Você está na página 1de 12

ASKEP Dermatitis

Posted by Udayati Made

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi / Pengertian
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap
pengaruh faktor eksogen atau pengaruh faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa
efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama) dan keluhan gatal (Djuanda,
Adhi, 2005).
Dermatitis adalah peradangan pada kulit (imflamasi pada kulit) yang disertai dengan
pengelupasan kulit ari dan pembentukkan sisik (Brunner dan Suddart 2000). Jadi dermatitis
adalah peradangan kulit yang ditandai oleh rasa gatal.
Dermatitis dapat terjadi karena bermacam sebab dan timbul dalam berbagai jenis, terutama
kulit yang kering. Umumnya enzim dapat menyebabkan pembengkakan, memerah, dan gatal
pada kulit. Dermatitis tidak berbahaya, dalam arti tidak membahayakan hidup dan tidak menular.
Walaupun demikian, penyakit ini jelas menyebabkan rasa tidak nyaman dan amat mengganggu.
Dermatitis muncul dalam beberapa jenis, yang masing-masing memiliki indikasi dan gejala
Dermatitis yang muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu seperti racun yang terdapat
pada berbeda.
2. Etiologi / Penyebab
Penyebab dermatitis belum diketahui secara pasti. Sebagian besar merupakan respon kulit
terhadap agen-agen misal nya zat kimia, bakteri dan fungi selain itu alergi makanan juga bisa
menyebabkan dermatitis. Respon tersebut dapat berhubungan dengan alergi. (Arief
Mansjoer.1998 Kapita selekta)
Penyebab Dermatitis secara umum dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
a) Luar (eksogen) misalnya bahan kimia (deterjen, oli, semen, asam, basa), fisik (sinar matahari,
suhu), mikroorganisme (mikroorganisme, jamur).
b) Dalam ( endogen ) misalnya dermatitis atopik.
3. Faktor Predisposisi
Keringnya kulit
Iritasi oleh sabun, deterjen, pelembut pakaian, dan bahan kimia lain
Alergi atau intoleransi terhadap makanan tertentu
Alergi terhadap debu, serbuk bunga, atau bulu hewan
Virus dan infeksi lain
Perjalan ke Negara dengan iklim berbeda
4. Klasifikasi
a. Dermatitis kontak

Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan / substansi yang
menempel pada kulit. (Adhi Djuanda,2005)
Dermatitis yang muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu seperti racun yang
terdapat pada tanaman merambat atau detergen. Indikasi dan gejala antara kulit memerah dan
gatal. Jika memburuk, penderita akan mengalami bentol-bentol yang meradang. Disebabkan
kontak langsung dengan salah satu penyebab iritasi pada kulit atau alergi. Contohnya sabun
cuci/detergen, sabun mandi atau pembersih lantai. Alergennya bisa berupa karet, logam,
perhiasan, parfum, kosmetik atau rumput.
Ada 4 bentuk dermatitis kontak yaitu :
1) Dermatitis kontak iritan
Dermatitis yang terjadi akibat kontak dengan bahan yang secara kimiawi atau fisik merusak
kulit tanpa dasar imunologik. Terjadi sesudah kontak pertama dengan iritan atau kontak ulang
dengan iritan ringan selama waktu yang lama. Dermatitis ini terjadi karena dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu ukuran molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut, lama kontak,
kekerapan, gesekan dan trauma fisis, suhu serta kelembaban. Faktor individu juga berpengaruh
pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat
menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di bawah umur 8 tahun lebih mudah
teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan dari pada kulit putih); jenis kelamin.
2) Dermatitis kontak alergik.
Merupakan reaksi hipersensitivitas tipe IV yang terjadi akibat kontak kulit dengan bahan
alergik ( bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas ). Tipe ini memiliki periode sensitisasi 10 14
hari. Reaksi hipersensitivitas tipe IV terjadi melalui 2 fase yaitu:
Fase sensitisasi
Hapten masuk ke dalam epidermis melewati stratum korneum akan ditangkap oleh sel
langerhans dengan cara pinositosis dan diproses secara kimiawi oleh enzim lisosom. Pada
awalnya sel langerhans dalam keadaan istirahat, dan hanya berfungsi sebagai makrofag dengan
sedikit kemampuan menstimulasi sel T. Terjadinya sensitisasi kontak tergantung pada sinyal
iritan yang dapat berasal dari alergen kontak sendiri dari ambang rangsang yang rendah terhadap
respon iritan, dari bahan kimia inflamasi pada kulit yang meradang. Jadi sinyal bahaya yang
menyebabkan sensitisasi tidak berasal dari sinyal antigenik sendiri melainkan dari iritasi yang
menyertainya. Suatu tindakan mengurangi iritasi akan menurunkan potensi sensitisasi.
Fase elisitasi
Fase kedua (elisitasi) hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada pajanan ulang alergen
(hapten), hapten akan ditangkap sel langerhans dan diproses secara kimiawi menjadi antigen,
diikat oleh HLA-DR, kemudian diekskresi di permukaan kulit. Selanjutnya kompleks HLA-DRantigen akan dipresentasikan kepada sel T yang telah tersensitisasi baik di kulit maupun di
kelenjar limfe sehingga terjadi proses aktivasi. Fase elisitasi umumnya berlangsung antara 24-48
jam. Gambaran klinisnya dapat berupa vasodilatasi dan infiltrat perivaskuler pada dermis, edema
intrasel, biasanya terlihat pada permukaan dorsal tangan.
3) Dermatitis kontak fototoksik
Merupakan dermatitis yang menyerupai tipe iritan tetapi memerlukan kombinasi sinar
matahari dan bahan kimia yang merusak epidermis kulit. Gambaran klinis yang terjadi serupa
dengan dermatitis iritan.

4) Dermatitis kontak fotoalergik


Menyerupai dermatitis alergi tetapi memerlukan pajanan cahaya disamping kontak alergen
untuk menimbulkan reaktivitas imunologik. Gambaran klinis serupa dengan dermatitis iritan.
b. Dermatitis atopik
Dermatitis atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal dan
umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan
peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita. Kelainan
kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, tempatnya
dilipatan atau fleksural.
Manifestasi klinik dimulai sejak selama kanak-kanak. Dalam keadaan akut, yang pertama
tampak kemerahan dan banyak kerak. Pada bayi lesi kulit tampak pada wajah dan bokong. Pada
anak yang yang lebih tua dan remaja, lesi tampak lebih sering muncul di tangan dan kaki, di
belakang lutut dan lipat siku. Gejala terbesar adalah pruritus hebat menyebabkan berulangnya
peradangan dan pembentukan lesi yang merupakan keluahan utama mencari bantuan.
c.

Dermatitis numularis
Merupakan dermatitis yang bersifat kronik residif dengan lesi berukuran sebesar uang
logam, berbatas tegas, dengan efloresensi berupa papulovesikel, biasanya mudah pecah sehingga
basah, dan umumnya berlokasi pada sisi ekstensor ekstremitas.
Gambaran klinis yang terjadi adalah : umumnya mengeluh sangat gatal, lesi akut berupa
vesikel dan papolu vesikel (0,3 1.0 cm) kemudian membesar dengan cara berkonploensi atau
meluas kesamping. Membentuk satu lesi karakteristik seperti uang logam (koin), eritematosa,
sedikit edematosa, dan berbatas tegas. Jumlah lesi dapat 1 dapat pula banyak dan tersebar,
bilateral atau simetris dengan ukuran bervariasi mulai dari miliar numular.
d. Dermatitis Statis
Merupakan dermatitis sekunder akibat insufisiensi kronik vena (atau hipertensi vena)
tungkai bawah. (Adhi Djuanda,2005)
Yang muncul dengan adanya varises, menyebabkan pergelangan kaki dan tulang kering
berubah warna menjadi memerah atau coklat, menebal dan gatal. Dermatitis muncul ketika
adanya akumulasi cairan di bawah jaringan kulit. Varises dan kondisi kronis lain pada kaki juga
menjadi penyebab.
e.

Dermatitis seboroik
Merupakan golongan kelainan kulit yang didasari oleh factor konstitusi, hormon,
kebiasaan buruk dan bila dijumpai pada muka dan aksila akan sulit dibedakan. Pada muka
terdapat di sekitar leher, alis mata dan di belakang telinga. Kulit terasa berminyak dan licin,
melepuhnya sisi-sisi dari hidung, antara kedua alis, belakang telinga serta dada bagian
atas. Dermatitis ini seringkali diakibatkan faktor keturunan, muncul saat kondisi mental dalam
keadaan stres atau orang yang menderita penyakit saraf seperti Parkinson.
f.

Dermatitis medikamentosa

Adalah kelainan hipersensitivitas tipe I, merupakan istilah yang digunakan untuk ruang
kulit karen pemakaian internal obat-obatan atau medikasi tertentu. Pada umumnya reaksi obat
timbul mendadak, ruam dapat disertai dengan gejala sistemik atau menyeluruh.
g. Neurodermatitis
Peradangan kulit kronis, gatal, sirkumstrip, ditandai dengan kulit tebal dan garis kulit
tampak lebih menonjol (likenifikasi) menyerupai kulit batang kayu, akibat garukan atau gosokan
yang berulang-ulang karena berbagai ransangan pruritogenik. (Adhi Djuanda,2005). Timbul
karena goresan pada kulit secara berulang, bisa berwujud kecil, datar dan dapat berdiameter
sekitar 2,5 sampai 25 cm. Penyakit ini muncul saat sejumlah pakaian ketat yang kita kenakan
menggores kulit sehingga iritasi. Iritasi ini memicu kita untuk menggaruk bagian yang terasa
gatal. Biasanya muncul pada pergelangan kaki, pergelangan tangan, lengan dan bagian belakang
dari leher.
5. Patofisiologi
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh iritan melalui kerja
kimiawi atau fisik. Bahan irisan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan
lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit. Keadaan ini akan merusak sel
epidermis.
Ada 2 jenis bahan iritan yaitu: iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan
kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang iritan lemah hanya pada
mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor lain yang dapat
mempengaruhi yaitu: kelembaban udara, tekanan, gesekan, mempunyai andil pada terjadinya
kerusakan tersebut. Berkaitan dengan gejala diatas dapat menimbulkan rasa nyeri yang timbul
akibat lesi kulit, erupsi dan gatal. Selain itu, dapat menimbulkan gangguan intergritas kulit dan
gangguan citra tubuh yang timbul karena vesikel kecil, kulit kering, pecah-pecah dan kulit
bersisik.
6. Pathway
Terlampir
7. Gejala Klinis
Pada umumnya manifestasi klinis dermatitis adanya tanda-tanda radang akut terutama
pruritus (gatal), kenaikan suhu tubuh, kemerahan, edema misalnya pada muka (terutama palpebra
dan bibir), gangguan fungsi kulit dan genitalia eksterna.
a) Stadium akut : kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi dan eksudasi
sehingga tampak basah.
b) Stadium subakut : eritema, dan edema berkurang, eksudat mengering menjadi kusta.
c) Stadium kronis : lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul dan likenefikasi.
Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja suatu dermatitis sejak awal memberi
gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium kronis.
8. Pemeriksaan Diagnostik / penunjang
a. Pemeriksaan penunjang :
1) Percobaan asetikolin (suntikan dalam intracutan, solusio asetilkolin 1/5000).

2) Percobaan histamin hostat disuntikkan pada lesi


b. Laboratorium
1) Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin, globulin
2) Urin : pemerikasaan histopatologi
c. Tes Tempel Terbuka.
Pada uji terbuka bahan yang dicurigai ditempelkan pada daerah belakang telinga karena
daerah tersebut sukar dihapus selama 24 jam. Setelah itu dibaca dan dievaluasi hasilnya. Indikasi
uji tempel terbuka adalah alergen yang menguap.
d. Tes Tempel Tertutup.
Untuk uji tertutup diperlukan Unit Uji Tempel yang berbentuk semacam plester yang
pada bagian tengahnya terdapat lokasi dimana bahan tersebut diletakkan. Bahan yang dicurigai
ditempelkan dipunggung atau lengan atas penderita selama 48 jam setelah itu hasilnya
dievaluasi.
e. Tes tempel dengan Sinar
Uji tempel sinar dilakukan untuk bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu
bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan yang dengan sinar ultra violet baru
akan bersifat sebagai alergen. Tehnik sama dengan uji tempel tertutup, hanya dilakukan secara
duplo. Dua baris dimana satu baris bersifat sebagai kontrol. Setelah 24 jam ditempelkan pada
kulit salah satu baris dibuka dan disinari dengan sinar ultraviolet dan 24 jam berikutnya
dievaluasi hasilnya. Untuk menghindari efek daripada sinar, maka punggung atau bahan test
tersebut dilindungi dengan secarik kain hitam atau plester hitam agar sinar tidak bisa menembus
bahan tersebut. Untuk dapat melaksanakan uji tempel ini sebaiknya penderita sudah dalam
keadaan tenang penyakitnya, karena bila masih dalam keadaan akut kemungkinan salah satu
bahan uji tempel merupakan penyebab dermatitis sehingga akan menjadi lebih berat. Tidak perlu
sembuh tapi dalam keadaan tenang. Disamping itu berbagai macam obat dapat mempengaruhi uji
tempel sebaiknya juga dihindari paling tidak 24 jam sebelum melakukan uji tempel misalnya
obat antihistamin dan kortikosteroid.
Dalam melaksanakan uji tempel diperlukan bahan standar yang umumnya telah
disediakan oleh International Contact dermatitis risert group, unit uji tempel dan penderita maka
dengan mudah dilihat perubahan pada kulit penderita. Untuk mengambil kesimpulan dari hasil
yang didapat dari penderita diperlukan keterampilan khusus karena bila gegabah mungkin akan
merugikan penderita sendiri. Kadang-kadang hasil ini merupakan vonis penderita dimana
misalnya hasilnya positif maka penderita diminta untuk menghindari bahan itu. Penderita harus
hidup dengan menghindari ini itu, tidak boleh ini dan itu sehingga berdampak negatif dan
penderita dapat jatuh ke dalam neurosis misalnya. Karenanya dalam mengevaluasi hasil uji
tempel dilakukan oleh seorang yang sudah mendapat latihan dan berpengalaman di bidang itu.
Tes in vitro menggunakan transformasi limfosit atau inhibisi migrasi makrofag untuk
pengukuran dermatitis kontak alergik pada manusia dan hewan. Namun hal tersebut belum
standar dan secara klinis belum bernilai diagnosis.
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis dan keperawatan dermatitis melalui terapi yaitu :
a. Terapi sitemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada
kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya adalah :

1) Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada yang
berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang
berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin, serotonin,
SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.
2) Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral, intramuskular atau intravena.
Pilihan terbaik adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan memiliki
kekurangan karena berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu singkat maka efek
sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada penderita ulkus peptikum, diabetes dan
hipertensi. Efek sampingnya terutama pertambahan berat badan, gangguan gastrointestinal dan
perubahan dari insomnia hingga depresi. Kortikosteroid bekerja dengan menghambat proliferasi
limfosit, mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada sel Langerhans, menghambat pelepasan
IL-2 dari limfosit T dan menghambat sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF.
3) Siklosporin
Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan menghambat
produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi aktivitas sel T, monosit,
makrofag dan keratinosit serta menghambat ekspresi ICAM-1.
4) Pentoksifilin
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-1 pada
keratinosit dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang memiliki efek menghambat
peradangan.
5) FK 506 (Takrolimus)
Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular. Menghambat sekresi
IL-2R, INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast serta pelepasan
histamin dan serotonin. Dapat juga diberikan secara topikal.
6) Ca++ antagonis
Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti nifedipin dan
amilorid.
7) Derivat vitamin D3
Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan INF-r yang
merupakan mediator-mediator poten dari peradangan. Contohnya adalah kalsitriol.

8) SDZ ASM 981


Merupakan derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang tinggi. Dapat juga
diberikan secara topical, pemberian secara oral lebih baik daripada siklosporin
b. Terapi topical
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan
dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan terapi
kering. Makin akut penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres,
bila subakut diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin), bila kronik berikan
salep. Bila basah berikan kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau
pasta, bila kering di dalam, diberi salep.

c.

Diet

Penatalaksanaan diet pada dermatitis msih merupakan masalah yang kontriversional.


Alergi makanan yang signifikan tidak diketahui seganai penyebab dari dermatitis atau berapa
persentase dari klien dermatitis yang mempunyai alergi terhadap makanan. Diet pada penyakit
dermatitis adalah diet TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein).
1) Tujuan diet dermatitis:
Memberikan makanan secukupnya tanpa menimbulkan gejala alergi, meringankan intensitas
serangan, mengurangi frekuensi serangan,
Mencapai status gizi yang optimal.
2) Syarat diet dermatitis:
Tinggi Energi, protein, mineral dan vitamin sesuai dengan kebutuhan.
Tidak menggunakan bahan makanan yg disangka menimbulkan alergi.
3) Bahan makanan yang dapat menimbulkan alergi:
Sumber zat tenaga : beras, gandum, cantel, havemut, jagung, kentang, lombok, terong.
Sumber zat pembangun : daging sapi, susu sapi, ayam, kalkun, itik, burung dara dan telur hewan
tsb., ikan tawar, ikan laut, cumi, kerang, keong, kepiting, rajungan, udang, belut, kurakura,penyu, telur penyu, ular , kacang tanah,kacang polong, kedelai dan hasil olahan.
Sumber Zat Pengatur : daun selada, bit, bawang merah,bawang putih, labu, ragi, semangka,
kurma, peterseli, brocoli,lobak,kol,anggur, apel, murbei, stroberi,kayu manis, kakao, coklat

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis diperlukan anamnesis yang teliti, riwayat
penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji tempel.
Anamnesis ditujukan selain untuk menegakkan diagnosis juga untuk mencari kausanya.
Karena hal ini penting dalam menentukan terapi dan tindak lanjutnya, yaitu mencegah
kekambuhan. Diperlukan kesabaran, ketelitian, pengertian dan kerjasama yang baik dengan
pasien. Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan,
hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh dokter maupun dilakukan
sendiri, obyek personal meliputi pertanyaan tentang pakaian baru, sepatu lama, kosmetika, kaca
mata, dan jam tangan serta kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan mungkin faktor
psikologik.
Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan
pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada
umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah
sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi dibandingkan bagian
tubuh yang lain maka predileksi regional diagnosis regional akan sangat membantu penegakan
diagnosis.
Dermatitis kontak :
- Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan satu kali tetapi lama, beberapa kali atau satu kali
tetapi sebelumnya pernah atau sering kontak dengan bahan serupa.
- Terdapat tanda-tanda dermatitis terutama pada tempat kontak.
- Terdapat tanda-tanda dermatitis disekitar tempat kontak dan lain tempat yang serupa dengan
tempat kontak tetapi lebih ringan serta timbulnya lebih lambat, yang tumbuhnya setelah pada
tempat kontak.
- Rasa gatal.
- Uji tempel dengan bahan yang dicurigai hasilnya positif.
Dermatitis atopik : erupsi kulit yang bersifat kronik residif, pada tempat-tempat tertentu seperti
lipat siku, lipat lutut dise rtai riwayat atopi pada penderita atau keluarganya. Penderita dermatitis
atopik mengalami efek pada sisitem imunitas seluler, dimana sel TH2 akan memsekresi IL-4
yang akan merangsang sel Buntuk memproduksi IgE, dan IL-5 yang merangsang pembentukan
eosinofil. Sebaliknya jumlah sel T dalam sirkulasi menurun dan kepekaan terhadap alergen
kontak menurun.
Dermatitis numularis : merupakan dermatitis yang bersifat kronik residif dengan lesi berukuran
sebesar uang logam dan umumnya berlokasi pada sisi ekstensor ekstremitas.
Dermatitis medikamentosa : adanya riwayat minum obat sebelumnya, setelah itu timbul reaksi
obat mendadak, ruam dapat disertai dengan gejala sistemik atau menyeluruh.
Neurodermatitis : Peradangan kulit kronis, gatal, sirkumstrip, ditandai dengan kulit tebal dan
garis kulit tampak lebih menonjol (likenifikasi) menyerupai kulit batang kayu, akibat garukan
atau gosokan yang berulang-ulang karena berbagai rangsangan pruritogenik. Timbul karena
goresan pada kulit secara berulang, bisa berwujud kecil, datar dan dapat berdiameter sekitar 2,5

sampai 25 cm. Penyakit ini muncul saat sejumlah pakaian ketat yang kita kenakan menggores
kulit sehingga iritasi
2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
a. Kerusakan integritas kulit b/d adanya lesi, perubahan pigmentasi, penebalan epidermis dan
kekakuan kulit.
b. Nyeri akut b/d agen cedera fisik, adanya vesikel atau bula, erosi, papula, garukan berulang
c. Ganguan citra tubuh b/d penyakit dermatitis.

3. Rencana Tindakan Keperawatan


Dx 1 : Kerusakan integritas kulit b/d adanya lesi, perubahan pigmentasi, penebalan epidermis
dan kekakuan kulit.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan kondisi kulit klien menunjukkan
perbaikan.
Kriteria hasil :
Klien akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan turunnya peradangan,
ditandai dengan:
- Mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit.
- Berkurangnya derajat pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan, berkurangnya lecet karena
garukan, penyembuhan area kulit yang telah rusak.
Intervensi :
Mandi paling tidak sekali sehari selama 15 20 menit. Segera oleskan salep atau krim yang telah
diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda dan gejala meningkat.
Rasional : dengan mandi air akan meresap dalam saturasi kulit. Pengolesan krim pelembab
selama 2 4 menit setelah mandi untuk mencegah penguapan air dari kulit.
Gunakan air hangat jangan panas.
Rasional : air panas menyebabkan vasodilatasi yang akan meningkatkan pruritus.
Gunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit sensitive. Hindari mandi
busa.
Rasional : sabun yang mengandung pelembab lebih sedikit kandungan alkalin dan tidak
membuat kulit kering, sabun kering dapat meningkatkan keluhan.
Kolaborasi: oleskan/berikan salep atau krim yang telah diresepkan 2 atau tiga kali per hari.
Rasional : salep atau krim akan melembabkan kulit.

Dx 2: Nyeri b/d agen cedera fisik, adanya vesikel atau bula, erosi, papula, garukan berulang.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan 3x24 jam, rasa nyeri pasien dapat berkurang
Kriteria Hasil:
Melaporkan nyeri berkurang/ terkontrol.
Menunjukkan ekspresi wajah/ postur tubuh rileks.
Berpartisipasi dalam aktivitas dan tidur atau istirahat dengan tepat.

Intervensi:
Observasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter dan intensitas skala nyeri (0-10 )
Rasional: dapat mengidentifikasi terjadinya komplikasi dan untuk intervensi selanjutnya.
Ajarkan tehnik relaksasi progresif, nafas dalam guided imagery.
Rasional: membantu klien untuk mengurangi persepsi nyeri atau mangalihkan perhatian klien
dari nyeri.
Kolaborasi: Berikan obat sesuai indikasi topikal maupun sistemik; pentoksifilin
Rasional: pemberian obat membantu mengurangi efek peradangan.
Dx 3: Ganguan citra tubuh b/d penyakit dermatitis
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan 3x24 jam pengembangan peningkatan penerimaan
diri pada klien tercapai.
Kriteria Hasil :
- Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
- Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
- Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.
- Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
- Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
- Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk meningkatkan
penampilan.
Intervensi :
Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan diri sendiri).
Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak nyata bagi
klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap konsep diri.
Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.
Rasional: Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta
pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.
Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.
Rasional: klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.
Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas mengembangkan
kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.
Rasional: Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan kecemasan yang tidak perlu
terjadi dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusak adaptasi klien .
Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
Mendorong sosialisasi dengan orang lain.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.

4. Implementasi
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi keperawatan

5. Evaluasi
Diagnosa 1
Mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit.
Berkurangnya derajat pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan, berkurangnya lecet karena
garukan, penyembuhan area kulit yang telah rusak.
Diagnosa 2
Melaporkan nyeri berkurang/ terkontrol.
Menunjukkan ekspresi wajah/ postur tubuh rileks.
Berpartisipasi dalam aktivitas dan tiduratau istirahat dengan tepat.
Diagnosa 3
Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.
Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk meningkatkan
penampilan.

Daftar Pustaka

Doenges E, Marilynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Djuanda, Adhi dkk. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI.
Mansoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Edisi 3. Penerbit : Media Aesculapius
FKUI, Jakarta.Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. 199). Patofisiologi Konsep Kllinis
Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai Penerbit
FKUI

Você também pode gostar