Você está na página 1de 41

ANALISIS KESTABILAN LERENG (SLOPE STABILITY)

PADA PT. GOLDEN PRIMA UTAMA DESA DUA CINTAPURI


KECAMATAN CINTAPURI KABUPATEN BANJAR
KALIMANTAN SELATAN

PROPOSAL TUGAS AKHIR

DISUSUN OLEH :
DERIXSON SARAGIH
NIM. DBD 111 0060

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN/PRODI TEKNIK PERTAMBANGAN
PALANGKA RAYA
2016

BAB II
DASAR TEORI
2.1

Penelitian Terdahulu
1. K.Wattimena , Kestabilan

lereng

penambangan

ditentukan

oleh

parameter geoteknik antara lain : Kestabilan lereng tambang terbuka


pada industri pertambangan merupakan salah satu isu pentingsaat ini
mengingat

sebagian

besar

perusahaan

tambang

di

Indonesia

meningkatkan produksinya. Akibatnya perusahaan tambang tersebut


melakukan pelebaran dan pendalaman penggalian. Semakin lebar dan
dalam tambang terbuka tersebut dilakukan penggalian, maka tentunya
akan semakin besar

risiko

yang

akan

muncul,

atau

semakin

meningkatkan ketidakpastian pada faktor-faktor yang mempengaruhi


kestabilan lereng tambang terbuka. Faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya

risiko kelongsoran

lereng

mencakup

sifat

fisik

dan

mekanik batuan, kondisi air tanah, karakterisasi massa batuan, serta


struktur yang ada pada batuan. Paper ini mencoba menganalisis risiko
baik dari

aspek probabilitas kelongsoran maupun

dampak

yang

ditimbulkan dari suatu longsoran lereng pada studi kasus tambang


mineral X. Probabilitas kelongsoran (PK)

lereng dianalisis

dari

parameter masukan, sedangkan dampak dianalisis dari hasil observasi


lapangan. Tentunya hasil analisis risiko ini dapat memberikan suatu
keputusan tentang kondisi kestabilan lereng

tersebut,

dan dapat

memperkuat data monitoring pergerakan lereng, sehingga dapat


mereduksi risiko yang lebih besar akibat kelongsoran tersebut.
2. Masagus Ahmad Azizi , Kestabilan lereng penambangan ditentukan
oleh parameter geoteknik antara lain : sifat fisik & mekanik batuan,
tinggi muka air tanah, getaran peledakan/gempa bumi, ground pressure
alat-alat berat, struktur massa batuan, dan sebagainya. Akibat adanya
ketidakpastian nilai parameter geoteknik yang digunakan dalam disain
lereng tersebut menyebabkan lereng menjadi tidak stabil, sehingga
diperlukan

verifikasi

terhadap

parameter-parameter

tersebut.

Probabilistik adalah suatu cara untuk menentukan nilai faktor keamanan


suatu sistem rekayasa dengan memperlakukan nilai masukan sebagai
variabel acak, dengan demikian nilai faktor keamanan sebagai rasio
antara gaya penahan dan gaya penggerak merupakan juga variabel
acak. Pada proses ini nilai parameter masukan dan faktor keamanan
akan dikarakterisasi distribusi nilai masing-masing. Di samping itu juga
pendekatan ini dapat melihat faktor yang paling mempengaruhi
kestabilan lereng melalui analisis sensitivitas perubahan nilai setiap
parameter masukan terhadap nilai faktor keamanan. Tulisan ini
menggambarkan proses karakterisasi parameter geoteknik untuk analisis
kestabilan lereng tunggal lapisan interburden B2C (Batupasir) lokasi
Curug Pangkul (TAL Selatan) PTBA Tanjung Enim menggunakan
metode sampling Monte Carlo dan Metode Pencocokan Chi-Square.
Adapun parameter yang akan dikarakterisasi adalah kohesi, sudut gesek

dalam, dan densitas basah. Hasil penelitian menunjukkan distribusi


fungsi kohesi dan sudut gesek dalam adalah seragam, distribusi fungsi
densitas adalah beta, serta distribusi fungsi factor keamanan adalah
seragam. Hingga ketinggian lereng 40 meter dan sudut kemiringan lereng
600, lereng masih stabil (probabilitas kelongsoran lereng nol).
2.2

Kestabilan Lereng
Kestabilan dari suatu jenjang individual dikontrol oleh kondisi geologi
daerah setempat, bentuk keseluruhan lereng pada daerah tersebut, kondisi
air tanah setempat, dan juga oleh teknik penggalian yang digunakan dalam
pembuatan lereng. Faktor pengontrol ini jelas sangat berbeda untuk situasi
penambangan yang berbeda dan sangat penting untuk memberikan aturan
yang umum untuk menentukan seberapa tinggi atau seberapa landai suatu
lereng untuk memastikan lereng itu akan stabil.
Apabila kestabilan dari suatu jenjang dalam operasi penambangan
meragukan, maka kestabilannya harus dinilai berdasarkan dari struktur
geologi, kondisi air tanah dan faktor pengontrol lainnya yang terjadi pada
suatu lereng. Kestabilan lereng pada batuan dipengaruhi oleh geometri
lereng, struktur batuan, sifat fisik dan mekanik batuan serta gaya-gaya luar
yang bekerja pada lereng tersebut.
Faktor keamanan (FK) lereng tanah dapat dihitung dengan
berbagai metode. Longsoran dengan bidang gelincir (slip Surface), F
dapat dihitung dengan metode sayatan (slice method) menurut Fellinius
atau Bishop. Untuk suatu lereng dengan penampang yang sama, cara

Fellinius dapat dibandingkan nilai faktor keamanannya dengan cara


Bishop.
Data yang diperlukan dalam suatu perhitungan sederhana untuk
mencari nilai FK (Faktor keamanan lereng) adalah sebagai berikut :
1.

Data lereng atau geometri lereng (terutama diperlukan untuk


membuat penampang lereng). Meliputi : sudut Kemiringan lereng,

tinggi lereng dan lebar jalan angkut atau berm pada lereng tersebut.
2. Data mekanika tanah
a.
b.
c.
d.

Sudut geser dalam ()


Bobot isi tanah atau batuan ()
Kohesi (c)
Kadar air tanah ()

3. Faktor Luar
a. Getaran akibat aktivitas alat berat.
b. Beban alat mekanis yang beroperasi.
Suatu cara yang umum untuk menyatakan kestabilan suatu lereng
batuan adalah dengan faktor keamanan. Faktor ini merupakan perbandingan
antara gaya penahan yang membuat lereng tetap stabil, dengan gaya
penggerak yang menyebabkan terjadinya longsor. Secara matematis faktor
kestabilan lereng dinyatakan sebagai berikut :
F = R / Fp
Dengan :
F = faktor kestabilan lereng
R = gaya penahan, berupa resultan gaya-gaya yang membuat
lereng

tetap

stabil ( tan gaya gaya penahan )

Fp = gaya penggerak, berupa resultan gaya-gaya yang


menyebabkan

lereng longsor ( tan gaya gaya penggerak )

Pada keadaan :
F 1,0 = lereng dalam keadaan stabil
F = 1,0 = lereng dalam keadaan seimbang (akan longsor)
F 1,0 = lereng dalam keadaan tidak stabil.
Dengan demikian, diperlukan suatu nilai faktor keamanan
minimum dengan suatu nilai tertentu yang disarankan sebagai batas
faktor keamanan terendah yang masih aman sehingga lereng dapat
dinyatakan stabil atau tidak. Sehingga pada penelitian ini, faktor
keamanan minimum yang digunakan adalah FK (sama dengan atau
lebih besar) dari 1.25, sesuai prosedur dari Joseph E. Bowles (2000),
Dengan ketentuan :

2.3

FK 1,25

: Lereng dalam kondisi Aman.

FK < 1,07

: Lereng dalam kondisi Tidak Aman.

FK > 1,07 ; <1,25

: Lereng dalam kondisi kritis.

Faktor Keamanan
Faktor keamanan terhadap kesetimbangan momen (FM) dan faktor
keamanan terhadap kesetimbangan gaya (FF) harus dihitung secara serentak
dengan mengasumsikan nilai dari faktor skala (l) harus terlebih dahulu.
Prinsip dari perhitungan ini adalah untuk mencari suatu nilai faktor skala
yang menghasilkan perbedaan absolut dari (FM FF) lebih kecil dari

toleransi yang diberikan. Apabila kondisi tersebut sudah dipenuhi berarti


kondisi kesetimbangan gaya dan momen telah dapat dipenuhi.
Salah satu faktor yang mempengaruhi ketelitian perhitungan faktor
keamanan adalah asumsi mengenai geser antar irisan yang digunakan.
Untuk metode-metode yang memenuhi semua kondisi kesetimbangan gaya
dan momen, pada umumnya pengaruh dari asumsi gaya geser antar irisan
terhadap perhitungan faktor keamanan untuk semua bentuk bidang runtuh
adalah kecil sekali dan dapat diabaikan. Namun hal tersebut tidak berlaku
pada metode-metode yang tidak memenuhi semua kondisi kesetimbangan.
Pada umumnya untuk semua bentuk bidang runtuh, kecuali bidang runtuh
busur lingkaran, terdapat pengaruh yang cukup besar dari asumsi gaya geser
antar-irisanterhadap faktor keamanan dengan kesetimbangan momen (FM).
Faktor keamanan dengan kesetimbangan gaya (FF) juga dipengaruhi
oleh asumsi gaya geser antar-irisan yang digunakan, kecuali untuk bidang
runtuh planar.
Nilai Faktor Keamanan Keadaan Lereng < 1,0 (Tidak Mantap) 1,0
1,2 (Kemantapan diragukan) 1,3 1,4 (Memuaskan untuk pemotongan dan
penimbunan) dan 1,5 1,7 (Mantap untuk bendungan) (Sumber :
Sosrodarsono, Suyono)

2.5

Mengidentifikasi potensi kelongsoran dalam pelaksanaan pekerjaan .

Dalam

Keputusan

555.K/26/M.PE/1995

Menteri

tentang

Pertambangan

Keselamatan

dan

dan

Energi

Kesehatan

No.
Kerja

Pertambangan Umum, masalah dimensi lereng dibahas pada Pasal 241. Pada
ayat 2 beberapa persyaratan harus dipenuhi jika pekerjaan dilakukan pada
batuan/material lepas. Selain itu pula pada pasal tersebut di ayat 5
mensyaratkan adanya studi kemantapan lereng. Dasar pemikiran yang
memunculkan peraturan tersebut adalah karena banyaknya kecelakaan yang
timbul karena cara penggalian yang tidak sesuai dengan kondisi
batuan/material penggalian.
Faktor-faktor kecelakaan pada pekerjaan tambang terbuka dimana
front kerja berada pada daerah sekitar lereng meliputi :
a) tertimpa batuan,
b) terguling pada sisi crest (untuk peralatan)
c) tertimpa atau berada pada daerah longsoran individual slope dan/atau
overall slope.
Faktor-faktor diatas diperberat oleh tatacara penambangan yang tidak
mengindahkan kondisi lapangan/batuan serta peraturan yang ada.
2.6

Faktor Keselamatan
Analisa Kstabilan lereng pada umumnya didasarkan pada konsep
batas kesetimbangan plastis (limit plastic equilibrium) . Maksud dari analisa
kesetabilan lereng adalah untuk menentukan faktor aman dari potensi
bidang longsor.
Dalam analisa kestabilan lereng , beberapa anggapan di buat, yaitu :

a. Kelongsoran lereng terjadi di sepanjang permukaan bidang longsor tertentu


dan dapat di anggap sebagai masalah bidang 2 (dua) dimensi.
b. Massa tanah longsor di anggap sebagai benda masif .
c. Tahanan geser dari massa tanah , di sembarang titik sepanjang bidang
longsor tidak tergantung dari orientasi permukaan longsor, atau dengan kata
lain , kuat geser tanah dianggap isotropis.
Faktor aman di definisikan dengan memperhatikan ratarata tegangan
geser sepanjang potensi bidang longsor dan ratarata kuat geser tanah
sepanjang permukaan longsoran.

2.7

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kestabilan Lereng.


Perubahan tegangan pada sisi lereng yang terbentuk, yang
disebabkan hilangnya beban pada sisi lain massa batuan akibat pemotongan.
Kondisi ini akan menyebabkan terkonsentrasinya tegangan pada suatu
daerah sempit sehingga akan menyebabkan terlampauinya kekuatan massa
batuan oleh tegangan yang terjadi, yang pada akhirnya batuan yang
bersangkutan akan pecah/failure

Gambar 2.1
Ketidakseimbangan akibat perubahan tegangan
Hilangnya penyanggaan pada suatu blok batuan yang disebabkan
terpotongnya massa batuan yang sebelumnya menyangga blok batuan
tersebut. Dengan adanya penggalian, maka ketersingkapan bidang lemah
akan makin besar yang menyebabkan makin besarnya kemungkinan suatu
blok batuan kehilangan penyanggaan.

10

Gambar 2.2
Makin besar geometri lereng, ketersingkapan bidang lemah akan makin
besar
Kedua ketidakseimbangan ini dapat saling sinergi sehingga
menyebabkan makin berisikonya kegiatan pemotongan/penggalian massa
batuan ini, hal ini terjadi karena massa batuan bukanlah suatu massa yang
solid tetapi merupakan massa yang terpotongpotong oleh bidangbidang
lemah (bidang diskontinyu). Akibat penggalian akan menyebabkan
perubahan tegangan dan hilangnya penyanggaan pada blok batuan akan
terjadi bersamaan, bahkan perubahan tegangan tersebut dapat menyebabkan
makin melemahnya kuat geser bidang diskontinyu.
Pada kegiatan tambang dimana semakin tinggi lereng tunggal
(individual slope) dan terutama makin tingginya lereng keseluruhan (overall
slope), maka risiko kelongsoran akan semakin tinggi. Hal ini terjadi karena
makin tinggi lereng, maka perubahan tegangan akan semakin besar dan
bidang lemah yang tersingkap/terpotong akan makin banyak.

11

Pada lereng tanah, ketidakstabilan lereng lebih banyak disebabkan


oleh perubahan tegangan akibat penghilangan beban pada sisi lereng yang
lain. Perubahan tegangan ini menyebabkan bergesernya suatu blok tanah
dimana kuat gesernya akan dilampaui yang pada akhirnya akan longsor.
Umumnya stabil atau tidaknya suatu lereng tergantung dari beberapa faktor,
antara lain :
a. Geometri lereng
Kemiringan dan tinggi suatu lereng sangat mempengaruhi kestabilannya.
Semakin besar kemiringan dan ketinggian suatu lereng, maka kestabilan
semakin berkurang.
b. Struktur batuan
Struktur batuan yang sangat mempengaruhi kestabilan lereng adalah
bidang-bidang sesar, perlapisan dan rekahan. Struktur batuan tersebut
merupakan bidang-bidang lemah (diskontinuitas) dan sekaligus sebagai
tempat merembesnya air, sehingga batuan lebih mudah longsor.
c. Sifat fisik dan mekanik batuan
Sifat fisik batuan yang mempengaruhi kestabilan lereng adalah : bobot isi
(density), porositas dan kandungan air. Sedangkan sifat mekanik batuan
antara lain kuat tekan, kuat tarik, kuat geser dan juga sudut geser dalam
batuan.

Porositas batuan
Batuan yang mempunyai porositas besar akan banyak menyerap air.
Dengan demikian bobot isinya menjadi lebih besar, sehingga
12

memperkecil kestabilan lereng. Adanya air dalam batuan juga akan


menimbulkan tekanan air pori yang akan memperkecil kuat geser
batuan. Batuan yang mempunyai kuat geser kecil akan lebih mudah
longsor.

Kandungan air dalam batuan


Semakin besar kandungan air dalam batuan, maka tekanan air pori
menjadi semakin besar juga. Dengan demikian berarti bahwa kuat
geser batuannya menjadi semakin kecil, sehingga kestabilannya
berkurang.

Kuat tekan, kuat tarik dan kuat geser batuan


Kekuatan batuan biasanya dinyatakan dengan kuat tekan (confined
and unconfined compressive strength), kuat tarik (tensile strength)
dan kuat geser (shear strength). Batuan yang mempunyai kuat tekan,
kuat tarik dan kuat geser besar akan lebih stabil (tidak mudah
longsor).

Sudut geser dalam


Semakin besar sudut geser dalam, maka kuat geser batuan juga akan
semakin besar. Dengan demikian batuan (lereng) akan lebih stabil.

d. Gaya dari luar


Gaya-gaya dari luar yang dapat mempengaruhi (mengurangi) kestabilan
suatu lereng adalah :
1. Getaran yang diakibatkan oleh gempa, peledakan dan pemakaian alatalat mekanis yang berat didekat lereng.
13

2.

Pemotongan dasar (toe) lereng

3.

Penebangan pohon-pohon pelindung lereng

e. Bidang lemah
Kekuatan massa batuan merupakan gabungan dari kekuatan batuan
utuh, kondisi air tanah dan kondisi/posisi/geometri serta frekwensi
bidang diskontinyu. Jika batuan utuh makin kuat serta bidang lemah
makin sedikit dan makin kuat, maka massa batuan akan makin kuat.
Selain itu pula adanya kehadiran bidang lemah yang cukup
lebar/panjang harus diperhitungkan secara tersendiri karena akan
menjadi faktor penentu kelongsoran.
Kondisi bidang lemah yang harus diperhitungkan adalah lebar bidang
lemah; makin lebar jarak antar sisi-sisi bidang lemah, maka

batuan

akan makin lemah kondisi pelapukan sisi-sisi batuan bidang lemah;


makin lapuk sisi-sisi batuan bidang lemah maka bidang lemah tersebut
akan makin lemah.
Jenis pengisi bidang lemah, jika pengisi kuarsa maka bidang lemah
akan makin kuat, sebaliknya jika pengisi adalah lempung maka bidang
lemah akan makin lemah.
Orientasi bidang lemah, bidang lemah yang berisiko longsor adalah
bidang lemah yang searah dan lebih landai dari kemiringan lereng.
kekasaran bidang lemah, makin kasar maka bidang lemah akan makin
kuat

14

Gambar 2.3
Sketsa mengenai pengaruh geometri lereng dan kehadiran bidang lemah
terhadap kestabilan lereng
Kondisi bidang lemah yang harus diperhitungkan adalah :
1

lebar bidang lemah; makin lebar jarak antar sisi-sisi bidang lemah,
maka batuan akan makin lemah.

kondisi pelapukan sisi-sisi batuan bidang lemah; makinlapuk sisi-sisi


batuan bidang lemah maka bidang lemah tersebut akan makin lemah.

jenis pengisi bidang lemah; jika pengisi kuarsa maka bidang lemah
akan makin kuat, sebaliknya jika pengisi adalah lempung maka bidang
lemah akan makin lemah.

orientasi bidang lemah; bidang lemah yang berisiko longsor adalah


bidang lemah yang searah dan lebih landai dari kemiringan lereng.

kekasaran bidang lemah, makion kasar maka bidang lemah akan


makin kuat.

15

f. Air tanah.
Pada batuan sangat berpengaruh jika ada bidang lemah yang terisi oleh
air karena akan menyebabkan meningkatkan tegangan terhadap bidang
lemah tersebut. Selain itu air dapat mengikis pengisi ruang antar bidang
lemah, melapukan sisi bidang lemah dan melarutkan mineral - mineral
sulfida. Pada beberapa kasus, air dapat menjadi faktor utama
ketidakstabilan lereng terutama pada lereng tanah.

Gambar 2.4
Kehadiran air tanah akan mengurangi kekuatan geser bidang lemah
2.3

Klasifikasi Longsoran Batuan


Berdasarkan proses longsornya, longsoran batuan dapat dibedakan menjadi
empat macam, yaitu :
a. Longsoran Bidang
Longsoran bidang merupakan suatu longsoran batuan yang terjadi
sepanjang bidang luncur yang dianggap rata. Bidang luncur tersebut

16

dapat berupa sesar, rekahan (hoint) maupun bidang perlapisan batuan.


Syarat-syarat terjadinya longsoran bidang adalah :
1. Terdapatnya bidang luncur bebas (daylight), berarti kemiringan bidang
luncur harus lebih kecil daripada kemiringan lereng.
2. Arah bidang luncur sejajar atau mendekati sejajar dengan arah lereng
(maksimum berbeda 20o)
3. Kemiringan bidang luncur lebih besar daripada sudut geser dalam
batuannya.
4. Terdapat bidang bebas (tidak terdapat gaya penahan) pada kedua sisi
longsoran.
b. Longsoran baji
Longsoran baji dapat terjadi pada suatu batuan jika terdapat lebih dari
satu bidang lemah yang bebas dan saling berpotongan.

Sudut

perpotongan antara bidang lemah tersebut harus lebih besar dari sudut
geser dalam batuannya. Bidang lemah ini dapat beupa bidang sesar,
rekahan (joint) maupun bidang perlapisan.
Cara longsoran suatu baji dapat melalui salah satu atau beberapa
bidang lemahnya, ataupun

melalui garis perpotongan kedua bidang

lemahnya.
c. Longsoran busur
Longsoran batuan yang terjadi sepanjang bidang luncur yang berupa
busur disebut longsoran busur. Longsoran busur hanya terjadi pada tanah
atau material yang bersifat seperti tanah. Antara partikel tanah tidak

17

terikat satu sama lain. Dengan demikian, longsoran busur juga dapat
terjadi pada batuan yang sangat lapuk serta banyak mengandung bidang
lemah maupun tumpukan (timbunan) batuan hancur.
d. Longsoran guling
Longsoran guling akan terjadi pada suatu lereng batuan yang acak
kemiringannya berlawanan dengan kemiringan bidang-bidang lemahnya.
Keadaan tersebut dapat digambarkan dengan balok-balok yang
diletakkan diatas sebuah bidang miring. Berdasarkan bentuk dan proses
menggulingnya, maka longsoran guling dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a. Longsoran guling setelah mengalami benturan (flexural toppling)
b. Longsoran guling yang berupa blok (balok-balok)
c. Gambaran kedua longsoran diatas (block-flexural)
2.4

Pemeriksaan Lereng
Untuk menghindari kecelakaan karena tidak amannya sebuah
lereng perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala kondisi lereng. Pada
perusahaan tambang tersebut. Beberapa hal yang perlu dilakukan adalah :
a

pada setiap potongan baru harus dipetakan dan diidentifikasi bidangbidang lemah yang ada

curigai jika ada tumpukan batu disekitar toe, hal ini mengindikasikan
adanya jatuhan dari atas

potong setiap batu menggantung

tangani setiap adanya rekahan tarik pada crest

tangani jika ada batuan yang akan jatuh dari berm

18

drain setiap adanya rembesan air

pelihara drainase supaya tidak ada air yang tergenang


h

curigai setiap retakan mendatar pada muka lereng, hal ini dapat
mengindikasikan adanya buckling

identifikasi adanya retakan tarik diluar batas pit limit

inspeksi khusus setiap setelah hujan

2.5

Sifat Fisik dan Klasifikasi Tanah


Klasifikasi dan sifat tanah akan sangat tergantung pada ukuran butirnya
(kecuali lempung dan lanau). Berikut adalah jenis tanah beserta ukuran
butirnya.
Tabel 2.1 Ukuran Butir Tanah
Jenis Tanah

Ukuran

Berangkal/Boulder)

> 20 cm

Kerakal/Cobble

8 20 cm

Kerikil/Gravel

2 mm 8 cm

Pasir Kasar/Coarse Sand

0,6 mm 2 mm

Pasir Sedang/Med.Sand

0,2 0,6 mm

Pasir Halus/Fine Sand

0,06 0,2 mm

Lanau/Silt

0,002 - 0,06 mm

Lempung/Clay

< 0,002 mm

(Sumber : Wesley. Mekanika Tanah.. 1977)


Dari segi keteknikan yang disebut tanah berada pada ukuran mulai
dari kerikil kebawah. Pada tanah yang berbutir kasar (pasir halus hingga

19

kerikil/Tabel 2-1), sifat-sifat tanah tersebut akan tergantung pada ukuran


butirnya. Sedangkan tanah yang berbutir halus (lempung dan lanau), sifat
tanah tergantung pada komposisi kimianya.
Pada kondisi nyata dilapangan, tanah merupakan campuran beberapa
ukuran butir tanah. Istilah pasir lempungan atau lempung pasiran akan
sangat umum ditemukan dilapangan. Seringkali istilah pasir kelempungan
ditambah dengan bergradasi baik/buruk, dimana fraksi halus akan dinilai
sifat plastisitasnya.
2. 6

Batuan
Seorang geologis mendefinisikan batuan adalah semua material
kerak bumi. Mereka membagi batuan menjadi batuan consolidated
(batuan) dan batuan unconsolidate (Tanah). Tetapi seorang yang
berhubungan dengan masalah civil engineering mendefinisikan batuan
adalah merupakan formasi keras dari kulit bumi. Dalam hal ini seorang
tehnik sipil lebih memperhatikan mengenai sifat fisik dan mekanik dari
batuan. Sedangkan menurut ASTM, batuan adalah suatu bahan yang terdiri
dari mineral padat (solid) berupa massa yang berukuran besar ataupun
berupa fragmen-fragmen. ISRM dan Bieniewasky membatasi definisi
batuan secara lebih kwantitatif, yaitu bahwa batuan adalah material bumi
dengan kuat tekan diatas 1 MPa.
1. Klasifikasi Jenis/Massa Batuan
Menurut engineering batuan dapat diklasifikasikan berdasarkan
beberapa cara yaitu;
20

Secara Genesa
a.

Batuan Beku (Andesit, Granit, Gabro dll)

b.

Batuan Sedimen (batu Pasir, batu Lempung, Gamping dll)

c.

Batuan Metamorf (Quartzite, Marmer, Slate dll)


Secara Lithologi
Klasifikasi ini berdasarkan kandungan mineralnya baik secara
kimia maupun bentuk fisik butiran. Klasifikasi ini bermanfaat secara
engineering terutama untuk membedakan beberapa jenis batuan
sedimen yang mempunyai sifat kimia/fisik yang rentan terhadap
perubahan cuaca, pelarutan air serta abrasivitas. Berikut adalah
klasifikasi secara litologi berdasarkan beberapa perbedaan komposisi;

d.

Perbedaan besar butir (batu Lempung, Lanau, batu Pasir)

e.

Perbedaan komposisi Silika (Granit, Granodiorit, Andesit)

f.

Perbedaan bentuk bitir (Konglomerat, Breksi, Aglomerat)


2. Klasifikasi Kekuatan Batuan Utuh
Klasifikasi ini berdasarkan kekuatan (kuat tekan) batuan utuh.

Tabel 2.2. Klasifikasi Kuat Tekan Batuan Utuh


Clas

Kuat Tekan
Deskripsi
21

Contoh Nama

(MPa)
Very High

Batuan
Quartzite, Diabase,

220
A

Strength

High Strength

Basalt
110 220

Marble, Dolomite

55 110

Limestone

28 55

Sandstone

< 28

Tufa

Medium
C
Strength
D

Low Strength
Very Low

E
Strength

(Sumber Wesley. Mekanika Tanah.. 1977 )


2.7

Kuat Geser Tanah


Salah satu parameter tanah yang penting adalah kuat geser tanah,
dimana parameter ini diperlukan untuk menghitung daya dukung tanah,
tegangan tanah pada dinding penahan serta kestabilan lereng.
Tanah yang terdiri dari butir kasar dan halus yang bergerak relatif
antar butirnya akan mengalami keruntuhan geser (sher failure) jika tanah
tersebut tidak dapat memelihara kekuatannya. Kekuatan geser tanah
didapatkan dari kohesi (C) antar butir dan gesekan antar butir ()
Sehingga Kuat Geser tanah () adalah;
=C +
= C + . tan

22

Berikut adalah illustrasi pengukuran Kuat Geser

Gambar 2.8
Illustrasi Gaya-Gaya Pada Benda Yang Digeser
Pada kondisi jenuh (kondisi alam yang paling rentan terhadap
kelongsoran) tegangan air dalam pori-pori tanah akan mengurangi tegangan
normal antar butir, dan jika tegangan air pori = u, maka akan menjadi;
= C + ( - u) . tan
Dengan :
= tegangan normal
= sudut geser dalam/sudut friksi
C = kohesi
( - u) = tegangan efektif =
2.8

Metode Irisan Tanah (Metode Fellenius)

23

Ada beberapa metode untuk menganalisis kestabilan lereng, yang


paling umum digunakan ialah metode irisan yang dicetuskan oleh Fellenius
(1939). Metode ini banyak digunakan untuk menganalisis kestabilan lereng
yang tersusun oleh tanah, dan bidang gelincirnya berbentuk busur (arcfailure).
Menurut Sowers (1975), tipe longsorang terbagi kedalam 3 bagian
berdasarkan kepada posisi bidang gelincirnya, yaitu longsorang kaki lereng
(toe failure), longsorang muka lereng (face failure), dan longsoran dasar
lereng (base failure). Longsoran kaki lereng umumnya terjadi pada lereng
yang relatif agak curam (>450) dan tanah penyusunnya relatif mempunyai
nilai sudut geser dalam yang besar (>300). Longsoran muka lereng biasa
terjadi pada lereng yang mempunyai lapisan keras (hard layer), dimana
ketinggian lapisan keras ini melebihi ketinggian kaki lerengnya, sehingga
lapisan lunak yang berada diatas lapisan keras berbahaya untuk longsor.
Longsoran dasar lereng biasa terjadi pada lereng yang tersusun oleh tanah
lempung.

24

Gambar 2.8
Metode irisan lapisan Tanah (Fellenius, 1936)
Metode irisan biasa (Fellenius, 1936) merupakan metode yang paling
sederhana diantara beberapa metode irisan. Metode ini juga dinamakan
sebagai metode lingkaran Swedia. Asumsi yang digunakan dalam metode
ini adalah resultan gaya antar irisan sama dengan nol dan bekerja sejajar
dengan permukaan bidang runtuh, serta bidang runtuh berupa sebuah busur
lingkaran. Kondisi kesetimbangan yang dapat dipenuhi oleh metode ini
hanya kesetimbangan momen untuk semua irisan pada pusat lingkaran
runtuh. Tanah di atas permukaan longsor di bagi menjadi beberapa irisan

25

vertikal. Lebar setiap irisan tidak harus sama. Lebih banyak irisan maka
akan lebih ditail hasil yang dapat didapat.

26

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1

Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data ini, yaitu :
1. Studi literatur
Studi literatur dilakukan dengan mempelajari, mengumpulkan dan
membaca berbagai sumber pustaka seperti buku, diktat kuliah, dan
artikel internet yang dapat membantu dalam pengerjaan laporan
penelitian tugas akhir.
2. Pengamatan Lapangan
Pengamatan lapangan dilakukan untuk melihat langsung kondisi
lapangan daerah penelitian dan mengumpulkan data-data lapangan.
3. Simulasi komputer dengan menggunakan perangkat lunak
Pengerjaan laporan penelitian tugas akhir ini dilakukan dengan
menggunakan simulasi komputer sehingga akan dihasilkan data tabel
yang dapat membantu dalam pengolahan dan analisa data.

3.2

Gambaran Umum Wilayah Penelitian


PT. Golden Prima Utama (GPU) berdiri pada tanggal 18 mei 2011 di
simpang empat kabupaten banjar, kalimantan Selatan. Yang bergerak
dalam di bidang pertambangan batubara, dengan Izin Usaha Pertambangan
(IUP) bersamaan dengan PT. Gunung Limo sebagai kontraktor dengan
27

surat keputusan No. 02798-01/1.824.271 tahun 2011. Yang berlokasi di


wilayah Kecamatan simpang empat, kabupaten banjar dengan luas areal
196.000 ha
3.3

Lokasi dan Kesampaian Daerah


Daerah konsensi IUP eksploitasi PT. Golden Prima Utama (GPU)
terletak dalam site tambang PT. Gunung Limo seluas 196.000 ha terletak
kearah barat dari kota Banjarmasin (ditarik garik lurus dari Banjarmasin
lokasi IUP). Secara administrative masuk wilayah kecamatan simpang
empat, kabupaten banjar, Kalimantan Selatan

Gambar 3.1
Wilayah Site PT. Golden Prima Utama Site Tambang PT. Gunung Limo
(sumber : PT. Golden Prima Utama)

28

Lokasi penelitian ini dapat di jangkau dengan menggunakan


kendaraan roda empat maupun roda dua engan kondisi jalan beraspal dari
Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah, Palangka Raya menuju ke Ibukota
Provinsi Kalimantan Selatan, Banjarmasin dengan jarak 150 km dengan
waktu perjalanan 4 jam. Selanjutnya dilanjutkan ke lokasi IUP PT. Golden
Prima Utama berjarak 60 km dengan waktu perjalanan 2 jam kearah
barat dari Banjarmasin
3.4

Kondisi Geologi
3.4.1 Kondisi Geologi Regional
a. Fisiografi
Lintang Selatan, dengan batas-batas wilayah antara lain : Sebelah
utara berbatasan dengan Kabupaten Murung Raya dan Propinsi
Kalimantan Timur, sebelah selatan berbatasan dengan Barito
Selatan dan Propinsi Kalimantan Selatan, sebelah timur berbatasan
dengan Propinsi Kalimantan Timur dan sebelah barat berbatasan
dengan Kabupaten Kapuas. Luas wilayah Kabupaten Barito Utara
lebih kurang 8.300 Km dan terdiri dari 9 kecamatan, 103 desa dan
10 kelurahan.
Kabupaten Banjar adalah salah satu kabupaten di Provinsi
Kalimantan Selatan yang berada di pedalaman Pulau Kalimantan
dan terletak pada posisi 24955 - 34338 Lintang Selatan dan
1143020" - 1153537" Bujur Timur, menempatkannya di jalur
transportasi antar Provinsi Kalimantan Selatan Kalimantan Timur.

29

Hal ini sekaligus membuat Kabupaten Banjar memiliki posisi


strategis sebagai lintas ekonomi dan sebagai daerah penyangga bagi
wilayah sekitarnya. Luas wilayah daerah ini adalah 4.668,50 Km 2.
Secara administratif, daerah ini terbagi menjadi 19 Kecamatan,
dengan batas administrasi sebagai berikut:
Sebelah Utara

: berbatasan dengan Kabupaten Tapin

Sebelah Timur

: berbatasan dengan Kabupaten Kotabaru.

Sebelah Selatan

: berbatasan dengan Kabupaten Tanah Laut


dan Kota Banjarbaru.
: berbatasan dengan Kota Banjarmasin.

Sebelah Barat

Sebutan kota intan dan kota serambi Mekkah telah mengharumkan


nama kota Martapura sebagai ibukota Kabupaten Banjar.
b. Stratigrafi Regional
Berdasarkan kerangka tektonik regional Kalimantan , daerah
Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan
Selatan termasuk dalam formasi warukin dalam cekungan barito,
karena dalam fase regresi berlangsung pada kala miosen tengah
hingga pliosen bersamaan dengan diendapkannya formasi warukin
dan dahor (kusuma dan nafi, 1986)
Pembagian Stratigrafi Cekungan Barito dari tua ke muda
adalah sebagai berikut :
1. Batuan Dasar Pra-Tersier, terdiri dari batuan metasedimendan
batuan beku.
30

2. Formasi Tanjung, bagian bawah didominasi oleh batuan pasir


dan kongmerat dengan interkalasi batubara, bagian tengah
selang-seling batu pasir, batu lanan dan batu lempung serta
bagian atas terdiri dari batu lempung gampingan dengan
interkalasi batu gamping dan batubara.
3. Formasi Montalat, terdiri dari batu pasir kwarsa, agak padat,
sisipan batu lempung dan batubara.
4. Formasi Berai, bagian bawah terdiri dari selang-seling batu
gamping dengan napal, bagian tengah-tengah berupa bagian
batu gamping masif berupa kerangka dari suatu terumbu dan
pada bagian bawah terdiri dari selang-seling batu gamping
dengan batu lempung dan batubara.
5. Formasi Warukin, bagian bawah selang-seling antara batu pasir
dengan batu lempung dan interkalasi gamping, bagian tengah
selang-seling batu pasir, batu lempung dan batubara.
6. Formasi Dahor, terdiri dari batu pasir, batu lanau dengan
interkalasi batu lempung dan batubara serta fragmen batuan
yang lebih tua.
c. Stuktur Geologi
Struktur geologi yang di jumpai di daerah ini berupa sesar,
perlipatan dan kelurusan yang secara umum berarah baratdayatimurlaut dan baratlaut-tenggara. Sesar terdiri dari sesar normal,
sesar geser dan sesar naik yang melibatkan batuan sedimen yang
berumur Tersier dan pra-Tersier. Kelurusan-kelurusan ini diduga
merupakan jejak/petunjuk sesar dan kekar yang berarah sejajar

31

dengan struktur umum. Lipatan-lipatan berupa sinklin dan antiklin


seperti halnya sesar dan kelurusan, juga berarah sejajar dengan
struktur regional, timurlaut-baratdaya. Mengingat litologi di daerah
ini didominasi oleh batuan yang berumur tersier, diduga kehadiran
sesar, kelurusan dan lipatan berhubungan erat dengan kegiatan
tektonik yang terjadi pada zaman itu (Tersier).
d. Sumber daya Mineral dan Energi
Di daerah ini kaya dengan sumber daya alam baik berupa bahan
tambang maupun bahan galian seperti batubara, intan, emas, biji
besi, dan lain-lain yang sudah dieksplorasi dan dieksploitasi yang
terdapat pada formasi warukin.
3.4.2 Kondisi Geologi Daerah Penelitian
a. Morfologi Daerah Penelitian
Morfologi daerah penelitian ini adalah daratan dan
pegunungan yang ketinggiannya dari permukaan laut bervariasi
berkisar antara 0 s/d 1.878 meter. Ketinggian ini merupakan salah
satu faktor yang menentukan letak kegiatan penduduk, maka
ketinggian juga dipakai sebagai penentuan batas wilayah tanah
usaha, dimana 35 % berada di ketinggian 07 m dpl, 55,54 % ada
pada ketinggian 50300 m dpl, sisanya 9,45 % lebih dari 300 m
dpl. Kondisi di wilayah beranekaragam, tidak sepenuhnya dataran.
Perbukitan dan pegunungan

dibagian sebelah utara dan timur.

Bagian sebelah barat dan selatan terdapat dataran rendah berupa

32

tanah biasa dan tanah rawa. Posisi seperti ini menyebabkan aliran
air pada permukaan tanah kurang lancar. Akibatnya 299,93%
wilayah selalu tergenang dan 0,58% lainnya tergenang secara
periodik.
b. Stratigrafi daerah penelitian
Daerah penelitian berada di Cekungan Barito dan tepatnya pada
Formasi Warukin dan termasuk dalam kawasan hutan Alokasi
Penggunaan Lain (APL). Formasi Warukin merupakan selaras di
atas Formasi Berai. Formasi Warukin terdiri dari tiga
anggota, dari tua ke muda yaitu:
1. Warukin Bawah, merupakan selang-seling napal,
batugamping, serpih, dan serpih gampingan.
2. Warukin Tengah, terdiri dari napal, lanau, lempung
dan lapisan pasir tipis dengan sisipan batubara.
3. Warukin Atas, terdiri dari batubara dengan sisipan
lempung karbonat dan batupasir.
Formasi Warukin berumur Miosen Awal Miosen
Akhir. Formasi ini mempunyai ketebalan 300 500 m
dengan lingkungan pengendapan paralik - delta.
Formasi Warukin pertama kali ditemukan di desa
Warukin,

Tanjung

Raya

Kalimantan

Selatan.

Penyebaran formasi ini meliputi seluruh Cekungan


Barito.

33

c. Struktur Geologi Daerah penelitian


Struktur geologi daerah penelitian terdiri dari konfigurasi tektonik
Kalimantan yang dari gaya regangan pada akhir Kapur awal
Miosen dan gaya tekanan pada Plio Plistosen yang menghasilkan
struktur sesar dan lipatan. Struktur yang berkembang dalam
pembentukan Cekungan Barito ada 2 jenis :
1. Tensional, sinistral shear, dengan arah relatif

barat laut-

tenggara.
2. Transpesional, merupakan konvergen sehingga mengalami
uplift, dan lalu mengalami reaktifasi dan mengalami invert
struktur

yang

tua,

sehingga

menghasilkan

wrenching,

pensesaran, dan perlipatan.


Secara umum terjadi pada arah timur laut Cekungan Barito, dengan
struktur yang intensif berarah sejajar barat daya timur laut
membentuk struktur lipatan mengelilingi pegunungan Meratus dan
dipengaruhi oleh sesar naik dengan dip yang curam. Adanya sesar
wrench utama, menunjukkan adanya indikasi drag atau sesar pada
lipatan dan bekas sesar naik. Pada bagian barat dan selatan
Cekungan Barito umumnya sedikit dikontrol oleh tektonik
sehingga tidak menunjukkan bentuk deformasi struktur (Darman
dan Sidi, 2000).
34

3.4.3 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam kegiatan Tugas Akhir ini antara lain:
a

b
c

Buku dan Alat Tulis


Buku lapangan berfungsi untuk mencatat datadata penting atau
pointpoint penting yang diperlukan dalam penelitian.
Kamera Digital/Kamera Handphone
Kamera berfungsi untuk mengambil gambar kegiatan di lapangan.
Alat Pelindung Diri (APD)
Peralatan ini meliputi safety shoes, helm, dan rompi reflector,
masker, kacamata. Peralatan ini berfungsi untuk melindungi tubuh
dari hal-hal yang tidak diinginkan (kecelakaan).
d. Kalkulator
Menghitung data yang telah di dapat di lapangan.

3.4.4 Langkah Kerja


Adapun Langkah kerja yang dilakukan dalam dalam kegiatan ini
adalah sebagai berikut :
1. Studi Literatur
Tujuan dilakukannya studi literatur adalah mencari datadata sekunder yang akan dibutuhkan dalam pengolahan data.
Data-data sekunder tersebut adalah :
a. Lokasi dan kesampaian daerah.
b. Keadaan geologi.
c. Teori kestabilan lereng.
2. Pengambilan Data Lapangan
Penelitian di lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer
yang diperlukan guna kepentingan penelitian. Dengan melakukan
35

pengamatan, pengukuran, dan wawancara serta melakukan


pencatatan, seperti :
a. Pengamatan Kondisi

Lokasi

lereng,

dengan

melakukan

pengukuran (tinggi, kemiringan, bench lereng, kohesi) serta


kondisi geologi
b. Melakukan wawancara langsung terhadap crew atau staff atau
pihak lain untuk memperoleh data faktor faktor yang
mempengaruhi kestabilan lereng, data geometri lereng, dan hal
yang lain di anggap perlu.
3. Analisa Data
a. Melakukan analisa perhitungan dan pengolahan data untuk
mendapatkan nilai faktor keamanan (safety factor) dengan
metode fellinius, analisa ini difokuskan untuk mendapatkan nilai
standard faktor keamanan.
b. Melakukan pengumpulan data dari faktor faktor yang
mempengaruhi kestabilan lereng PT. Golden Prima Utama
c. Melakukan pemodelan kelerengan PT. Golden Prima Utama
(GPU)
4. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari analisa dan perhitungan untuk
mendapatkan nilai faktor keamanan (safety factor), kemudian
hasilnya nantinya akan ditarik kesimpulan apakah hasil sudah
sesuai dengan standar yang ditentukan.
3.4.5 Metode
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode penelitian kuantitatif dan deskriptif. Tujuan penelitian
36

kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-model


matematis, teori-teori yang berkaitan dengan kegiatan tertentu.
Sedangkan Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian
yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai
dengan apa adanya. Penelitian deskriptif pada umumnya dilakukan
dengan tujuan utama, yaitu menggambarkan secara sistematis fakta
dan karakteristik objek dan sobjek yang diteliti secara tepat. Teknik
penelitian yang digunakan adalah observasi, inventarisasi data,
dokumentasi, dan wawancara. Jenis data yang dikumpulkan dan
digunakan dalam bentuk data primer dan data sekunder. Data primer
berupa informasi yang langsung berdasarkan pengamatan di lapangan,
sedangkan data sekunder berupa data dan informasi yang diperoleh
dari PT Golden Prima Utama (GPU).
Di dalam melaksanakan permasalahan ini, penyusun menggabungkan
antara beberapa metode, yaitu :
1. Metode Observasi (pengamatan)
Metode ini dilakukan dengan cara melakukan pengamatan secara
langsung dilapangan.
2. Metode Interview (wawancara)
Metode ini dilakukan dengan cara mencari data melalui penjelasan
secara langsung di lapangan dari pihak perusahaan PT. Golden
Prima Utama (GPU)
3. Metode Pustaka
Dilakukan dengan cara mencari literatur mengenai kegiatan
Kestabilan Lereng, baik berupa data yang diberikan pihak
perusahaan, maupun hasil praktik kerja lapangan yang terdahulu.

37

38

3.4.6 Bagan Alir Penelitian


ANALISIS KESTABILAN LERENG (SLOPE STABILITY) PADA PT.
GOLDEN PRIMA UTAMA DESA DUA CINTAPURI KECAMATAN
CINTAPURI KABUPATEN BANJAR KALIMANTAN SELATAN

Rumusan Masalah:
Menganalisa berapa besar nilai faktor keamanan kestabilan
lereng pada PT. Golden Prima Utama ?
Mengidentifikasi faktor faktor yang mempengaruhi kestabilan
lereng pada PT. Golden Prima Utama ?
Membuat pemodelan kelongsoran pada pemantauan lereng pada
PT. Golden Prima Utama ?
Studi Literatur
Pengumpulan Data
Data Primer:

Data Sekunder:

Pengukuran lereng PT. Golden Prima


Utama meliputi :
Tinggi lereng original
Kemiringan lereng
Bench lereng
Kohesi
Nilai Faktor Kemanan Kestabilan Lereng
Desain Pemodelan Lereng

Dokumentasi dan hal lainnya dianggap


penting

Data Geologi Daereah Penelitian


Peta Kesampaian Daearah
Penelitian
Peta IUP
Profil PT. Golden Prima Utama
Geoktek lereng
Dokumen-dokumen yang
berhubungan tentang kelerengan

Pengolahan dan Analisa Data

Hasil dan Pembahasan


Kesimpulan dan Saran

39

3.4.7 Waktu Penelitian


Setelah disesuaikan dengan jadwal akademik, maka waktu penelitian tugas
akhir yang saya usulkan adalah dari awal bulan Juni 2016 sampai
pengumpulan data selesai dan evaluasi di bulan Juli 2016. Susunan langkah
kerja yang diusulkan :

Kegiatan

MEI 2016
III

IV

Persiapan
Study Literatur
Pengambilan data
Pembahasan dan evaluasi
Pembuatan laporan

40

JUNI 2016
I

II

III

JULI 2016
IV

II

III

IV

Daftar Pustaka
Aryanda, Dadang. 2012. Zircon. http://kampungminers.blogspot.com/2012/09/
zircon.html. (Diakses pada tanggal 17 mei 2016).
Rahim, Azhary. 2012. http://tambangunp.blogspot.co.id/2015/11/analisiskestabilan-lereng-metode-hoek.html (Diakses pada tanggal 19 mei 2016)
Zakaria, Zufialdi. 2009. Analisa Kestabilan Lereng, seri mata kuliah Geoteknik.
Laboratorium Geologi Teknik Fakultas Teknik Geologi Universitas
Padjadjaran.
Marinda, Anita. 2010. http://asrulsmile.blogspot.co.id/2010/11/metode-analisakestabilan-lereng.html (diakses pada tanggal 19 mei 2016)
Musa,
Rahman.
2012.
http://matonimous.blogspot.co.id/2012/09/slopemonitoring.html sumber : Guidlines for Open Pit Slope Design - John Read
and Peter Stacey (diakses pada tanggal 19 mei 2016)
Susanto, Heri. 2013. http://herisusanto-tambang.blogspot.co.id/2013/01/analisakestabilan-lereng-tanah.html sumber : Bowles, JE.,1989, Sifat-sifat Fisik &
Geoteknis Tanah, Erlangga, Jakarta. (diakses pada tanggal 19 mei 2016)

41

Você também pode gostar

  • Makalah Nilai Tambah Mineral PDF
    Makalah Nilai Tambah Mineral PDF
    Documento14 páginas
    Makalah Nilai Tambah Mineral PDF
    Mohammad Rahman Ardhiansyah
    Ainda não há avaliações
  • Inzi
    Inzi
    Documento6 páginas
    Inzi
    Derixson Saragih
    Ainda não há avaliações
  • Cheat Yugi
    Cheat Yugi
    Documento1 página
    Cheat Yugi
    Derixson Saragih
    Ainda não há avaliações
  • Harga Decoder Set Baru
    Harga Decoder Set Baru
    Documento1 página
    Harga Decoder Set Baru
    Derixson Saragih
    Ainda não há avaliações
  • Makalah Nilai Tambah Mineral PDF
    Makalah Nilai Tambah Mineral PDF
    Documento14 páginas
    Makalah Nilai Tambah Mineral PDF
    Mohammad Rahman Ardhiansyah
    Ainda não há avaliações
  • Bab 1 Wira
    Bab 1 Wira
    Documento5 páginas
    Bab 1 Wira
    Dio Alief Utama
    Ainda não há avaliações
  • Sampul
    Sampul
    Documento1 página
    Sampul
    Derixson Saragih
    Ainda não há avaliações
  • Halaman Awal
    Halaman Awal
    Documento6 páginas
    Halaman Awal
    Derixson Saragih
    Ainda não há avaliações
  • Bab. I Pendahuluan
    Bab. I Pendahuluan
    Documento2 páginas
    Bab. I Pendahuluan
    Derixson Saragih
    Ainda não há avaliações
  • Baku Mutu Lingkungan Hidup
    Baku Mutu Lingkungan Hidup
    Documento15 páginas
    Baku Mutu Lingkungan Hidup
    Derixson Saragih
    Ainda não há avaliações
  • Proposal Tugas Akhir
    Proposal Tugas Akhir
    Documento14 páginas
    Proposal Tugas Akhir
    AlpaniSaraBia
    Ainda não há avaliações
  • Bab 1 Wira
    Bab 1 Wira
    Documento5 páginas
    Bab 1 Wira
    Dio Alief Utama
    Ainda não há avaliações
  • Catatan IUT
    Catatan IUT
    Documento7 páginas
    Catatan IUT
    Derixson Saragih
    Ainda não há avaliações
  • Non Logam Di Indonesia
    Non Logam Di Indonesia
    Documento2 páginas
    Non Logam Di Indonesia
    Derixson Saragih
    Ainda não há avaliações
  • Fisika Dasar
    Fisika Dasar
    Documento1 página
    Fisika Dasar
    Derixson Saragih
    Ainda não há avaliações