Você está na página 1de 14

KRITISI JURNAL

Expressive Arts Therapy with Hospitalized Children: A Pilot Study of


Co-Creating Healing Sock Creatures

Untuk memenuhi tugas


SP Nursing Research I

Disusun Oleh:
PSIK 2013, Reguler 2
Fiddiyah Galuh Anggraini

135070201111018

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

Expressive Arts Therapy with Hospitalized Children: A Pilot Study of CoCreating Healing Sock Creatures

1. ABSTRAK
Penelitian dilakukan oleh Institusi kesehatan dan penyembuhan di
California (Pasific Medical Center, San Francisco) yang membuat inovasi
suatu program terapi yaitu Expressive Arts Therapy (Terapi Seni Ekspresif).
Terapi ini untuk anak-anak yang menjalani perawatan di unit pediatric.
Pemberian terapi bertujuan untuk mengurangi stress anak selama perawatan
di rumah sakit. Program terapi tersebut dinamakan Healing Sock Creatures
(Penyembuhan dengan boneka kaus kaki). Pemberian terapi Healing Sock
Creatures melibatkan beberapa tenaga kesehatan di rumah sakit yang akan
membantu dan mengubah pengalaman anak selama di rumah sakit (trauma,
takut, stress, dan ketidakberdayaan anak). Healing Sock Creatures, digunakan
untuk membentuk hubungan kasih sayang dan teman untuk bermain. Proses
terapi tersebut melibatkan dua peran yaitu kreativitas dan hubungan yang baik
antara pasien (anak-anak) dan tenaga kesehatan. Studi pilot yang dilakukan
adalah untuk menilai kelayakan pemberian terapi dengan mengkur perubahan
mood anak melalui data subjektif (laporan diri). Responden dalam penelitian
ini berjumalah dua puluh lima anak yang berusia rata-rata 8 tahun, berasal
dari berbagai kondisi social dan ekonomi, etnis, dan berbagai kondisi
diagnose medis. Terdapat dua kelompok dalam penelitian yaitu kelompok
perlakuan (pemberian terapi) dan kelompok kontrol. Penelitian ini
menggunakan meta analisis untuk menilai adanya pengaruh eksternal dan
perubahan kadar kortisol pada anak sebelum dan sesudah pemberian terapi.
Hasil dari penelitian menunjukkan tindakan perawatan dirumah sakit
sebaiknya mempertimbangkan aspek tindakan klinis dan pemberian terapi
yang efektif, serta penggunaan Expressive Arts Therapy untuk mengurangi
stress anak selama rawat inap.

2. PENDAHULUAN
2.1 Latar Belakang
Proses rawat inap di rumah sakit merupakan suatu kondisi yang dapat
menimbulkan dampak negatif secara psikologis dan perkembangan bagi
anak. Dampak negatif yang sering terjadi adalah kondisi trauma.
Terdapat beberapa kondisi yang menyebabkan anak mengalami trauma
diantaranya; tindakan medis (pemasanagn iv line), kondisi penyakit, dan
kecelakaan yang dialami oleh anak. Trauma yang dialami oleh semasa
kecil oleh anak akan berlangsung lama pada kesehatan fisik dan mental
anak. Saat dirumah sakit kondisi anak akan mengalami perubahan yang
dapat terlihat dengan nyata, anak akan sering mengeluh ketakutan,
ketidaknyamanan, dan nyeri. Selain itu, kondisi di rumah sakit akan
memaksa anak untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru (ukuran
peralatan yang besar dan pemakaian selang infus pada lengan anak).
Sehingga, menurut Gilbert (2009) dan Green (2010) kondisi trauma yang
dialami anak saat di rumah sakit akan menyebabkan depersonalisai,
disorientasim dan kehilangan identitas.
Studi penelitian yang pernah dilakukan oleh Perry (2009)
menjelaskan bahwa anak dengan beberapa pengalaman buruk ketika
masa kecilnya beresiko untuk menderita berbagai macam penyakit yang
kronis (jantung atau paru), sering depresi yang akan menimbulkan
penggunaan alcohol, percobaab bunuh diri, dan penyalahgunaan obat saat
usia remaja atau dewasa. Penelitian yang dilakukan Wloff dan Shi (2012)
menunjukkan bahwa trauma yang terjadi saat masa kanak-kanak dapat
meningkatkan resiko sosial, neuropsikiatri dan masalah medis lainnya.
Sehingga, Pasific Medical Center, San Francisco, California membuat
suatu inovasi terapi saat anak dirumah sakit yang disebut dengan
Expressive Arts Therapy.
Expressive Arts Therapy bertujuan untuk mengatasi stress dan trauma
yang terjadi pada anak selama di rumah sakit. Proses penerapan terapi
tersebut berfokus pada proses kreatifitas (imaginasi anak) dan
pengalaman pribadi anak. Adanya terapi tersebut akan mebuat anak

memvisualisasikan dan mengungkapkan pertanyaan yang tidak terjawab


atau mengganggu dirinya. Menurut penelitian Van Der Kolk (2006)
trauma yang dialami oleh anak akan disimpan di somatic, sensory, dan
memori imaginasi yang akan disimpan pada memori jangka panjang. Jika
kondisi lobus frontal pada anak dalam keadaan baik dan anak dalam
kondisi kreatif yang baik, maka fungsi sensorik somatic akan
memperbaiki kerusakan sel-sel. Pemberian terapi mampu mengurangi,
megatasi, dan membatu anak saat mengalami gejala tindakan medis yang
menyakitkan dan merugikan, serta memfasilitasi reconnection saraf yang
mengalami masalah. Sehingga, pemberian Expressive Arts Therapy dapat
secara efektif

membantu

anak dalam hal

akses, proses, dan

mengintegrasikan peristiwa trauma yang dialami.


Kritisi:
Latar belakang yang telah dibuat sesuai dengan tata cara pembuatan seperti
segitiga terbalik (memberikan gambaran masalah secara umum menuju
permasalahn khusus). Peneliti terlebih dahulu membahas arti rumah sakit
bagi anak, menunjukkan efek akibat rawat inap dan masalah yang
ditimbukan. Peneliti mengungkapkan inovasi dan tindakan yang dapat
digunakan untuk mengatasi masalah. Hasil pemberian terapi yang telah
diungkapkan peneliti mampu mengatasi trauma dan stress yang dialami
oleh anak.

3. METODE
3.1 Pemilihan Sampel
Proses awal penelitian, peneliti diberikan pasien rujukan melalui
qualitative assessments dari dokter dan perawat. Peneliti setiap harinya
melakukan pendataan pasien anak-anak yang masuk rumah sakit berjenis
kelamin laki-laki dan perempuan melalui unit perawatan intensif dan
PICU. Peneliti meminta persetujuan orang tua untu ketersediaan anaknya
menjadi responden tidak lebih dari dua anak perharinya.

Semua anak yang berada di unit perawatan intensif dan PICU


menggunkan bahasa sehari-hari adalah bahasa Inggris, anak tersebut
berusia 3 17 tahun yang memenuhi dua kriteria sampel penelitian.
Selain itu, anak yang berusia 3 tahun tidak dijadikan responden
penelitian, karena kemampuan melaporkan diri yang belum baik, tidak
tersedianya sumberdaya yang cukup untuk menterjemahkan multibahasa.
Sebanyak 25 pasien anak yang telah dilibatkan untuk menjadi
responden dalam penelitian dibagi mejadi; a) perlakuan dan b) control.
Sebanyak 13 anak pada kelompok perlakukan (rata-rata berusia 8 tahun)
akan menerima pemberian terapi sesuai dengan persetujuan (informed
consent). 12 pasien (rata-rata berusia 8 tahun) berikutnya merupakan
anggota dari kelompok control yang akan menjalai penilaian yang sama
dengan kelompok perlakukan, tetapi tidak menerima pemberian
Expressive Arts Therapy.
Kritisi:
a. Rancangan penelitian yang digunakan oleh peneliti bersifat
eksperimen untuk menentukan sebab dan akibat pemberian terapi.
b. Pemilihan sampel yang masuk kriteria untuk menjadi responden
ditetapkan dengan kriteria inklusi dan kriteria eklusi. Jadi peneliti
menggunakan non-probability sampling (pengambilan sampel tidak
secara acak dan termasuk purposive sampling (pengambilan sample
yang didasarkan pada pertimbangan tertentu yang telah dibuat
peneliti).
c. Peneliti memaparkan proses pengambilan dan jumlah sampel yang
terlibat dalam penelitian
d. Peneliti hanya menunjukkan lokasi penelitian yang dilakukan di
PICU dan ruang perawatan intensif tanpa menunjukkan waktu
penelitian yang dilakukan.

e. Responden anak-anak dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok


kontrol (hanya diruangan tanpa ada perlakuan) dan kelompok
perlakukan (pemberian terapi Healing Sock Creatures )
f. Variable independen (pengaruh) adalah Expressive Arts Therapy
Healing Sock Creatures. Sedangkan, variabel dependen (outcome)
adalah tingkat stress dan tingkat suasana hati (mood) pada anak.
g. Skala variabel yang digunakan adalah jenis variable kategorikkategorik
h. Jenis hipotesis bersifat komparatif
i. Masalah skala pengukuran: komparatif kategorik
j. Bersifat dependen (berpasangan), karena dilakukan penilaian pada
pre dan post terapi melalui lembar kuesioner
k. Jumlah kelompok : 2 kelompok (menilai pengaruh terapi terhadap
penurunan stress pada anak)
l. Peneliti tidak memaparkan penggunaan skala uji. Skala uji yang
dapat digunakan adalah Wilcoxon.

3.2 Terapi
Pemberian terapi dilalukan selama 90 menit pada semua pasien
anak-anak. Media yang digunakan berupa kaus kaki anti selip yang tidak
terpakai dan wadah kecil untuk meletakkan beberapa kancing dan
benang. Pasien memiliki kebebasan untuk memilih kancing, benang, dan
kata-kata yang dapat digunakan untuk membuat karakter boneka kaus
kaki. Proses pembuatan karakter boneka kaus kaki adalah menjahit
bagian sisi kaus kaki dan mengisinya dengan suatu bahan yang baik dan
fiberfill. Karakter boneka kaus kaki dibentuk dengan melalui pemilihan
kancing untuk mata dan hiasan lainnya sesuai dengan keinginan pasien.
Pembentukan karakter boneka kaus kaki dilakukan setiap selesai
tindakan medis dan proses perawatan. Pasien Anak-anak dapat
menggunakan ide dan kreatifitasnya sendiri dalam pemilihat kata-kata
yang akan di gunakan pada Healing Sock Creatures, kata-kata tersebut
mengekspresikan keinginan atau cerita tentang suatu peristiwa yang

dialami oleh anak seperti saya sekarang cemberut karena saya merasa
takut untuk operasi besok, sementara anak yang lain berkata aku ingin
warna kaus kaki hijau karena sama dengan yang aku pakai. Karakter
boneka yang dibuat berdasarkan kreatifita sanak akan menjadi sesuatu
yang menyenangkan, lucu, dan mengemaskan. Healing Sock Creatures
bertujuan untuk mebantu anak mengungkapkan harapan, rasa khawatir,
dan impian mereka selama perawatan di rumah sakit. Selain itu, anak
akan merasa mendapatkan rasa aman dan ketakutan anak menurun.
Setelah proses pembuatan karakter boneka kaus kaki selesai, pemberi
terapi akan mengakatan Ini adalah sesuatu yang hanya akan kamu
dapatkan saat dirumah sakit. Maka, anak akan akan merasa senang telah
membuat sutu boneka yang unik sesuai keinginanya. Sehingga, Healing
Sock Creatures secara tidak langsung mampu membantu anak untuk
beradaptasi dengan lingkungan dan membantu hubungan antara anak dan
tenaga kesehatan dirumah sakit.
Kritisi:
Proses pengumpulan data dan prosedur teknis penelitian menggunakan
terapi telah dijelaskan dari proses pembuatan karakter, isi dari karakter,
teknik dan bahan yang digunakan, dan hasil akhir dari pemberian terapi
yang digunakan untuk anak rawat inap di rumah sakit.

3.3 Assessments
Pengumpulan data dilakukan pada pasien sebelum dan sesudah
pemberian terapi selama 90 menit. Proses pengumpulan data berupa
kuesioner pertanyaan diberikan kepada anak dan telah disetujui oleh
orang tua (informed consent). Isi dari kuesioner sebelum pemberian
terapi seperti:
1. Bagaimana perasaan anda sekarang selama menjalani perawatan di
rumah sakit?
Anak akan memberikan jawaban dengan melingkari salah satu dari enam
gambar wajah meliputi ekspresi dari senyum lebar, mengerutkan kening,

dan menangis ((1) menangis dan (6) tersenyum lebar). Proses


pengambilan data dilakukan analisis dan di gambarkan dalam bentuk
grafik. Pemberian kuesioner diberikan sesuai pemberian sesi terapi
dengan model pertanyaan yang sama. Isi dari kuesioner setelah
pemberian terapi meliputi beberapa pertanyaan, diantaranya;
1. Apakah anda ingin menceritakan sesuatu tentang perasaan anda saat
ini?
2. Apakan anda ingin menceritakan tentang jenis dan arti dari boneka
kaus kaki yang telah anda buat?
Anak akan memberikan jawaban berupa ungkapan langsung atau secara
tertulis dalam lembar kuesioner.
Proses selanjutnya, peneliti akan mengambil sampel saliva dari
anak sebelum dan sesudah pemberian terapi. Pengambilan sampel
tersebut digunakan untuk analisa tingkat kortisol saliva yang dapat
menunjukkan hasil adanya ketidaknyamanan anak terhadap tindakan.
Prosedur pengambilan saliva tersebut secara swab dan menggunakan
monoclonal antibodies-based assay. Selain itu, peneliti melakukan
wawancara melalui telepon dengan orang tua dari pasien selama tiga
sampai enam bulan setelah tindakan terapi. Wawancara tersebut
mengajukan beberapa pertanyaan diantaranya;
1. Bagimana karakter boneka kaus kaki yang telah dibuat dapat
membantu kenyamanan anak anda?
2. Apa yang anda lakukan atau anak anda lakukan dengan Healing Sock
Creature setelah kembali ke rumah?
Kritisi:
a. Pengambilan data peneliti menggunakan lembar kuesioner berupa
beberapa pertanyaan yang diberikan sebelum dan sesudah proses
pemeberian terapi.
b. Jawaban dari beberapa pertanyaan yang diberikan berisi pilihan
karakter wajah sesuai dengan suasana hati saat ini dan berupa

jawaban tertulis atau ungkapan sebelum dan sesudah menerima


terapi.
c. Peneliti melakukan uji validasi meta-analysis untuk menilai pengaruh
terapi secara signivikan menurunkan kadar kortisol saliva anak dan
pengaruh peristiwa yang negative atau positif dalam mempengaruhu
penurunan stress dan mood.
d. Peneliti melakukan pemantauan efek terapi yang diberikan saat anak
dirawat di rumah sakit dan setelah anak kembali kerumah untuk
menilai efek jangka panjang tujuan terapi menggunakan Healing
Sock Creature.

3.4 Pemberian Skor


Setiap sesi terapi dilakukan observasi dan pendataan tentang
peristiwa eksternal yang terjadi selama sesi terapi, peristiwa tersebut
dapat memperngaruhi tingkat stress yang dialami oleh anak. Data yang
telah ada akan di analisi dengan melakukan penilaian dari setiap faktor
eksternal yang ada. Penilaian dalam bentuk skor berkisar dari -5
(peristiwa yang negative) sampai dengan 5 (peristiwa yang positif).
Contoh dari skor peristiwa (-5) adalah ketika anak melakukan ganti baju
saat akan dilakukannya operasi atau tindakan lain yang membuat anak
menjadi tengan.
Kritisi:
a. Peneliti menjelaskan cara pemberian skor dari observasi dan data
pengaruh peristiwa yang negative dilakukan analisa sehingga
memunculkan nilai skor pada kondisi tersebut.

4. HASIL
Semua anak yang berada di rumah sakit dilakukan pendataan untuk menjadi
responden dalam penelitian. Setelah pendataan selesai terdapat 25 anak yang
memenuhi kriteria dalam penelitian. Anak-anak tersebut berasal dari latar
belakang social, ekonomi, etnis, dan diagnose medis yang berbeda.

Kuesioner penelitian diberikan sebelum dan sesesudah sesi pemberian


terapi. Setelah dilakukan analisa data pada respon emosional pada kelompok
kontrol dan perlakuan, menunjukkan hasil bahwa pemberian terapi pada
kelompok perlakukan dapat meningkatkan mood (suasana hati) anak menjadi
lebih baik dibandingkan dengan kelompok kontrol yang hanya diruang
perawatan.

Penggunaan analisa t-test berdasarkan kuesioner yang telah diberikan pada


dua kelompok menghasilkan gambaran perubahan indeks mood (suasana hati)
dengan nilai p 0,074. Data tersebut konsisten dengan penurunankadar kortisol
saliva yang mengindikasikan penurunan tingkat stress pada anak. Dari
beberapa kuesioner yang diberikan setelah pemberian terapi banyak anak
menceritakan rasa senangnya memiliki boneka tersebut dan mereka sangat
menyayanginya, serta ingin membuat boneka yang sesuai dengan baju yang
digunakanya. Namun, pengecualian pada salah satu anak yang menjawab;
Saya merasa tidak sabar untuk merasa lebih baik, tetapi masih ada sesuatu
yang melekat ditanganku (infus, dll).
Penilaian pada pengaruh faktor eksternal (skor -5 dan 5) didapatkan data
bahwa anak sering mengalami peningkatan kegelisahan saat melakukan
pergantian baju, anak memperlihatkan kegelisahannya secara fisik dengan
kedua kaki terombang-ambing. Selain itu, anak mengungkapkan tidak ada
minat untuk belajar menjahit. Sehingga peneliti melakukan meta-analysis
antara pengukuran kadar kortisol saliva dan skor peristiwa faktor eksternal.
Dari analisa data tersebut menunjukkan hasil bahwa, adanya peristiwa
eksternal yang negative dapat mempengaruhi tingkat kortisol saliva anak
dengan nilai signifikan (p N 0,1). Sehingga, adanya pemberian terapi tersebut
peneliti meminimalisir terjadinya peristiwa yang negatif dengan tetap
mengupayakan anak untuk ikut serta dalam pembuatan boneka kaus kaki
sesuai dengan ide dan kreatifitas anak.
Kritisi:
a. Peneliti memaparkan proses pengambilan anak sebagi responden melalui
data demografik partisipan (tab. 1)
b. Hasil pengukuran kuesionr dari dua kelompok yaitu kontrol dan
perlakukan dijelaskan oleh peneliti bahwa pemberian terapi sangat
berpengaruh secara baik pada kelompok perlakukan karena pemberian
terapi sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pasien. (p 0,074)

c. Peneliti melakukan validasi terhadap pemberian terapi Healing Sock


Creatures untuk menunjukkan hasil pengaruh yang signifikan dengan
melalui mta-analysis kadar kortisol saliva anak dan pengaruh peristiwa
eksternal yang dialami anak dalam menurunkan tingkat stress dan
peningkatan mood anak (p N 0,1).
d. Kekurangan dari penelitian, peneliti tidak memaparkan alur pengukuran
data secara rinci, hanya memaparkan hasil pengukuran.

5. PEMBAHASAN

Sesuai dengan hasil yang ada, Healing Sock Creatures menjadi salah satu
inovasi terapi penyembuhan yang baik anak-anak. Selain bertujuan untuk
menangani psikologis dan kebutuhan somatic dari anak-anak, terapi ini dapat
digunkan untuk memberikan rasa aman dan peningkatan kreatifitas anak.

boneka kaus kaki yang telah dimiliki setiap anak akan ikut serta dalam proses
operasi atai perawatan. Alasan yang paling dasar adalah mereka telah
menganggap Healing Sock Creatures sebagai sahabat yang menjadi tempat
cerita dari semua peristiwa yang dialaminya. Adanya terapi tersebut
mampu menurunkan tingkat stress dan trauma yang dialami oleh anak saat
dirumah sakit. Beberapa komentar dari tenaga kesehatan bahwa Healing Sock
Creatures mampu menciptakan keadaan rileks saat proses perawatan dan
pasien tidak merasakan nyeri akibat tindakan medis yang telah dilakukan.
Pemberian

terapi

menggunakan

Healing

Sock

Creatures

harus

berhubungan langsung dengan kebutuhan atau keinginan saat ini, maka dari
itu penting bagi orang tua untuk menilai keinginan anak setiap harinya.
Sehingga, proses terapi dapat secara efektif berguna bagi proses
penyembuhan anak, penurunan stress dan peningkatan mood anak.

6. LIMITASI
Keterbatasan dalam penelitian yang telah dilakukan adalah penggunaan
ukuran sampel yang kecil dan penggunaan alat penilaian yang belum di
validasi. Selain itu, kemampuan orang tua dalam menanggapi perubahan
kebutuhan anak tidak dikontrol selama penelitian dan penggunaan kuesioner
yang bersifat multi-faceted (banyak modifikasi atau pilihat) dapat
mempermudah nalisis di masa depan.

7. IMPLIKASI UNTUK PEMBELAJARAN


Penggunaan validasi untuk menilai keefektifan pemberian terapi sangat
penting dilakukan (uji kortisol saliva setelah pemberian terapi dan meta
analisa). Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dalam
menemukan hasil yang signifikan.

8. KESIMPULAN
Menurut hasil data yang didapat, reaksi yang diperlihatkan anak-anak,
orang tua, dan staf rumah sakit terhadap inovasi program terapi healing sock
creatures, menunjukkan adanya pengaruh yang efektif terhadap penurunan

tingkat stress yang dialami anak selama di rumah sakit. Selain itu, Healing
sock creatures mampu mebuat anak lebih nyaman dan keinginan untuk
sembuh lebih cepat. Sehingga, proses interaktif anatara pemberi terapi dengan
pasien mampu menciptkan hubungan yang baik dengan menghasilkan sesuatu
yang unik dan mengubah trauma saat rawat inap menjadi pengalaman
emosional yang menyenangkan.

Você também pode gostar