Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
DISUSUN OLEH :
DERIXSON SARAGIH
NIM. DBD 111 0060
BAB II
DASAR TEORI
2.1
Penelitian Terdahulu
1. K.Wattimena , Kestabilan
lereng
penambangan
ditentukan
oleh
sebagian
besar
perusahaan
tambang
di
Indonesia
risiko
yang
akan
muncul,
atau
semakin
risiko kelongsoran
lereng
mencakup
sifat
fisik
dan
dampak
yang
lereng dianalisis
dari
tersebut,
dan dapat
verifikasi
terhadap
parameter-parameter
tersebut.
Kestabilan Lereng
Kestabilan dari suatu jenjang individual dikontrol oleh kondisi geologi
daerah setempat, bentuk keseluruhan lereng pada daerah tersebut, kondisi
air tanah setempat, dan juga oleh teknik penggalian yang digunakan dalam
pembuatan lereng. Faktor pengontrol ini jelas sangat berbeda untuk situasi
penambangan yang berbeda dan sangat penting untuk memberikan aturan
yang umum untuk menentukan seberapa tinggi atau seberapa landai suatu
lereng untuk memastikan lereng itu akan stabil.
Apabila kestabilan dari suatu jenjang dalam operasi penambangan
meragukan, maka kestabilannya harus dinilai berdasarkan dari struktur
geologi, kondisi air tanah dan faktor pengontrol lainnya yang terjadi pada
suatu lereng. Kestabilan lereng pada batuan dipengaruhi oleh geometri
lereng, struktur batuan, sifat fisik dan mekanik batuan serta gaya-gaya luar
yang bekerja pada lereng tersebut.
Faktor keamanan (FK) lereng tanah dapat dihitung dengan
berbagai metode. Longsoran dengan bidang gelincir (slip Surface), F
dapat dihitung dengan metode sayatan (slice method) menurut Fellinius
atau Bishop. Untuk suatu lereng dengan penampang yang sama, cara
tinggi lereng dan lebar jalan angkut atau berm pada lereng tersebut.
2. Data mekanika tanah
a.
b.
c.
d.
3. Faktor Luar
a. Getaran akibat aktivitas alat berat.
b. Beban alat mekanis yang beroperasi.
Suatu cara yang umum untuk menyatakan kestabilan suatu lereng
batuan adalah dengan faktor keamanan. Faktor ini merupakan perbandingan
antara gaya penahan yang membuat lereng tetap stabil, dengan gaya
penggerak yang menyebabkan terjadinya longsor. Secara matematis faktor
kestabilan lereng dinyatakan sebagai berikut :
F = R / Fp
Dengan :
F = faktor kestabilan lereng
R = gaya penahan, berupa resultan gaya-gaya yang membuat
lereng
tetap
Pada keadaan :
F 1,0 = lereng dalam keadaan stabil
F = 1,0 = lereng dalam keadaan seimbang (akan longsor)
F 1,0 = lereng dalam keadaan tidak stabil.
Dengan demikian, diperlukan suatu nilai faktor keamanan
minimum dengan suatu nilai tertentu yang disarankan sebagai batas
faktor keamanan terendah yang masih aman sehingga lereng dapat
dinyatakan stabil atau tidak. Sehingga pada penelitian ini, faktor
keamanan minimum yang digunakan adalah FK (sama dengan atau
lebih besar) dari 1.25, sesuai prosedur dari Joseph E. Bowles (2000),
Dengan ketentuan :
2.3
FK 1,25
FK < 1,07
Faktor Keamanan
Faktor keamanan terhadap kesetimbangan momen (FM) dan faktor
keamanan terhadap kesetimbangan gaya (FF) harus dihitung secara serentak
dengan mengasumsikan nilai dari faktor skala (l) harus terlebih dahulu.
Prinsip dari perhitungan ini adalah untuk mencari suatu nilai faktor skala
yang menghasilkan perbedaan absolut dari (FM FF) lebih kecil dari
2.5
Dalam
Keputusan
555.K/26/M.PE/1995
Menteri
tentang
Pertambangan
Keselamatan
dan
dan
Energi
Kesehatan
No.
Kerja
Pertambangan Umum, masalah dimensi lereng dibahas pada Pasal 241. Pada
ayat 2 beberapa persyaratan harus dipenuhi jika pekerjaan dilakukan pada
batuan/material lepas. Selain itu pula pada pasal tersebut di ayat 5
mensyaratkan adanya studi kemantapan lereng. Dasar pemikiran yang
memunculkan peraturan tersebut adalah karena banyaknya kecelakaan yang
timbul karena cara penggalian yang tidak sesuai dengan kondisi
batuan/material penggalian.
Faktor-faktor kecelakaan pada pekerjaan tambang terbuka dimana
front kerja berada pada daerah sekitar lereng meliputi :
a) tertimpa batuan,
b) terguling pada sisi crest (untuk peralatan)
c) tertimpa atau berada pada daerah longsoran individual slope dan/atau
overall slope.
Faktor-faktor diatas diperberat oleh tatacara penambangan yang tidak
mengindahkan kondisi lapangan/batuan serta peraturan yang ada.
2.6
Faktor Keselamatan
Analisa Kstabilan lereng pada umumnya didasarkan pada konsep
batas kesetimbangan plastis (limit plastic equilibrium) . Maksud dari analisa
kesetabilan lereng adalah untuk menentukan faktor aman dari potensi
bidang longsor.
Dalam analisa kestabilan lereng , beberapa anggapan di buat, yaitu :
2.7
Gambar 2.1
Ketidakseimbangan akibat perubahan tegangan
Hilangnya penyanggaan pada suatu blok batuan yang disebabkan
terpotongnya massa batuan yang sebelumnya menyangga blok batuan
tersebut. Dengan adanya penggalian, maka ketersingkapan bidang lemah
akan makin besar yang menyebabkan makin besarnya kemungkinan suatu
blok batuan kehilangan penyanggaan.
10
Gambar 2.2
Makin besar geometri lereng, ketersingkapan bidang lemah akan makin
besar
Kedua ketidakseimbangan ini dapat saling sinergi sehingga
menyebabkan makin berisikonya kegiatan pemotongan/penggalian massa
batuan ini, hal ini terjadi karena massa batuan bukanlah suatu massa yang
solid tetapi merupakan massa yang terpotongpotong oleh bidangbidang
lemah (bidang diskontinyu). Akibat penggalian akan menyebabkan
perubahan tegangan dan hilangnya penyanggaan pada blok batuan akan
terjadi bersamaan, bahkan perubahan tegangan tersebut dapat menyebabkan
makin melemahnya kuat geser bidang diskontinyu.
Pada kegiatan tambang dimana semakin tinggi lereng tunggal
(individual slope) dan terutama makin tingginya lereng keseluruhan (overall
slope), maka risiko kelongsoran akan semakin tinggi. Hal ini terjadi karena
makin tinggi lereng, maka perubahan tegangan akan semakin besar dan
bidang lemah yang tersingkap/terpotong akan makin banyak.
11
Porositas batuan
Batuan yang mempunyai porositas besar akan banyak menyerap air.
Dengan demikian bobot isinya menjadi lebih besar, sehingga
12
2.
3.
e. Bidang lemah
Kekuatan massa batuan merupakan gabungan dari kekuatan batuan
utuh, kondisi air tanah dan kondisi/posisi/geometri serta frekwensi
bidang diskontinyu. Jika batuan utuh makin kuat serta bidang lemah
makin sedikit dan makin kuat, maka massa batuan akan makin kuat.
Selain itu pula adanya kehadiran bidang lemah yang cukup
lebar/panjang harus diperhitungkan secara tersendiri karena akan
menjadi faktor penentu kelongsoran.
Kondisi bidang lemah yang harus diperhitungkan adalah lebar bidang
lemah; makin lebar jarak antar sisi-sisi bidang lemah, maka
batuan
14
Gambar 2.3
Sketsa mengenai pengaruh geometri lereng dan kehadiran bidang lemah
terhadap kestabilan lereng
Kondisi bidang lemah yang harus diperhitungkan adalah :
1
lebar bidang lemah; makin lebar jarak antar sisi-sisi bidang lemah,
maka batuan akan makin lemah.
jenis pengisi bidang lemah; jika pengisi kuarsa maka bidang lemah
akan makin kuat, sebaliknya jika pengisi adalah lempung maka bidang
lemah akan makin lemah.
15
f. Air tanah.
Pada batuan sangat berpengaruh jika ada bidang lemah yang terisi oleh
air karena akan menyebabkan meningkatkan tegangan terhadap bidang
lemah tersebut. Selain itu air dapat mengikis pengisi ruang antar bidang
lemah, melapukan sisi bidang lemah dan melarutkan mineral - mineral
sulfida. Pada beberapa kasus, air dapat menjadi faktor utama
ketidakstabilan lereng terutama pada lereng tanah.
Gambar 2.4
Kehadiran air tanah akan mengurangi kekuatan geser bidang lemah
2.3
16
Sudut
perpotongan antara bidang lemah tersebut harus lebih besar dari sudut
geser dalam batuannya. Bidang lemah ini dapat beupa bidang sesar,
rekahan (joint) maupun bidang perlapisan.
Cara longsoran suatu baji dapat melalui salah satu atau beberapa
bidang lemahnya, ataupun
lemahnya.
c. Longsoran busur
Longsoran batuan yang terjadi sepanjang bidang luncur yang berupa
busur disebut longsoran busur. Longsoran busur hanya terjadi pada tanah
atau material yang bersifat seperti tanah. Antara partikel tanah tidak
17
terikat satu sama lain. Dengan demikian, longsoran busur juga dapat
terjadi pada batuan yang sangat lapuk serta banyak mengandung bidang
lemah maupun tumpukan (timbunan) batuan hancur.
d. Longsoran guling
Longsoran guling akan terjadi pada suatu lereng batuan yang acak
kemiringannya berlawanan dengan kemiringan bidang-bidang lemahnya.
Keadaan tersebut dapat digambarkan dengan balok-balok yang
diletakkan diatas sebuah bidang miring. Berdasarkan bentuk dan proses
menggulingnya, maka longsoran guling dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a. Longsoran guling setelah mengalami benturan (flexural toppling)
b. Longsoran guling yang berupa blok (balok-balok)
c. Gambaran kedua longsoran diatas (block-flexural)
2.4
Pemeriksaan Lereng
Untuk menghindari kecelakaan karena tidak amannya sebuah
lereng perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala kondisi lereng. Pada
perusahaan tambang tersebut. Beberapa hal yang perlu dilakukan adalah :
a
pada setiap potongan baru harus dipetakan dan diidentifikasi bidangbidang lemah yang ada
curigai jika ada tumpukan batu disekitar toe, hal ini mengindikasikan
adanya jatuhan dari atas
18
curigai setiap retakan mendatar pada muka lereng, hal ini dapat
mengindikasikan adanya buckling
2.5
Ukuran
Berangkal/Boulder)
> 20 cm
Kerakal/Cobble
8 20 cm
Kerikil/Gravel
2 mm 8 cm
0,6 mm 2 mm
Pasir Sedang/Med.Sand
0,2 0,6 mm
0,06 0,2 mm
Lanau/Silt
0,002 - 0,06 mm
Lempung/Clay
< 0,002 mm
19
Batuan
Seorang geologis mendefinisikan batuan adalah semua material
kerak bumi. Mereka membagi batuan menjadi batuan consolidated
(batuan) dan batuan unconsolidate (Tanah). Tetapi seorang yang
berhubungan dengan masalah civil engineering mendefinisikan batuan
adalah merupakan formasi keras dari kulit bumi. Dalam hal ini seorang
tehnik sipil lebih memperhatikan mengenai sifat fisik dan mekanik dari
batuan. Sedangkan menurut ASTM, batuan adalah suatu bahan yang terdiri
dari mineral padat (solid) berupa massa yang berukuran besar ataupun
berupa fragmen-fragmen. ISRM dan Bieniewasky membatasi definisi
batuan secara lebih kwantitatif, yaitu bahwa batuan adalah material bumi
dengan kuat tekan diatas 1 MPa.
1. Klasifikasi Jenis/Massa Batuan
Menurut engineering batuan dapat diklasifikasikan berdasarkan
beberapa cara yaitu;
20
Secara Genesa
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Kuat Tekan
Deskripsi
21
Contoh Nama
(MPa)
Very High
Batuan
Quartzite, Diabase,
220
A
Strength
High Strength
Basalt
110 220
Marble, Dolomite
55 110
Limestone
28 55
Sandstone
< 28
Tufa
Medium
C
Strength
D
Low Strength
Very Low
E
Strength
22
Gambar 2.8
Illustrasi Gaya-Gaya Pada Benda Yang Digeser
Pada kondisi jenuh (kondisi alam yang paling rentan terhadap
kelongsoran) tegangan air dalam pori-pori tanah akan mengurangi tegangan
normal antar butir, dan jika tegangan air pori = u, maka akan menjadi;
= C + ( - u) . tan
Dengan :
= tegangan normal
= sudut geser dalam/sudut friksi
C = kohesi
( - u) = tegangan efektif =
2.8
23
24
Gambar 2.8
Metode irisan lapisan Tanah (Fellenius, 1936)
Metode irisan biasa (Fellenius, 1936) merupakan metode yang paling
sederhana diantara beberapa metode irisan. Metode ini juga dinamakan
sebagai metode lingkaran Swedia. Asumsi yang digunakan dalam metode
ini adalah resultan gaya antar irisan sama dengan nol dan bekerja sejajar
dengan permukaan bidang runtuh, serta bidang runtuh berupa sebuah busur
lingkaran. Kondisi kesetimbangan yang dapat dipenuhi oleh metode ini
hanya kesetimbangan momen untuk semua irisan pada pusat lingkaran
runtuh. Tanah di atas permukaan longsor di bagi menjadi beberapa irisan
25
vertikal. Lebar setiap irisan tidak harus sama. Lebih banyak irisan maka
akan lebih ditail hasil yang dapat didapat.
26
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data ini, yaitu :
1. Studi literatur
Studi literatur dilakukan dengan mempelajari, mengumpulkan dan
membaca berbagai sumber pustaka seperti buku, diktat kuliah, dan
artikel internet yang dapat membantu dalam pengerjaan laporan
penelitian tugas akhir.
2. Pengamatan Lapangan
Pengamatan lapangan dilakukan untuk melihat langsung kondisi
lapangan daerah penelitian dan mengumpulkan data-data lapangan.
3. Simulasi komputer dengan menggunakan perangkat lunak
Pengerjaan laporan penelitian tugas akhir ini dilakukan dengan
menggunakan simulasi komputer sehingga akan dihasilkan data tabel
yang dapat membantu dalam pengolahan dan analisa data.
3.2
Gambar 3.1
Wilayah Site PT. Golden Prima Utama Site Tambang PT. Gunung Limo
(sumber : PT. Golden Prima Utama)
28
Kondisi Geologi
3.4.1 Kondisi Geologi Regional
a. Fisiografi
Lintang Selatan, dengan batas-batas wilayah antara lain : Sebelah
utara berbatasan dengan Kabupaten Murung Raya dan Propinsi
Kalimantan Timur, sebelah selatan berbatasan dengan Barito
Selatan dan Propinsi Kalimantan Selatan, sebelah timur berbatasan
dengan Propinsi Kalimantan Timur dan sebelah barat berbatasan
dengan Kabupaten Kapuas. Luas wilayah Kabupaten Barito Utara
lebih kurang 8.300 Km dan terdiri dari 9 kecamatan, 103 desa dan
10 kelurahan.
Kabupaten Banjar adalah salah satu kabupaten di Provinsi
Kalimantan Selatan yang berada di pedalaman Pulau Kalimantan
dan terletak pada posisi 24955 - 34338 Lintang Selatan dan
1143020" - 1153537" Bujur Timur, menempatkannya di jalur
transportasi antar Provinsi Kalimantan Selatan Kalimantan Timur.
29
Sebelah Timur
Sebelah Selatan
Sebelah Barat
31
32
tanah biasa dan tanah rawa. Posisi seperti ini menyebabkan aliran
air pada permukaan tanah kurang lancar. Akibatnya 299,93%
wilayah selalu tergenang dan 0,58% lainnya tergenang secara
periodik.
b. Stratigrafi daerah penelitian
Daerah penelitian berada di Cekungan Barito dan tepatnya pada
Formasi Warukin dan termasuk dalam kawasan hutan Alokasi
Penggunaan Lain (APL). Formasi Warukin merupakan selaras di
atas Formasi Berai. Formasi Warukin terdiri dari tiga
anggota, dari tua ke muda yaitu:
1. Warukin Bawah, merupakan selang-seling napal,
batugamping, serpih, dan serpih gampingan.
2. Warukin Tengah, terdiri dari napal, lanau, lempung
dan lapisan pasir tipis dengan sisipan batubara.
3. Warukin Atas, terdiri dari batubara dengan sisipan
lempung karbonat dan batupasir.
Formasi Warukin berumur Miosen Awal Miosen
Akhir. Formasi ini mempunyai ketebalan 300 500 m
dengan lingkungan pengendapan paralik - delta.
Formasi Warukin pertama kali ditemukan di desa
Warukin,
Tanjung
Raya
Kalimantan
Selatan.
33
barat laut-
tenggara.
2. Transpesional, merupakan konvergen sehingga mengalami
uplift, dan lalu mengalami reaktifasi dan mengalami invert
struktur
yang
tua,
sehingga
menghasilkan
wrenching,
b
c
Lokasi
lereng,
dengan
melakukan
37
38
Rumusan Masalah:
Menganalisa berapa besar nilai faktor keamanan kestabilan
lereng pada PT. Golden Prima Utama ?
Mengidentifikasi faktor faktor yang mempengaruhi kestabilan
lereng pada PT. Golden Prima Utama ?
Membuat pemodelan kelongsoran pada pemantauan lereng pada
PT. Golden Prima Utama ?
Studi Literatur
Pengumpulan Data
Data Primer:
Data Sekunder:
39
Kegiatan
MEI 2016
III
IV
Persiapan
Study Literatur
Pengambilan data
Pembahasan dan evaluasi
Pembuatan laporan
40
JUNI 2016
I
II
III
JULI 2016
IV
II
III
IV
Daftar Pustaka
Aryanda, Dadang. 2012. Zircon. http://kampungminers.blogspot.com/2012/09/
zircon.html. (Diakses pada tanggal 17 mei 2016).
Rahim, Azhary. 2012. http://tambangunp.blogspot.co.id/2015/11/analisiskestabilan-lereng-metode-hoek.html (Diakses pada tanggal 19 mei 2016)
Zakaria, Zufialdi. 2009. Analisa Kestabilan Lereng, seri mata kuliah Geoteknik.
Laboratorium Geologi Teknik Fakultas Teknik Geologi Universitas
Padjadjaran.
Marinda, Anita. 2010. http://asrulsmile.blogspot.co.id/2010/11/metode-analisakestabilan-lereng.html (diakses pada tanggal 19 mei 2016)
Musa,
Rahman.
2012.
http://matonimous.blogspot.co.id/2012/09/slopemonitoring.html sumber : Guidlines for Open Pit Slope Design - John Read
and Peter Stacey (diakses pada tanggal 19 mei 2016)
Susanto, Heri. 2013. http://herisusanto-tambang.blogspot.co.id/2013/01/analisakestabilan-lereng-tanah.html sumber : Bowles, JE.,1989, Sifat-sifat Fisik &
Geoteknis Tanah, Erlangga, Jakarta. (diakses pada tanggal 19 mei 2016)
41