Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
STEP 7
terdengar
suara
ini
maka
lakukanlah
pengecekan
pembengkakan
(edema)
pada
trakea,
untuk
Algorithm
, retraksi intercosta
n nafas bebas
Bernafas
Tidak bernafas/Gasping
ada
posisi shock
parsial: snorin
tidak ada
Pijat jantung
raba
1 siklus
arteri radialis
raba carotis 10
tidak ada
ada
pasang infusCPR 30
ekstra
: 2, 2cairan
menit pasang
Nafasmonitor
buatan, teruskan, evaluasi
manajemen shock
shockable
un-shockable
Look
Listen
Feel
Berdasar macam
Sumbatan Jalan Nafas Total
Bila tidak dikoreksi dalam waktu 5 10 menit dapat mengakibatkan
asfiksi ( kombinasi antara hipoksemia dan hipercarbi), henti nafas dan
henti jantung.
Sumbatan jalan Nafas partial
Bila tidak dikoreksi dapat menyebabkan kerusakan otak, sembab
otak, sembab paru, kepayahan henti nafas dan henti jantung sekunder.
BUKU AGENDA GAWAT DARURAT, JILID 2, PROF. DR.. H. TABRANI
RAB
Berdasar penyebab
Trauma
Trauma dapat disebabkan oleh karena kecelakaan, gantung
diri, atau kasus percobaan pembunuhan. Lokasi obstruksi biasanya
terjadi di tulang rawan sekitar, misalnya aritenoid, pita suara dll.
Benda asing, dapat tersangkut pada:
Laring
Terjadinya obstruksi pada laring dapat diketahui melalui
tanda-tanda sebagai berikut, yakni secara progresif terjadi stridor,
dispneu, apneu, digagia, hemopsitis, pernafasan dgn otot-otot nafas
tambahan, atau dapat pula terjadi sianosis.
Saluran nafas
Trakhea
Benda asing pada trakhea jauh lebih berbahaya dari pada di
dalam bronkhus, karena dapat menimbulkan asfiksia. Benda asing
didalam trakea tidak dapat dikeluarkan, karena tersangkut di dalam
rima glotis dan akhirnya tersangkut dilaring dan menimbulkan
gejala obstruksi laring
Bronkhus
Biasanya akan tersangkut pada bronkhus kanan, oleh karena
diameternya lebih besar dan formasinya dilapisi oleh sekresi
bronkhus sehingga menjadi besar
BUKU AGENDA GAWAT DARURAT, JILID 2, PROF. DR.. H.
TABRANI RAB
Berdasar macam
Sumbatan Jalan Nafas Total
Bila tidak dikoreksi dalam waktu 5 10 menit dapat mengakibatkan
asfiksi ( kombinasi antara hipoksemia dan hipercarbi), henti nafas dan
henti jantung.
Sumbatan jalan Nafas partial
Bila tidak dikoreksi dapat menyebabkan kerusakan otak, sembab
otak, sembab paru, kepayahan henti nafas dan henti jantung sekunder.
BUKU AGENDA GAWAT DARURAT, JILID 2, PROF. DR.. H. TABRANI
RAB
2. Prosedur ini juga digunakan ketika pasien berada pada postictal stage dan
postanesthesia.
Sedangkan kontra indikasi bagi penggunaan prosedur ini meliputi sebagai berikut
(McCann, 2004) :
1. Pasien dengan rendahnya kekuatan gigi (loose teeth) dan avulsed teeth.
2. Pasien yang baru mengalami atau menjalani pembedahan oral (oral surgery).
3. Pasien yang memiliki kesadaran tinggi atau semi. Hal ini disebabkan penggunaan
prosedur tersebut mendorong atau menstimulasi reaksi muntah danlaryngospasm.
Kemudian, komplikasi dalam penggunaan prosedur Oropharyngeal Airway, yaitu
meliputi sebagai berikut (McCann, 2004) :
1. Kerusakan pada gigi atau hilangnya gigi.
2. Kerusakan jaringan.
3. Pedarahan.
4. Adanya penekanan pada epiglotis melawan jalan masuk larynx terutama jika jalan
udara terlalu lama.
5. Adanya produksi obstruksi secara keseluruhan dalam jalan udara yang disebabkan
jalan udara yang terlalu panjang atau lama.
6. Adanya penekanan pada posterior lidah dan memperburuk obstruksi jalan udara
bagian atas yang terjadi ketika prosedur pemasukan tidak dilakukan secara benar.
ADVANCED TRAUMA LIFE SUPPORT (ATLS)
Posisikan kepala pasien lurus dengan tubuh. Kemudian pilih ukuran pipa
orofaring yang sesuai dengan pasien. Hal ini dilakukan dengan cara
menyesuaikan ukuran pipa oro-faring dari tragus (anak telinga) sampai ke
sudut bibir. Masukkan pipa orofaring dengan tangan kanan,
lengkungannya menghadap ke atas (arah terbalik), lalu masukkan ke
dalam rongga mulut. Setelah ujung pipa mengenai palatum durum putar
pipa ke arah 180 drajat. Kemudian dorong pipa dengan cara melakukan
jaw thrust dan kedua ibu jari tangan menekan sambil mendorong pangkal
pipa oro-faring dengan hati-hati sampai bagian yang keras dari pipa
berada diantara gigi atas dan bawah, terakhir lakukan fiksasi pipa
orofaring. Periksa dan pastikan jalan nafas bebas (Lihat, rasa, dengar).
Fiksasi pipa oro-faring dengan cara memplester pinggir atas dan bawah
pangkal pipa, rekatkan plester sampai ke pipi pasien (Arifin, 2012)
ADVANCED TRAUMA LIFE SUPPORT (ATLS)
6. Kapan kita memakai berbagai macam bentuk alat bantu nafas dan apa
efek samping bila salah memilih ?
Canul nasal : dipakai bila saturasi O2 95-100%, yang masuk 30-40%,
2-4 liter per menit
Sungkup sederhana : bila saturasi 90-95%, hipoksi ringan sedang,
yang masuk 40-60%, 4-12 liter permenit
Sungkup reservoir rebreathing (dikasih O2, hasil ekspirasi bisa
dihirup lagi, 40-80%, 10-12 liter permenit) dan non rebreathing (yang
. Head tilt
Bila tidak sadar, pasien dibaringkan dalam posisi terlentang dan
horizontal, kecuali pada pembersihan jalan napas dimana bahu dan
kepala pasien harus direndahkan dengan posisi semilateral untuk
memudahkan drainase lendir, cairan muntah atau benda asing. Kepala
diekstensikan dengan cara meletakkan satu tangan di bawah leher
pasien dengan sedikit
mengangkat leher ke atas. Tangan lain
diletakkan pada dahi depan pasien sambil mendorong / menekan ke
belakang. Posisi ini dipertahankan sambil berusaha dengan
memberikan inflasi bertekanan positif secara intermittena (Alkatri,
2007).
Chin lift
Jari - jemari salah satu tangan diletakkan bawah rahang, yang
kemudian secara hati hati diangkat ke atas untuk membawa dagu ke
arah depan. Ibu jari tangan yang sama, dengan ringan menekan bibir
bawah untuk membuka mulut, ibu jari dapat juga diletakkan di
belakang gigi seri (incisor) bawah dan, secara bersamaan, dagu
dengan hati hati diangkat.
Maneuver chin lift tidak boleh menyebabkan hiperekstensi leher.
Manuver
ini berguna pada korban trauma karena tidak
11.
12.
13.
Adanya apnea
KEBUTUHAN UNTUK
PERLINDUNGAN
AIRWAY
KEBUTUHAN UNTUK
VENTILASI
Tidak sadar
Apneu
Paralisis neuromuskular
Tidak sadar
Fraktur maksilofasial
Bahaya aspirasi
Perdarahan
Muntah-muntah
Bahaya sumbatan
Hematoma leher
Cedera larynx dan trachea
Stridor
ET
Persiapan Intubasi Endotrakeal
1. Alat:
A. Laryngoscope
Terdiri dari : Blade (bilah) dan Handle (gagang).
Pilih ukuran blade yg sesuai.
Dewasa : no 3 atau 4
Anak : no 2
Bayi : no 1
Pasang blade dengan handle
Cek lampu harus menyala terang.
Menyiapkan Laryngoscop
: Prematur : ID 2.5
Aterm
: 3.0 3.5
Selalu menyiapkan satu ukuran dibawah dan diatas.
Pilih ET yang High Volume Low Pressure (ETT putih/ fortex)
Bila memakai yg re-useable, cek cuff dan patensi lubang ET.
C. Spuit 20 cc.
D. Stylet (bila perlu).
E. Handsgloves steril.
F. KY jelly.
G. Forcep Magill (bila perlu).
H. AMBU Bag dg kantung reservoir dihubungkan dengan
sumber oksigen.
I. Plester untuk fiksasi ETT.
J. Oropharngeal Airway.
H. Alat suction dg suction catheter .
K. Stetoscope.
Obat Emergency
- Sulfas Atropin (SA) dalam spuit
- Adrenaline dalam spuit.
Pasien
Informed consent mengenai tujuan dan resiko tindakan.
Buka mulut dengan tangan kanan, gerakan jari menyilang (ibu jari
menekan mandibula, jari telunjuk menekan maksila)
Pegang laringoskop dg tangan kiri, masukkan melalui sisi sebelah
kanan mulut, singkirkan lidah ke samping kiri
Cari epiglotis. Tempatkan ujung bilah laringoskop di valekula
(pertemuan epiglotis dan pangkal lidah)
Angkat epiglotis dg elevasi laringoskop ke atas (jangan
menggunakan gigi seri atas sbg tumpuan !!!) untuk melihat plika
vokalis
Bila tidak terlihat, minta bantuan asisten utk lakukan BURP manuver
(Back, Up, Right Pressure) pada kartilago krikoid sampai terlihat
plika vokalis
NASAL INTUBATION
SURGICAL AIRWAY
CRICOTIROIDOTOMY
TRACHEOSTOMY
16.
NILAI
OKSIMETRI
DENYUT
ARTI KLINIS
95%-100%
90%-<95%
Hipoksia ringan-sedang
85%-<90%
Hipoksia sedang-berat
<85%
Ventilasi dibantu
Ventilasi dibantu
NILAI RR
RR 30x menit menunjukkan adanya peningkatan RR.
Hipoksia
di
jaringan
otot
otot
menyebabkan
kelelahan
pada
otot-otot
pernapasan
dengan
Aritmia jantung
cardiac arrest
pengurangan
cardiac output
Pengurangan
fungsi koroner
Fungsi respirasi
tergganggu
Cardiorespiratory
arrest
Kerusakan jaringan
otak
Penilaian GCS
a. GCS
i. 3 - 8 berat
ii. 9 - 12 sedang
iii. 13 15 ringan
1)
Skor 14-15 : compos mentis
2)
Skor 12-13 : apatis
3)
Skor 11-12 : somnolent
4)
Skor 8-10 : stupor
5)
Skor < 5
: koma
Buku Ajar Ilmu Bedah, Wim de Jong
17.
18.
19.
20.
21.
22.
Tujuan Umum
1.
Meningkatkan ekspansi dada
2.
3.
4.
Mencegah hipoksia
5.
6.
Meningkatkan rasa nyaman dan efisiensi frekuensi napas pada penyakit paru(Aryani,
2009:53)
7.
Indikasi
Efektif diberikan pada klien yang mengalami :
1. Gagal nafas
Ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan tekanan parsial normal O2 dan CO2 di dalam
darah, disebabkan oleh gangguan pertukaran O2 dan CO2 sehingga sistem pernapasan tidak
mampu memenuhi metabolisme tubuh.
2. Gangguan jantung (gagal jantung)
Ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen.
3. Kelumpuhan alat pernafasan
Suatu keadaan dimana terjadi kelumpuhan pada alat pernapasan untuk memenuhi kebutuhan
oksigen karena kehilangan kemampuan ventilasi secara adekuat sehingga terjadi kegagalan
pertukaran gas O2 dan CO2.
4. Perubahan pola napas.
Hipoksia (kekurangan oksigen dalam jaringan), dyspnea (kesulitan bernapas, misal pada
pasien asma),sianosis (perubahan warna menjadi kebiru-biruan pada permukaan kulit karena
kekurangan oksigen), apnea (tidak bernapas/ berhenti bernapas), bradipnea (pernapasan lebih
lambat dari normal dengan frekuensi kurang dari 16x/menit), takipnea (pernapasan lebih
cepat dari normal dengan frekuensi lebih dari 24x/menit (Tarwoto&Wartonah, 2010:35)
5. Keadaan gawat (misalnya : koma)
Pada keadaan gawat, misal pada pasien koma tidak dapat mempertahankan sendiri jalan
napas yang adekuat sehingga mengalami penurunan oksigenasi.
6. Trauma paru
Paru-paru sebagai alat penapasan, jika terjadi benturan atau cedera akan mengalami
gangguan untuk melakukan inspirasi dan ekspirasi.
7. Metabolisme yang meningkat : luka bakar
Pada luka bakar, konsumsi oksigen oleh jaringan akan meningkat dua kali lipat sebagai akibat
dari keadaan hipermetabolisme.
8. Post operasi
Setelah operasi, tubuh akan kehilangan banyak darah dan pengaruh dari obat bius akan
mempengaruhi aliran darah ke seluruh tubuh, sehingga sel tidak mendapat asupan oksigen
yang cukup.
9. Keracunan karbon monoksida
Keberadaan CO di dalam tubuh akan sangat berbahaya jika dihirup karena akan
menggantikan posisi O2 yang berikatan dengan hemoglobin dalam darah.
(Aryani, 2009:53)
Kontraindikasi
Tidak ada konsentrasi pada pemberian terapi oksigen dengan syarat pemberian jenis dan
jumlah aliran yang tepat. Namun demikan, perhatikan pada khusus berikut ini
1.
Pada klien dengan PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun) yang mulai bernafas
spontan maka pemasangan masker partial rebreathing dan non rebreathing dapat
menimbulkan tanda dan gejala keracunan oksigen. Hal ini dikarenakan jenis masker
rebreathing dan non-rebreathing dapat mengalirkan oksigen dengan konsentrasi yang tinggi
yaitu sekitar 90-95%
2.
3.
Jika klien terdapat obstruksi nasal maka hindari pemakaian nasal kanul.
(Aryani, 2009:53)
Hal - hal yang perlu diperhatikan
Perhatikan jumlah air steril dalam humidifier, jangan berlebih atau kurang dari batas.
Hal ini penting untuk mencegah kekeringan membran mukosa dan membantu untuk
mengencerkan sekret di saluran pernafasan klien
Pada beberapa kasus seperti bayi premature, klien dengan penyakit akut, klien
dengan keadaan yang tidak stabil atau klien post operasi, perawat harus mengobservasi lebih
sering terhadap respon klien selama pemberian terapi oksigen
Pada beberapa klien, pemasangan masker akan memberikan tidak nyaman karena
merasa terperangkat. Rasa tersebut dapat di minimalisir jika perawat dapat meyakinkan
klien akan pentingnya pemakaian masker tersebut.
Pada klien dengan masalah febris dan diaforesis, maka perawat perlu melakukan
perawatan kulit dan mulut secara extra karena pemasangan masker tersebut dapat
menyebabkan efek kekeringan di sekitar area tersebut.
Jika terdapat luka lecet pada bagian telinga klien karena pemasangan ikatan tali nasal
kanul dan masker. Maka perawat dapat memakaikan kassa berukuran 4x4cm di area tempat
penekanan tersebut.
Akan lebih baik jika perawat menyediakan alat suction di samping klien dengan terapi
oksigen
Pada klien dengan usia anak-anak, biarkan anak bermain-main terlebih dahulu dengan
contoh masker.
Jika terapi oksigen tidak dipakai lagi, posisikan flow meter dalam posisi OFF
(Aryani, 2009:53)
PEMBERIAN OKSIGEN MELALUI NASAL KANULA
Pengertian
Pemberian oksigen pada klien yang memerlukan oksigen secara kontinyu
dengan kecepatan aliran 1-6 liter/menit serta konsentrasi 20-40%, dengan
cara memasukan selang yang terbuat dari plastik ke dalam hidung dan
mengaitkannya di belakang telinga. Panjang selang yang dimasukan ke
dalam lubang dihidung hanya berkisar 0,6 1,3 cm. Pemasangan nasal
kanula merupakan cara yang paling mudah, sederhana, murah, relatif
nyaman, mudah digunakan cocok untuk segala umur, cocok untuk
pemasangan jangka pendek dan jangka panjang, dan efektif dalam
mengirimkan oksigen. Pemakaian nasal kanul juga tidak mengganggu klien
untuk melakukan aktivitas, seperti berbicara atau makan. (Aryani, 2009:54)
Tujuan
a. Memberikan oksigen dengan konsentrasi relatif rendah saat kebutuhan oksigen minimal.
b. Memberikan oksigen yang tidak terputus saat klien makan atau minum.
(Aryani, 2009:54)
kasi
Klien yang bernapas spontan tetapi membutuhkan alat bantu nasal kanula untuk memenuhi
kebutuhan oksigen (keadaan sesak atau tidak sesak). (Suparmi, 2008:67)
Prinsip
a. Nasal kanula untuk mengalirkan oksigen dengan aliran ringan atau rendah, biasanya hanya 23 L/menit.
b. Membutuhkan pernapasan hidung
c. Tidak dapat mengalirkan oksigen dengan konsentrasi >40 %.
(Suparmi, 2008:67)
c. Non rebreathing mask mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen sampai 80-100% dengan
kecepatan aliran 10-12 liter/menit. Pada prinsipnya, udara inspirasi tidak bercampur dengan
udara ekspirasi karena mempunyai 2 katup, 1 katup terbuka pada saat inspirasi dan tertutup
saat pada saat ekspirasi, dan 1 katup yang fungsinya mencegah udara kamar masuk pada saat
inspirasi dan akan membuka pada saat ekspirasi. (Tarwoto&Wartonah, 2010:37)
Indikasi : klien dengan kadar tekanan CO2 yang tinggi. (Asmadi, 2009:34)
Tujuan
Memberikan tambahan oksigen dengan kadar sedang dengan konsentrasi dan kelembaban
yang lebih tinggi dibandingkan dengan kanul. (Suparmi, 2008:68)
Prinsip
Mengalirkan oksigen tingkat sedang dari hidung ke mulut, dengan aliran 5-6 liter/menit
dengan konsentrasi 40 - 60%. (Suparmi, 2008:68)
Kontraindikasi
Tidak ada konsentrasi pada pemberian terapi oksigen dengan syarat pemberian jenis dan
jumlah aliran yang tepat. Namun demikan, perhatikan pada khusus berikut ini
1. Pada klien dengan PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun) yang mulai bernafas
spontan maka pemasangan masker partial rebreathing dan non rebreathing dapat
menimbulkan tanda dan gejala keracunan oksigen. Hal ini dikarenakan jenis masker
rebreathing dan non-rebreathing dapat mengalirkan oksigen dengan konsentrasi yang
tinggi yaitu sekitar 90-95%
2.
3.
Jika klien terdapat obstruksi nasal maka hindari pemakaian nasal kanul.
(Aryani, 2009:53)
23.
24.
HIPOKSEMIA
Hipoksemia adalah suatu keadaan terjadinya penurunan konsentrasi oksigen dalam darah arteri
(PaO2) atau saturasi oksigen dalam arteri (SaO2). Nilai normal PaO2 85 100 mmHg dan SaO2
> 95%. Hipoksia adalah penurunan sejumlah oksigen yang terdapat dalam jaringan tanpa
memperhatikan penyebab dan lokasi. Berdasarkan nilai PaO2 dan SaO2, hipoksemia dibedakan
menjadi ringan (PaO2 60-79 mmHg dan SaO2 90-94%), sedang (PaO2 40-60 mmHg dan SaO2
75-89%) dan berat (PaO2 < 40 mmHg dan SaO2 <75%). Hipoksemia dapat disebabkan oleh
gangguan ventilasi-perfusi, hipoventilasi, pirau, gangguan difusi dan berada di tempat yang
tinggi.
Patofisiologi hipoksemia
Hipoksemia menyebabkan beberapa perubahan fisiologi yang bertujuan untuk mempertahankan
agar oksigenasi ke jaringan memadai. Bila tekanan oksigen arterial (PaO2) di bawah 55 mmHg,
kendali napas akan meningkat sehingga tekanan oksigen arterial juga meningkat dan
sebaliknya tekanan karbondioksida arteri menurun. Pembuluh darah yang mensuplai darah di
jaringan hipoksia mengalami vasodilatasi, selain itu juga terjadi takikardi yang akan
meningkatkan volume sekuncup jantung sehingga oksigenasi jaringan dapat diperbaiki. Hipoksia
alveoler menyebabkan kontraksi pembuluh darah pulmoner sebagai respons untuk memperbaiki
rasio ventilasi perfusi di area paru yang terganggu, kemudian akan terjadi peningkatan sekresi
eritropoetin ginjal sehingga mengakibatkan eritrositosis dan terjadi peningkatan kapasitas
transfer oksigen. Kontraksi pembuluh darah pulmoner, eritrositosis dan peningkatan volume
sekuncup jantung akan menyebabkan hipertensi pulmoner, gagal jantung kanan bahkan dapat
menyebabkan kematian.
Tujuan terapi oksigen
Tujuan umum terapi oksigen adalah untuk mencegah dan memperbaiki hipoksia jaringan,
sedangkan tujuan khususnya adalah untuk mendapatkan PaO2 lebih dari 90 mmHg atau SaO2
lebih dari 90%. Besarnya fraksi oksigen inspirasi (FiO2) yang didapatkan paru sesuai dengan
volume oksigen yang diberikan pada pasien dapat dilihat pada tabel berikut.
Alat
Kanula nasal
Masker oksigen
Masker
udara
dengan
Aliran
(l/mnt)
1
2
3
4
5
6
5-6
6-7
7-8
kantong
6
7
8
9
10
1.
a.
b.
2.
a.
b.
FiO2
(%)
0,24
0,28
0,32
0,36
0,40
0,44
0,40
0,50
0,60
0,60
7,70
0,80
0,80
0,80
banyak dan dapat disimpan lama. Kerugiannya adalah berat, kurang praktis dalam pengisian
dan mudah meledak.
2. Oksigen cair. Oksigen cair tidak bertekanan tinggi dan dapat disimpan dalam tempat tertentu
dilengkapi dengan alat HCFA untuk mengubah oksigen cair menjadi gas sehingga dapat dihirup.
Tempat penyimpanan, disebut dewar, dapat menyimpan oksigen cair sampai suhu 273 oF.
Umumnya dewar berisi 100 pound oksigen yang habis dalam seminggu bila dipakai terus
menerus dengan aliran 2 l/mnt. Oksigen cair lebih disukai daripada oksigen bertekanan tinggi
karena tempat penyimpanannya lebih kecil, ringan dan mudah dibawa pergi. Kerugiannya lebih
mahal dan pengisian kembali di pabrik yang sama.
3. Oksigen konsentrat. Sistem oksigen konsentrat didapat dengan mengekstraksiikan udara luar
menggunakan metode molekuler sieve, oksigen diekstraksi sehingga dapat diberikan kepada
pasien dan nitrogen dibuang kembali ke udara luar. Alat ini dioperasikan secara elektrik.
Keuntungannya cukup murah, tidak perlu penyimpanan khusus, sedang kerugiannya kurang
portabel, bersuara dan perlu perawatan yang teratur.
RISIKO TERAPI OKSIGEN
Salah satu risiko terapi oksigen adalah keracunan oksigen. Hal ini dapat terjadi bila oksigen
diberikan dengan fraksi lebih dari 50% terus menerus selama 1-2 hari. Kerusakan jaringan paru
terjadi akibat terbentuknya metabolik oksigen yang merangsang sel PMN melepaskan enzim
proteolitik dan enzim lisosom yang dapat merusak alveoli, risiko lainnya adalah retensi gas CO2
dan atelektasis.