Você está na página 1de 24

STEP 1

1. Infiltrat : suatu materi yang berada pada suatu tempat.


Menurut kamus Dorland, infiltrate adalah bahan yang ditimbun dengan cara infiltrasi. Dan infiltrasi adalah penimbunan bahan di dalam sel atau
jaringan yang seharusnya tidak terdapat di jaringan tersebut atau melebihi jumlah normal

2. Ronki basah : bunyi tambahan yang terdengar secara tidak kontinyu


karena infeksi bakteri atau bahan kimia,terdengar saat inspirasi.
Apakah hanya di alveolus?
STEP 2
1. Mengapa pada pasien ditemukan batuk berdahak kental berwarna
kehijauan?
Sputum hijau proses penimbunan nanah. Warna hijau ini
dikarenakan adanya verdoperoksidase yg dihasikan oleh PMN dlm
sputum. Sputum hijau ini sering ditemukan pada penderita
bronkhiektasis karena penimbunan sputum dalam bronkus yang
melebar dan terinfeksi. Banyak penderita infeksi pada saluran
napas bagian bawah mengeluarkan sputum berwarna hijau pada
pagi hari, tetapi makin siang menjadi semakin kuning.
Inflamasi saluran napas melibatkan interaksi beberapa tipe sel
dan mediator yang akan menyebabkan gejala rinitis dan asma1.
Inhalasi antigen mengaktifkan sel mast dan sel Th2 di saluran
napas. Keadaan tersebut akan merangsang produksi mediator
inflamasi seperti histamin dan leukotrien dan sitokin seperti IL-4
dan IL-5. Sitokin IL-5 akan menuju ke sumsum tulang
menyebabkan deferensiasi eosinofil1. Eosinofil sirkulasi masuk ke
daerah inflamasi alergi dan mulai mengalami migrasi ke paru
dengan rolling (menggulir di endotel pembuluh darah daerah
inflamasi),
mengalami
aktivasi,
adhesi,
ekstravasasi
dan
kemotaksis2. Eosinofil berinteraksi dengan selektin kemudian
menempel di endotel melalui perlekatannya dengan integrin di
superfamili immunoglobulin protein adhesi yaitu vascular-cell
adhesion molecule (VCAM)-1 dan intercellular adhesion molecule
(ICAM)-1.
Eosinofil, sel mast, basofil, limfosit T dan sel Langerhan masuk ke
saluran napas melalui pengaruh beberapa kemokin dan sitokin
seperi RANTES, eotaksin, monocyte chemotactic protein (MCP)-1
dan macrofag inflamatory protein (MIP)-1 yang dilepas oleh sel
epitel. Eosinofil teraktivasi melepaskan mediator inflamasi seperti
leukotrien dan protein granul untuk menciderai saluran napas.
Survival eosinofil diperlama oleh IL-4 dan GM-CSF, mengakibatkan
inflamasi
saluran
napas
yang
persisten1.
Akumulasi sel mast pada saluran napas merupakan patofisiologi
penting baik pada asma maupun rinitis alergi. Efek biokimia
spesifik akibat degranulasi sel mast hampir sama pada saluran
napas atas maupun bawah. Sedangkan efek fisiologis memiliki
perbedaan. Edema mukosa yang dimediasi oleh sel mast terjadi
baik di saluran napas atas maupun bawah, akan menyebabkan

obstruksi. Sedangkan kontraksi otot polos saluran napas bawah


lebih berat dalam merespons inflamasi dibanding saluran napas
atas. Imunoglobulin E menempel pada sel mast jaringan dan
basofil sirkulasi melalui reseptor dengan afinitas tinggi yang
diekspresikan oleh permukaan sel. Histamin dan leukotrien
dilepas dari basofil maupun sel mast dan akan menyebabkan
timbulnya gejala secara cepat dalam beberapa menit. Gejala pada
saluran napas atas meliputi rasa gatal pada hidung, bersin dan
rinorea. Sedangkan gejala pada saluran napas bawah meliputi
bronkokonstriksi, hipersekresi kelenjar mukus, sesak napas,
batuk dan mengi.

Macam- macam sputum:


- Sputum warna kuning infeksi bakteri, sel eosinofil ( alergi pada asma)
- Sputum warna karat besi infeksi pneumonia karena pneumokokus
- Sputum warna batu bata infeksi pneumonia Klebsiella.
- Sputum berbau busuk+ nanah infeksi pneumonia karena bakteri anaerob
atau terdapat abses paru
- Sputum warna hitam polusi udara atm
2. Mengapa pada oasien sudah meminum obat batuk tetapi tidak mereda?
Apabila penyebab batuk diketahui maka pengobatan harus
ditujukan
terhadap
penyebab
tersebut.
Dengan
evaluasi
diagnostic yang terpadu, pada hamper semua penderita dapat
diketahui
penyebab
batuk
kroniknya.
Pengobatan
batuk

tergantung dari etiologi atau mekanismenya, misalnya antibiotic


pada pasien dengan pneumonia.
Pengoobatan simptomatik diberikan apabila :
a. Penyebab batuk yang pasti tidak diketahui, sehingga pengobatan
spesifik dan definitive tidak dapat diberikan, dan/atau
b. Batuk tidak berfungsi baik dan komplikasinya membahayakan
penderita.
Obat yang digunakan untuk pengobatan simptomatik ada tiga
jenis
menurut
kategori
farmakologik,
yaitu
antitusif,
ekspektorans, dan mukolitik.
3. Mengapa di dapatkan redup positif dan ronki basah positif pada lubus
tengah paru kanan?
a. keredupan pada paru kanan lobus tengah menunjukkan paru
mengalami pemadatan. Hal ini terlihat pada gambaran hasil ronsen
thoraks. Kepadatan terjadi karena paru dipenuhi oleh sel radang
dan cairan yang merupakan bentuk respon tubuh mematikan
kuman. Tapi respon ini berakibat terganggunya fungsi paru,
sehingga penderita sulit bernapas karena tak tersisa ruang
oksigen.
Meaknisme setelah infeksi :
Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia
ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast
setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut
mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan
jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin
untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan
alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak
yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini
dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi
oksigen hemoglobin.
Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari
reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau

sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung
sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
Stadium III (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler
darah tidak lagi mengalami kongesti.
Stadium IV (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag
sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

Bagaimana ada cairan di cavum pleura?


Adanya peradangan di cavum pleura. Normalnya, di cavum pleura
ada sedikit cairan. Apabila ada peradangan di cavum pleura bisa
meningkatkan akumulasi cairan.
Apabila ada peradangan dari luar pleura, contoh: ada peradangan
di alveolus, tubuh merangsang untuk membentuk rx inflamasi yang
dapat memvasodilatasi daerah inflamasi. Ada perlawanan sel imun,
yang kemudian dapat terjadi eksudasi cairan ke cavum pleura
Adanya kelebihan cairan di cavum pleura, bisa terjadi karena
eksudasi dan pasti terjadi dari bawah
Mengapa terdengar suara ronchi basah?
b. keredupan pada paru kanan lobus tengah menunjukkan paru
mengalami pemadatan. Hal ini terlihat pada gambaran hasil
ronsen thoraks. Kepadatan terjadi karena paru dipenuhi oleh
sel radang dan cairan yang merupakan bentuk respon tubuh
mematikan kuman. Tapi respon ini berakibat terganggunya
fungsi paru, sehingga penderita sulit bernapas karena tak
tersisa ruang oksigen.

4. Mengapa keluhan disertai badan panas terus menerus sejak 10 hari yang
lalu?
Suhu tubuh diatur oleh otak di bagian hipotalamus pada pre-optik anterior,
merupakan bagian dari deinsephalon yang merupakan bagian dari otak
depan (prosencephalon). Dengan adanya termorespetor ini, suhu tubuh
dapat senatiasa berada dalam batas normal yakni sesuai dengan suhu inti
tubuh. Suhu inti tubuh merupakan pencerminan dari kandungan panas
yang ada di dalam tubuh kita. Kandungan panas didapatkan dari
pemasukan panas yang berasal dari proses metabolisme makanan yang
masuk ke dalam tubuh.
Pada umumnya suhu inti berada dalam batas 36,5-37,5C. Dalam berbagai
aktivitas sehari-hari, tubuh kita juga akan mengelurakan panas misalnya
saat berolahraga. Bilamana terjadi pengeluraan panas yang lebih besar
dibandingkan dengan pemasukannya, atau sebaliknya maka termostat
tubuh itu akan segera bekerja guna menyeimbangkan suhu tubuh inti. Bila
pemasukan panas lebih besar daripada pengeluarannya, maka termostat
ini akan memerintahkan tubuh kita untuk melepaskan panas tubuh yang
berlebih ke lingkungan luar tubuh salah satunya dengan mekanisme
berkeringat. Dan bila pengeluaran panas melebihi pemasukan panas,
maka termostat ini akan berusaha menyeimbakan suhu tersebut dengan
cara memerintahkan otot-otot rangka kita untuk berkontraksi(bergerak)
guna menghasilkan panas tubuh.
Kontraksi otot-otok rangka ini merupakan mekanisme dari menggigil.
Contohnya, seperti saat kita berada di lingkunganpegunungan yang

hawanya dingin, tanpa kita sadari tangan dan kaki kita bergemetar
(menggigil). Hal ini dimaksudkan agar tubuh kita tetap hangat. Karena
dengan menggigil itulah, tubuh kita akan memproduksi panas. Hal diatas
merupakan proses fisiologis. Lain halnya bila tubuh mengalami proses
patologis. Proses perubahan suhu yang terjadi saat tubuh dalam keadaan
sakit lebih dikarenakan oleh toksis yang masuk kedalam tubuh. Umumnya,
keadaan sakit terjadi karena adanya proses peradangan (inflamasi) di
dalam tubuh.
Proses peradangan merupakan mekanisme pertahanan dasar tubuh
terhadap adanya serangan yang mengancam keadaan fisiologis tubuh.
Proses peradangan diawali dengan masuknya racun kedalam tubuh kita.
Contoh racun yang paling mudah adalah mikroorganisme penyebab sakit.
Mikroorganisme (MO) yang masuk ke dalam tubuh umumnya memiliki
suatu zat toksin/racun tertentu yang dikenal sebagai pirogen eksogen.
Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan
mencegahnya yakni dengan memerintahkan pertahanan tubuh antara lain
berupa leukosit, makrofag, dan limfosit untuk memakannya (fagositosit).
Dengan adanya proses fagositosit ini, tubuh itu akan mengelurkan zat
kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya interleukin 1/ IL1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar,
selanjutnya akan merangsang sel-sel endotel hipotalamus untuk
mengeluarkan suatu substansi yakni asam arakhidonat. Asam arakhidonat
bisa keluar dengan adanya bantuan enzim fosfolipase A2.
Proses selanjutnya adalah, asam arakhidonat yang dikeluarkan oleh
hipotalamus akan pemacu pengeluaran prostaglandin (PGE2). Pengeluaran
prostaglandin pun berkat bantuan dan campur tangan dari enzim
siklooksigenase (COX). Pengeluaran prostaglandin ternyata akan
mempengaruhi kerja dari termostat hipotalamus. Sebagai kompensasinya,
hipotalamus selanjutnya akan meningkatkan titik patokan suhu tubuh (di
atas suhu normal). Adanya peningkatan titik patakan ini dikarenakan
mesin tersebut merasa bahwa suhu tubuh sekarang dibawah batas
normal. Akibatnya terjadilah respon dingin/ menggigil. Adanya proses
mengigil ini ditujukan utuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak.

Sehingga terjadilah demam(suhu tubuh meningkat pada seseorang).

5. Mengapa pada foto rontgen didapatkan infiltrat pada kedua lapang paru?
Gambaran untuk pneumonia adalah ditemukan perselubungan
homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau segment paru
secara anantomis, batasnya tegas, walaupun pada mulanya
kurang jelas, volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis
dimana
paru
mengecil.
Tidak
tampak
deviasi
trachea/septum/fissure/ seperti pada atelektasis, silhouette sign

(+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas lesi


dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan
dengan jantung atau di lobus medius kanan, seringkali terjadi
komplikasi efusi pleura, bila terjadinya pada lobus inferior, maka
sinus phrenicocostalis yang paling akhir terkena, pada permulaan
sering masih terlihat vaskuler, pada masa resolusi sering tampak
Air
Bronchogram
Sign.
Pada
pneumonia
lobaris
didapatkan radiologis pada
foto thorax pasien didapatkan
gambaran konsolidasi radang. Yaitu tampak bayangan homogen
berdensitas tinggi pada paru dextra lobus superior, berbatas
tegas.
Ditulis : Sulistyanti Dian Rachmawati. Program Profesi Pendidikan
Dokter. Bagian Radiologi. RSUD Panembahan Senopati Bantul.
Sumber : Rasad, S.,et.al, Radiologi Diagnostik, Balai Penerbit
FKUI, Jakarta, 1999.
Bisa dicari gambarnya, agar lebih jelas

6. Bagaimana gambaran khas foto thorax pad askenario?


Gambaran untuk pneumonia adalah ditemukan perselubungan
homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau segment paru
secara anantomis, batasnya tegas, walaupun pada mulanya

kurang jelas, volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis


dimana
paru
mengecil.
Tidak
tampak
deviasi
trachea/septum/fissure/ seperti pada atelektasis, silhouette sign
(+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas lesi
dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan
dengan jantung atau di lobus medius kanan, seringkali terjadi
komplikasi efusi pleura, bila terjadinya pada lobus inferior, maka
sinus phrenicocostalis yang paling akhir terkena, pada permulaan
sering masih terlihat vaskuler, pada masa resolusi sering tampak
Air
Bronchogram
Sign.
Pada
pneumonia
lobaris
didapatkan radiologis pada
foto thorax pasien didapatkan
gambaran konsolidasi radang. Yaitu tampak bayangan homogen
berdensitas tinggi pada paru dextra lobus superior, berbatas
tegas.
Ditulis : Sulistyanti Dian Rachmawati. Program Profesi Pendidikan
Dokter. Bagian Radiologi. RSUD Panembahan Senopati Bantul.
Sumber : Rasad, S.,et.al, Radiologi Diagnostik, Balai Penerbit
FKUI, Jakarta, 1999.
7. DD?
Nama Penyakit
Pneumonia

Patofisiologi
Terjadinya inflamasi
jaringan parenkim paru
dari bronchioles hingga
ka alveoli

Asthma

Hiperresponsivitas otot
bronkus karena mediator
inflamasi (sehingga
mudah kontriksi)

Ciri khas
Dyspnea bersifat
akut;gejala khas yang
sering muncul yaitu
nyeri pleura, batuk
dengan sputum
mucoid, purulent,
kemerahan, atau darah;
demam (meskipun
tidak selalu); sering
didahuilui infeksi
saluran pernapasan
atas;fremitus vocal
terdengar lebih jelas
dan nyaring; perkusi
terdengar redup (berisi
cairan)
Dyspnea yang tiba2,
bisa
nocturnal;dipidahkan
oleh waktu tanpa gejala
/ asimtomatik;
dipengaruhi oleh trigger
(lingkungan, obat,
emosi,dsb); batuk
(onset seringnya

Bronchitis

Hipersekresi mucus
berlebihan di bronchus
yang diikuti dnegan
obstruksi jalan napas

Bronchospasme

Hampir sama dengan


asthma
Cairan yang
terakumulasi dalam
cavum
pleura;memisahkan
jaringan paru yang berisi
udara dengan dinding

Effusi Pleura

sendirian;bisa tidak
terjadi bersamaan
dengan dyspneu),
perasaan dada-yangsempit ; pada inspeksi
bisa ditemukan pigeonchest / pectus
carinatum atau barrel
chest; pada perkusi bisa
ditemukan hipersonor
(udara yang terlalu
banyak terperangkap) ;
pada auzkkukltasi
terdaat wheezing atau
crackle (rhonchi bila
sekresi berlebihan di
saluran-napas dengan
lumen besar)
Batuk produktif yang
diikuti dengan dyspnea
progressif yang
menyusul setelahnya
(bila kronik) atau
sebaliknya;memburuk
bila aktivitas, bisa
diperingan dengan
istirahat meskipun ada
juga yang persisten;
ada riwayat merokok,
polusi, herediter, dsb.;
infeksi berulang; bisa
barrel chest pada
inspeksi; bisa sonor
hingga hipersonor pada
perkusi; auskultasi
didapati wheezing,
ronchi, atau crackle (di
awal inspirasi); fremitus
vocal normal.
Hampir sama dengan
asthma
Pada perkusi bisa
didapati redup hingga
pekak;posisi trakea bisa
berdeviasi kea rah yang
berlawanan dengan
tempat effuse yang

dada;memblok transmisi
suara yang digetarkan.

Atelectasis

Sumbatan di bronchus
principalis yang
menjadikan obstruksi
dan sebabkan jaringan
paru di bawahnya
collaps.

Konsolidasi

Keadaan dimana
alveolus dipenuhi
dengan cairan, entah itu
darah, plasma, atau
darah.

Abses Paru

Inflamasi kronis yang


menghasilkan Sutum
purulen berbau busuk
atau juga bisa
bercampur darah

paling parah; suara


napas vesicular akan
sangat lembut atau
hampir tak terdengar.
Suara napas bronchial
mungkin masih bisa
terdengar di atas
lesi;Suara tambahan
berua pleuralrub;fremitus vocal
tidak jelas di daerah
lesi, tapi jelas di atas
lesi.
Pada perkusi bisa
ditemukan redup;
trachea bisa berdeviasi
ke arah lesi; suara
napas normal kecil;
tidak ada suara
tambahansaat
auskultasi; fremitus
vocal rendah keculai
pada atelectasis lobar,
dimana fremitus vocal
didapati meningkat.
Pada perkusi dirasakan
redup;suara napas
bronchial di area yang
kena; bisa didapati
crackle fase inspirasi
akhir; fremitus vocal
bisa terlalu jelas.
Penyakit febril, sering
ada riwayat kurang
hygienis dalam
perawatan gigi.

8. Pemeriksaan penunjang?
Pemeriksaan radiologis
Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan
gambaran air bronchogram (airspace disease), misalnya oleh
streptococcus pneumonia; bronchopneumonia (segmental
disease) oleh karena staphylococcus, virus atau mikroplasma.
Bentuk lesi bisa berupa kavitas dengan air-fluid level sugestif
untuk
infeksi anaerob, gram negatif atau amiloidosis.

Pemeriksaan laboratorium
Leukositosis umumnya menandai infeksi bakteri, lekosit
normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma
atau pada infeksi yang berata sehingga tidak terjadi respon
lekosit.
Leukopeni menunjukkan adanya depresi imunitas.
Pemeriksaan bakteriologis
Pemeriksaan yang predominan pada sputum adalah yang disertai
PMN yang kemungkinan merupakan penyebab infeksi.
Pemeriksaan khusus
Titer antibodi terhadap virus, legionela dan mikoplasma dapat
dilakukan. Nilai diagnostik didapatkan bila titer tinggi atau ada
kenaikan 4x.
Analisa gas darah dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia dan
kebutuhan oksigen.
9. Klasifikasi dari diagnosis?
Klasifikasi Pneumonia
Klasifikasi menurut Zul Dahlan (2001) :
a. Berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas :
Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris
dengan opasitas lobus atau lobularis.
Pneumonia atipikal, ditandai gangguan respirasi yang
meningkat lambat dengan gambaran infiltrat paru bilateral
yang difus.
b. Berdasarkan faktor lingkungan
Pneumonia komunitas
Pneumonia nosokomial
Pneumonia rekurens
Pneumonia aspirasi
Pneumonia pada gangguan imun
Pneumonia hipostatik
c. Berdasarkan sindrom klinis
Pneumonia bakterial berupa : pneumonia bakterial tipe tipikal
yang terutama mengenai parenkim paru dalam bentuk
bronkopneumonia dan pneumonia lobar serta pneumonia
bakterial tipe campuran atipikal yaitu perjalanan penyakit
ringan dan jarang disertai konsolidasi paru.
Pneumonia non bakterial, dikenal pneumonia atipikal yang
disebabkan Mycoplasma,
Chlamydia pneumoniae
atau
Legionella.
Klasifikasi berdasarkan Reeves (2001) :
a.
Community
Acquired
Pneunomia
dimulai
sebagai
penyakit pernafasan umum dan bisa berkembang menjadi
pneumonia. Pneumonia Streptococal merupakan organisme
penyebab umum. Tipe pneumonia ini biasanya menimpa
kalangan anak-anak atau kalangan orang tua.

b.

Hospital Acquired Pneumonia dikenal sebagai pneumonia


nosokomial. Organisme seperti ini aeruginisa pseudomonas.
Klibseilla atau aureus stapilococcus, merupakan bakteri
umum penyebab hospital acquired pneumonia.
c.
Lobar dan Bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan
lokasi
anatomi
infeksi.
Sekarang
ini
pneumonia
diklasifikasikan menurut organisme, bukan hanya menurut
lokasi anatominya saja.
d.
Pneumonia viral, bakterial dan fungi dikategorikan
berdasarkan pada agen penyebabnya, kultur sensifitas
dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme perusak.
10.Patofisiologi dari skenario?
Sebagian besar pneumonia terjadi melalui aspirasi kuman atau
penyebaran langsung dari saluran respiratorik atas. Paru terlindungi dari
infeksi melalui bebrapa mekanisme termasuk barier anatomi dan berier
mekanik, juga sistem pertahanan tubuh lokal maupun sistemik.
Barier anatomi dan mekanik diantaranya filtrasi partikel di hidung,
pencegahan aspirasi dengan refleks epiglotis, ekspulsi benda asing
melalui refleks batuk, pembersihan ke arah kranial oleh lapisan mukosilier.
Sistem pertahanan tubuh yang terlibat Ig A maupun respon inflamasi oelh
sel-sel leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar,
dan cell mediated immunity.
Pnemonia terjadi bila salah satu atau beberapa mekanisme di atas
mengalami gangguan sehingga kuman patogen dapat mencapai saluran
nafas bagian bawah. Inokulasi patogen penyebab pada saluran nafas akan
menimbulkan respon inflamasi akut pada pejamu yang berbeda sesuai
dengan patogen penyebabnya.
Pada pneumonia yang di sebabkan virus akan menginvansi saluran nafas
kecil dan alveoli. Respon inflamasi awal adalah infiltrasi sel-sel
mononuklear ke dalam submukosa dan perivaskuler. Bila proses ini meluas
dengan sejumlah debris dan mukus serta sel-sel inflamasi yang menigkat
dalam saluran nafas kecil akan menyebabkan obstruksi baik persial
maupun total. Prose infeksi yang berat akan mengakibatkan terjadinya
pengelupasan epitel dan akan membentuk eksudat.
Penemonia bakterial terjadi melalui proses inhalasi atau aspirasi patogen,
kadang terjadi melalui penyebaran hematogen. Yang mengakibakan
interaksi antara bakteri dan sistem imunitas pejamu. Ketika bakteri
mencapai dinding alveoli maka akan di tangkap oleh lapisan cairan epitel,
lalu akan terbentuk antibodi Ig G spesifik. Dari proses ini akan terjadi
fagositosis oelh makrofag alveolar (sel alveolar tipe II), sebagian kuman
akan mengalami lisis melalui perantara komplemen.
11.Patogenesis ?

A.

PARU NON-IMUN
Mengandalkan:
1. Kemampuan selimut mukosa mengeluarkan kotoran melalui gerakan
silia di atasnya
2. Fagosit oleh makrofag yang dapat mencerna partikel dan
mengeluarkannya dengan cara bermigrasi ke elevator mukosilia
3. Fagositosis dan pembasmian partikel oleh neutrofil yang telah
diundang oleh kemotaktik makrofag
4. Komplemen serum yang bisa meningkatkan fagosoit melalui
embentukan C3b
5. Kelenjar getah bening yang menangkap antigen yang berhasil masuk
B. PARU IMUN
Mengandalkan:
1. IgA
2. IgM
3. IgG
Akumulasi sel T
Faktor resiko + predisposisi Imunitas turun etiologi gampang masuk
mulai akumulasi di paru berkembang infeksi peradangan
membran paru (bagian dari sawar darah-udara alveoli) cairan dan sel

darah merah bisa masuk alveoli terisi cairan dan sisa2 sel mati
mneyebar dari 1 daerah paru ke yang lain Bronkolidasi penurunan
permukaan luas membran total pernapasan ; menurunnya rasio ventilasiperfusi saturasi darah rata2 menurun.
12.Etiologi?
Non microbacteri :
1. Lipid pneumonia : oleh karena aspirasi minyak mineral
2. Chemical pneumonitis : inhalasi bahan2 organik atau uap kimia seperti
berilium
3. Extrinsic allergic alveolitis : inhalasi bahan2 debu yg mengandung spora
dari actinomyecetes thermofilik
4. Drug reaction pneumonitis : Nitrofurantoin, busulfan, methotrexate
5. Pneumonia karena radiasi sinar roentgen
6. Pneumonia yg sebabnya tdk jelas : desquamative interstitial pneumonia,
eosinofilik pneumonia.
Community-Acquired Acute Pneumonia
Streptococcus pneumoniae
Haemophilus influenzae
Moraxella catarrhalis
Staphylococcus aureus
Legionella pneumophila
Enterobacteriaceae (Klebsiella pneumoniae) and Pseudomonas spp.
Community-Acquired Atypical Pneumonia
Mycoplasma pneumoniae
Chlamydia spp. (C. pneumoniae, C. psittaci, C. trachomatis)
Coxiella burnetti (Q fever)
Viruses: respiratory syncytial virus, parainfluenza virus (children);
influenza A and B (adults); adenovirus (military recruits); SARS * virus
Nosocomial Pneumonia
Gram-negative rods belonging to Enterobacteriaceae (Klebsiella spp.,
Serratia marcescens, Escherichia coli) and Pseudomonas spp.
Staphylococcus aureus (usually penicillin-resistant)
Aspiration Pneumonia
Anaerobic oral flora (Bacteroides, Prevotella, Fusobacterium,
Peptostreptococcus), admixed with aerobic bacteria (Streptococcus
pneumoniae, Staphylococcus aureus, Haemophilas
influenzae, and Pseudomonas aeruginosa)
Chronic Pneumonia
Nocardia
Actinomyces
Granulomatous: Mycobacterium tuberculosis and atypical mycobacteria,
Histoplasma capsulatum, Coccidioides immitis, Blastomyces dermatitidis
Necrotizing Pneumonia and Lung Abscess
Anaerobic bacteria (extremely common), with or without mixed aerobic
infection

Staphylococcus aureus, Klebsiella pneumoniae, Streptococcus pyogenes,


and type 3 pneumococcus (uncommon)
Pneumonia in the Immunocompromised Host
Cytomegalovirus
Pneumocystis carinii
Mycobacterium avium-intracellulare
Invasive aspergillosis
Kumar - Robbins and Cotran - Pathologic Basis of Disease, 7th ed (Elsevier
2005)
a. Bakteri
Pneumonia

bakteri

biasanya

didapatkan

pada

usia

lanjut.

Organisme gram posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S.


aerous, dan
seperti

streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif

Haemophilus

influenza,

klebsiella

pneumonia

dan

P.

Aeruginosa.
b. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi
droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab
utama pneumonia virus.
c. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar
melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya
ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos.
d. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC).
Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi.
(Reeves, 2001)

13.Penatalaksanaan?
a. Antibiotik
Antibiotik yang sering digunakan adalah penicillin G. Mediaksi
efektif lainnya termasuk eritromisin, klindamisin dan sefalosporin
generasi pertama.
b. Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan pada keadaan sepsis berat.
c. Inotropik
Pemberian obat inotropik seperti dobutamin atau dopamine
kadang-kadang diperlukan bila terdapat komplikasi gangguan
sirkulasi atau gagal ginjal pre renal.
d. Terapi oksigen
Terapi oksigen diberikan dengan tujuan untuk mencapai PaO 2 80100 mmHg atau saturasi 95-96 % berdasarkan pemeriksaan
analisa gas darah.
e. Nebulizer
Nebulizer digunakan untuk mengencerkan dahak yang kental.
Dapat disertai nebulizer untuk pemberian bronchodilator bila
terdapat bronchospasme.
f. Ventilasi mekanis
Indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada pneumonia :

Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan oksigen 100 %


dengan menggunakan masker
Gagal nafas yang ditandai oleh peningkatan respiratory
distress, dengan atau didapat asidosis respiratorik.
Respiratory arrest
Retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif.

Jamur, bakteri, protozoa

Resti terhadap penyebaran in


Masuk alveoli
Peningkatan suhu tubuh
Kongestif ( 4-12 jam )
Eksudat dan seruos masuk alveoli

Nyeri pleuritik

Hepatisasi merah (48 jam)


Penumpukan cairan dalam alv
Paru-paru tampak merah dan bergranula karena SDM dan leukosit DMN mengisi a

Hepatisasi kelabu (3-8 hari) Resolusi 7-11 hari


Paru-paru tampak kelabu karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi didalam

PMN Konsolidasi jaringan paru


Gangguan pertukaran gas
Berkeringat
Metabolisme meningkat
Compliance paru menurun

Resti kekurangan
cairan dari kebutuhan tubuh
Restivolume
nutrisi kurang
Gangguan pola nafas Suplay O2 menurun

Sputum kental

Intoleransi aktivitas

Mual, muntah
Gangguan bersihan jalan nafas

Penatalaksanaan
1. Indikasi MRS :
a. Ada kesukaran nafas, toksis

b.
c.
d.

Sianosis
Umur kurang 6 bulan
Ada
penyulit,
misalnya
:muntah-muntah,
dehidrasi,
empiema
e. Diduga infeksi oleh Stafilokokus
f.Imunokompromais
g. Perawatan di rumah kurang baik
h. Tidak respon dengan pemberian antibiotika oral
2. Pemberian oksigenasi : dapat diberikan oksigen nasal atau
masker, monitor dengan pulse oxymetry. Bila ada tanda gagal
nafas diberikan bantuan ventilasi mekanik.
3. Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu cairan
parenteral). Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan
status hidrasi.
4. Bila sesak tidak terlalu hebat dapat dimulai diet enteral bertahap
melalui selang nasogastrik.
5. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan
salin normal
6. Koreksi kelainan asam basa atau elektrolit yang terjadi.
7. Pemilihan antibiotik berdasarkan umur, keadaan umum penderita
dan dugaan penyebab Evaluasi pengobatan dilakukan setiap 4872 jam. Bila tidak ada perbaikan klinis dilakukan perubahan
pemberian antibiotik sampai anak dinyatakan sembuh. Lama
pemberian antibiotik tergantung : kemajuan klinis penderita, hasil
laboratoris, foto toraks dan jenis kuman penyebab :
a. Stafilokokus : perlu 6 minggu parenteral
b. Haemophylus influenzae/Streptokokus pneumonia : cukup 1014 hari
Pada keadaan imunokompromais (gizi buruk, penyakit jantung bawaan,
gangguan neuromuskular, keganasan, pengobatan kortikosteroid
jangka panjang, fibrosis kistik, infeksi HIV), pemberian antibiotik harus
segera dimulai saat tanda awal pneumonia didapatkan dengan pilihan
antibiotik : sefalosporin generasi 3.
Dapat dipertimbangkan juga pemberian :
a. Kotrimoksasol pada Pneumonia Pneumokistik Karinii
b. Anti viral (Aziclovir , ganciclovir) pada pneumonia karena CMV
c. Anti jamur (amphotericin B, ketokenazol, flukonazol) pada
pneumonia karena jamur
d. Imunoglobulin
Lampiran 1. : Pilihan pengunaan antibiotika pada pneumonia
Umur

Penyebab

Pilihan antibiotik
Rawat inap

Rawat jalan

< 3 bln

Enterobacteri
Kloksasilin iv ace
dan
(E.
Colli,
aminoglikosida
Klebsiella,
(gentamisin,
Enterobacter)
netromisin,
- Streptococcus
amikasin)
pneumonia
iv/im atau
- Streptococcus Ampisilin
iv
group B
dan
- Staphylococcu
aminoglikosida at
s
au
Sefalosporin
gen
3
iv
(cefotaxim,
ceftriaxon,
ceftazidim,
cefuroksim)atau
Meropenem iv
dan
aminoglikosida
iv/im

3 bln - 5
thn

Streptococcus
pneumonia
- Staphylococcu
s
- H. influenzae

- Ampisilin iv dan
kloramfenikol
iv atau
Ampisilin
dan
Kloksasilin ivatau
- Sefalosporin
gen
3
iv
(cefotaxim,ceftria
xon, ceftazidim,
cefuroksim)atau
- Meropenem iv
dan
aminoglikosida
iv/im

Amoksisilin atau
Kloksasilin atau
amoksisilin
asam
klavulanik atau
Erytromicin
atau
Claritromycin at
au
Azitromycin atau
Sefalosporin
oral
(Cefixim,
cefaclor)

> 5 thn

- Ampisilin
iv atau
- Erytromisin
po atau
- Claritromycin
po atau
- Azitromycin
po atau
- Kotrimoksasol
po atau
- Sefalosporin
gen 3

Amoksisilin atau
Erytromisin
po atau
Claritromycin
po atau
Azitromycin
po atau
- Kotrimoksasol
po atau
Sefalosporin
oral
(Cefixim,
cefaclor)

Streptococcus
pneumonia
- Mycoplasma
pneumonia

Lampiran 2. : Jenis obat dan dosis


OBAT

DOSIS/KgBB/24 jam

Ampisilin
Amoksisilin
Amoksisilin
klavulanik
Amikasin
Azithromycin
Eritromisin
Gentamisin
Cefotaxim
Cefixim
Ceftazidim
Ceftriaxon
Cefuroksim
Clarithromycin
Kloramfenikol
Kloksasilin
Kotrimoksazol
Meropenem
Netromisin

50-100 mg
30-75 mg
asam 30-75 mg
15 mg
7,5-15 mg
50 mg
5-7 mg
50-100 mg
5 mg
50-100 mg
50 100 mg
25-50 mg
15-30 mg
50 -100 mg
50 mg
6 mg (TMP)
30-50 mg
5-7 mg/kg

CARA PEMBERIAN
im/iv, 4x/hari
po/im/iv, 3-4x/hari
po, 3-4x/hari
im/iv, 1x/hari
po, 1x/hari
po, 4x/hari
im/iv, 1-2x/hari
iv, 3-4x/hari
po, 2x/hari
im/iv, 2-3x/hari
im/iv, 1-2x/hari
iv/oral, 3-4x/hari
po, 2x / hari
iv/oral, 4x/hari
im/iv, 4x/hari
po, 2x/hari
iv, 3x/hari
im /iv, 1x/hari

Lampiran 3. : Sistem Skoring Pernafasan

Sianosis

(-)

(+)
pada
kamar

2
udara (+) pada 40%
O2

Aktifitas
otot-otot
(-)
pernafasan tambahan

Sedang

Nyata

Pertukaran udara

Baik

Sedang

Jelek

Keadaan mental

Norma
l

Depresi/gelisah

Koma

10-40

>40

Pulsus
(Torr)

paradoksus < 10

PaO2 (Torr)

70-100

70 pada udara 70 pada 40%


kamar
O2

PaCO2 (Torr)

< 40

40-65

Skor :
0-4
5-6
7

: tidak ada bahaya


: akan terjadi gagal nafas siapkan UGD
: gagal nafas

> 65

Sumber:
http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=0711
0-lvzc283.htm

14.Faktor resiko?
FAKTOR RESIKO CHINKS IN THE ARMOR
Usia di atas 65 tahun
Asirasi secret orofaringeal
Infeksi pernapasan oleh virus
Sakit yang parah dan menyebabkan kelemahan (DM,
Uremia)
Penyakit Pernapasan Kronik (asthma, kistik fibrosis, COPD)
Kanker (terutama kanker paru)
Tirah baring yang lama
Trakeostomi atau pemakaian selang pada endotrakeal
Bedah abdominal atau thorax
Fraktur tulang iga
Pengobatan dengan immunosuppresif
AIDS
Riwayat merokok
Alkoholisme
Malnutrisi
Manifestasi Klinis
a. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan
Nyeri pleuritik
Nafas dangkal dan mendengkur
Takipnea
b. Bunyi nafas di atas area yang menglami konsolidasi
Mengecil, kemudian menjadi hilang
Krekels, ronki, egofoni
c. Gerakan dada tidak simetris
d. Menggigil dan demam 38,8 C sampai 41,1C, delirium
e. Diafoesis
f. Anoreksia
g. Malaise
h. Batuk kental, produktif
Sputum
kuning
kehijauan
kemudian
berubah
menjadi
kemerahan atau berkarat
i. Gelisah
j. Sianosis
Area sirkumoral
Dasar kuku kebiruan
k. Masalah-masalah psikososial : disorientasi, ansietas, takut mati

Você também pode gostar