Você está na página 1de 8

IMPLEMENTASI MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS


SISWA SMA KELAS X
DEWI ANJANI
Anjani706@gmail.com
STKIP SILIWANGI BANDUNG
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fakta di lapangan yang menunjukkan bahwa kemampuan
berfikir kreatif matematis siswa belum sesuai dengan yang diharapkan. Salah satu faktor penyebab
permasalahan tersebut adalah pembelajaran yang tidak memberikan keleluasaan kepada siswa
untuk ikut berperan aktif dalam pembelajaran, dimana siswa hanya duduk dan mendengarkan saja
apa yang disampaikan oleh guru. Sementara kemampan berfikir kreatif matematis haruslah
melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran agar kemampuan berfikir kreatif siswa dapat
berkembang. Menanggapi hal tersebut perlunya model pembelajaran yang dapat melibatkan siswa
secara aktif dalam pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat mengembangkan
kemampuan berfikir kreatif matematis siswa adalah model discovery learning, yaitu model
pembelajaran dengan penemuan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat implementasi model
discovery learning terhadap peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa SMA.
Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen. Desain penelitian yang digunakan
non equivalent control group design. Penelitian dilakukan disalah satu SMA di kecamatan
Telukjambe Timur Kabupaten Karawang dengan populasi siswa kelas X sebanyak delapan kelas.
Sampel yang diambil dua kelas, satu kelas untuk dijadikan kelas eksperimen dan satu kelas lagi
untuk dijadikan kelas kontrol. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive
sampling, dengan pertimbangan tertentu. Kelas kontrol pada penelitian ini menggunakan model
pembelajaran ekspositori.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa model discovery learning dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.
Kata Kunci : Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis, Model Discovery Learning.

PENDAHULUAN
Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa dengan tujuan untuk
membekali kemampuan berpikir logis, analisis, sistematis, kritis, dan kreatif serta
kemampuan bekerja sama (Depdiknas, 2006). Matematika adalah salah satu mata
pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir, salah satunya adalah
kemampuan berpikir kreatif.
Kemampuan berpikir kreatif sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia.
Kemampuan berpikir tersebut tidak hanya berguna dalam bidang matematika saja, namun
sangat berguna pula dalam bidang lainnya. Bidang yang tidak memiliki hubungan dengan
matematika sekalipun, kemampuan berpikir ini dapat digunakan dan diterapkan.
Kemampuan berpikir kreatif merupakan buah dari hasil belajar. Hasil belajar matematika

yang berupa kemampuan berpikir kreatif melandasi disusunnya standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang tercantum pada badan standar nasional pendidikan 2006. Standar
kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) disusun sebagai landasan pembelajaran
untuk mengembangkan kemampuan berpikir tersebut. Kemampuan berpikir tersebut
kenyataannya belum berkembang sesuai harapan disusunnya SKKD. Hal ini ditandai
guru hanya melatih peserta didik mampu menyelesaikan soal.
Illahi (2012:192) mengatakan bahwa faktanya orang yang kreatif itu menunjang terhadap
pengembangan potensinya. Berdasarkan tuntunan dalam kurikulum 2006 matematika
harus dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif dan bermanfaat dalam
kehidupan sehari-hari. Selain itu menurut kurikulum 2006 matematika sangat strategis
dalam mengembangkan siswa untuk berpikir logis, analistis, kritis, detail, runtun, runut,
dan sistematika, dan juga berpikir alternatif, kreatif, dan inovatif. Berdasarkan tuntutan
kurikulum 2006 disebutkan bahwa salah satu kemampuan berpikir yang penting harus
dikembangkan adalah kemampuan berpikir kreatif.
Pada kenyataannya kemampuan berpikir kreatif matematis jarang sekali menjadi
perhatian. Padahal kemampuan berpikir kreatif matematis sangatlah perlu dalam
pembelajaran matematika karena banyaknya masalah dalam pembelajaran matematika
yang memang membutuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, salah satunya adalah
berpikir kreatif. Menumbuhkan kemampuan berpikir kreatif dalam pembelajaran
matematika, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menerapkan model
pembelajaran yang tepat untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif
matematis.
Peneliti menggunakan model discovery learning untuk dijadikan eksperimen dengan
harapan model pembelajaran ini tepat untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif
matematis. Hamalik ( 1994 : 90 ) menyatakan bahwa model discovery learning adalah
proses pembelajaran yang menitik beratkan pada mental intelektual siswa dalam
memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi, sehingga menemukan suatu konsep atau
generalisasi.
Merujuk pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
mengenai pengaruh model discovery

Okpiyanto, dkk. (2014)

learning terhadap kemampuan berpikir kreatif

matematis siswa pada materi aljabar kelas VIII dengan kesimpulan hasil penelitiannya
bahwa tidak terdapat pengaruh model discovery learning terhadap kemampuan berpikir
kreatif siswa pada materi aljabar kelas VIII. Hasil tersebut dikarenakan pada sekolah yang
dijadikan tempat penelitian tersebut menggunakan kurikulum 2013 sehingga kedua kelas
sampel menggunakan pendekatan saintifik baik pada kelas eksperimen maupun pada

kelas kontrol, yang membedakan hanya model pembelajarannya yaitu kelas eksperimen
dengan model discovery learning sedangkan kelas kontrol dengan model konvensional.
Beberapa langkah pembelajaran model discovery learning adalah bagian dari saintifik.
Langkah pembelajaran tersebut yaitu data collection, data processing dan data
generalization. Sehingga tidak terdapat pengaruh model discovery learning terhadap
kemampuan berpikir kreatif siswa pada kasus penelitian tersebut. Signifikansi pada
penelitian tersebut belum jelas, sedemikian sehingga perlu adanya penelitian lebih lanjut.
Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Okpiyanto et al. (2014), membuat penulis
merasa bahwa perlu dilakukan penelitian yang serupa. Dengan tujuan penelitian ini dapat
mengetahui implementasi model discovery learning terhadap kemampuan berpikir kreatif
matematis siwa.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen. Hal ini
dikarenakan tidak memungkinkan pemilihan sampel secara acak karena telah
terbentuknya satu kelompok utuh seperti kelompok siswa dalam satu kelas, sehingga jika
dilakukan lagi pengelompokan secara acak maka akan menyebabkan kekacauan jadwal
pelajaran. Adapun desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah non
equivalent control group design. Desain ini mirip dengan pretest-posttest di dalam true
experiment

namun tidak dilakukan pemilihan sampel secara acak. Desain dalam

penelitian ini digambarkan sebagai berikut:


Kelas eksperimen

: O

Kelas kontrol

: O

O
O

Keterangan:
O: Pretes dan postes (tes kemampuan berpikir kreatif matematis)
X: Perlakuan pembelajaran dengan model Discovery Learning.
Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh siswa kelas X di salah satu SMA di

Kecamatan Telukjambe Timur Karawang. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan


teknik purposive sampling, dengan pertimbangan tertentu. Selanjutnya, dipilih dua kelas
secara acak dengan cara mengundi untuk dijadikan sampel penelitian. Satu dari dua kelas
tersebut dijadikan sebagai kelas eksperimen dan satu kelas lainnya dijadikan sebagai

kelas kontrol. Berdasarkan hasil pengundian tersebut diperoleh kelas X-7 sebagai kelas
kontrol dan kelas X-1 sebagai kelas eksperimen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data dalam penelitian ini diperoleh dari skor pretest. Skor pretest digunakan untuk
mengetahui kemampuan berpikir kreatif matematis siswa sebelum diberikan perlakuan,
sedangkan untuk melihat peningkatan yang diperoleh dari selisih antara nilai pretest dan
posttest skor kemampuan berpikir kreatif siswa dinyatakan dalam skor gain yang
dinormalisasi. Berikut ini adalah deskripsi statistik dari skor pretest, postest, dan gain
yang dinormalisasi (g) dalam bentuk tabel.
Tabel 1
Deskripsi Statistik Skor Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Kemampuan Berfikir Kreatif
N
Rata- rata
Standar Deviasi
Matematis
Pretes
30
40,57
1,34
MODEL
Postes
30
68,11
4,34
DISCOVERY
Gain
30
0,46
3,32
Pretes
30
40,18
1,37
MODEL
Postes
30
51,22
6,35
EKSPOSITORI
Gain
30
0,18
2,17
Skor Max : 100
Berdasarkan tabel diatas secara keseluruhan dideskripsikan bahwa kemampuan berpikir
kreatif matematis siswa pada kelas yang menggunakan model discovery learning lebih
baik dibandingkan dengan kelas yang menggunakan model ekspositori. Data diolah
dengan menggunakan statistik non parametrik karena tidak berdistribusi normal maka
mengguankan uji mann-whitney untuk mengetahui perbedaan rata-rata dari kedua
kelompok sampel.
Hasil yang diperoleh nilai sig pada pretes tidak menunjukan perbedaan yang signifikan,
sehingga kedua kelompok sampel memiliki kemampuan awal matematis yang sama.
Postes dari kedua kelompok sampel setelah diuji dengan mann-whitney menunjujan
perbedaan yang signifikan dengan nilai postes kelas yang menggunakan model discovery
learning lebih baik dibandingkan yang menggunakan model ekspositori. Maka
pencapaian yang diperoleh kelas yang menggunakan model discovery learning lebih baik
dibandingkan pencapaian kelas yang menggunakan model ekspositori. Nilai gain
menunjukan peningkatan pada kelas yang menggunakan model discovery learning lebih

baik dibandingkan peningkatan yang diperoleh kelas yang menggunakan model


ekspositori.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi model discovery
learning

terhadap

peningkatan

kemampuan

berpikir

kreatif

matematis

siswa.

Implementasi dari model discovery learning terhadap kemampuan berpikir kreatif


matematis siswa dapat berpengaruh terhadap pencapaian dan peningkatan kemampuan
berpikir kreatif matematis. Sehingga model discovery learning dapat dijadikan alternatif
solusi untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.
1. Proses Pembelajaran dengan model discovery learning
Hamalik (Illahi, 2012:29) menyatakan bahwa discovery learning adalah proses
pembelajaran yang menitik beratkan pada mental intelektual para siswa dalam
memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi, sehingga menemukan suatu konsep atau
generalisasi yang dapat diterapkan di lapangan. Model discovery learning ini lebih
menitik beratkan kepada siswa dalam menemukan suatu solusi dari persoalan atau
permasalahan melalui suatu proses pencarian secara mandiri dan terstruktur. Discovery
learning melibatkan langsung mental dan fisik untuk memperoleh hasil dari suatu
kesimpulan permasalahan yang sedang diperbincangkan (Illahi, 2012:59).
Ahmadi dan Prasetya (Illahi, 2012: 87) mengemukakan secara garis besar bahwa
prosedur model discovery learning adalah sebagai berikut:
a) Stimulation, guru mengajukan persolan atau meminta siswa untuk membaca atau
mendengarkan uraian yang memuat persoalan.
b) Problem Statement, dalam hal ini, siswa diberi kesempatan untuk mengidentifikasi
berbagai permasalahan. Guru membimbing siswa untuk memilih masalah yang
dipandang

paling

menarik

dan

fleksibel

untuk

dipecahkan.

Kemudian

permasalahan yang dipilih tersebut harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan


atau hipotesis.
c) Data Collection, untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan hipotesis, siswa
diberikan kesempatan untuk mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan,
seperti membaca literatur, mengamati objek, melakukan wawancara dengan
narasumber, melakukan uji coba sendiri, dan lain sebagainya.
d) Data Processing, semua informasi yang diperoleh diklasifikasi dan ditabulasi, serta
ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu.

e) Verification,

berdasarkan pengolahan dan tafsiran atau informasi yang ada,

pertanyaan hipotesis yang dirumuskan sebaiknya di cek terlebih dahulu apakah bisa
f)

terjawab dan terbukti dengan baik sehingga hasilnya akan memuaskan.


Generalization, siswa belajar menarik kesimpulan dan generalisasi tertentu.

Aplikasi dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model discovery learning


ini tidak seluruhnya berjalan mulus. Pada tahapan stimulation (pemberian rangsang)
peneliti sebagai guru (fasilitator) menemukan kesulitan ketika siswa dibuat bingung
dengan uraian permasalahan yang diberikan dan beberapa siswa hanya diam, artinya tidak
mencari tau maksud dari permasalahan tersebut, sehingga butuh waktu lama untuk
merangsang siswa agar mau berpikir.
Temuan pada pembelajaran dengan menggunakan model discovery learning, tidak semua
siswa dapat cepat mengikuti tahap demi tahap. Akan tetapi untuk siswa yang mampu
mengikuti tahap demi tahap, pembelajran ini terasa lebih menarik dan tidak
membosankan dilihat dari antusias para siswa dalam mengikuti pembelajaran. Rata-rata
para siswa berperan aktif dalam proses pembelajran.
2. Proses Pembelajaran dengan model ekspositori
Model pembelajaran ekspositori adalah model pembelajaran yang menekankan kepada
proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa
dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Killen
(Sanjaya, 2006: 179) menamakan model ekspositori ini dengan istilah model
pembelajaran langsung (dirrect intruction), karena dalam model ini materi pelajaran
disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut untuk menemukan materi itu.
Sanjaya (2006: 179) mengemukakan bahwa ada beberapa karakteristik model ekspositori,
diantaranya:
a. model ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi pelajaran secara
verbal, artinya bertutur secara lisan merupakan alat utama dalam melakukan model
ini., oleh karena itu sering mengidentikanya dengan ceramah;
b. materi pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi, seperti
data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal sehinga tidak menuntut
siswa untuk bertutur ulang;
c. tujuan utama pembelajaran dalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri. Artinya,
setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat memahaminya dengan
benar dengan cara dapat mengungkapkan kembali materi yang sudah diuraikan.

Temuan pada saat pembelajaran dengan model ekspositori, siswa tidak berperan aktif
dalam proses pembelajaran. Adapun siswa yang aktif hanya beberapa saja, karena dalam
model ini guru menyampaikan keseluruhan materi secara langsung dan memberikan
contoh-contoh yang relevan dengan materi kepada siswa. Sehingga siswa tidak berpikir
mandiri secara luas tentang pemahaman mereka terhadap materi. Siswa dapat mudah
memahami contoh permasalahan yang diberikan guru, karena kemudian guru
menjelaskannya secara utuh. Akan tetapi ketika guru memberikan contoh permasalahn
lainnya, rata-rata para siswa tidak dapat menjawabnya, karena mereka tidak menemukan
konsepnya sendiri sehingga konsep yang mereka ingat tidak tahan lama diingatan.
Temuan lainnya siswa cepat merasa bosan, karena siswa hanya diam memperhatikan.
Walaupun sesekali ada diskusi, tapi tidak semua siswa dapat mengikuti. Tidak ada
kendala yang berarti dalam proses pembelajaran ini. Proses pembelajaran berlangsung
dengan baik dan dapat diterima siswa.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan analisis data yang diperoleh dari penelitian ini, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Model discovery learning dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif
matematis siswa.
2. Implementasi model discovery learning baik untuk digunakan sebagai alternatif
solusi dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Sekolah Dasar Standar Kompetensi Dan
Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Matematika. Jakarta : Badan Standar Nasional
Pendidikan.
Hamalik, O. (1994). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran; Dasar-dasar dan
Strategi Pelaksanaannya di Perguruan Tinggi. Bandung : Trigenda Karya.
Illahi, M.T. (2012). Pembelajaran Discovery Strategy & Mental Vocational Skill.
Jogjakarta : Diva Press.
Okpiyanto, T., Wahyudi, dan Tri Nova, H.Y. (2014). Pengaruh Metode Discovery
Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Pada Materi Aljabar Kelas VIII
Semester Ganjil Tahun Ajaran 2014/2015 Di SMPN 2 Susukan. [Online]. Tersedia :
http://www.repository.uksw.edu/bitstream. Html [08 April 2015]

Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.


Jakarta : Kencana.

Você também pode gostar