Você está na página 1de 51

Skenario 1

PENGLIHATAN TERGANGGU
Tn. A, 56 tahun, mengeluh penglihatan terganggu di kedua mata sejak 2 bulan yang lalu.
Kadang- kadang terlihat bintik gelap dan lingkaran cahaya. Pasien sudah mengidap DM tipe 2
sejak 5 tahun. Saat ini telapak kaki terasa kesemutan dan nyeri bila berjalan.
Tekanan darah 130/90 mmHg, berat badan 80 kg, tinggi badan 165 cm dan indeks massa tubuh
(IMT) 29,4 kg/m2, lingkar perut 108 cm. Kulit teraba kering pada pemeriksaan sensorik dengan
monofilament Semmes weinstein 10 gram sudah terdapat penurunan rasa nyeri. Pemeriksaan
Ankle Brachial Index 0,9. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat mikroaneurisma dan
perdarahan dalam retina. Hasil laboratorium glukosa darah puasa 256 mg/dL, glukosa darah 2
jam setelah makan 345 mg/dL, hbA1c 102 g/dL dan protein urin positif 3.
Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mlihat komplikasi kronik
mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. Pasien juga diberikan edukasi perencanaaan
makan diet 1900 kalori yang halal dan baik sesuai ajaran Islam, jenis olahraga yang sesuai dan
pemberian insulin untuk mengontrol glukosa darahnya, serta efek samping yang dapat terjadi
akibat pemberian obat.

Kata Sulit
1. Pemeriksaan sensorik Monofilament Semmes- Weinsten
Digunakan dalam menilai penurunan sensasi proteksi untuk mendeteksi Diabetic Neuropati
Perifer pada kaki normal, diamana menggunakan alat terkalibrasi yang terbuat dari sebuah
benang nilon, diidentifikasi dengan nilai berkisar 1.65 6.65 yang menghasilkan tekanan bila
nilon dibengkokkan. Semakin tinggi nilai monofilament akan semakin kaku dan lebih sulit
dibengkokkan.
2. Makroangiopati
Akumulasi lipid dan gumpalan darah pada pembuluh darah besar
3. Mikroangiopati
Akumulasi lipid dan gumpalan darah pada pembuluh darah kecil
4. Mikroaneurisma
Pembengkakan pada pembuluh darah kecil dan sebagai titik kemerahan pada retina.
5. HbA1c
Zat yang terbentuk dari reaksi kimia antara glukosa dan monoglobulin, yang
menggambarkan konsentrasi glukosa darah dilihat 1-3 bulan
6. Diabetes Mellitus
Sindrom kronik gangguan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak akibat sekresi
insulin yang tidak mencukupi atau adanya resistensi insulin di jaringan target.
7. Neuropati
Gangguan saraf yang menyebabkan nyeri pada tubuh
8. Insulin
Hormon yang disekresikan oleh pancreas (pulau langerhans, sel )
9. Ankle Brachial Index
Pemeriksaan noninasif untuk mendiagnosis DM, bisa juga untuk memprediksi resiko
kardiovascular. Pemeriksaan ABI menggunakan doppler USG unyytuk mengukur tekanan
darah sistolik pada kaki (a. dorsalis pedis atau a. tibialis posterior) dan lengan atas (a.
brachialis), lalu kemudian tekanan darah sistolik tersebut dibandingkan dengan lengan atas,
normalnya > 0.9.
10. Indeks Massa Tubuh
Digunakan sebagai penilaian BB kurang atau obesitas. Dengan cara : BB dalam kg dibagi
kuadrat tinggi dalam meter.
11. Funduskopi

Pertanyaan
1. Apakah ada hubungan antara faktor usia dengan penyakit Diabetes Melitus?
Ada. Karena ketika usia lanjut, fungsi organ pun menurun. Dimana semakin
bertambah usia resistensi insulin pun meningkat.
2. Apa saja faktor resiko yang bisa terkena Diabetes Melitus?
Genetik, status gizi, usia, jenis kelamin, pola hidup.
3. Mengapa pasien mengeluhkan penglihatan terganggu, kadang bintik gelap bawah mata
dan terdapat lingkar- lingkar cahaya pada mata?
Karena adanya retinopati diabetik yang menyebabkan adanya pendarahan pda retina,
sehingga sebagai kompensasi dibuatnya pembuluh darah baru yang menyebabkan adanya
jaringan parut pada pembuluh darah lama. Inilah yang menyebabkan adanya gambaran
seperti bintik gelap dan lingkaran cahaya.
4. Mengapa pasien mengeluhkan telapak kaki terasa kesemutan dan nyeri pada saat berjalan
?
Berawal dari hiperglikemia pada pasien sehingga dapat menekan saraf sehingga ada
lesi degenerativ yang menyebabkan neuropati multiple (sensorik, motorik, otonom),
disfungsi perifer.
5. Kenapa pada pasien diberikan perencanaan diet 1900 kalori ?
Diatur sesuai dengan aktivitas pasien, IMT, tingkat metabolisme agar tidak
memberatkan kerja pancreas.
6. Mengapa kulit pasien teraba kering?
Sebagai bentuk dehidrasi, karena gejala dari diabetes melitus adalah poliuri, polidipsi,
dan polipagia. Sehingga meskipun haus terus lalu minum, tetapi sering buang air kecil.
7. Berapa kadar normal dari glukosa darah puasa dan glukosa darah sewaktu ?
Glukosa darah puasa : untuk plasma vena adalah <100 , untuk darah kapiler adalah
<90. Glukosa darah sewaktu : untuk darah kapiler adalah <9.
8. Kenapa dokter memberikan insulin pada pasien ?
Sebagai tindakan pencegahan agar tidak terjadi kerusakan pada pancreas.
9. Apa saja makanan yang baik (thayyib) dan halal menurut ajaran Islam?
Makan dan minum yang diawali dengan bassmalah, makan daging hewan yang
disembelih atas nama Allah, makanan dan minuman yang didapatkannya jelas, bergizi
tinggi dan makanan lengkap 4 sehat 5 sempurna.
10. Kenapa pada pasien didapatkan proteinuria?
Ada kerusakan pada glomerulus yang disebabkan karena rusaknya saraf ginjal. Dapat
juga disebabkan karena glukosa bersifat toxic, karena pada kasus ini terdapat
hiperglikemia.
11. Apa saja jenis olahraga yang dianjurkan untuk penderita Diabetes Melitus?
Olahraga ringan dengan kurun waktu 150 menit/minggu , seperti jalan jalan kecil
dengan jarak tidak jauh, senam aerobik.
12. Bagaimana cara penanganan pasien tersebut?
Penurunan berat badan, program latihan fisik, evaluasi HbA1c, terapi insulin.
13. Apa diagnosis pasien?
Retinopati Diabetik.

Hipotesis
Diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi retinopati diabetik yaitu adanya pendarahan
pada retina sehingga penglihatan terganggu, gambaran bintik gelap dan lingkaran cahaya pada
mata. Diabetes melitus biasanya disebabkan oleh faktor genetik, status gizi, usia, jenis kelamin
dan pola hidup. Dengan gejala telapak kaki kesemutan, nyeri saat berjalan, kulit teraba kering,
dan terjadi proteinuria. Untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus dapat dilakukan
pemeriksaan gula darah puasa dan gula darah sewaktu. Adapun penatalaksanaannya dengan
melakukan perencanaan diet yang tepat, penurunan berat badan, olahraga ringan dengan kurun
waktu 150 menit/minggu , seperti jalan-jalan kecil dengan jarak tidak jauh, senam aerobik,
evaluasi HbA1c dan terapi insulin untuk mencegah kerusakan pada pankreas.

Sasaran Belajar
1. Memahami dan menjelaskan Anatomi Pancreas
1.1 Anatomi Makroskopis
1.2 Anatomi Mikroskopis
2. Memahami dan mejelaskan Biokimia dan Fisiologi Pancreas dan Hormon- hormon
yang dihasilkannya
3. Memahami dan mejelaskan Diabetes Melitus
3.1 Definisi
3.2 Klasifikasi
3.3 Etiologi
3.4 Epidemiologi
3.5 Patofisisologi
3.6 Manifestasi klinik
3.7 Diagnosis dan Diagnosis banding
3.8 Tatalaksana
3.9 Komplikasi
3.10
Prognosis
3.11
Pencegahan
4. Memahami dan menjelaskan Perhitungan Kebutuhan Kalori dengan Metode Bruca
dan Harris Bennedict
5. Memahami dan menjelaskan Retinopati Diabetik
5.1 Definisi
5.2 Etiologi
5.3 Epidemiologi
5.4 Patofisisologi
5.5 Manifestasi klinik
5.6 Diagnosis dan Diagnosis banding
5.7 Tatalaksana
5.8 Komplikasi
5.9 Prognosis
5.10
Pencegahan
6. Memahami dan Menjelaskan Makanan dan Minuman yang Thayyib dan Halal
menurut Ajaran Islam.

1. Memahami dan menjelaskan Anatomi Pancreas


1.1 Anatomi Makroskopis

Gambar 1. Anatomi Makroskopik Pankreas

(Sumber : https://www.netterimages.com/pancreas-anatomy-and-histology-labeled-hansen-ca2e-physiology-frank-h-netter-40039.html)
Pankreas merupakan organ yang memanjang dan terletak pada epigastrium dan
kuadran kiri atas. Terletak retroperitoneal melintang di abdomen bagian atas dengan
panjang 25 cm, dan berat 120 g. Strukturnya lunak, berlobus, dan terletak pada dinding
posterior abdomen di belakang peritoneum. Pankreas menyilang planum transpyloricum.
Pancreas dapat dibagi dalam caput, collum, corpus, cauda.
Pancreas dapat dibagi dalam:

Caput Pancreatis, berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagiancekung


duodenum. Sebagian caput meluas ke kiri di belakang arteria san venamesenterica
superior serta dinamakan Processus Uncinatus.

Collum Pancreatis, merupakan bagian pancreas yang mengecil danmenghubungkan caput


dan corpus pancreatis. Collum pancreatis terletak didepan pangkal vena portae hepatis
dan tempat dipercabangkannya arteriamesenterica superior dari aorta.
Corpus Pancreatis, berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah. Pada potongan
melintang sedikit berbentuk segitiga.
Cauda Pancreatis, berjalan ke depan menuju ligamentum lienorenalis danmengadakan
hubungan dengan hilum lienale.

Ductus Pancreaticus
Ductus Pancreaticus Mayor (WIRSUNGI)
Mulai dari cauda dan berjalan di sepanjang kelenjar menuju ke caput, menerima banyak
cabang pada perjalanannya. Ductus ini bermuara ke pars desendens duodenum di sekitar
pertengahannya bergabung dengan ductus choledochus membentuk papilla duodeni mayor
Vateri. Kadang-kadang muara ductus pancreaticus di duodenum terpisah dari ductus
choledochus.
Ductus Pancreaticus Minor (SANTORINI)
Mengalirkan getah pancreas dari bagian atas caput pancreas dan kemudian bermuara ke
duodenum sedikit di atas muara ductus pancreaticus pada papilla duodeni minor.
Hubungan
Ke anterior : Dari kanan ke kiri: colon transversum dan perlekatan mesocolon transversum,
bursa omentalis, dan gaster.
Ke posterior : Dari kanan ke kiri: ductus choledochus, vena portae hepatis dan vena lienalis,
vena cava inferior, aorta, pangkal arteria mesenterica superior, musculus
psoas major sinistra, glandula suprarenalis sinistra, ren sinister, dan hilum
lienale.
Vaskularisasi
Arteriae
a. pancreaticoduodenalis superior (cabang a. gastroduodenalis )
a. pancreaticoduodenalis inferior (cabang a. mesenterica cranialis)
a. pancreatica magna, a.pancretica caudalis dan inferior (cabang a. lienalis)
Venae
Venae yang sesuai dengan arteriaenya mengalirkan darah ke sistem porta.

Gambar 2. Skema Vaskularisasi Percabangan Aorta Abdominalis

Aliran Limfatik
Kelenjar limfe terletak di sepanjang arteria yang mendarahi kelenjar. Pembuluh eferen
akhirnya mengalirkan cairan limf ke nodi limf coeliaci dan mesenterica superiores.
Persyarafan
Berasal dari serabut-serabut saraf simpatis (ganglion seliaca) dan parasimpatis (vagus).

1.2 Anatomi Mikroskopis

Gambar 3. Anatomi Mikroskopik Pankreas

(Sumber : https://www.netterimages.com/pancreas-anatomy-and-histology-labeled-hansen-ca2e-physiology-frank-h-netter-40039.html)
Pankreas merupakan kelenjar eksokrin dan endokrin. Bagian eksokrin kelenjar
menghasilkan sekret yang mengandung enzim-enzim yang dapat menghidrolisis lemak dan
karbohidrat. Bagian endokrine kelenjar yaitu pulau-pulau langerhans menghasilkan hormon
insulin dan glukagon yang mempunyai peranan penting pada metabolisme karbohidrat. Ada 2
bagian :

Bagian exokrin
Merupakan kel acinosa complex (berwarna gelap)
Sel-sel acinus berbentuk pyramid
Didalam lumen kadang-kadang terdapat sel gepeng (sel
centroacinar)

Gambar 4. Bagian Eksokrin Pankreas

Bagian endokrin

Disusun oleh sel-sel khusus yang berkelompok dalam suatu daerah tertentu yang kaya
pembuluh darah disebut pulau-pulau Langerhans
Berkelompok dalam pulau2 Langerhans, tersebar, berbentuk sferis berwarna pucat
Sel tersusun dalam bentuk genjel tak teratur, ditembus banyak jaring kapiler tipe fenestra
Dengan pewarnaan khusus dapat dibedakan 4 macam sel yaitu, sel , , dan c/PP.

Gambar 5. Bagian Endokrin Pankreas


Sel
20% populasi sel
Mensekresi glukagon
Bentuk besar, mencolok, terutama di perifer
Sel
75% dari polulasi, sel paling kecil, menempati bagian tengah
Mensekresi insulin
Granula lebih kecil (200 m)
Gambar 7. Sel Pankreas
10

Sel
Sel paling besar, 5% dari populasi
Granula mirip sel , tapi kurang padat
Menghasilkan hormon Somatostatin yang di pankreas bekerja mengatur pelepasan hormon
pulau Langerhans yang lain (parakrin)
Sel C/sel PP
Sel Polipeptida Pankreas (endocrinocytus PP) menghasilkan hormon polipeptida pankreas
yang menghambat pembentukan enzim pankreas dan sekresi alkali.

Ditemukan hanya pada spesies tertentu, mis. Guinea pig, jumlah terbatas, ukuran sama
dengan sel beta, dengan atau tanpa sedikit granula
Fungsi fisiologis tak diketahui.

11

2. Memahami dan mejelaskan Biokimia dan Fisiologi Pancreas dan Hormon- hormon
yang dihasilkannya
2.1. Struktur
Insulin adalah suatu polipeptida yang mengandung dua rantai asam amino yang dihubungkan
oleh jembatan disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam
amino. Ada perbedaan kecil dalam komposisi molekul asam amino dari suatu spesies ke spesies
lain. Perbedaan ini biasanya tidak cukup besar untuk dapat mempengaruhi aktivitas biologis
suatu insulin pada spesies heterolog tetapi sukup besar untuk menyebabkan insulin bersifat
antigenic. Bila insulin dari suatu spesies disuntikkan dalam jangka lama ke spesies lain, akan
terbentuk antibody antiinsulin yang menghambat insulin yang disuntikkan.
2.2. Sintesis
Sintesis insulin:
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel beta
kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis
dan kemudian disekresikan ke dalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi
glukosa darah. Secara fisiologis, regulasi glukosa darah yang baik diatur bersama dengan
hormone glukagon yang disekresikan oleh sel alfa kelenjar pankreas.
Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada retikulum
endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan
sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung
(secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan enzim peptidase,
proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk
disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.
Mekanism diatas diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme secara normal, karena
fungsi insulin memang sangat dibutuhkan dalam proses utilisasi glukosa yang ada dalam darah.
Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan komponen utama yang memberi rangsangan
terhadap sel beta dalam memproduksi insulin. Disamping glukosa, beberapa jenis asam amino
dan obat-obatan, dapat pula memiliki efek yang sama dalam rangsangan terhadap sel beta.
Diketahui ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah adanya rangsangan oleh
molekul glukosa. Tahap pertama adalah proses glukosa melewati membrane sel. Untuk dapat
melewati membran sel beta dibutuhkan bantuan senyawa lain. Glucose transporter (GLUT)
adalah senyawa asam amino yang terdapat di dalam berbagai sel yang berperan dalam proses
metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai kendaraan pengangkut glukosa masuk dari luar
kedalam sel jaringan tubuh. Glucose transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat dalam sel beta
misalnya, diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke
dalam sel. Proses ini penting bagi tahapan selanjutnya yakni molekul glukosa akan mengalami
proses glikolisis dan fosforilasi didalam sel dan kemudian membebaskan molekul ATP. Molekul
ATP yang terbentuk, dibutuhkan untuk tahap selanjutnya yakni proses mengaktifkan penutupan
K channel pada membran sel. Penutupan ini berakibat terhambatnya pengeluaran ion K dari
dalam sel yang menyebabkan terjadinya tahap depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian
oleh tahap pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca
sehingga menyebabkan pe-ningkatan kadar ion Ca intrasel. Suasana ini dibutuhkan bagi proses
sekresi insulin melalui mekanisme yang cukup rumit dan belum seutuhnya dapat dijelaskan.
12

Seperti disinggung di atas, terjadinya aktivasi penutupan K channel tidak hanya disebabkan
oleh rangsangan ATP hasil proses fosforilasi glukosa intrasel, tapi juga dapat oleh pengaruh
beberapa faktor lain termasuk obat-obatan. Namun senyawa obat-obatan tersebut, misalnya
obat anti diabetes sulfonil urea, bekerja pada reseptor tersendiri, tidak pada reseptor yang sama
dengan glukosa, yang disebut sulphonylurea receptor (SUR) pada membran sel beta.

Kerja insulin dimulai ketika hormon tersebut terikat dengan sebuah reseptor glikoprotein yang
spesifik pada permukaan sel target. Reseptor insulin terdiri dari dua heterodimer yang terdiri
atas dua subunit yang diberi simbol dan . Subunit terletak pada ekstrasel dan merupakan
sisi yang berikatan dengan insulin. Subunit merupakan protein transmembran yang
melaksanakan fungsi sekunder yang utama pada sebuah reseptor yaitu transduksi sinyal.
Ikatan ligan menyebabkan autofosforilasi beberapa residu tirosin yang terletak pada bagian
sito-plasma subunit dan kejadian ini akan memulai suatu rangkaian peristiwa yang kompleks.
Reseptor insulin memiliki aktivitas intrinsik tirosin kinase dan berinteraksi dengan protein
substrat reseptor insulin (IRS dan Shc). Sejumlah protein penambat (docking protein) mengikat
protein selular dan memulai aktivitas metabolik insulin [GrB-2, SOS, SHP-2, p65, p110 dan
phosphatidyl-inositol 3 kinase (PI-3-kinase)]. Insulin meningkatkan transport glukosa melalui
lintasan PI-3-kinase dan Cbl yang berperan dalam translokasi vesikel intraselular yang berisi
transporter glukosa GLUT 4 pada membran plasma. Aktivasi jalur sinyal reseptor insulin juga
menginduksi sintesa glikogen, protein, lipogenesis dan regulasi berbagai gen dalam
perangsangan insulin.
Kramer W, 1995. The molecular interaction of sulphonylureas. DRCP 28: 67 80
2.3. Metabolisme
Insulin menurunkan kadar glukosa, asam amino, dan asam lemak darah serta meningkatkan
anabolisme molekul nutrien kecil ini.
Efek pada karbohidrat
Insulin memiliki empat efek yang dapat menurunkan kadar glukosa darah dan
meningkatkan penyimpanan karbohidrat sebagai berikut.

13

Insulin mempermudah masuknya glukosa ke dalam sebagian besar sel. Beberapa


jaringan yang tidak bergantung pada insulin untuk menyerap glukosa, yaitu otak, otot
yang aktif, dan hati.
Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa, baik di otot
maupun di hati.
Insulin menghambat glikogenolisis, penguraian glikogen menjadi glukosa. Dengan
menghambat glukoneogenesis, perubahan asam amino menjadi glukosa di hati.

Efek pada lemak


Insulin mempunyai banyak efek untuk menurunkan kadar asam lemak darah dan medorong
pembentukan simpanan trigliserida sebagai berikut :
Insulin meningkatkan transportasi glukosa ke dalam sel jaringan adiposa. Glukosa
berfungsi sebagai prekursor untuk pembentukan asam lemak dan gliserol, yaitu bahan
mentah untuk membentuk trigliserida
Insulin mengaktifkan enzim enzim yang mengkatalisai pembentukan asam lemak dari
turunan glukosa
Insulin meningkatkan masuknya asam asam lemak dari darah ke dalam sel jaringan
adipose
Insulin menghambat lipolisis (penguraian lemak), sehingga terjadi penurunan
pengeluaran asam lemak dari jaringan adiposa ke dalam darah.
Efek pada protein
Insulin menurunkan kadar asam amino darah dan meningkatkan sintesis protein sebagai
berikut :
Insulin mendorong transportasi aktif asam asam amino dari darah ke dalam otot dan
jaringan lain. Efek ini menurunkan kadar asam amino dalam darah dan menghasilkan
bahan pembangun untuk sintesis protein di dalam sel.
Insulin meningkatkan kecepatan penggabungan asam amino ke dalam protein dengan
merangsang perangkat pembuat protein di dalam sel.
Insulin menghambat penguraian protein. Akibat efek ini adalah efek anabolik protein.
Karena itu insulin esensial bagi pertumbuhan normal.
2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi sintesis insulin
Peningkatan kadar glukosa darah, seperti yang terjadi setelah penyerapan makanan, secara
langsung merangsang sintesis dan pengeluaran insulin oleh sel . Sebaliknya penurunan kadar
glukosa darah di bawah normal, seperti yang terjadi saat puasa, secara langsung menghambat
sekresi insulin. Selain konsentrasi glukosa plasma., berbagai masukan berikut juga berperan
dalam mengatur skeresi insulin:
Peningkatan kadar asam amino plasma, seperti yang terjadi setelah memakan makanan
tinggi protein, secara langsung merangsang sel untuk meningkatkan sekresi insulin.
Melalui mekanisme umpan balik negatif, peningkatan insulin tersebut meningkatkan
masuknya asam asam amino tersebut ke dalam sel, sehingga kadar asam amino dalam
darah menurun sementara sintesis proein meningkat.
Hormon pencernaan utama yang disekresikan oleh saluran pencernaan sebagai respons
terhadap adanya makanan, terutama gastric inhibotiry peptide, merangsang sekresi insulin
penkreas selain memiliki efek regulatorik langsung pada sistem pencernaan. Melalui
14

kontrol ini, sekresi insulin meningkat secara feedforward atau antisipatorik bahkan
sebelum terjadi penyerapan zat gizi yang meningkatkan kadar glukosa dan asam amino
dalam darah.
Sistem saraf otonom secara langsung juga mempengaruhi sekresi insulin. Pulau pulau
langerhans dipersarafi oleh banyak serat saraf parasimpatis dan simpatis. Peningkatan
aktivits parasimpatis yang terjadi sebagai respons terhadap makanan dalam saluran
pencernaan merangsang pengeluaran insulin. Sebaliknya, stimulasi simpatis dan
peningkatan pengeluaran epinefrin akan menghambat sekresi insulin. Penurunana insulin
meningkatkan kadar glukosa darah, suatu respons yang sesuai untuk keadaan keadaan
pada saat terjadi aktivitas sistem simpatis yaitu, setres dan olahraga.

3. Memahami dan mejelaskan Diabetes Melitus


3.1 Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.
DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia
kronik yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. (PERKENI,
2011).

Diabetes Mellitus (DM) Tipe II merupakan penyakit hiperglikemi akibat insensivitas


sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang
normal. Karena insulin tetap di hasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes
mellitus tipe II dianggap sebagai non insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM).
(Corwin,2001)

15

Penjelasan Diabetes Melitus tipe I dan II


Karakteristik

Diabetes tipe I

Diabetes tipe II

Kadar Sekresi Insulin

Tidak ada/hampir ada

Mungkin normal atau di atas


normal

Usia Awitan Tipikal

Anak

Dewasa

Persentase Pengidap

10%-20%

80%-90%

Defek Mendasar

Kerusakan sel

Berkurangnya kepekaan sel


sasaran insulin

Terapi

Penyuntikan
insulin, Kontrol diet dan penurunan
pengaturan diet, olahraga
berat, olahraga, kadang obat
hipoglikemik oral
Tabel 1. Klasifikasi Diabetes Melitus

(Sumber : Sherwood, 2011)

16

3.2 Etiologi
Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak
Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resisitensi insulin.
Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa
oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mampu
mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi resistensi relatif insulin.
Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa,
namun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel
pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Kapita Selekta Kedokteran, 2001).
Faktor resiko Diabetes Melitus dari emedicine health :
Usia diatas 45 tahun
Pada orang-orang berumur fungsi organ tubuh semakin menurun, hal ini diakibatkan
aktivitas sel beta pankreas untuk menghasilkan insulin menjadi berkurang dan sensifisitas
sel-sel jaringan menurun sehinga tidak menerima insulin.
Obesitas atau kegemukan
Pada orang gemuk aktivitas jaringan lemak dan otot menurun sehingga dapat memicu DM.
selain itu, asam-asam lemak pada obesitas dapat menumpuk abnormal di otot dan
mengganggu kerja insulin di otot, asam lemak berlebih juga dapat memicu apoptosis sel
beta pankreas.
Pola makan
Pola makan yang serba instan saat ini memang sangat digemari oleh sebagian masyarakat
perkotaan. Pola makan yang tidak sesuai kebutuhan tubuh dapat menjadi penyebab DM,
misalnya makanan gorengan yang mengandung nilai gizi yang minim.
Riwayat Diabetes Melitus pada keluarga
15-20% penderita NIDDM (Non Insulin Dependen Diabetes Melitus) atau DM tipe 2
mempunya riwayat keluarga DM, sedangkan IDDM (Insulin Dependen Diabetes Melitus)
tipe 1 sebanyak 57% keluarga DM.
Kurang berolahraga atau beraktivitas
Dapat menurunkan sensitifitas sel terhadap insulin sehingga mengakibatkan penumpukan
lemak dalam tubuh yang dapat menyebabkan DM.
Infeksi
Virus : Rubella, mumps, human coxsackievirus B4. Melalui infeksi sitolitik dalam sel beta
pankreas virus ini menyebabkan kerusakan dan destruksi sel. Dapa tjuga menyarang
melalui reaksi autoimunitas sehingga hilangnya autoimun dalam sel beta pankreas. DM
akibat bakteri masih belum bias di deteksi. (Waspadji, 2002)

3.3 Epidemiologi
Kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe-2 terjadi
diberbagai penjuru dunia. WHO memprediksi kenaikkan jumlah penyandang DM di
Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.
IDF memprediksi 7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030.
Penelitian dengan rentang tahun 1980 hingga tahun 2000 terjadi peningkatan
prevalensi yang sangat tajam. Penelitian di Jakarta (urban) 1,7 % pada tahun 1982, 5,7
% pada tahun 1993, 12,8 % pada tahun 2001. Data Badan Pusat Statistik Indonesia
tahun 2003, penduduk yang berusia < 20 tahun (jumlah 133 juta jiwa) 14,7 % dari
17

daerah urban dan 7,2 % dari daerah rural, jadi diperkirakan 8,2 juta penyandang
diabetes daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural. (PERKENI, 2006)
3.4 Patofisiologi
Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu:
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel,
dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
jika sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka
kadar glukosa akan meningkat danterjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabtes tipe
II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak
dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada
diabetes tipe II. Meskipun demikan, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan
progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya sering
bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka
pada kulit yang tidak sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur.

Gambar 11. Skema Patofisiologi DM Tipe 2

18

Defisiensi insulin menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel menjadi menurun sehingga
kadar glukosa darah dalam plasma tinggi (hiperglikemia). Jika hiperglikemia parah dan melebihi
ambang ginjal maka timbul glukosuria. Glukosuria ini akan menyebabkan deuresis osmotic yang
meningkatkan pengeluaran kemih (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsi) sehingga terjadi
dehidrasi. Glukosuria menyebabkan keseimbangan kalori negative sehingga menimbulkan rasa
lapar (polifagi).
Penggunaan glukosa oleh sel menurun mengakibatkan produksi metabolisme energi
menjadi menurun sehingga tubuh menjadi lemah. Hipergikemia dapat mempengaruhi pembuluh
darah kecil (arteri kecil) sehingga suplai makanan dan oksigen ke perifer menjadi berkurang
yang akan menyebabkan luka tidak sembuh-sembuh. Karena suplai makanan dan oksigen tidak
adekuat yang menyebabkan terjadinya infeksi dan terjadi gangren atau ulkus.
Gangguan pembuluh darah menyebabkan aliran darah menurun sehingga supliai
makanan dan oksigen berkurang, akibatnya terjadi kerusakan mata. Salah satu akibat utama dari
perubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada struktur dan fungsi ginjal sehingga menjadi
nefropati. Diabetes mempengaruhi saraf-saraf perifer, system saraf otonom dan system saraf
pusat sehingga menyebabkan neuropati.

Gambar 12. Skema Defisiensi Insulin


19

3.5 Manifestasi klinik


Polifagia (peningkatan rasa lapar) akibat keadaan pascaabsorptif yang kronik, katabolik
protein dan lemak, dan kelaparan relatif sel-sel. Sering terjadi penurunan berat badan.
Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urin yang sangat besar dan keluarnya
air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel.
Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH dan menimbulkan rasa haus.
Poliuria (peningkatan pengeluaran urin), pada orang nondiabetes, semua glukosa yang
difiltrasi ke dalam urin akan diserap secara aktif kembali ke dalam darah. Pengangkutpengangkut glukosa di ginjal yang membawa glukosa keluar urin untuk masuk kembali ke
darah akan mengalami kejenuhan dan tidak dapat mengangkut glukosa lebih banyak. Karena
glukosa di dalam urin memiliki aktivitas osmotik, maka air akan tertahan di dalam filtrat dan
diekskresikan bersama glukosa dalam urin sehingga terjadi poliuria.
Rasa lelah dan kelemahan otot akibat katabolisme protein di dalam otot dan
ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.
Peningkatan angka infeksi akibat peningkatan konsentrasi glukosa di sekresi mukus,
gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC. Hal 630

3.6 Diagnosis dan Diagnosis banding


Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis
tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM,
pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh
(wholeblood), vena, ataupun angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan
oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan
dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara :
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu > 200
mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa
lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa,
namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk
dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena
membutuhkan persiapan khusus.
Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan
glukometer. 5
1 Pemeriksaan glukosa plasma puasa >126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada
asupan kalori minimal 8 jam atau Pemeriksaan glukosa plasma 200
2mg/dljamsetelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan beban 75 gram.
(peringkat bukti B)
2 Pemeriksaan glukosa plasmadengankeluhan klasiksewaktu.

20

Pemeriksaan HbA1c > 6,5% dengan menggunakan metode High-Performance


Liquid Chromatography (HPLC) yang terstandarisasi oleh National
Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP).

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan adanya DM


perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik, seperti:
A. Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
B. Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi glukosa
terganggu (TGT), glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
Glukosa darah puasa terganggu (GDPT):
Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan
TTGO glukosa plasma 2 jam <140 mg/dl
2 Toleransi glukosa terganggu (TGT):
3 Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl
Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan
HbA1c 5,7-6,4%.
Kriteria diagnosis DM :
1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari
tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
2. Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7.0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang
setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
* Pemeriksaan HbA1c (>6.5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu
kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah
terstandardisasi dengan baik.

Catatan :
21

Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan ulangan
tiap tahun. Bagi mereka yang berusia > 45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan
penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.
Pemeriksaan Fisik :
a. Pengukuran tinggi badan, berat badan,dan lingkar pinggang
b. Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri
untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik, serta ankle brachial index
(ABI),untuk mencari kemungkinan penyakit pembuluh darah arteri tepi
c. Pemeriksaan funduskopi
d. Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
e. Pemeriksaan jantung
f. Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
g. Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari
h. Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan
pemeriksaan neurologis
i. Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain
Evaluasi Laboratoris / penunjang lain :
a. Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial
b. A1C
c. Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida)
d. Kreatinin serum
e. Albuminuria
f. Keton, sedimen, dan protein dalam urin
g. Elektrokardiogram
h. Foto sinar-x dada
DiagnosisBanding
A. InsulinResistance
ResistensiInsulin(IR)adalahkondisidimanajumlahnormalinsulin tidakmemadai
untukmenghasilkanresponsinsulinnormaldarisellemak,selototdanselhati.resistensi
insulinumumnya bersifat"pascareseptor",yangberartimasalahterletakpadaresponsel
terhadap insulin alihalih produksi insulin. Kadar plasma yang tinggi dari insulin dan
glukosaakibatresistensiinsulindiyakinisebagaiasalusulsindrommetabolikdandiabetes
tipe2,termasukkomplikasinya.
B. Hiperglikemireaktif
Hiperglikemi reaktif adalah gangguan regulasi gula darah yang dapat terjadisebagai
reaksi non spesifik terhadap terjadinya stress kerusakan jaringan, sehinggaterjadi
peningkatanglukosadarahdaripadarentangkadarpuasanormal8090mg/dldarah,atau
rentangnonpuasasekitar140160mg/100mldarah(Pulsinelli,1996),hyperglikemia
reaktifinidiartikansebagaipeningkatankadarglukosadarahpuasalebihdari110mg/dl
(zacharia,dkk,2005),reaksiiniadalahfenomenayangtidakberdirisendiridanmerupakan
salah satu aspek perubahan biokimiawi multipleyang berhubungan dengan stroke akut
(Candelise,dkk,1985).
22

C. Glucoseintolerance
DiagnosisintoleransiglukosaditegakkandenganpemeriksaanTTGOsetelahpuasa8
jam.Diagnosisintoleransiglukosaditegakkanapabilahasiltesglukosadarahmenunjukkan
salahsatudaritersebutdibawahini:
A. Toleransiglukosaterganggu(TGT=IGT)
ToleransiGlukosaTerganggu(TGT)adalahistilahyangdipakaiuntukmenyatakan
adanyadisglikemiyaitukenaikanglukosaplasma2jamsetelahbeban75gramglukosa
padapemeriksaantestoleransiglukosaoral(TTGO)yaituantara140mg/dlsampai
dengan 199 mg/dl. Keadaan ini disebut juga sebagai prediabetes oleh karena risiko
untuk mendapat Diabetes Melitus tipe 2 dan penyakit kardiovaskuler sangat besar.
DisebutTGTjikaguladarahsetelahmakantidaknormal,atauberkisarantara140199
mg/dL.Sedangkanguladarahpuasanormal.
B. Guladarahpuasaterganggu(GDPT=IFG)
Kadargula darahyang tinggi, tetapi tidak cukup tinggi untuk menjadi diabetes.
DisebutGPTjikakadarguladarahpuasa(810jamtidakmendapatasupankalori)tidak
normal,atauberkisar100125mg/dL.
3.7 Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penyandang diabetes, yang meliputi:

3.

1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup,


dan mengurangi risiko komplikasi akut
2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati dan makroangiopati.
Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,
tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara
komprehensif.
Langkah-langkah Penatalaksanaan Umum:
1. Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama:
a. Riwayat Penyakit
Gejala yang dialami oleh pasien.
Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah.
Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner, obesitas, dan
riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan endokrin lain).
Riwayat penyakit dan pengobatan.
Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi.
b.

Pemeriksaan Fisik
Pengukuran tinggi dan berat badan.
Pengukuran tekanan darah, nadi, rongga mulut, kelenjar tiroid, paru dan
23

jantung Pemeriksaan kaki secara komprehensif


c.

d.

Evaluasi Laboratorium
HbA1c diperiksa paling sedikit 2 kali dalam 1 tahun pada pasien yang mencapai
sasaran terapi dan yang memiliki kendali glikemik stabil. dan 4 kali dalam 1 tahun
pada pasien dengan perubahan terapi atau yang tidak mencapai sasaran terapi.
Glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan.
Penapisan Komplikasi
Penapisan komplikasi harus dilakukan pada setiap penderita yang baru
terdiagnosis DMT2 melalui pemeriksaan :
Profil lipid dan kreatinin serum.
Urinalisis dan albumin urin kuantitatif.
Elektrokardiogram.
Foto sinar-X dada
Funduskopi dilatasi dan pemeriksaan mata secara komprehensif oleh dokter
spesialis mata atau optometris.
Pemeriksaan kaki secara komprehensif setiap tahun untuk mengenali faktor
risiko prediksi ulkus dan amputasi: inspeksi, denyut pembuluh darah kaki, tes
monofilamen 10 g, dan Ankle Brachial Index (ABI).

24

Langkah-langkah Penatalaksanaan Khusus


Penatalaksanaan DM dimulai dengan pola hidup sehat, dan bila perlu dilakukan intervensi
farmakologis dengan obat antihiperglikemia secara oral dan/atau suntikan.
1.

Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari
upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM secara
holistik

2.

Terapi Nutrisi Medis (TNM)


Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal
makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun
glukosa darah atau insulin.

3.

Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-5 hari seminggu selama
sekitar 30-45 menit , dengan total 150 menit perminggu, dengan jeda antar latihan tidak
lebih dari 2 hari berturut-turut. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang
bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung maksimal) seperti jalan
cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Denyut jantung maksimal dihitung dengan
cara = 220-usia pasien.
4.

Intervensi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya
hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
a.
Obat Antihiperglikemia Oral
Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5 golongan:
1)
Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue): Sulfonilurea dan Glinid
1.
Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama memacu sekresi insulin oleh sel beta
pankreas.
2.
Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Obat ini dapat
mengatasi hiperglikemia post prandial.
2)
Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin: Metformin dan Tiazolidindion
(TZD)
1.
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa
hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa perifer. Metformin
merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DMT2.
2.
Tiazolidindion (TZD) merupakan agonis dari Peroxisome
Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-), suatu reseptor inti termasuk
di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan
resistensi insulin dengan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Obat ini dikontraindikasikan pada
pasien dengan gagal jantung (NYHA FC III-IV) karena dapat memperberat
25

edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan faal hati, dan bila diberikan
perlu pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang masuk dalam golongan
ini adalah Pioglitazone.
3.
Penghambat Absorpsi Glukosa: Penghambat Glukosidase Alfa.
Obat ini bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.
Penghambat
glukosidase
alfa
tidak
digunakan
bila
GFR
30ml/min/1,732gangguanfaal hatim yang berat, irritable bowel syndrome.
3) Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)
Obat golongan penghambat DPP-IV menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga
GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk
aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi
glukagon bergantung kadar glukosa darah (glucose dependent).
4) Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2)
Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral jenis baru
yang menghambat reabsorpsi glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara menghambat
transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk golongan ini antara lain:
Canagliflozin, Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin.
Tabel 1. Profil obat antihiperglikemia oral yang tersedia di Indonesia
Efek Samping
Golongan Obat
Cara Kerja Utama
Utama

Penurunan
HbA1c

BB naik
Sulfonilurea

Meningkatkan sekresi insulin

1,0-2,0%
hipoglikemia
BB naik

Glinid

Meningkatkan sekresi insulin

0,5-1,5%
hipoglikemia

Menekan produksi glukosa hati &

Dispepsia, diare,

menambah sensitifitas terhadap insulin

asidosis laktat

Metformin

1,0-2,0%

Penghambat

Flatulen, tinja
Menghambat absorpsi glukosa

Alfa-Glukosidase

lembek

Tiazolidindion

Menambah sensitifitas terhadap insulin

Penghambat

Meningkatkan sekresi insulin,

DPP-IV

0,5-0,8%
Edema

0,5-1,4%

Sebah, muntah

0,5-0,8%

menghambat sekresi glukagon


26

Penghambat

Nenghambat reabsorpsi glukosa di


ISK

SGLT-2
b.
1)

0,5-0,9%

tubuli distal ginjal

Obat Antihiperglikemia Suntik


Insulin

Tabel 2. Farmakokinetik Insulin Eksogen Berdasarkan Waktu Kerja


Puncak
Lama
Jenis Insulin
Awitan (onset)
Efek
Kerja
Kerja Cepat (Rapid-Acting) (Insulin Analog)
Insulin Lispro
(Humalog)

Kemasan

Pen/cartridge
Insulin Aspart
5-15 menit

1-2 jam

4-6 jam

(Novorapid)

Pen, vial
Pen

Insulin Glulisin
(Apidra)
Kerja Pendek (Short-Acting) (Insulin Manusia, Insulin Reguler )
Humulin R
Vial,
Actrapid

30-60 menit

2-4 jam

6-8 jam
pen/cartridge

Sansulin
Kerja Menengah (Intermediate-Acting) (Insulin Manusia, NPH)
Humulin N
Insulatard

1,54 jam

4-10 jam

8-12 jam

Vial,
pen/cartridge

12-24 jam

Pen

Insuman Basal
Kerja Panjang (Long-Acting) (Insulin Analog)
Insulin Glargine
(Lantus)
Insulin Detemir
(Levemir)

13 jam

Hampir tanpa
puncak

27

Kerja Ultra Panjang (Ultra Long-Acting) (Insulin Analog)

Degludec (Tresiba)*

30-60 menit

Hampir tanpa
puncak

Sampai 48
jam

Campuran (Premixed) (Insulin Manusia)


70/30 Humulin (70%
NPH, 30% reguler)
30-60 menit
312 jam
70/30 Mixtard (70%
NPH, 30% reguler)
Campuran (Premixed, Insulin Analog)
75/25 Humalogmix
(75% protamin lispro,
12-30 menit
1-4 jam
25% lispro)
70/30 Novomix (70%
protamine aspart, 30%
aspart)

NPH:neutral protamine Hagedorn; NPL:neutral protamine lispro. Nama obat disesuaikan dengan
yang tersedia di Indonesia. [Dimodifikasi dari Mooradian et al. Ann Intern Med. 2006;145:12534].
2)

Agonis GLP-1/Incretin Mimetic


Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk
pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang pengelepasan insulin yang
tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya terjadi pada
pengobatan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan berat
badan. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah.
Terapi Kombinasi
Terapi dengan obat antihiperglikemia oral kombinasi baik secara terpisah ataupun fixed
dose combination dalam bentuk tablet tunggal, harus menggunakan dua macam obat dengan
mekanisme kerja yang berbeda. Pada keadaan tertentu dapat terjadi sasaran kadar glukosa
darah yang belum tercapai, sehingga perlu diberikan kombinasi tiga obat antihiperglikemia
oral dari kelompok yang berbeda atau kombinasi obat antihiperglikemia oral dengan insulin.
Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis dimana insulin tidak memungkinkan untuk
dipakai, terapi dengan kombinasi tiga obat antihiperglikemia oral dapat menjadi pilihan.
Kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin yang banyak dipergunakan adalah
kombinasi obat antihiperglikemia oral dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin
kerja panjang), yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Pendekatan terapi tersebut
pada umumnya dapat mencapai kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang
28

cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam
22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa
keesokan harinya. Pada keadaaan dimana kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak
terkendali meskipun sudah mendapat insulin basal, maka perlu diberikan terapi kombinasi
insulin basal dan prandial, serta pemberian obat antihiperglikemia oral dihentikan.
3.8 Komplikasi
Komplikasi Metabolik Akut
Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari konsentrasi
glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes tipe 1 adalah:
Ketoasidosis Diabetik (DKA).
Merupakan komplikasi metabolik yang paling serius pada DM tipe 1. Hal ini bisa juga
terjadi pada DM tipe 2. Hal ini terjadi karena kadar insulin sangat menurun, dan pasien
akan mengalami hal berikut:
- Hiperglikemia
- Hiperketonemia
- Asidosis metabolic
Tanda dan Gejala Klinis dari Ketoasidosis Diabetik
1. Dehidrasi
2. Hipotensi (postural atau supine)
3. Ekstremitas Dingin/sianosis perifer
4. Takikardi
5. Kusmaul breathing
6. Nafas bau aseton
7. Hipotermia

8. Poliuria
9. Bingung
10. Kelelahan
11. Mual-muntah
12. Kaki kram
13. Pandangan kabur
14. Koma (10%)

Hiperglikemia, Hiperosmolar, Koma Nonketotik (HHNK)


Komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada penderita diabetes
tipe 2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut, namun relatif, hiperglikemia
muncul tanpa ketosis. Ciri-ciri HHNK adalah sebagai berikut:
- Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl.
- Dehidrasi berat
- Uremia
Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera ditangani.
Angka mortalitas dapat tinggi hingga 50%. Perbedaan utama antara HHNK dan DKA
adalah pada HHNK tidak terdapat ketosis.
Penatalaksanaan HHNK
Penatalaksanaan berbeda dari ketoasidosis hanya dua tindakan yang terpenting adalah:
Pasien biasanya relatif sensitif insulin dan kira-kira diberikan dosis setengah dari dosis
insulin yang diberikan untuk terapi ketoasidosis, biasanya 3 unit/jam.

Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin)


Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa
darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma dengan kejang.
29

Penyebab tersering hipoglikemia adalah obat-obatan hipoglikemik oral golongan


sulfonilurea, khususnya glibenklamid.
Penyebab Hipoglikemia
- Makan kurang dari aturan yang ditentukan
- Berat badan turun
- Sesudah olah raga
- Sesudah melahirkan
- Sembuh dari sakit
Makan obat yang mempunyai sifat serupa
Tanda hipoglikemia mulai timbul bila glukosa darah < 50 mg/dl, meskipun reaksi
hipoglikemia bisa didapatkan pada kadar glukosa darah yang lebih tinggi. Tanda klinis dari
hipoglikemia sangat bervariasi dan berbeda pada setiap orang.
Tanda-tanda Hipoglikemia
Stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun.
Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitug sederhana.
Stadium simpatik: keringat dingin pada muka terutama di hidung, bibir atau tangan,
berdebar-debar.
Stadium gangguan otak berat: koma dengan atau tanpa kejang.
Keempat stadium hipoglikemia ini dapat ditemukan pada pemakaian obat oral ataupun
suntikan. Ada beberapa catatan perbedaan antara keduanya:
1)
2)
3)

Obat oral memberikan tanda hipoglikemia lebih berat.


Obat oral tidak dapat dipastikan waktu serangannya, sedangkan insulin bisa
diperkirakan pada puncak kerjanya, misalnya:
Insulin reguler
: 2-4 jam setelah suntikan
Insulin NPH
: 8-10 jam setelah suntikan
P.Z.I
: 18 jam setelah suntikan
Obat oral sedikit memberikan gejala saraf otonom (parasimpatik dan simpatik),
sedangkan akibat insulin sangat menonjol.

Penatalaksanaan Hipoglikemia

30

31

Komplikasi Kronik Jangka Panjang


A. Mikrovaskular / Neuropati7
- Retinopati, catarak: penurunan penglihatan
- Nefropati: gagal ginjal
- Neuropati perifer: hilang rasa, malas bergerak
- Neuropati autonomic: hipertensi, gastroparesis
- Kelainan pada kaki: ulserasi, atropati
B. Makrovaskular
- Sirkulasi coroner: iskemi miokardial/infark miokard
- Sirkulasi serebral: transient ischaemic attack, strok
- Sirkulasi: claudication, iskemik

3.9 Pencegahan

Pencegahan Primer

32

Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang termasuk
kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita, tetapi berpotensi untuk
menderita DM. Penyuluhan sangat penting perannya dalam upaya pencegahan primer.
Masyarakat luas melalui lembaga swadaya masyarakat dan lembaga sosial lainnya
harus diikutsertakan. Demikian pula pemerintah melalui semua jajaran terkait seperti
Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan perlu memasukkan upaya
pencegahan primer DM dalam program penyuluhan dan pendidikan kesehatan. Sejak
masa prasekolah hendaknya telah ditanamkan pengertian mengenai pentingnya
kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang sehat, menjaga badan agar tidak
terlalu gemuk, dan risiko merokok bagi kesehatan.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian
pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan
penyakit DM. Salah satu penyulit DM yang sering terjadi adalah penyakit
kardiovaskular yang merupakan penyebab utama kematian pada penyandang diabetes.
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan :
a. Skrinning
Skrinning dilakukan dengan menggunakan tes urin, kadar gula darah puasa, dan
GIT. Skrinning direkomendasikan untuk :
Orang-orang yang mempunyai keluarga diabetes
Orang-orang dengan kadar glukosa abnormal pada saat hamil
Orang-orang yang mempunyai gangguan vaskuler
Orang-orang yang gemuk

3.10

Prognosis
Sekitar 60% pasien DM yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti orang
normal., sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronis, dan kemungkinan untuk
meninggal lebih cepat.

4. Memahami dan menjelaskan Perhitungan Kebutuhan Kalori dengan Metode Bruca dan
Harris Bennedict

33

Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologis yang sangat
direkomendasikan bagi pasien ddiabetes, Terapi gizi medis ini pada pronsipnya adalah
melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada stasus gizi medis diabetesi dan
melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.
Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain: Menurunkan
berat badan, Menurunkan tekanan sistolik dan diastolik, Menurunkan kadar glukosa darah,
Memperbaiki profil lipid, Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, Memperbaiki sistem
koagulsi darah.
Tujuan Terapi Gizi Medis
Tujuan terapi gizi medis ini adlah untuk mencapai dan mempertahankan:
Kadar glukosa darah mendekati normal
Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl.
Glukosa darah 2 jam setelah makan <180 mg/dl.
Kadar A1c <7%.
Tekanan darah <130/80 mmHg.
Profil Lipid
Kolesterol LDL<100 mg/dl
Kolesterol HDL >40 mg/dl.
Trigliserida < 150 mg/dl.
Beran badan senormal mungkin.
Jenis Bahan Makanan

Karbohidrat
Sebagai sumber energi, karbohirat yang diberikan diabetisi tidak boleh lebih dar 55-65%
dari total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70% jika dikombinasikan
34

dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA: monounsaturated fatty
acids). Pada setiap gram karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4kilokalori.
Rekomendasi karbohidrat :
Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung KH, lebih ditentukan oleh
jumlahnya dibandungkan dengan jenis KH itu sendiri.
Dari total kebutuhan kalori perhari, 60-70% diantaranya berasal dari sumber KH.
Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi, maka jumlah KH maksimal 70% dari total
kebutuhan kalori perhari.
Julah serat 25-50 gram per hari.
Jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan sampai lebih
dari total kebutuhan kalori perhari.
Sebagai pemanis dapat digunakan pmanis non kalori seperti sakarin, aspartame,
acesulfame, dan sukralosa.
Penggunaan alkohol harus dibatasi tidak boleh lebih dar10 gram/hari.
Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari.
Makanan yang mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi.

Protein
Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori
perhari. Pada penderita kelainan ginjal dimana diperlukan pembatasan asupan protein
sampai 40 gram/hari, maka perlu ditambahkan suplementasi asam amino esensial. Protein
mengandung energi sebesar 2 kilokalori/gram.
Rekomendasi pemberian protein:
Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.
Pada keadaan kadar glukosa yang terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi
konsentrasi glukosa darah.
Pada keadaan glukosa tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg BB/hari.
Pada gangguan fungsi ginjal, asupan protein diturunkan sampai 0,85 gram/KgBB/hari
dan tidak kurang dari 40gram.
Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih dianjurkan
dibanding protein hewani.

Lemak memiliki kandungan energi sebesar 9 kilokalori/gram. Bahan makanan ini sangat
penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitami A, D, E, K.
Berdasarkan rantai karbonnya , lemak dibedakan menjadi lemak jenuh dan tidak jenuh.
Pembatasan asupan lemak jenuh dan kolestrol sangat disarankan pada diabetisi karena
terbukti dapat memperbaiki profil lipid tidak normal bagi pasien diabetes. Asam lemak tidak
jenuh rantai tunggal (monounsaturated fatty acid : MUFA), merupakan salah satu asam
lemak yang dapat memperbaiki glukosa darah dan profil lipid. Pemberian MUFA pada diet
diabetisi, dapat menurunkan kadar trigliserida, kolestrol total, kolestrol VLDL, dan
meningkatkan kadar kolestrol HDL. Sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang
(polyunsaturated fatty acid= PUFA) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar
35

trigliserida, memperbaiki agregasi trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3 yang
dapat menurunkan sintesis VLDL di dalam hati dan eningkatkan aktivitas enzyme
lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di jarngan perifer. Sehingga dapat
menurunkan kadar kolestrol LDL.
Rekomendasi Pemberian Lemak:

Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari
total kebutuhan kalori per hari.
Jika kadar kolestrol LDL 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai
maksimal 7% dari total kalori perhari.
Konsumsi kolestrol maksimal 300mg/hari, jika ada kolestrol LDL 100 mg/dl, maka
maksimal kolestrol yang dapat dikonsumsi 200 mg per hari.
Batasi asam lemak bentuk trans.
Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh
rantai panjang.
Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori perhari.

Penghitungan Jumlah Kalori


Perhitungan julah kalori ditentukan oleh stasus gizi, umur, ada tidaknya stress akut, dan
kegiatan jasmani. Penetuan stasu s gizi dapat dipakai indeks massa tubuh (IMT) atau rumus
Brocca.
Penentuan stasus gizi berdasarkan IMT
IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi dengat tinggi
badan (dalam meter) kuadrat.

Berat badan kurang <18,5


Berat badan normal 18,5-22,9
Berat badan lebih 23,0
Dengan resiko 23-24.9
Obes I 25-29,9
Obes II 30

Penentuan stasus gizi berdasarkan rumus Brocca


Pertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan rumus:
berat badan idaman (BBI kg) = (TB cm - 100) -10%.
Penetuan stasus gizi dihitung dari : (BB aktual : BB idaman) x 100%

Berat badan kurang BB <90% BBI


Berat badan normal BB 90-110% BBI
Berat badan lebih BB 110-120% BBI
Gemuk
BB>120% BBI
36

Penentuan kebutuhan kalori perhari:


1. Kebutuhan basal:
Laki-laki : BB idaman (Kg) x 30 kalor
Wanita : BB idaman (Kg) x 25 kalori
2. Koreksi atau penyesuaian:
Umur diatas 40 tahun
Aktivitas ringan
Aktifitas sedang
Aktifitas berat
Berat badan gemuk
Berat badan lebih
Berat badan kurus

: -5%
: +10%
: +20%
: +30%
: -20%
: -10%
: +10%

3. Stress metabolik

: +10-30%

4. Kehamilan trimester I dan II

: +300 kalori

5. Kehamilan trimester II dan menyusui : +500 kalori


Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang
(25%), serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan besar. Pengaturan makan ini tidak
berbeda dengan orang normal, kecuali dengan pengaturan jadwal makan dan jumlah kalori.
Usahakan untuk merubah pola makan ini secara bertahap sesuai kondisi dan kebiasaan penderita.
5. Memahami dan menjelaskan Retinopati Diabetik
5.1 Definisi
Definisi Retinopati diabetik (RD) merupakan suatu komplikasi kronik diabetes melitus
karena mikroangiopati vaskular retina yang dapat menimbulkan kebutaan dan umumnya
dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko yang meliputi, usia dan lama menderita DM,
kontrol gula darah, tipe DM serta penyakit yang menyertai, misalnya hipertensi dan
nefropati.
5.2 Etiologi
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya retinopati adalah :

Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri


Adanya komposisi darah abnormal
Meningkatnya agregasi platelet dari plasma menyebabkan terbentuknya
mikrothrombin
Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran kapiler,
selanjutnyaterjadi insudasi dinding kapiler dan penebalan membran dasar dan diikuti
dengan eksudasidinding haemorhagic dengan udem perikapiler
37

Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam sybhyaloid dimana letaknya di depan
jaringan retina. Hemoraghi tidak terjadi intravitreal tetapi terdapat dalam ruangvitreo
retinal yang tersisa karena vitreus mengalami retraksi
Aliran darah yang kurang lancar dalam kapiler-kapiler, sehingga terjadi hipoksiarelatif
di retina yang merangsang pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah yang baru.
Perubahan arteriosklerotik dan insufisiensi koroidal
Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi diabetes

Ada 3 proses biokimia yang terjadi pada hiperglikemia yang berkaitan dengan retinopati
DM :
1. Jalur Poliol
Hiperglikemia yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi berlebihan serta
akumulasi dari oliol (suatu senyawa gula dan alcohol) dalam jaringan termasuk lensa
dan saraf optic. Salah 1 sifat poliol adaah tidak dapat melewati membrane basalis
sehingga akan tertimbun dalam jumlah banyak di dalam sel dan menyebabkan
peningkatan tekanan osmotic sel dan menimbulkan gangguan morfolosi maupun
fungsional sel.
2. Glikai non- enzimatik
Glikasi nonenzimatik terhadap protein dan DNA yang terjadi selama hiperglikemia
dapat menghambat aktivitas enzim dan keutuhan DNA. Protein yang terglikosilasi
membentuk radikal bebas dan menyebabkan perubahan fungsi sel.
3. Protein kinase C
Diketahui memiliki pengaruh terhadap permeabilitas vascular, kontraktilitas, sintesis
membrane basalis dan proliferasi sel vascular. Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas
PKC di retina dan sel endotel meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari
diasilgliserol (regulator PKC) dari glukosa. Selain hiperglikemia, sejumlah faktor lain
yang terkait dengan DM seperti peningkatan agregasi trombosit, peningkatan agregasi
eritrosit, viskositas darah, hipertensi, peningkatan lemak darah dan faktor
pertumbuhan diduga berperan dalam terjadinya retinopati DM.
Keadaan yang dapat memperberat Retinopati Diabetes :

Pada Diabetes juvenile yang insulin dependent dan kehamilan dapat merangsang
timbulnya perdarahan dan proliferasi.
Arteriosklerosis dan proses menua pembuluh-pembuluh darah memperburuk
prognosis.
Hiperlipoproteinnemi diduga mempercepat perjalanan dan progresifitas kelainan
dengan cara mempengaruhi arteriosklerosis dan kelainan hemobiologik.
Hipertensi arteri, memperburuk prognosis terutama pada penderita usia tua.
Hipoglikemia atau trauma dapat menimbulkan perdarahan retina yang mendadak.

5.3 Epidemiologi

38

Penelitian
epidemiologis
di
Amerika,
Australia,
Eropa,
dan
Asia
melaporkan bahwa jumlah penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada
tahun 2010 menjadi154,9 juta pada tahun 2030 dengan 30% di antaranya terancam
mengalami kebutaan.4 TheDiabCare Asia 2008 Study melibatkan 1 785 penderita DM
pada 18 pusat kesehatan primer dan sekunder di Indonesia dan melaporkan bahwa 42%
penderita DM mengalami komplikasi retinopati, dan 6,4% di antaranya merupakan
retinopati DM proliferatif.
5.4 Patofisiologi
(A) (B)

Gambar 14. Retinopati DM Nonproliferatif Derajat sedang dengan Edema Makula (A) dan Retinopati
DM Proliferatif dengan Edema Makula dan Perdarahan Pre-retina (B)

Retinopati Diabetes non proliferatif / NPDR (Non proliferative diabetik retinopathy)


adalah suatu mirkoangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan dan sumbatan
pembuluh-pembuluh halus. Kebanyakan orang dengan NPDR tidak mengalami gejala atau
dengan gejala yang minimal pada fase sebelum masa dimana telah tampak lesi vaskuler
melalui ophtalmoskopi.
Retinopati Diabetes Proliferatif / PDR
Penyulit mata yang paling parah pada diabetes melitus adalah retinopati diabetes
proliferatif, karena retina yang sudah iskemik atau pucat tersebut bereaksi dengan
membentuk pembuluh darah baru yang abnormal (neovaskuler). Neovaskuler atau
pembuluh darah liar ini merupakan ciri PDR dan bersifat rapuh serta mudah pecah
sehingga sewaktu-waktu dapat berdarah kedalam badan kaca yang mengisi rongga
mata, menyebabkan pasien mengeluh melihat floaters (bayangan benda-benda hitam
melayang mengikuti penggerakan mata) atau mengeluh mendadak penglihatannya
terhalang.

39

Gambar 15. Patofisiologi Retinopati Diabetik

Hiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada retinopati DM dan terjadi


melalui beberapa jalur. Pertama, hiperglikemia memicu terbentuknya reactive oksigen
intermediates (ROIs) dan advanced glycation endproducts (AGEs). ROIs dan AGEs merusak
perisit dan endotel pembuluh darah serta merangsang pelepasan faktor vasoaktif seperti
nitric oxide (NO), prostasiklin, insulin-like growth factor-1 (IGF-1), dan endotelin yang
akan mem- perparah kerusakan.
Kedua, hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan glikosilasi
dan ekspresi aldose reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol. Glikosilasi dan akumulasi
sorbitol kemudian mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah dan disfungsi enzim
endotel.
Ketiga, hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein kinase C
(PKC). Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan lain diaktivasi
oleh PKC. VEGF menstimulasi ekspresi intracellular adhe- sion molecule-1 (ICAM-1) yang
memicu terbentuknya ikatan antara leukosit dan endotel pembuluh darah. Ikatan tersebut
menyebabkan kerusakan sawar darah retina, serta trombosis dan oklusi kapiler retina.
Keseluruhan jalur tersebut me- nimbulkan gangguan sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi pada
retina. Hipoksia menyebabkan ekspresi faktor angiogenik yang berlebihan sehingga
merangsang pembentukan pembuluh darah baru yang memiliki kelemahan pada membran
40

basalisnya, defisiensi taut kedap antarsel endo- telnya, dan kekurangan jumlah perisit.
Akibatnya, terjadi kebocoran protein plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreous.
5.5 Manifestasi klinik

Sebagian besar
penderita retinopati DM, pada tahap awal tidak mengalami gejala penurunan tajam
penglihatan. Apabila telah terjadi kerusakan sawar darah retina, dapat ditemukan
mikroaneurisma, eksudat lipid dan protein, edema, serta perdarahan intraretina.
Selanjutnya, terjadi oklusi kapiler retina yang mengakibatkan kegagalan perfusi di lapisan
serabut saraf retina sehingga terjadi hambatan transportasi aksonal. Hambatan transportasi
tersebut menimbulkan akumulasi debris akson yang tampak sebagai gambaran soft
exudates pada pemeriksaan oftalmoskopi. Kelainan tersebut merupakan tanda retinopati
DM non- proliferatif.
Hipoksia akibat oklusi akan merangsang pembentukan pembuluh darah baru dan ini
merupakan tanda patognomonik retinopati DM proliferatif. Kebutaan pada DM dapat
terjadi akibat edema hebat pada makula, perdarahan masif intravitreous, atau ablasio retina
traksional.

kesulitan membaca
penglihatan kabur
penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
melihat lingkaran cahaya
melihat bintik gelap dan cahaya kelap kelip

5.6 Diagnosis dan Diagnosis banding


Diagnosis
41

Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui


pemeriksaan funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus photography dapat dilakukan
dokumentasi kelainan retina. Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh American
Academy of Ophthalmology (AAO) adalah
fundus
photography.
Keunggulan
pemeriksaan ter tersebut adalah mudah dilaksanakan, interpretasi dapat dilakukan oleh
dokter umum terlatih sehingga mampu laksana dipelayanan kesehatan primer.
Selanjutnya, retinopati DM dikelompokkan sesuai dengan standar Early Treatment
Diabetic Retinopathy Study (ETDRS). Di pelayanan primer pemeriksaan fundus
photography berperanan sebagai pemeriksaan penapis. Apabila pada pemeriksaan
ditemukan edema makula, retinopati DM nonproliferatif derajat berat dan retinopati DM
proliferatif maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis
mata.
Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan visus,
tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop, funduskopi dan stereoscopic
fundus photography dengan pemberian midriatikum sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan
dapat dilanjutkan dengan optical coherence tomography (OCT) dan ocular ultrasonography
bila perlu

OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan kelainan yang sulit
terdeteksi oleh pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta responsnya terhadap
terapi. Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina bila visualisasinya
terhalang oleh perdarahan vitreous atau kekeruhan media refraksi.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding harus menyingkirkan penyakit vascular retina lainnya, adalah
hipertensive retinopathy. Retinopati hipertensi adalah suatu kondisi dengan karakteristik
perubahan vaskularisasi retina pada populasi yang menderita hipertensi.Kelainan ini
pertama kali dikemukakan oleh Marcus Gunn pada kurun ke-19 pada sekelompok
penderita hipertensi dan penyakit ginjal.Tanda-tanda pada retina yang diobservasi adalah
penyempitan arteriolar secara general dan fokal, perlengketan atau nicking
arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk flame-shape dan blot-shape, cotton-wool
spots, dan edema papilla.

Neuritis optik
Ablasio retina
42

CRAO
CRVO

Gb. OCT pada Mata normal

Gb. OCT pada Retinopati diabetic

5.7 Tatalaksana
Ada tiga pengobatan utama untuk retinopati diabetes, yang sangat efektif dalam
mengurangi kehilangan penglihatan dari penyakit ini. Pada kenyataannya, bahkan orang
dengan retinopathy memiliki kesempatan 90% dari menjaga visi mereka ketika mereka
mendapatkan perawatan sebelum retina rusak parah. Ketiga perawatan bedah laser, injeksi
triamcinolone ke dalam mata dan vitrectomy.
Penting untuk dicatat bahwa meskipun pengobatan ini sangat sukses, mereka tidak
menyembuhkan diabetes retinopati. Perhatian harus dilakukan dalam perawatan dengan
pembedahan laser karena menyebabkan hilangnya jaringan retina. Hal ini sering lebih
bijaksana untuk menyuntik triamcinolone. Pada beberapa pasien itu menghasilkan
peningkatan ditandai dari visi, terutama jika ada edema makula. Menghindari penggunaan
tembakau dan koreksi dari hipertensi terkait langkah-langkah terapi yang penting dalam
pengelolaan diabetes retinopati :
1. Laser photocoagulation
Laser photocoagulation dapat digunakan dalam dua skenario untuk perawatan
retinopati diabetes. Hal ini banyak digunakan untuk tahap awal retinopati proliferatif.
2. Panretinal photocoagulation
Panretinal photocoagulation, atau PRP (juga disebut pencar perawatan laser),
digunakan untuk mengobati diabetes retinopati proliferatif (PDR). Tujuannya adalah
untuk menciptakan 1.000 - 2.000 luka bakar di retina dengan harapan mengurangi
permintaan oksigen retina, dan karenanya kemungkinan iskemia. Dalam mengobati
retinopati diabetes maju, luka bakar yang digunakan untuk menghancurkan pembuluh
darah abnormal yang terbentuk di retina. Hal ini telah ditunjukkan untuk mengurangi
resiko kehilangan penglihatan berat untuk mata pada risiko dengan 50%.
Sebelum laser, dokter mata pupil dan berlaku tetes anestesi untuk mematikan mata.
Dalam beberapa kasus, dokter mungkin juga mati rasa daerah di belakang mata untuk
mencegah ketidaknyamanan apapun. Pasien duduk menghadap mesin laser sementara
dokter memegang lensa khusus untuk mata. Dokter dapat menggunakan laser titik
tunggal atau laser memindai pola untuk dua pola dimensi seperti kotak, cincin dan
43

busur. Selama prosedur, pasien dapat melihat kilatan cahaya. Ini berkedip akhirnya
dapat menciptakan sensasi menyengat tidak nyaman bagi pasien. Setelah perawatan
laser, pasien harus disarankan untuk tidak drive untuk beberapa jam sementara muridmurid masih melebar. Visi mungkin tetap agak kabur untuk sisa hari itu, meskipun tidak
boleh ada banyak kepedihan di mata.
Pasien mungkin kehilangan sebagian penglihatan periferal mereka setelah operasi ini,
tetapi prosedurnya menyimpan sisa dari pandangan pasien. Operasi laser juga dapat
sedikit mengurangi warna dan penglihatan pada malam hari.
Seseorang dengan retinopati proliferatif akan selalu berisiko untuk perdarahan baru,
serta glaukoma, komplikasi dari pembuluh darah baru. Ini berarti bahwa beberapa
perawatan mungkin diperlukan untuk melindungi penglihatan.
3. Intravitreal triamcinolone acetonide
Triamcinolone adalah persiapan yang panjang steroid akting. Ketika disuntikkan
dalam rongga vitreous, itu mengurangi edema makula (penebalan retina pada makula)
disebabkan karena maculopathy diabetes, dan hasil dalam peningkatan ketajaman
visual. Efek dari triamcinolone bersifat sementara, yang berlangsung sampai tiga bulan,
yang memerlukan suntikan berulang untuk menjaga efek yang menguntungkan.
Komplikasi injeksi triamcinolone intravitreal termasuk katarak, glaukoma diinduksi
steroid dan endophthalmitis
4. Vitrectomy
Alih-alih operasi laser, beberapa orang membutuhkan operasi mata disebut
vitrectomy untuk memulihkan penglihatan. Sebuah vitrectomy dilakukan ketika ada
banyak darah di vitreous. Ini melibatkan menghapus vitreous keruh dan menggantinya
dengan larutan garam. Studi menunjukkan bahwa orang yang memiliki vitrectomy
segera setelah perdarahan besar lebih mungkin untuk melindungi visi mereka dari
seseorang yang menunggu untuk memiliki operasi.
Awal vitrectomy sangat efektif pada orang dengan insulin-dependent diabetes, yang
mungkin berada pada risiko lebih besar kebutaan dari pendarahan ke dalam mata.
Vitrectomy sering dilakukan dengan anestesi lokal. Dokter membuat sayatan kecil di
sclera, atau putih mata. Selanjutnya, alat kecil ditempatkan ke dalam mata untuk
menghapus vitreous dan masukkan larutan garam ke dalam mata. Pasien mungkin dapat
pulang segera setelah vitrectomy, atau mungkin diminta untuk tinggal di rumah sakit
semalam. Setelah operasi, mata akan merah dan sensitif, dan pasien biasanya harus
memakai penutup mata yang selama beberapa hari atau minggu untuk melindungi mata.
Obat tetes mata juga diresepkan untuk melindungi terhadap infeksi.
5.8 Komplikasi

Retinopati Diabetik

44

Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling sering.Neovaskularisasi


pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia dan
iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar mata yang
paling sering adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi
pada tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk
membrane fibrovaskular pada permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas
dari akar iris melewati ciliary body dan sclera spur mencapai jaring trabekula
sehingga menghambat pembuangan aquous dengan akibat intra ocular presure
meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.Suatu saat membrane fibrovaskular ini
konstraksi menarik iris perifer sehingga terjadi sinekia anterior perifer (PAS) sehingga
sudut bilik mata depan tertutup dan tekanan intra okuler meningkat sangat tinggi
sehingga timbul reaksi radang intra okuler.Sepertiga pasien dengan rubeosis iridis
terdapat pada penderita retinopati diabetika. Frekuensi timbulnya rubeosis pada pasien
retinopati diabetika dipengaruhi oleh adanya tindakan bedah. Insiden terjadinya
rubeosis iridis dilaporkan sekitar 25-42 % setelah tindakan vitrektomi, sedangkan
timbulnya glaukoma neovaskuler sekitar 10-23% yang terjadi 6 bulan pertama setelah
dilakukan operasi.
Glaukoma neovaskular
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang terjadi
akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan jaringan anyaman
trabekula yang menimbulkan gangguan aliran aquous dan dapat meningkatkan tekanan
intra okuler. Nama lain dari glaukoma neovaskular ini adalah glaukoma hemoragik,
glaukoma kongestif, glaukoma trombotik dan glaukoma rubeotik. Etiologi biasanya
berhubugan dengan neovaskular pada iris (rubeosis iridis). Neovaskularisasi pada iris
(rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina
akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar mata yang paling sering
adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil
sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane
fibrovaskuler pada permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris
melewati ciliary body dan sclera spur mencapai jaring trabekula sehingga menghambat
pembuangan akuos dengan akibat Intra Ocular Presure meningkat dan keadaan sudut
masih terbuka.
Perdarahan vitreus rekuren
Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik proliferatif.Perdarahan
vitreus terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi pada retina hingga ke rongga
vitreus.Pembuluh darah baru yang tidak mempunyai struktur yang kuat dan mudah
rapuh sehingga mudah mengakibatkan perdarahan.Perdarahan vitreus memberi
gambaran perdarahan pre-retina (sub-hyaloid) atau intragel.Perdarahan intragel
termasuk didalamnya adalah anterior, middle, posterior, atau keseluruhan badan
vitreous.
45

Gejalanya adalah perkembangan secara tiba-tiba dari floaters yang terjadi saat
perdarahan vitreous masih sedikit.Pada perdarahan badan kaca yang massif, pasien
biassanya mengeluh kehilangan penglihatan secara tiba-tiba.Oftalmoskopi direk secara
jauh akanmenampakkan bayangan hitam yang berlawanan dengan sinar merah pada
perdahan vitreous yang masih sedikit dan tidak ada sinar merah jika perdarahan
vitreous sudah banyak. Oftalmoskopi direk dan indirek menunjukkan adanya darah
pada ruang vitreous.Ultrasonografi Bscan membantu untuk mendiagnosa perdarahan
badan kaca.
Ablasio retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari lapisan
pigmen epithelium.Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa menyebabkan
gambaran bentuk-bentuk ireguler yang melayang-layang atau kilatan cahaya, serta
menyebabkan penglihatan menjadi kabur.

5.9 Prognosis
Pasien dengan retinopati diabetic nonproliferatif (RDNP) memiliki prognosis yang
baik sehingga cukup dilakukan pemeriksaan ulang setiap 1 tahun.
Separuh pasien RDNP berat akan berkembang menjadi RDP dalam 1 tahun dimana
15% diantaranya tergolong RDP dengan risiko tinggi
Deteksi Dini Retinopati DM
Pada tahun 2010, The American Diabetes Association7 menetapkan beberapa
rekomendasi pemeriksaan untuk deteksi dini retinopati DM. Pertama, orang dewasa dan
anak berusia lebih dari 10 tahun yang menderita DM tipe I harus menjalani pemeriksaan
mata lengkap oleh dokter spesialis mata dalam waktu lima tahun setelah diagnosis DM ditegakkan. Kedua, penderita DM tipe II harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh
dokter spesialis mata segera setelah didiagnosis DM. Ketiga, pemeriksaan mata penderita
DM tipe I dan II harus dilakukan secara rutin setiap tahun oleh dokter spesialis mata.
Keempat, frekuensi pemeriksaan mata dapat dikurangi apabila satu atau lebih hasil
pemeriksaan menunjukkan hasil normal dan dapat ditingkatkan apabila ditemukan tanda
retinopati progresif. Kelima, perempuan hamil dengan DM harus menjalani pemeriksaan
mata rutin sejak trimester pertama sampai dengan satu tahun setelah persalinan karena
risiko terjadinya dan/atau perburukan retinopati DM meningkat, dan ia harus menerima
penjelasan menyeluruh tentang risiko tersebut.
5.10

Pencegahan

Ada beberapa pencegahan menurut WHO,1994:


1. Pencegahan primer
Semua aktivitas yang dilakukan untuk pencegah timbulnya hiperglikemia pada individu
yang beresiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum.
2. Pencegahan sekunder
Menemukan pengidap DM sedini mungkin,misalnya dengan tes penyaringan terutama
pada populasi beresiko tinggi dengan demikian dapat dilakukan upaya untuk mencegah
komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi masih reversibel
46

3. Pencegahan tersier
Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi itu.
Usaha ini meliputi :
mencegah timbulnya komplikasi,mencegah progresi dari pada komplikasi itu supaya
tidak menjadi kegagalan organ,mencegah kecacatan tubuh
Strategi pencegahan
Ada 2 macam strategi yang dijalankan :
a) Pendekatan populasi/masyarakat
Bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat umum. Yang dimaksud adalah
mendidik masyarakat agar menjalankan cara hidup sehat dan menghindari cara hidup
beresiko
b) Pendekatan individu beresiko tinggi
Ditujukan pada individu-individu yang beresiko menderita DM kelak misal :
obesitas,hipertensi,riwayat keluarga DM,riwayat melahirkan bayi >4000 gram, riwayat
DM saat kehamilan dan dislipdemia.

47

6. Memahami dan Menjelaskan Makanan dan Minuman yang Thayyib dan Halal menurut
Ajaran Islam.
Allah memerintahkan kita untuk memakan makanan yang halal dan baik / Halalan Thoyyiban

...
dan
makanlah
makanan yang halal lagi baik (thayib) dari apa yang telah dirizkikan kepadamu dan
bertaqwalah kepada Allah dan kamu beriman kepada-Nya. (Q.S Al Maidah : 88)
Allah memerintahkan kita untuk memakan makanan yang bukan cuma halal, tapi juga baik
(Halalan Thoyyiban) agar tidak membahayakan tubuh kita. Bahkan perintah ini disejajarkan
dengan bertaqwa kepada Allah, sebagai sebuah perintah yang sangat tegas dan jelas.

Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan; karena sesungguhnya syetan itu adalah
musuh yang nyata bagimu.(Q.S Al Baqarah : 168)
Setidaknya ada beberapa unsur yang harus diperhatikan dalam kita memilih atau meneliti
kehalalan toyyiban sebuah produk yang akan kita konsumsi.
A. kehlalalan suatu makanan yang telah dinaskan dalam Al Quran. Surat Al Maidaah Ayat 3
yang artinya Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging
hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh,
yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu
menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan
(diharamkan juga) mengundi nasib dengan anakpanah, (mengundi nasib dengan anak
panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk
(mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah
kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu. Maka
barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dalam kata lan, makanan yang diharamkan
secara syariat adalah :

48

Pertama, Bangkai yaitu hewan yang mati bukan karena disembelih atau diburu.
Hukumnya jelas haram dan bahaya yang ditimbulkannya bagi agama dan badan manusia
sangat nyata, sebab pada bangkai terdapat darah yang mengendap sehingga sangat
berbahaya bagi kesehatan. Sekalipun bangkai haram hukumnya tetapi ada yang
dikecualikan yaitu bangkai ikan dan belalang berdasarkan hadits.
Kedua, Darah, Yaitu darah yang mengalir sebagaimana dijelaskan dalam ayat lainnya
"Atau darah yang mengalir" [QS6:145] Dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Sa'id bin Jubair
bahwa orang-orang jahiliyyah dahulu apabila seorang diantara mereka merasa lapar, maka
dia mengambil sebilah alat tajam yang terbuat dari tulang atau sejenisnya, lalu digunakan
untuk memotong unta atau hewan yang kemudian darah yang keluar dikumpulkan dan
dibuat makanan/minuman. Oleh karena itulah, Allah mengharamkan darah pada umat ini.
[Lihat Tafsir Ibnu Katsir 3/23-24]
Ketiga, Daging Babi, Babi, baik peliharaan maupun liar, jantan maupun betina. Dan
mencakup seluruh anggota tubuh babi sekalipun minyaknya. Tentang keharamannya, telah
ditandaskan dalam al-Qur'an, hadits dan ijma' ulama.
Keempat, Sembelihan untuk selain Allah, Setiap hewan yg disembelih dgn selain nama
Allah hukumnya haram. Oleh karenanya, apabila seorang tidak mengindahkan hal itu
bahkan menyebut nama selain Allah baik patung, taghut, berhala dan lain sebagainya ,
maka hukum sembelihan tersebut adalah haram dengan kesepakatan ulama.
Kelima, Hewan yang diterkam binatang buas, Yakni hewan yang diterkam oleh harimau,
serigala atau anjing lalu dimakan sebagiannya kemudia mati karenanya, maka hukumnya
adalah haram sekalipun darahnya mengalir dan bagian lehernya yang kena. Semua itu
hukumnya haram dengan kesepakatan ulama. Binatang Buas Bertaring, seperti harimau,
singa, anjing, serigala dan binatag buas sejenisnya. Burung Yang Berkuku Tajam, Binatang
yang berkuku tajam seperti burung elang dan sejenisnya. Khimar Ahliyyah yaitu sebangsa
keledai Jinak. Serta binatang yang menjijikan lainnya.
Al-Jallalah Maksud Al-Jalalah yaitu setiap hewan baik hewan berkaki empat maupun
berkaki dua yang makanan pokoknya adalah kotoran-kotoran seperti kotoran
manusia/hewan dan sejenisnya. (Fahul Bari 9/648). Ibnu Abi Syaiban dalam Al-Mushannaf
(5/147/24598) meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa beliau mengurung ayam yang makan
kotoran selama tiga hari. [Sanadnya shahih sebagaimana dikatakan Al-Hafidz dalam Fathul
Bari 9/648]
B. Proses pengolahan atau pembuatan (penyembelihan, cara mengolah, media yang
digunakan, cara pembuatan) Selain binatang yang dinaskan diatas, kita juga patut
mengetahui unsur-unsur lain dalam makanan yang hendak dikonsumsi apakah tercampur
dengan unsur yang diharamkan, Tapi apakah kita sudah tau unsur-unsur yang terkandung
dalam makanan tersebut? Apakah makanan yang dikonsumsi benar-benar makana yang
49

tidak tercampur dengan barang yang bernajis atau diharamkan, dan apakan kita sudah
yakin kalau daging atau makanan yang kita konsumsi telah disembelih sesuai dengan yang
disyariatkan oleh agama Islam? Kehalalan makanan modern saat ini sebenarnya memiliki
tingkat kerawanan yang sangat tinggi oleh karena diproduksi secara masal. Karena dalam
penyembelihan hewan pun Allah SWT telah mensyariatkan dalam Al Quran Surat Al Hajj
ayat 34. Yang artinya: Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan
(kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah
direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu
berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang
tunduk patuh (kepada Allah).
Selain dalam hal penyembelihan binatang perlu juga diperhatikan apakah bakan makanan
yang akan diolah itu masih layak dikonsumsi atau masih layak menjadi bahan pembuatan
makanan, jangan sampai bahan dasar yang hendak dijadikan bahan makanan adalah bahan
yang sudah rusak, busuk ataupun sudah kedaluarsa.
C. Bersih dan bebasnya suatu produk makanan dan minuman dari bahan yang mengandung
zat yang membahayakan tubuh, karena Makanan toyyib dapat diartikan sebagai makanan
yang mengandung zat yang dibutuhkan oleh tubuh dan tidak mengandung zat yang
membahayakan tubuh dan pikiran. Dalam bahasa sederhana adalah makanan yang bergizi,
higienis, dan tidak beracun. Karena definisi ini isederhanakan, boleh jadi artinya masih
terlalu dangkal, tidak mencakup semua aspek seperti yang dimaksud oleh Al Quran.

50

51

Você também pode gostar