah buyung bekerja dari pagi hingga sore, namun ayah
buyung kurang bersosialisasi dengan tetangga sekitar, bahkan dengan
tetangga terdekat sekalipun. Buyung mendengar kabar bahwa yang
tinggal di sebelah rumahnya adalah seorang kakeh yang hidup sendiri.
Rumahnya selalu terlihat tertutup dan jarang sekali terlihat penghuninya.
Untuk mengobati rasa penasaran, buyungpun mencoba memanjat pagar
tembok. Yang ia dapati adalah rumah tua yang sangat bersih terawat dan
penuh dengan bunga di taman. Rasa penasaran buyung menjadi semakin
dalam. Buyung bertanya kepada warga sekitar mengenai penghuni rumah
tersebut, namun yang ia dapati adalah jawaban yang berbeda-beda.
Namun pada suatu hari ketika buyung sedang bermain layanglayang, seorang kakeh menghampirinya, memegang pundaknya, dan
mengajaknya bicara. Buyungpun menjadi sangat terkejut. Sejak hari itu
buyung menjadi akrab dengan si kakek yang tak lain adalah tetangga
rumah buyung. Buyung selalu mencuri waktu setelah sekolah untuk
mengunjungi si kakek dengan memanjat pagar tembok. Si kakek sangat
menyenangi bunga. Banyak bunga yang tumbuh di sekeliling bahkan di
dalam rumahnya. Sang kakek memiliki filsafat bahwa hidup harus penuh
dengan bunga. Bunga yang tumbuh tidak peduli dengan hiruk pikuk
dunia. Ia lahir untuk membuat dunia indah. Hidup adalah bunga. Kakek
menggambarkan dirinya adalah bunga. Filsafat kakek ini adalah tentang
ketenangan jiwa dan keteguhan batin. Ketenangan jiwa dan keteguhan
batin bisa diperoleh dengan menatap dan dengan menikmati keindahan
bunga-bunga. Buyung menjadi terbawa oleh filsafat sang kakek. Ia
menjadi sangat menyenangi bunga. Bahkan ia mulai menaruh banyak
bunga di kamarnya. Ia menjadi lebih betah berada di dalam kamar dari

pada bermain di luar bersama teman-temannya. Orang tua buyung,


terutama ayahnya menjadi marah, terlebih karena buyung menyukai
bunga. Semua bunga yang ada di kamar buyung dibuangnya. Buyung
disuruh untuk lebih sering bermain di luar rumah dan dilarang untuk
menyenangi bunga lagi.
Namun dengan sembunyi-sembunyi buyung tetap pergi bermain ke
rumah kakek tetangganya, ia tetap membawa pulang bunga, bahkan
masih berani meletakkan bunga di dalam kamarnya. Mengetahui hal itu,
ibu buyung menjadi kecewa. Bahkan ayah buyung menjadi sangat marah.
Buyung masih saja terobsesi dengan filsafat tentang ketenangan jiwa dan
keteguhan hati. Ayah buyung ingin mendidik buyung agar menjadi lakilaki tangguh bukan laki-laki kalem pecinta bunga. Ayah buyung ingin
mengajarkan kepada buyung untuk bekerja keras seperti dirinya.
Sehingga pada suatu hari, dengan penuh gemuk dari bengkel ayah
buyung menemui buyung di kamarnya, mengoleskan banyak gemuk ke
tangan dan wajah buyung. Buyung hanya tersenyum karena mengingat
ajaran kakek tetangga bahwa dalam menghadapi permasalahan ia harus
tersenyum dan tidak boleh marah atau bersedih. Akhirnya, ayah buyung
mengajak buyung ke bengkel rumah. Ayahnya mengajarinya semua
pekerjaan bengkel, menyuruhnya bekerja tanpa henti hingga sore hari.
Ayah buyung ingin mengajarkan kepada buyung bahwa tangan itu
haruslah digunakan untuk bekerja, bukan untuk memetik bunga.
Ibu yang melihat perkembangan buyung selama ini mulai dapat
tenang. Karena sebelumnya ia hanya mengkhawatirkan buyung yang
perubahan
mengalami
perubahan
tingkah
laku
yang
sangat
mengejutkannya. Segala yang dilakukan buyung selalu ditentang oleh
ayahnya. Namun kini buyung telah mulai memahami apa yang diinginkan
oleh orang-orang di sekitarnya, dan buyung lebih mengutamakan ayah
dan ibuya.
1.2

Analisis dengan Pendekatan Sosiologi

Sosiologi sastra adalah analisis karya sastra dalam kaitannya


dengan masyarakat. Menganalisis masalah masalah sosial yang
terkandung dalam karya sastra itu sendiri kemudian menghubungkannya
dengan kenyataan yang pernah terjadi (refleksi). Dapat dikatakan bahwa
karya sastra ini dikembalikan kepada masyarakat karena cerpen ini
mengindikasi terjadinya suatu perbedaan sosisal dalam kaitannya dengan
perilaku budaya secara luas. Perbedaan sosial yang terjadi di dalam
cerpen ini yang paling menonjol adalah perbedaan cara hidup antara
tokoh kakek yang tertutup dan sangat mengagumi bunga-bunga
dengan kehidupan masyarakat kota, terlebih kehidupan keluarga buyung.

Kehidupan keluarga buyung adalah kehidupan orang normal pada


umumnya. Ada seorang ayah, ibu, dan seorang anak laki-laki. Ayah
bekerja di bidang perbengkelan. Sang ayah ingin anak laki-lakinya tumbuh
menjadi pria perkasa yang rajin bekerja. sang ayah mendidik anaknya
dengan keras. Membiarkannya bebas bermain seperti anak laki-laki pada
umumnya, tetapi juga tidak lupa pada kewajibannya sekolah dan mengaji.
Ibu menjadi ibu rumah tangga biasa. Sang ibu hanya ingin keadaan
anaknya baik-baik saja, dengan penuh kesabaran berusahan mendidik
anaknya. Di dalam keluarga ini si anak, yaitu buyung sesalu merusaha
untuk mematuhi semua keinginan orang tuanya. Sedangkan, kehidupan
sehari-hari tokoh kakek adalah berdiam diri di dalam rumahnya, tertutup
dari lingkungan sekitar. Kegiatannya sehari-hari hanyalah merawat dan
memandangi bunga-bunganya.
Perbedaan kehidupan di atas memanglah benar, sesuai dengan
kehidupan masyarakat masa kini. Sebagian besar orang suka
bersosialisasi dan bergaul dengan lingkungan sekitar. Namun, di daerah
kota masih banyak pula orang-orang yang menutup diri dari lingkungan
sekitar. Mereka lebih mementingkan kesibukan diri sendiri. Padahal sudah
kita sadari keberadaan orang lain adalah cukup penting.
Terdapat emosi, obsesi, dan berbagai kecenderungan yang terdapat
dalam cerpen ini. Emosi yang sangat tegambarkan adalah emosi pada
tokoh ayah. Tokoh ayah banyak digambarkan selalu marah terhadap
buyung. Namun emosi tersebut adalah emosi yang wajar untuk mendidik
buyung, anaknya. Dalam emosi, terdapat obsesi untuk mendidik anaknya
agar buyung mau bekerja, dan mengerti tentang pekerjaan ayahnya yang
keras. Emosi yang terdapat pada tokoh ibu digambarkan ketika tokoh ibu
mengalami kesedihan ketika buyung mempertanyakan tentang
ketenangan jiwa dan keteguhan batin.
1.3

Analisis dengan Pendekatan Psikologi

Pendekatan secara psikologi sastra dapat melalui tiga jalan, yaitu (1)
psikologi pengarang, aspek-aspek kejiwaan pengarang sebagai subjek
yang menghasilkan karya, (2) psikologi tokoh yang diciptakan oleh
pengarang, (3) serta memahami unsur kejiwaan pembaca. Psikologi
pengarang dapat dilihat dari latar belakang si pengarang itu sendiri, yaitu
Kuntowijoyo. Kuntowijoyo lahir di Yogyakarta dan besar di Surakarta. Sejak
SMA Kuntowijyo telah menjadi sastrawan muda. Ia telah bnyak menulis
cerpen, esai, dan drama. Cerpen karyanya memang terlihat seperti
dongeng, namun tingkat pengetahuan yang terdapat di dalam cerpennya
menunjukkan bahwa Kuntowijoyo adalah berwawasan luas. Ia mengambil
contoh dari kehidupan masyarakat sehari-hari, dan mengambil nilai yang

ada. Kuntowijoyo ingin menyampaikan bahwa setiap masyarakat atau


keluarga memiliki cara pandang dan cara menyikapi hidup yang berbeda.
Tokoh yang diciptakan oleh pengarang sangatlah berbeda-beda.
Terdapat tokoh kakek yang memiliki filsafat bahwa hidup haruslah
dinikmati untuk memperoleh ketenagan jiwa dan keteguhan batin, tidak
ingin marah karena amarah adalah sesuatu yang merugikan. Ketenangan
jiwa didapat kakek dengan menikmati pemandangan taman bunga yang
ada disekitar rumahnya. Kemudian terdapat tokoh ayah yang sangat
berlawanan dengan tokoh kakek. Tokoh ayah selalu memanfaatkan hidup
dengan bekerja keras. Tangan digunakan untuk bekerja, bukan untuk
memetik bunga. Kemudian terdapat tokoh ibu rumah tangga yang sangat
penyabar dan menyayangi anaknya. Selain itu, yang menjadi tokoh utama
adalah tokoh buyung. Di dalam cerita ini pada mulanya buyung kurang
menyukai ayahnya karena ayahnya selalu bersikap kasar.buyung
menyukai tokoh kakek karena kakek adalah orang yang sabar dan tidak
pernah marah. Tokoh kakek selalu menunjukkan keindahan kepada
buyung, dan mengajarkan buyung cara menikmati hidup. Namun pada
akhir cerita, buyung mulai memahami karakter para tokoh, baik kakek,
ayah, dan ibunya. Buyung menjadi mengerti perbedaan karakter dan
keinginan masing-masing orang.
Melalui psikologi tokoh berkaitan dengan unsur-unsur kejiwaan tokoh
yang diciptakan oleh pengarang dapat dilihat bahwa sebenarnya cerpen
ini ingin menyampaikan cara anak-anak dalam menyesuaikan diri. Dimana
pada awalnya yang diinginkan anak adalah bermain. Kemudian muncul
rasa ingin tahu. Bila anak hanya diberi teori, maka ia akan lama
memahami sesuatu. Namun bila ia diajari dengan berpraktek langsung,
maka ia akan cepat memahami tentang sesuatu, baik kewajiban, hak, dan
bahkan memahami keinginya orang tua sebenarnya.
Unsur kejiwaan pembaca tidak terpengaruh oleh isi dari cerpen ini.
Cerpen ini hanya mengungkapkan tentang cerita di kehidupan sehari-hari
yang tentunya permasalahan yang diangkat sangatlah masyarakat kenal
dan pahami.
1.4

Analisis dengan Pendekatan Antropologi

Dalam analisis yang menggunakan pendekatan Antropologi,


terdapat sejumlah faktor yang saling mempengaruhi yang menjadi bahan
analisis, yaitu (a) hubungan manusia dengan alam sekitar, (b) hubungan
manusia dengan manusia yang lain, (c) hubungan manusia dengan
institusi sosial, (d) hubungan manusia dengan kebudayaan pada ruang
dan waktu tertentu, (e) manusia dan hubungan timbal balik antara teori
dan praktik, (f) manusia dan kesadaran religius atau parareligius.

Hubungan manusia dengan alam sekitar, dikaitkan dengan


kebudayaan yang dihasilkan oleh manusia, yaitu kompleks ide. Dalam
cerpen ini penciptaan ide oleh pengarang terinspirasi dari kehidupan
masyarakat. Dalam hubungan manusia dengan alam sekitar digambarkan
sangat bersahabat. anak-anak memainkan layang-layang. Sedangkan
tokoh kakek memenuhi pekarangan dan rumah dengan bunga-bunga.
Hubungan manusia dengan manusia yang lain di dalam cerpen ini
lebih digambarkan pada hungan antara keluarga satu dengan keluarga
yang lain, saling bertetangga. Ketika si anak bermain ke tetangga, ia
mendapatkan pengaruh. Pengaruh tetrsebut kerang disenangi oleh orang
tuanya. Kemudian dengan segala usaha, kedua orang tuanya memberikan
pendidikan keluarga agar pengaruh yang diinginkan tidak lagi diikuti oleh
si anak.
Hubungan manusia dengan institusi sosial kurang digambarkan
dalam cerpen ini karena cerpen ini lebih berfokus pada masalah yang
timbul hingga pnyelesaiannya. Sedangkan hubungan manusia dengan
kebudayaan pada ruang dan waktu tertentu digambarkan ketika
kebudayaan yang kurang sesuai mulai disenangi oleh si anak. Si anak
menjadi bersikap kalem dan menyenangi bunga-bunga. Dan orang tuanya
tidak menginginkan hal tersebut.
Manusia dengan hubungan timbal balik antara teori dan praktik
terungkap dari perilaku tokoh ayah. Pada mulanya sang ayah hanya
melarang buyung memelihara bunga dan menyuruh buyung untuk
bermain di luar. Perintah ayahnya masih dilanggar buyung sesekali.
Namun ketika ayah buyung melumurinya dengan gemuk oli dna mengajak
buyung ke bengkel, barulah buyung mengerti apa yang diinginkan oleh
ayahnya. Ia mengerti bagaimana kerasnya ayahnya ketika bekerja. tidak
semudah menikmati bunga di taman.
Hubungan manusia dan kesadaran religius atau para religius tidak
digambarkan pada cerpen ini. Cerpen ini hanya mengungkapkan
kehidupan sehari-hari dan tudak menyangkut tentang ketuhanan.

BAB III
PENUTUP

Cerpen Dilarang Mencintai Bunga-Bunga karya Kuntowijoyo ini


adalah cerpen yang mengangkat kehidupan sehari-hari. Cerpen ini lebih
menonjolkan permasalahan sosialnya, dimana tokoh yang digambarkan
adalah tokoh yang memiliki cara hidup yang berlawanan. Cerpen ini
diceritakan melalui sudut pandang tokoh pertama sebagai pelaku utama,
yaitu seorang anak kecil bernama buyung. Anak kecil inilah yang lebih
merasa mengalami perbedaan tersebut. Perbedaan ketika ia bergaul
dengan kakek tetangga sebelah yang memiliki sikap kalem dan senang
berdiam diri, serta perbedaan dengan sikap ayah kandungnya yang

sangat keras dan giat bekerja. Pada akhirnya, buyung mulai dapat
menyesuaikan diri dalam perbedaan tersebut.
Cerpen ini memiliki pesan yang dapat kita ambil, yaitu dimanapun
kita berada, hendaknya kita dapat menyesuaikan diri dan berusaha untuk
memahami keinginan orang lain.

Você também pode gostar