Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
BAB I
PENDAHULUAN
pada tahun 1999. Keputusan embargo senjata dari AS ini cukup berdampak bagi
kekuatan militer Indonesia yang saat itu hampir 70% suku cadangnya berasal dari
Amerika Serikat (Sulistyo, 2012). Dampak embargo tersebut sangat berpengaruh,
terutama akibat ketidakmampuan Indonesia dalam tahap arms maintenance sehingga
mengakibatkan banyak senjata yang tidak dapat digunakan (grounded). Menghadapi
permasalahan embargo senjata tersebut, kekuatan militer Indonesia menjadi stagnan
dan tidak dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam menjaga kedaulatan
berupa penjagaan batas wilayah, batas udara dan lain sebagainya.
Kekuatan militer Indonesia yang saat itu sedang stagnan akibat diembargo
pada tahun 1999/2000 semakin diperburuk dengan meningkatnya pertumbuhan
militer negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara. Hal ini dapat dilihat dari
meningkatnya belanja pertahanan beberapa negara yang berbatasan langsung dengan
Indonesia seperti Singapura dengan 4,358 juta US$ pada tahun 2001 menjadi 4,582
juta US$ di tahun 2002, kemudian Malaysia dengan 1,921 juta US$ pada tahun 2001
menjadi 1,973 juta US$ di tahun 2002 (The Military Balance, 2003-2004).
Pasca Perang Dingin persaingan kekuatan militer negara-negara di Asia
Tenggara termasuk Indonesia sudah terlihat, sebagaimana diprediksi melalui
anggaran pengeluaran militernya. Menurut The Military Balances 1997-1998,
anggaran belanja militer Indonesia dengan 1.402 juta US$ dan Thailand sebesar 1.653
juta US merupakan terbanyak di kawasan Asia Tenggara disusul dengan beberapa
negara lainnya seperti Malaysia dan Filipina.
permasalahan
militer
seperti
kasus
embargo
yang