Você está na página 1de 2

Meski bukan penganan jenis baru, keripik sukun memiliki banyak penggemar.

Rasanya yang gurih dan renyah tak membosankan lidah. Pengusaha keripik sukun
pun mampu mendulang omzet hingga jutaan rupiah. Mereka juga berinovasi
mengembangkan produk baru.
Kudapan kecil bernama keripik memang sudah sangat akrab di lidah masyarakat
Indonesia. Maklum, camilan ini sangat cocok dinikmati di sela-sela waktu santai
berteman kopi atau teh hangat.
Salah satu adalah keripik sukun. Lihat saja rezeki yang diperoleh Hasnah, produsen
keripik sukun asal Manggar, Belitung. Perempuan ini telah mulai membuat keripik
sukun sejak 1996.
Ia memanfaatkan buah sukun karena, meski tak banyak, pasokannya relatif stabil.
Hasnah membuat tiga jenis produk keripik, yakni keripik biasa, keripik lebar, dan
stik. Jika keripik biasa dibuat dari buah sukun yang sudah tua, keripik lebar dibuat
dari buah sukun muda.
Selain keripik, buah sukun yang sudah tua juga dibuat menjadi stik. "Bagian luarnya
dibuat keripik, bagian dalam dibuat stik," jelas Hasnah.
Kini, Hasnah mampu memproduksi hingga 500 bungkus keripik sukun per hari. Ia
membubuhi kemasan keripik sukunnya itu dengan merek Nuansa Baru. Dengan
harga jual Rp 15.000 hingga Rp 20.000 per bungkus, Hasnah bisa mendulang omzet
hingga Rp 50 juta sebulan.
Hanya, ia masih membatasi pemasaran keripiknya di sekitar Belitung dan Bangka.
Pasalnya, ia belum bisa mendapatkan pasokan buah sukun secara rutin. Pasokan
sukun sangat tergantung musim. "Jika musim hujan, kami bisa mendapatkan buah
sukun yang lebih banyak dan bagus," timpal Ronal Indrawan, putra Hasnah.
Jika persoalan itu bisa teratasi, Hasnah ingin menjual keripik sukun Nuansa Baru ini
ke pasar yang lebih luas. Apalagi, keripik ini memiliki daya tahan hingga tiga bulan.
Selain dari Belitung, banyak pula pengusaha keripik sukun asal Yogyakarta. Salah
satunya Ronny Dahlan. Pemilik CV Gema Lestari ini mulai membuat keripik sukun
sejak 2009.
Meski begitu, Ronni mengakui, berbagai olahan sukun ini merupakan makanan khas
masyarakat Pulau Sumatra, khususnya dari Belitung. Ia mendapatkan ide membuat
olahan sukun dari orang tuanya yang berasal dari Belitung.
Tak hanya keripik, Ronni juga mengolah sukun menjadi bolu. Bahkan, mulai tahun
ini, ia menambah variasi produk berupa pizza sukun. "Saya terus berinovasi
mengolah buah sukun, supaya konsumen tidak bosan," ujarnya.
Memang, dari berbagai olahan itu, keripik sukun menuai penggemar paling banyak.
"Keripik lebih disukai karena merupakan camilan ringan, berbeda dengan roti dan
pizza yang terkesan sebagai makanan berat," ujar Ronni.

Ia menjual keripik sukun ini dengan harga Rp 15.000 per bungkus. Dalam sebulan,
dari penjualan keripik, Ronni mengaku mengantongi omzet hingga Rp 20 juta.
Pria berusia 30 tahun ini optimistis, produk olahan sukun akan terus berkembang.
Sebab, buah yang banyak mengandung karbohidrat ini kaya akan serat, sehingga
baik untuk kesehatan.
Selain itu, sukun juga aman dikonsumsi oleh penderita diabetes. "Sukun memiliki
indeks glikemik yang rendah," katanya.
Ronni menjual produk olahan sukun ini di beberapa minimarket yang tersebar di
Yogyakarta dan Semarang. Ia juga memasok keripik, roti dan pizza sukun ke kantinkantin kampus. Ronni sengaja mengincar pasar mahasiswa karena biasanya kaum
muda tertarik mencoba produk-produk baru.

Você também pode gostar