Você está na página 1de 6

asal usul candi Borobudur

candi borobudur diyakini merupakan peninggalan kerajaan Dinasti Sailendra masa pemerintahan raja
Samaratungga dari Kerajaan Mataram Kuno dan selesai dibangun pada abad ke-8.banyak sekali misteri
candi borobudur yang belum terkuak ,apa sebenarnya nama asli candi borobudur tidak ada prasasti atau
buku yang menjelaskan dengan pasti tentang pembanguan borobudur,ada yang mengatakan nama
tersebut berasal dari nama samara budhara memiliki arti gunung yang lerengnya terletak teras teras ada
juga yang mengatakan borobudur berasal dari ucapan para budha yang mengalami pergeseran satu satu
nya tulisan yang menyebutkan borobudur pertama kali adalah thomas Sir Thomas Stamford
Raffles dalam bukunya yang berjudul sejarah pulau jawa .para ahli sejarah memperkirakan Sir Thomas
Stamford Raffles menyebut borobudur dari kata bore dan budur ,bore artinya ialah desa sebuah desa
yang terletak di dekat lokasi letak candi borobudur ditemukan sedangkan budur artinya purba. SEJARAH
BERDIRINYA CANDI BOROBUDUR Candi Borobudur merupakan candi Budha, terletak di desa Borobudur
kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dibangun oleh Raja Samaratungga, salah satu raja kerajaan
Mataram Kuno, keturunan Wangsa Syailendra. Nama Borobudur merupakan gabungan dari kata Bara
dan Budur. Bara dari bahasa Sansekerta berarti kompleks candi atau biara. Sedangkan Budur berasal
dari kata Beduhur yang berarti di atas, dengan demikian Borobudur berarti Biara di atas bukit.
Sementara menurut sumber lain berarti sebuah gunung yang berteras-teras (budhara), sementara
sumber lainnya mengatakan Borobudur berarti biara yang terletak di tempat tinggi.Bangunan
Borobudur berbentuk punden berundak terdiri dari 10 tingkat, berukuran 123 x 123 meter. Tingginya
42 meter sebelum direnovasi dan 34,5 meter setelah direnovasi karena tingkat paling bawah
digunakan sebagai penahan. Candi Budha ini memiliki 1460 relief dan 504 stupa Budha di
kompleksnya. Enam tingkat paling bawah berbentuk bujur sangkar dan tiga tingkat di atasnya
berbentuk lingkaran dan satu tingkat tertinggi yang berupa stupa Budha yang menghadap ke arah
barat. Setiap tingkatan melambangkan tahapan kehidupan manusia. Sesuai mahzab Budha Mahayana,
setiap orang yang ingin mencapai tingkat sebagai Budha mesti melalui setiap tingkatan kehidupan
tersebut. * Kamadhatu, bagian dasar Borobudur, melambangkan manusia yang masih terikat nafsu. *
Rupadhatu, empat tingkat di atasnya, melambangkan manusia yang telah dapat membebaskan diri
dari nafsu namun masih terikat rupa dan bentuk. Pada tingkat tersebut, patung Budha diletakkan
terbuka. * Arupadhatu, tiga tingkat di atasnya dimana Budha diletakkan di dalam stupa yang
berlubang-lubang. Melambangkan manusia yang telah terbebas dari nafsu, rupa, dan bentuk. * Arupa,
bagian paling atas yang melambangkan nirwana, tempat Budha bersemayam. Setiap tingkatan
memiliki relief-relief yang akan terbaca secara runtut berjalan searah jarum jam (arah kiri dari pintu
masuk candi). Pada reliefnya Borobudur bercerita tentang suatu kisah yang sangat melegenda,
bermacam-macam isi ceritanya, antara lain ada relief-relief tentang wiracarita Ramayana, ada pula
relief-relief cerita jtaka. Selain itu, terdapat pula relief yang menggambarkan kondisi masyarakat saat
itu. Misalnya, relief tentang aktivitas petani yang mencerminkan tentang kemajuan sistem pertanian
saat itu dan relief kapal layar merupakan representasi dari kemajuan pelayaran yang waktu itu
berpusat di Bergotta (Semarang). Keseluruhan relief yang ada di candi Borobudur mencerminkan
ajaran sang Budha. Seorang budhis asal India bernama Atisha, pada abad ke 10, pernah berkunjung ke
candi yang dibangun 3 abad sebelum Angkor Wat di Kamboja dan 4 abad sebelum Katedral Agung di

Eropa ini. Berkat mengunjungi Borobudur dan berbekal naskah ajaran Budha dari Serlingpa (salah satu
raja Kerajaan Sriwijaya), Atisha mampu mengembangkan ajaran Budha. Ia menjadi kepala biara
Vikramasila dan mengajari orang Tibet tentang cara mempraktekkan Dharma. Enam naskah dari
Serlingpa pun diringkas menjadi sebuah inti ajaran disebut The Lamp for the Path to Enlightenment
atau yang lebih dikenal dengan nama Bodhipathapradipa. Salah satu pertanyaan yang kini belum
terjawab tentang Borobudur adalah bagaimana kondisi sekitar candi ketika dibangun dan mengapa
candi itu ditemukan dalam keadaan terkubur. Beberapa mengatakan Borobudur awalnya berdiri
dikelilingii rawa kemudian terpendam karena letusan Merapi. Hal tersebut berdasarkan prasasti
Kalkutta bertuliskan Amawa berarti lautan susu. Kata itu yang kemudian diartikan sebagai lahar
Merapi, kemungkinan Borobudur tertimbun lahar dingin Merapi. Desa-desa sekitar Borobudur, seperti
Karanganyar dan Wanurejo terdapat aktivitas warga membuat kerajinan. Selain itu, puncak watu
Kendil merupakan tempat ideal untuk memandang panorama Borobudur dari atas. Gempa 27 Mei
2006 lalu tidak berdampak sama sekali pada Borobudur sehingga bangunan candi tersebut masih
dapat dikunjungi. Sejarah Candi Borobudur Sekitar tiga ratus tahun lampau, tempat candi ini berada
masih berupa hutan belukar yang oleh penduduk sekitarnya disebut Redi Borobudur. Untuk pertama
kalinya, nama Borobudur diketahui dari naskah Negarakertagama karya Mpu Prapanca pada tahun
1365 Masehi, disebutkan tentang biara di Budur. Kemudian pada Naskah Babad Tanah Jawi (17091710) ada berita tentang Mas Dana, seorang pemberontak terhadap Raja Paku Buwono I, yang
tertangkap di Redi Borobudur dan dijatuhi hukuman mati. Kemudian pada tahun 1758, tercetus berita
tentang seorang pangeran dari Yogyakarta, yakni Pangeran Monconagoro, yang berminat melihat arca
seorang ksatria yang terkurung dalam sangkar. Pada tahun 1814, Thomas Stamford Raffles mendapat
berita dari bawahannya tentang adanya bukit yang dipenuhi dengan batu-batu berukir. Berdasarkan
berita itu Raffles mengutus Cornelius, seorang pengagum seni dan sejarah, untuk membersihkan bukit
itu. Setelah dibersihkan selama dua bulan dengan bantuan 200 orang penduduk, bangunan candi
semakin jelas dan pemugaran dilanjutkan pada 1825. Pada 1834, Residen Kedu membersihkan candi
lagi, dan tahun 1842 stupa candi ditinjau untuk penelitian lebih lanjut. Nama Borobudur Mengenai
nama Borobudur sendiri banyak ahli purbakala yang menafsirkannya, di antaranya Prof. Dr.
Poerbotjoroko menerangkan bahwa kata Borobudur berasal dari dua kata Bhoro dan Budur. Bhoro
berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti bihara atau asrama, sedangkan kata Budur merujuk pada
kata yang berasal dari Bali Beduhur yang berarti di atas. Pendapat ini dikuatkan oleh Prof. Dr. WF.
Stutterheim yang berpendapat bahwa Borobudur berarti Bihara di atas sebuah bukit. Prof. JG. De
Casparis mendasarkan pada Prasasti Karang Tengah yang menyebutkan tahun pendirian bangunan ini,
yaitu Tahun Sangkala: rasa sagara kstidhara, atau tahun Caka 746 (824 Masehi), atau pada masa
Wangsa Syailendra yang mengagungkan Dewa Indra. Dalam prasasti didapatlah nama
Bhumisambharabhudhara yang berarti tempat pemujaan para nenek moyang bagi arwah-arwah
leluhurnya. Bagaimana pergeseran kata itu terjadi menjadi Borobudur? Hal ini terjadi karena faktor
pengucapan masyarakat setempat. Pembangunan Candi Borobudur Candi Borobudur dibuat pada
masa Wangsa Syailendra yang Buddhis di bawah kepemimpinan Raja Samarotthungga. Arsitektur yang
menciptakan candi, berdasarkan tuturan masyarakat bernama Gunadharma. Pembangunan candi itu
selesai pada tahun 847 M. Menurut prasasti Kulrak (784M) pembuatan candi ini dibantu oleh seorang
guru dari Ghandadwipa (Bengalore) bernama Kumaragacya yang sangat dihormati, dan seorang

pangeran dari Kashmir bernama Visvawarman sebagai penasihat yang ahli dalam ajaran Buddis Tantra
Vajrayana. Pembangunan candi ini dimulai pada masa Maha Raja Dananjaya yang bergelar Sri
Sanggramadananjaya, dilanjutkan oleh putranya, Samarotthungga, dan oleh cucu perempuannya,
Dyah Ayu Pramodhawardhani. Sebelum dipugar, Candi Borobudur hanya berupa reruntuhan seperti
halnya artefak-artefak candi yang baru ditemukan. Pemugaran selanjutnya oleh Cornelius pada masa
Raffles maupun Residen Hatmann, setelah itu periode selanjutnya dilakukan pada 1907-1911 oleh
Theodorus van Erp yang membangun kembali susunan bentuk candi dari reruntuhan karena dimakan
zaman sampai kepada bentuk sekarang. Van Erp sebetulnya seorang ahli teknik bangunan Genie
Militer dengan pangkat letnan satu, tetapi kemudian tertarik untuk meneliti dan mempelajari selukbeluk Candi Borobudur, mulai falsafahnya sampai kepada ajaran-ajaran yang dikandungnya. Untuk itu
dia mencoba melakukan studi banding selama beberapa tahun di India. Ia juga pergi ke Sri Langka
untuk melihat susunan bangunan puncak stupa Sanchi di Kandy, sampai akhirnya van Erp menemukan
bentuk Candi Borobudur. Sedangkan mengenai landasan falsafah dan agamanya ditemukan oleh
Stutterheim dan NJ. Krom, yakni tentang ajaran Buddha Dharma dengan aliran Mahayana-Yogacara dan
ada kecenderungan pula bercampur dengan aliran Tantrayana-Vajrayana. Penelitian terhadap susunan
bangunan candi dan falsafah yang dibawanya tentunya membutuhkan waktu yang tidak sedikit,
apalagi kalau dihubung-hubungkan dengan bangunan-bangunan candi lainnya yang masih satu
rumpun. Seperti halnya antara Candi Borobudur dengan Candi Pawon dan Candi Mendut yang secara
geografis berada pada satu jalur. Materi Candi Borobudur Candi Borobudur merupakan candi terbesar
kedua setelah Candi Ankor Wat di Kamboja. Luas bangunan Candi Borobudur 15.129 m2 yang tersusun
dari 55.000 m3 batu, dari 2 juta potongan batu-batuan. Ukuran batu rata-rata 25 cm X 10 cm X 15 cm.
Panjang potongan batu secara keseluruhan 500 km dengan berat keseluruhan batu 1,3 juta ton.
Dinding-dinding Candi Borobudur dikelilingi oleh gambar-gambar atau relief yang merupakan satu
rangkaian cerita yang terususun dalam 1.460 panel. Panjang panel masing-masing 2 meter. Jika
rangkaian relief itu dibentangkan maka kurang lebih panjang relief seluruhnya 3 km. Jumlah tingkat
ada sepuluh, tingkat 1-6 berbentuk bujur sangkar, sedangkan tingkat 7-10 berbentuk bundar. Arca
yang terdapat di seluruh bangunan candi berjumlah 504 buah. Tinggi candi dari permukaan tanah
sampai ujung stupa induk dulunya 42 meter, namun sekarang tinggal 34,5 meter setelah tersambar
petir. Menurut hasil penyelidikan seorang antropolog-etnolog Austria, Robert von Heine Geldern, nenek
moyang bangsa Indonesia sudah mengenal tata budaya pada zaman Neolithic dan Megalithic yang
berasal dari Vietnam Selatan dan Kamboja. Pada zaman Megalithic itu nenek moyang bangsa
Indonesia membuat makam leluhurnya sekaligus tempat pemujaan berupa bangunan piramida
bersusun, semakin ke atas semakin kecil. Salah satunya yang ditemukan di Lebak Sibedug Leuwiliang
Bogor Jawa Barat. Bangunan serupa juga terdapat di Candi Sukuh di dekat Solo, juga Candi Borobudur.
Kalau kita lihat dari kejauhan, Borobudur akan tampak seperti susunan bangunan berundak atau
semacam piramida dan sebuah stupa. Berbeda dengan piramida raksasa di Mesir dan Piramida
Teotihuacan di Meksiko Candi Borobudur merupakan versi lain bangunan piramida. Piramida Borobudur
berupa kepunden berundak yang tidak akan ditemukan di daerah dan negara manapun, termasuk di
India. Hal tersebut merupakan salah satu kelebihan Candi Borobudur yang merupakan kekhasan
arsitektur Budhis di Indonesia. Tahapan pembangunan Borobudur.

Para ahli arkeologi menduga bahwa rancangan awal Borobudur adalah stupa tunggal yang sangat
besar memahkotai puncaknya. Diduga massa stupa raksasa yang luar biasa besar dan berat ini
membahayakan tubuh dan kaki candi sehingga arsitek perancang Borobudur memutuskan untuk
membongkar stupa raksasa ini dan diganti menjadi tiga barisan stupa kecil dan satu stupa induk
seperti sekarang. Berikut adalah perkiraan tahapan pembangunan Borobudur:
1. Tahap pertama: Masa pembangunan Borobudur tidak diketahui pasti (diperkirakan
kurun 750 dan 850 M). Borobudur dibangun di atas bukit alami, bagian atas bukit diratakan
dan pelataran datar diperluas. Sesungguhnya Borobudur tidak seluruhnya terbuat dari batu
andesit, bagian bukit tanah dipadatkan dan ditutup struktur batu sehingga menyerupai
cangkang yang membungkus bukit tanah. Sisa bagian bukit ditutup struktur batu lapis demi
lapis. Pada awalnya dibangun tata susun bertingkat. Sepertinya dirancang sebagai piramida
berundak, tetapi kemudian diubah. Sebagai bukti ada tata susun yang dibongkar. Dibangun
tiga undakan pertama yang menutup struktur asli piramida berundak.
2. Tahap kedua: Penambahan dua undakan persegi, pagar langkan dan satu undak melingkar
yang diatasnya langsung dibangun stupa tunggal yang sangat besar.
3. Tahap ketiga: Terjadi perubahan rancang bangun, undak atas lingkaran dengan stupa
tunggal induk besar dibongkar dan diganti tiga undak lingkaran. Stupa-stupa yang lebih kecil
dibangun berbaris melingkar pada pelataran undak-undak ini dengan satu stupa induk yang
besar di tengahnya. Karena alasan tertentu pondasi diperlebar, dibangun kaki tambahan
yang membungkus kaki asli sekaligus menutup relief Karmawibhangga. Para arkeolog
menduga bahwa Borobudur semula dirancang berupa stupa tunggal yang sangat besar
memahkotai batur-batur teras bujur sangkar. Akan tetapi stupa besar ini terlalu berat
sehingga mendorong struktur bangunan condong bergeser keluar. Patut diingat bahwa inti
Borobudur hanyalah bukit tanah sehingga tekanan pada bagian atas akan disebarkan ke
sisi luar bagian bawahnya sehingga Borobudur terancam longsor dan runtuh. Karena itulah
diputuskan untuk membongkar stupa induk tunggal yang besar dan menggantikannya
dengan teras-teras melingkar yang dihiasi deretan stupa kecil berterawang dan hanya satu
stupa induk. Untuk menopang agar dinding candi tidak longsor maka ditambahkan struktur
kaki tambahan yang membungkus kaki asli. Struktur ini adalah penguat dan berfungsi
bagaikan ikat pinggang yang mengikat agar tubuh candi tidak ambrol dan runtuh keluar,
sekaligus menyembunyikan relief Karmawibhangga pada bagian Kamadhatu

4. Tahap keempat: Ada perubahan kecil seperti penyempurnaan relief, penambahan pagar
langkan terluar, perubahan tangga dan pelengkung atas gawang pintu, serta pelebaran
ujung kaki.
. Jika kita mengikuti arah tersebut, kita akan menemukan museum GUSBI. Di dalam

museum inilah kita akan melihat berbagai macam benda-benda bersejarah yang ada di
dalamnya.

1. Kuda Lumping
Kuda lumping merupakan salah satu jenis kesenian asli dari jawa. Di provinsi jawa, kuda
lumping menjadi kesenian dan hiburan yang sangat digemari oleh penonton jika
dibandingkan dengan hiburan-hiburan lainnya.
2. Patung Budha
Patung Budha merupakan salah satu peninggalan bersejarah dari agama Budha. Patung
Budha ini dapat kita temui dengan berbagai macam posisi, diantaranya adalah patung
Budha duduk dan patung Budha Tidur. Selain itu di dalam museum ini juga terdapat patung
budha terkecil di Indonesia. Bahkan patung budha terkecil ini telah mendapatkan
penghargaan dari MURI.
3. Manusia terkerdil di Indonesia
Manusia kerdil di Indonesia ini sangat mudah kita temukan diberbagai tempat. Namun di
museum ini kita akan menemukan manusia terkerdil di Indonesia. Bersama dengan
manusia kerdil ini kita dapat melakukan foto bersama dengan membayar Rp.10.000 untuk
sekali foto.
4. Wayang (Gunung wayang terbesar di Indonesia)
Disekitar dinding museum dihiasi oleh berbagai macam jenis bentuk wayang. Wayang
merupakan lambang budaya Indonesia dan merupakan peninggalan "Walisongo". Wayang
ini dijadikan sebagai salah satu media dakwah pada masa "Walisongo". Namun saat ini
wayang menjadi salah satu bentuk kebudayaan di Indonesia yang berguna untuk
mengingat sejarah dan dakwah.

5. Baju Terbesar di Indonesia


Baju terbesar di Indonesia yang terdapat di museum ini tidak diketahui pembuatnya. Akan
tetapi dengan melihat bentuk baju terbesar ini yang terlintas difikiran kita adalah bagaimana
cara membuat baju ini.
6. Miniatur Borobudur
Di dalam museum ini juga terdapat satu buah miniatur candi Borobudur yang diletakkan di
dalam sebuah tempat yang dikelilingi oleh kaca. Miniatur ini terletak di bagian tengah
ruangan museum. Miniatur candi Borobudur ini akan memberikan pengetahuan kepada kita
tentang bentuk candi borobudur yang sebenarnya.

Você também pode gostar