Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
GANGGUAN JIWA
(Studi Deskriptif Kualitatif Aktivitas Komunikasi Terapeutik Perawat
dengan Pasien Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa
Prof. Dr. Soerojo Magelang)
oleh :
Fidya Faturochman
D 1210029
Disusun dan diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan syarat guna memperoleh
gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas
Maret Surakarta Jurusan Ilmu Komunikasi
Fidya Faturochman
Sri Urip Haryati
Tanti Hermawati
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract
Therapeutic communication is consciously planned communication, aims and
activities are focused on the patient's recovery. Therapeutic communication
including interpersonal communication with each other provide a starting point
understanding between nurse and patient. Basic problem and this is a mutual
communication between nurses and patients need at, so it can be categorized into
personal communication between nurses and patients, nurses and patients receive
relief aid.
This
research
is
a
qualitative
description,
the
collection
data using observation and in-depth interviews, and literature. Informants were
selected based on purposive sampling. Analysis of the data obtained using a
model of interaction Miles and Huberman, and validity of the data itself is tested
using triangulation.
The results obtained indicate that therapeutic communication is implemented in
Mental Hospital Prof. Dr. Soerojo Magelang consists of four phases / stages,
namely pre-interaction phase, the orientation phase, working phase, and
termination phase. In doing therapeutic communication with the patient, the nurse
at the Mental Hospital Prof. Dr. Soerojo Magelang, using techniques and a
certain attitude. The association between the nurses with the patients at the
Mental Hospital Prof. Dr. Soerojo Magelang is important in therapeutic
communication. Through the interwoven relationships of nurses and patients who
nurtured well, nurses and patients to work together to achieve goals. The purpose
of the therapeutic communication to help create an atmosphere of good health
care will ultimately be able to motivate the patient's recovery.
Keywords : Therapeutic, Communication, Patient Nurse Mental Disorders
Pendahuluan
Krisis multi dimensi telah mengakibatkan tekanan yang berat pada
sebagian besar masyarakat dunia termasuk Indonesia, krisis ekonomi, politik,
sosial, budaya, agama, ras, kepercayaan dan sebagainya tidak saja akan
menjadikan masyarakat dengan potensi gangguan fisik berupa gangguan gizi,
terserang berbagai penyakit infeksi dan sebagainya tetapi juga dengan potensi
penyakit psikis berupa stress berat, depresi, skizoprenia dan sejumlah problem
sosial dan spiritual lainnya. Kecenderungan meningkatnya angka gangguan
mental atau psikis di kalangan masyarakat saat ini dan akan datang, akan terus
menjadi masalah sekaligus tantangan bagi tenaga kesehatan khususnya komunitas
profesi psikologi dan keperawatan (Rasmun, 2001: 14).
Sebagian masyarakat masih menganggap bahwa gangguan mental
disebabkan karena adanya gangguan oleh apa yang disebut roh jahat yang telah
merasuki jiwa, sehingga seseorang yang mengalami gangguan mental psikiatri
harus diasingkan atau dikucilkan dan dipasung karena dianggap sebagai aib bagi
keluarga. Kenyataan tersebut tidak dapat dipungkiri, karena fenomena yang terjadi
memang merupakan gambaran nyata bagi sebagian besar masyarakat, hal tersebut
disebabkan karena sebagian besar masyarakat Indonesia taraf pendidikannya
masih rendah (Rasmun, 2001: 14).
Bertambahnya penyandang masalah gangguan mental juga disebabkan
belum maksimalnya perawat dan psikolog dalam merencanakan intervensi
penyakit dengan mengikutsertakan keluarga pada setiap upaya penyembuhan.
Kesenjangan ini mengakibatkan angka kekambuhan yang cukup tinggi,
seringkali klien yang sudah dipulangkan kepada keluarganya beberapa hari,
kemudian kambuh lagi dengan masalah yang sama atau bahkan lebih berat. Tidak
sedikit juga keluarga yang menolak kehadiran klien kembali bersamanya
(Rasmun, 2001: 15).
Saat ini perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami
perubahan yang sangat pesat menuju perkembangan keperawatan sebagai profesi.
Proses ini merupakan proses perubahan yang sangat mendasar dan konsepsional,
yang mencakup seluruh aspek keperawatan baik aspek pendidikan, pengembangan
terapeutik
adalah
komunikasi
yang
direncanakan
terapeutik
merupakan
komunikasi
khusus
yang
dilaksanakan oleh penyelenggara jasa kesehatan dalam hal ini adalah perawat
dan tenaga kesehatan lain yang direncanakan dan berfokus pada kesembuhan
pasien. Hubungan antara perawat dan pasien yang bersifat terapeutik karena
komunikasi yang dilakukan dengan tujuan memperbaiki emosi pasien.
Perawat menjadikan dirinya secara terapeutik dengan berbagai tehnik
komunikasi secara optimal dengan tujuan mengubah perilaku pasien ke arah
yang positif.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan dan
dilakukan untuk membantu penyembuhan atau pemulihan pasien. Komunikasi
terapeutik
merupakan
komunikasi
professional
bagi
perawat
antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan komunikasi ini adalah
adanya saling membutuhan antara perawat dan pasien, sehingga dapat
dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan pasien,
perawat membantu dan pasien menerima bantuan (Indrawati, 2003 : 48).
Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun
harus direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan profesional. Akan
tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik bekerja, kemudian melupakan
pasien sebagai manusia dengan beragam latar belakang dan masalahnya
(Arwani, 2003: 50).
c. Tujuan komunikasi terapeutik
Pelaksanaan komunikasi terapeutik bertujuan membantu pasien
memperjelas penyakit yang dialami, juga mengurangi beban pikiran dan
perasaan untuk dasar tindakan guna mengubah ke dalam situasi yang lebih
baik. Komunikasi terapeutik diharapkan dapat mengurangi keraguan serta
membantu dilakukannya tindakan yang efektif, mempererat interaksi kedua
pihak, yakni antara pasien dan perawat secara profesional dan proporsional
dalam rangka membantu penyelesaian masalah pasien (Machmud, 2009: 105).
Tujuan komunikasi terapeutik adalah membantu pasien untuk memperjelas
dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan
yang efektif untuk pasien, membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan
fisik dan diri sendiri (Indrawati, 2003: 48)
Tujuan komunikasi terapeutik menurut Purwanto dalam Damaiyanti
(2008: 11) sebagai berikut :
1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan
pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada
bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang
efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
3. Memengaruhi orang lain, lingkungan fisik, dan dirinya sendiri.
5. Terminasi
Terminasi merupakan tahap akhir dalam komunikasi interpersonal dan
akhir dari pertemuan antara perawat dengan pasien. Terminasi terbagi dua
yaitu, terminasi sementara dan terminasi akhir.
a. Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan antara perawat
dan pasien, dan sifatnya sementara, karena perawat akan menemui
pasien lagi, apakah satu atau dua jam atau mungkin besok akan
kembali melakukan interaksi.
b. Terminasi akhir, merupakan terminasi yang terjadi jika pasien akan
keluar atau pulang dari rumah sakit.
Dalam terminasi akhir ini, hendaknya perawat tetap memberikan
semangat dan mengingatkan untuk tetap menjaga dan meningkatkan
kesehatan pasien. Sehingga komunikasi interpersonal perawat dan pasien
terjalin dengan baik. Dan pada tahap ini akan terlihat apakah pasien
merasa senang dan puas dengan perlakuan atau pelayanan yang diberikan
perawat kepada pasien. Untuk mengetahui apakah komunikasi yang
dilakukan perawat bersifat interpersonal (terapeutik) atau tidak, maka
dapat dilihat apakah komunikasi tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip
komunikasi terapeutik.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode
penelitian kualitatif pada dasarnya menerangkan cara yang akan ditempuh oleh
seorang peneliti dalam proses penelitian. Metode ini menguraikan hal-hal yang
meliputi penjelasan tempat dan waktu penelitian, jenis penelitian, sumber-sumber
data yang dimanfaatkan, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.
Seluruh bagian akan dijelaskan sehingga diperoleh gambaran yang jelas mengenai
penelitian yang dilaksanakan (Moleong, 2010: 48). Metode penelitian merupakan
cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu
(Sugiyono, 2009: 2).
model yang dinyatakan oleh Miles dan Huberman (1974) sebagai analisis
interaktif (Sutopo, 2002: 94).
Sajian dan Analisis Data
a. Komunikasi Interpersonal Antara Perawat dengan Pasien
Adanya hubungan komunikasi interpersonal antara perawat dengan
pasien merupakan hubungan kerjasama yang ditandai dengan tukar menukar
prilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan yang
harmonis/baik dengan pasien.
Hal ini sesuai dengan yang dituturkan oleh Tri Sutianti, berpendapat
bahwa :
Dalam keperawatan, seorang perawat perlu menjalin keakraban
dengan pasien. Tidak sekadar hanya memberikan obat-obatan, tetapi
jika diperlukan dapat memberi masukan-masukan berkaitan dengan
proses kesembuhan dan perlu dikembangkan perasaan empati.
(Tri Sutianti sebagai ketua perawat perempuan bangsal Subadra
di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini senada dengan hasil wawancara oleh Mugi Rahayu,
berpendapat bahwa :
Dalam keperawatan, tidak ada yang di atas atau di bawah, melainkan
yang ada adalah keseimbangan antara pemberi layanan (perawat) dan
penerima jasa (pasien).
(Mugi Rahayu sebagai perawat perempuan bangsal Subadra
di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini diperkuat dengan pendapat Siswati, berpendapat bahwa :
Hubungan interpersonal antar individu yang berfokus pada hubungan
yang membantu antara perawat dengan pasien dalam bentuk hubungan
saling percaya melalui perasaan empati dan ketulusan, dapat
mengurangi kecemasan pasien yang pada akhirnya dapat menciptakan
motivasi pasien untuk sembuh.
(Siswati sebagai perawat perempuan bangsal Subadra di Rumah Sakit
Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini diperkuat oleh Juwari, yang berpendapat bahwa :
Hubungan mendalam dengan rasa saling percaya yang dalam proses
interaksi antara perawat dan pasien merupakan tempat untuk
mengekspresikan kebutuhan dan memecahkan masalah.
10
dasarnya
hubungan
perawat
dan
pasien
bersifat
11
12
13
14
d) Fase Terminasi
Fase terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dan
pasien. Tahap terminasi dibagi dua yaitu terminasi sementara dan
terminasi akhir. Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan
perawat dan pasien, setelah hal ini dilakukan perawat dan pasien masih
akan bertemu kembali pada waktu yang berbeda sesuai dengan
perjanjian waktu yang telah disepakati bersama. Sedangkan terminasi
akhir dilakukan oleh perawat setelah menyelesaikan seluruh proses
keperawatan.
Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan Tri Sutianti,
berpendapat bahwa :
Pada fase terminasi, kita tanyakan misalnya Sulis pertemuan
kita pada kesempatan ini sudah habis waktunya, bagaimana
perasaan Sulis setelah kita berdiskusi mengenai bagaimana
keuntungan dan kerugiannya kalau seandainya kita tidak punya
kawan. Bagaimana perasaan Sulis? Bagus sekali Sulis sudah
mengatakan perasaan berarti Sulis sudah bekerja sama dengan
saya. Saya ingin mendengar apa yang saya katakan tadi dari
Sulis. Coba Sulis sebut lagi keuntungan dan kerugian tidak
punya teman. Setelah itu kita buat perjanjian lagi, jam berapa?
Dimana tempatnya? Besok kita bahas yang lain ya.
(Tri Sutianti sebagai ketua perawat perempuan bangsal Subadra
di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni
2013)
Hal ini diperkuat oleh Mugi Rahayu, berpendapat bahwa :
Kita lihat sejauh mana pasien dapat bergaul sampai dimana,
dan sampai bisa bercerita tentang masalah peribadinya dengan
perawat. Kemudian kita buat perjanjian selanjutnya. Kita
beritahu pada keluarga pasien bagaimana cara berkomunikasi
dengan pasien. Dan juga kita beri penjelasan kepada keluarga
jangan dibiarkan pasien melamun atau sendirian, sehingga
pasien tidak mengulang lagi dirawat di rumah sakit jiwa ini.
(Mugi Rahayu sebagai perawat perempuan bangsal Subadra di
Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang, 21 Juni 2013)
Hal ini sesuai dengan
berpendapat bahwa :
Pasa fase terminasi ya fase dimana kita mengakhiri pertemuan
dengan pasien. Kita beri PR buat pasien, setelah itu kita minta
15
16
dorongan untuk cepat sembuh, mengajak pasien bercerita dan bersenda gurau
untuk menghibur dan meringankan beban (penyakit) yang diderita oleh pasien.
d. Sikap Perawat dalam Melakukan Komunikasi Terapeutik
Perawat dalam komunikasi dapat dilakukan dengan jabat tangan dan
menggunakan sikap terbuka dalam membantu pasien yang mengalami sakit
atau memerlukan bantuan. Komunikasi non verbal juga digunakan, misalnya
adanya gerakan tubuh, termasuk gerak tangan, gerak kaki, gerakan kepala,
ekspresi wajah (tersenyum dan ramah) kepada pasien, sehingga pasien merasa
senang dan nyaman selama dirawat oleh perawat tersebut.
Mengadakan komunikasi dengan pasien, perawat juga melakukan
komunikasi dengan keluarga pasien, terutama ketika pasien menolak terhadap
suatu tindakan medis, maka perawat mengadakan negoisasi dengan keluarga
perihal tindakan medis yang dilakukan, apa tujuannya dan apa akibatnya jika
tidak dilakukan. Dengan demikian diharapkan keluarga juga berperan dalam
mengambil keputusan terhadap tindakan medis yang dilakukan.
e. Pentingnya Komunikasi Terapeutik bagi Kesembuhan Pasien
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik
tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan
mendasar dan komunikasi ini adalah adanya saling membutuhan antara
perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi
pribadi di antara perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima
bantuan.
Proses interaktif antara pasien dan perawat yang membantu pasien
mengatasi stress sementara untuk hidup harmonis dengan orang lain,
menyesuaikan dengan sesuatu yang tidak dapat diubah, dan mengatasi
hambatan psikologis yang menghalangi realisasi ini disebut komunikasi
terapeutik.
17
Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa aktivitas
komunikasi terapeutik yang dilaksanakan di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo
Magelang adalah sebagai berikut :
1. Aktivitas komunikasi terapeutik Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo
Magelang ini dirasakan oleh pasien dan keluarganya membawa dampak positif
bagi mereka khususnya dalam meningkatkan kesembuhan pasien yang sedang
menjalani rawat inap.
2. Bentuk aktivitas komunikasi terapeutik yang dilakukan di Rumah Sakit Jiwa
Prof. Dr. Soerojo Magelang dalam bentuk komunikasi interpersonal dan
komunikasi luar ruang yang mempunyai tujuan utamanya membantu
menciptakan suasana pelayanan kesehatan yang baik pada akhirnya akan
mampu memotivasi kesembuhan pasien.
3. Untuk melaksanakan komunikasi terapeutik yang efektif perawat harus
mempunyai keterampilan yang cukup dan memahami tentang aktivitas yang
akan ditangani.
Saran
sebagi berikut :
1. Pihak rumah sakit setidaknya menambah jumlah tenaga perawat serta
menyediakan fasilitas dan kebutuhan bagi pasien agar dalam pelaksanaan
perawatan khususnya untuk pasien jiwa dapat dilakukan dengan maksimal.
2. Perawat di bangsal Subadra untuk perempuan dan bangsal Puntadewa untuk
laki-laki di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang wajib melakukan
bimbingan kepada pasien jiwa dalam membangun komunikasi yang baik
dengan orang-orang disekelilingnya agar tidak tercipta budaya-budaya yang
bersifat negatif dikalangan pasien.
3. Melihat pentingnya keluarga bagi pasien jiwa disarankan agar selalu
mendampingi dan memberikan dukungan terkait dengan proses penyembuhan
yang harus dijalani oleh pasien rawat jalan di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.
18
19