Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Selamat membaca!
Redaksi
Turap Baru
Turap Lama
Mal-Adaptasi:
2
Terlewatkan
atau Terlupakan?
raktik kedokteran yang salah atau tidak sesuai dengan standar profesi atau standar prosedur
operasional yang dilakukan dokter atau tenaga medis atau rumah sakit dikenal dengan istilah
malpraktik. Ada banyak contoh kejadian malpraktik di Indonesia, bahkan pernah ada aksi
bersama pengumpulan koin untuk melawan aksi malpraktek tersebut. Sama halnya dengan
aksi-aksi adaptasi, juga berpeluang terjadinya maladaptation. Tulisan ini merupakan sebuah
proses pembelajaran bagi program API Perubahan sebagai pegiat aksi API-PRB untuk melihat komponen
penghidupan yang lebih menyeluruh bagi aksi-aksi adaptasi. Dalam tulisan newsletter edisi sebelumnya,
sebuah artikel tentang 12 alasan monitoring dan evaluasi API-PRB sangat menantang juga menyebutkan
maladaptation sebagai salah satu alasannya.
Bungo Pasang yang berlokasi di Kota Padang, Sumatera Barat ini merupakan salah satu kelurahan dampingan
Mercy Corps Indonesia melalui program API Perubahan fase-1. Berbatasan langsung dengan Samudera
Hindia, Bungo Pasang akrab dengan banjir pasang dan rob. Salah satu skema API Perubahan untuk mengkaji
risiko di kelurahan adalah melalui kajian risiko bencana terintegrasi iklim (VCA) dan penyusunan rencana
aksi komunitas (Local Resilience Action Plan LRAP)
Banjir dan banjir rob merupakan risiko yang selalu hadir di tengah kehidupan warga Bungo Pasang, terlebih
saat puncak pasang bulan purnama. Sehingga prioritas aksi adaptasi yang dilakukan dan didanai bersama
adalah: 1) pembersihan dan pengerukan sedimen muara sungai, 2) rehabilitasi turap (seperti gambar di
bawah), dan 3) penanaman mangrove.
Pada saat pelaksanaan pilot project, ketiga prioritas tersebut terlaksana dengan baik. Bahkan pengerukan
sedimen dibantu sepenuhnya oleh Dinas Pekerjaan Umum provinsi. Turap pun pada akhirnya selesai
dibangun dan menciptakan rasa tenang dikomunitas. Melalui pintu-pintu air yang dibangun di beberapa titik,
arus air yang masuk dan keluar dari muara berlangsung sebagaimana mestinya. Titik pasang tertinggi pada
bulan purnama pun tidak melewati titik tertinggi turap yang dibangun. Air pasang yang tertahan turap mencari
jalan keluar melalui pintu-pintu air tersebut.
berbagi pemikiran
KRISIS
AIR BERSIH
SUMBER
DAYA AIR
APA YANG
HARUS
KITA LAKUKAN
merupakan unsur
bagi
hidup kita di
A utama
i
r
planet ini. Kita mampu bertahan hidup tanpa
makan dalam beberapa minggu, namun tanpa
Selain itu, air merupakan komponen esensial
bagi seluruh ekosistem makhluk hidup, baik
bidang ekonomi modern, air merupakan
kebutuhan utama untuk budidaya pertanian,
industri, pembangkit tenaga listrik, transportasi,
wisata/rekreasi, dan sebagainya. Sayangnya,
air SEGAR yang tersedia di permukaan bumi
sangat terbatas.
Bahkan pada waktu dan tempat tertentu,
seringkali air dapat dikelompokkan sebagai
berbagi permikiran
Sementara 3% sisanya
masyarakat di desa.
KRISIS AIR
beberapa hal sebagai berikut:
Pertama
Kedua,
kekeringan.
1.
Kota Ambon berada di sebuah pulau kecil dengan banyak sungai sehingga memiliki banyak DAS dengan
ukuran yang relatif kecil. Hal tersebut menyebabkan Kota Ambon berisiko tinggi terhadap degradasi, khususnya perubahan tata air. Dengan ukuran sempit dan lereng dominan curam yang tersebar di 73% dari
total wilayah, DAS-DAS di Ambon mempunyai dimensi kawasan yang terbatas untuk menyimpan air. Kondisi
ekstrim seperti banjir di musim hujan dan kekeringan di musim panas adalah indikator telah terjadinya peningkatan debit aliran permukaan di musim hujan dan hanya sedikit air yang masuk ke dalam tanah.
Kondisi ekstrim seperti ini menunjukkan telah terjadi degradasi ekosistem dan fungsi DAS sebagai pengatur
tata air di wilayah Kota Ambon. Penyebab utama degradasi ekosistem DAS ini adalah perubahan tata guna
berbagi pemikiran
lahan di DAS. Contohnya, di bagian hulu DAS yang sebagian besar merupakan kawasan hutan lindung
saat ini hanya memiliki tutupan hutan primer kurang dari 15% dan sisanya adalah hutan sekunder, semak
belukar dan alang-alang. Bahkan masih terjadi berbagai aktivitas destruktif di kawasan hutan lindung
seperti penebangan liar, pertumbuhan pemukiman, pembakaran lahan dan kebun. Padahal dua kawasan
hutan lindung, yaitu hutan lindung Gunung Sirimau (3449 ha) dan Gunung Nona (877,78 ha) berfungsi
sebagai daerah resapan (imbuhan) air bagi beberapa sumber mata air.Perubahan pola tata guna lahan
yang semakin ekstrim dan penurunan debit delapan sumber air bersih yang semakin besar. Di bagian
tengah DAS, dimana terdapat perbukitan rendah dengan lereng terjal di domuniasi oleh semak belukar,
alang-alang, dan kawasan pemukiman. Hilangnya vegetasi pohon yang tergantikan bangunan dan jalan
menyebabkan air hujan yang jatuh lebih mudah menjadi aliran permukaan daripada masuk ke dalam
tanah mengisi akuifer, sehingga hampir seluruh air hujan menjadi aliran permukaan. Sehingga saat ini
kontribusi terbesar aliran permukaan dan sedimen justru berasal dari kawasan-kawasan pemukiman
padat di daerah perbukitan. Tidak heran hanya dengan hujan yang singkat dan intensitas tinggi,
kawasan-kawasan tertentu di hilir sudah tergenang dan jalan-jalan dipenuhi sampah yang terbawa aliran
permukaan dari kawasan pemukiman. Berkurangnya resapan air pada daerah darat akan memengaruhi
tinggi muka air tanah di wilayah pesisir dimana pergerakan air dipengaruh gravitasi, sehingga sudah
terjadi penyusupan air asin pada sumur dangkal di beberapa lokasi.
2.
Pembangunan
Berbasis DAS
Aktivitas pembangunan yang berbasis DAS adalah kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan sumber
daya alam di DAS harus diatur secara terpadu, serasi, dan bersinergi antara semua pihak; baik pihak
perencana maupun pengguna, dengan memperhatikan dampak setiap kegiatan terhadap wilayah pesisir.
Apabila wilayah pesisir ditata tetapi di darat tidak dikelola dengan baik maka dampak negatif dari aktivitas
pembangunan di darat terhadap daerah pesisir pun tetap besar. Penataan di darat harus difokuskan untuk
mendukung ketersedian air cukup besar. Namun apabila keseimbangan alami antara peresapan air ke
dalam tanah, penyimpanan dan pelepasan terus terganggu; air akan menipis dan akan mungkin habis.
Di darat,, khususnya daerah resapan (imbuhan), penutupan vegetasi yang baik harus tetap dijag, dan arelarel yang terbuka di tanami dengan tanaman pohon. Selain itu, kawasaa harus dipetakan dan dilindungi
dengan Peraturan Daerah (Perdaa. Penggunaan lahan harus sesuai dengan kemampuan lahaa, dan
penghentian pembongkaran batu karang serta pengambilan pasir di pantai juga harus segera dilakukan.
Pada kawasan padat pemukiman,(baik di daerah perbukitan maupun pesisi) diharapkan pemilik rumah
memiliki kesadaran untuk membuat sumur resapan dan biopori sebagai alternatif penyerap dan
penampung air untuk mengurangi jumlah aliran air permukaan sekaligus mencegah banjii. Halaman
rumah berupa(tana) yang terbuka sebaiknya ditutupi dengan rumput atau tanaman lain. Selain itu,
halaman rumah juga dapat ditanamt pagar hidup sebagai batas halaman agar dapan mengurangi laju
aliran permukaan, sehingga air mempunyai waktu untuk masuk ke dalam tanah. Dengan menurunnya
debit aliran permukaan makaorisiko terjadinya banjir, erosi dan longsor dapat ditekan.
Belajar Mengenali
Risiko di Tingkat Komunitas
8
etelah dipilihnya Desa Jeruksari, Tegaldowo, dan Mulyorejo di Kecamatan Tirto, Kabupaten
Pekalongan untuk upaya Adaptasi Perubahan Iklim dan Pengurangan Risiko Bencana (API
dan PRB), beberapa perwakilan masyarakat dari tiap desa tersebut mengikuti pelatihan
Participatory Rural Appraisal (PRA) sebagai bagian dari proses kajian risiko bencana partisipatif
di tingkat komunitas. Pelatihan digelar pada tanggal 23 27 September 2014.
Acara yang berlangsung lima hari itu dilaksanakan secara bergiliran; mulai dari kantor Camat Tirto pada hari
pertama, lalu ke Desa Jeruksari pada hari kedua, Desa Mulyorejo pada hari ketiga, dan Desa Tegaldowo
pada hari keempat dan kelima. Dengan pelaksanaan yang bergantian seperti itu memberikan kesempatan
kepada seluruh mitra latih untuk bergantian menjadi tuan rumah, meningkatkan hubungan sosial antar
Desa, dan memberikan nuansa lokal yang beragam sehingga semakin memperkaya materi pelatihan.
Salah satu sesi yang sangat menarik ketika peserta pelatihan menggali tentang Sejarah Desa di Tegaldowo;
ternyata asal nama Desa tersebut ketika pertama kali dibentuk pada tahun 1785 mengambil dari karakteristik
Tegalan Ndhowo, yang dalam bahasa Indonesia berarti Kebun Panjang. Desa Tegaldowo dulunya adalah
sebuah wilayah perkebunan yang memanjang. Namun saat ini sepertinya nama desa tersebut sudah tidak
mewakili kondisi yang sebenarnya. Tegaldowo sekarang sudah tidak memiliki kebun, dan sebagian besar
wilayahnya sudah terendam oleh banjir rob.Setelah pelatihan, mitra latih menyusun sebuah rencana kerja
untuk melakukan kajian risiko di komunitasnya masing-masing. PRA secara bersama dipahami sebagai
sebuah cara untuk mengenali wilayahnya. Namun yang menjadi penting dari proses tersebut adalah diskusidiskusi yang terbangun antara fasilitator dengan komunitas dan antar komunitas. Diskusi-diskusi untuk
mengkaji risiko yang dimiliki akan menjadi dasar yang kuat untuk penyadaran tentang pentingnya API dan
PRB, serta menjadikannya sebagai sebuah agenda bersama untuk meringankan risiko yang dihadapi oleh
masyarakat diadaerah tersebut.
Prioritaskan
Desa Jeruk
sari, Desa
Mulyorejo,
dan Desa
Tegal dowo
Kecamatan
Tirto,
Kabupaten
Pekalongan
untuk API &
PRB
k
i
t
a
BPekalongan
dan
h
a
k
r
e
B
Antara
Limbah
10
ersoalan limbah batik di Pekalongan menjadi salah satu masalah pelik dan dilematis yang terus dihadapi
baik oleh Pemerintah Kota maupun Kabupaten Pekalongan. Di satu sisi, geliat ekonomi Pekalongan
kian bertumbuh pesat seiring dengan semakin naik daunnya pamor Pekalongan sebagai kota dan
sentra industri batik. Namun di sisi lain, kesuksesan itu harus dibayar dengan kian menghitamnya
sungai-sungai dan selokan-selokan di Pekalongan akibat pembuangan limbah batik tersebut.
Korban dari pencemaran limbah batik tidak hanya menghitamnya sungai dan selokan saja tapi juga
memburuknya kualitas air tanah di beberapa wilayah di Kabupaten & Kota tersebut. Akibatnya, masyarakat
di beberapa wilayah di Kabupaten dan Kota Pekalongan, terutama di daerah-daerah yang dekat dengan
sentra industri batik tidak dapat lagi menggunakan air tanah mereka untuk konsumsi sehari-hari. Oleh karena
itu masyarakat harus rela mengeluarkan anggaran belanja tambahan demi memenuhi kebutuhan air bersih.
Persoalan tidak hanya berhenti di situ. Rembesan limbah batik juga menjadi penyebab bagi menurunnya
tingkat kesuburan sawah dan ladang di daerah tersebut. Persoalan ini menjadikan kepentingan petani versus
kepentingan pengrajin batik menjadi berhadap-hadapan.
Persoalan tersebut menjadi kian pelik saat bencana banjir melanda dan air sungai meluap ke berbagai
penjuru desa. Sebaran limbah pun turut meluas tak terkontrol. Ketika banjir terjadi, air hujan bertemu dengan
banjir air laut di lahan-lahan pertanian. Hal tersebut berarti kiamat bagi lahan-lahan di daerah itu.
Kenyataan inilah yang dialami oleh masyarakat Tegaldowo yang telah kehilangan lebih dari 45 hektar sawah
yang tak lagi dapat difungsikan baik untuk pertanian maupun pertambakan. Masyarakat bukan tidak pernah
protes, keresahan tersebut sudah pernah mereka suarakan pada pemerintah setempat melalui Kantor
Lingkungan Hidup. Namun entah karena kurang tegasnya penegakan aturan, atau mungkin rendahnya
kesadaran masyarakat, menjadikan persoalan ini sulit diatasi.Maka, duduk bersama antara pemerintah
Kota dan Kabupaten Pekalongan untuk menyelesaikan persoalan ini menjadi agenda mendesak yang harus
dan perlu. Mengingat laju pertumbuhan batik di Pekalongan yang kian pesat menanggung konsekuensi
meningkatnya volume limbah yang dihasilkan. Jika persoalan ini terus diabaikan, bukan tidak mungkin akan
ada desa-desa lain yang bernasib serupa dengan Desa Tegaldowo.
PERSPEKTIF
KEBENCANAAN
PMI PROVINSI
MALUKU
Oleh Herry Latuheru
Sekretaris/Kepala
Markas PMI Propinsi
Maluku
11
12
Sosialisasi
& Diskusi
emerintah Indonesia
telah memperhatikan
pentingnya
tindakan
adaptasi
perubahan
iklim, mengedepankan
konteks lokal dan memadukan
antara pengurangan risiko bencana
dengan adaptasi perubahan iklim
sebagaimana tercantum di dalam
Rencana Aksi Nasional Adaptasi
Perubahan
Iklim
(RAN-API)
2014. Namun demikian, informasi
dan data yang dibutuhkan untuk
perencanaan dampak perubahan
iklim secara umum belum mudah
diakses, dipahami dan disesuaikan
untuk skala masyarakat lokal dan
pemerintah daerah.
Untuk
membangun
perspektif
bersama
tentang
pentingnya
ketahanan
masyarakat
dan
perencanaan
yang
mempertimbangkan risiko bencana
dan dampak perubahan iklim,
tanggal 10 September 2014 yang lalu
Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) Kabupaten Maluku
Tengah bersama Mercy Corps
Indonesia mengadakan Sosialisasi
tentang Adaptasi Perubahan Iklim
dan Pengurangan Risiko Bencana
untuk Ketahanan Masyarakat di
Kota Masohi.
Kegiatan sosialisasi ini bertujuan
untuk mendesain strategi dan
rencana bersama untuk upaya
13
14
Pembentukan
Tim Siaga
Bencana
Wujud Kesiapsiagaan
Masyarakat Ambon
dalam Menghadapi
Bencana
15
Partisipasi
Amasoa,
Bersama
16
Membangun
Negeri
Tangguh
Bencana
di Tanjung
Kuako,
Maluku
Tengah
artisipasi
adalah
suatu
gejala
demokrasi
di
mana orang diikutsertakan dalam
suatu perencanaan dan pelaksanaan
serta turut ikut memikul tanggung
jawab sesuai dengan tingkat kematangan
dan tingkat kewenangannya. Sementara itu,
bencana adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat
yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/
atau faktor non alam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan Iingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis. Indonesia
sebagai negara kepulauan yang mempunyai
sebagian besar wilayahnya merupakan lautan
dan pulau-pulau kecil, diapit oleh samudera,
serta terletak pada diantara tiga lempengan
besar dunia, sangat berpotensi terjadinya
berbagai jenis bencana, sehingga negara ini
disebut negara seribu bencana. Kenyataan telah
memperlihatkan bahwa hampir seluruh jenis
bencana yang ada di dunia terdapat di Indonesia.
Perubahan
paradigma
penanggulangan
bencana internasional dari fatalistic responsive
yang terorientasi pada respon darurat bencana,
menuju kepada proactive preparedness di mana
penanggulangan bencana dilakukan sejak dini
melalui kesiapsiagaan sampai dengan tahap
pemulihan. Perubahan ini membawa dampak
terhadap perkembangan penanggulangan
bencana di Indonesia. Sebagai respon positif
telah lahir Undang-Undang Penanggulangan Bencana Nomor 24 Tahun 2007, tentang penanggulangan
bencana yang menempatkan pentingnya partisipasi aktif masyarakat dalam penanggulangan bencana.
Adaptasi Perubahan Iklim (API) dan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) merupakan bagian dari upaya
meningkatkan ketahanan yang mendahulukan kepentingan; dari, oleh dan untuk masyarakat, pranata sosial
serta modal sosial (social capital) masyarakat lokal secara kelompok. Pengembangan sumber daya lokal dan
penguatan pranata-pranata sosial menjadi modal dasar untuk melaksanakan pendampingan pengurangan
risiko bencana untuk ketahanan. Komunitas dan sumberdaya lokal sebagai kekuatan utama dalam PRB
menempatkan kajian risiko partisipatif menduduki peran yang sangat strategis. Berbagai metodologi
pengkajian risiko bencana maupun pengkajian kerentanan iklim secara partisipatif yang telah tersedia masih
perlu dikembangkan untuk saling mengisi dan menguatkan. Sehingga, rencana aksi komunitas sebagai
agenda yang akan dilakukan masyarakat menjadi satu kesatuan yang utuh.
Untuk mempersiapkan masyarakat dalam melakukan upaya-upaya API dan PRB, Mercy Corps Indonesia
bersama BPBD Kabupaten Maluku Tengah memberikan sebuah pelatihan kajian risiko untuk perwakilan
komunitas. Pelatihan ini dilaksanakan sebagai langkah awal mengenali berbagai risiko dari dampak
perubahan iklim dan sebagai dasar penyusunan strategi menuju masyarakat berketahanan terhadap dampak
perubahan iklim dan risiko bencana.
Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 15-19 September 2014 di Tanjung Huako, Negeri Soahuku Kecamatan
Amahai Kabupaten Maluku Tengah. Pada kesempatan kali ini, pelatihan diikuti oleh perwakilan masyarakat
dari Negeri Amahai dan Negeri Soahuku. Melalui acara tersebut, perwakilan masyarakat kedua Negeri tersebut
mendeklarasikan kelompok AMASOA sebagai penggiat upaya-upaya API-PRB di tingkat masyarakat.
Nama AMASOA diambil dari nama negeri Amahai dan Soahuku.
Dalam proses pelatihan Fasilitator Kajian Risiko Bencana Terintegrasi Iklim ini diharapkanrtersedianya
Fasilitator yang siap dan mampu memfasilitasi proses kajian risiko bencana secara partisipatif di tingkat
komunitas tidak hanya untuk di dua Negeri di Kecamatan Amahai, tetapi juga untuk lingkungan yang lebih
luas. Pelatihan ini merupakan rintisan yang akan terus dikembangkan dalam pengintegrasian Adaptasi
Perubahan Iklim dan Pengurangan Risiko Bencana di Maluku khususnya dan di Indonesia pada umumnya.
Di akhir kegiatan pelatihan sebuah kesimpulan unik mengemuka dari salah satu mitra latih, bahwa partisipasi
masyarakat merupakan bagian integral dari environmental input yang memiliki peranan sangat penting,
melalui partisipasi masyarakat diharapkan adanya kelancaran, kerjasama, simpatik dapat menimbulkan
gairah dan dapat mengurangi kendala-kendala di lapangan pada saat pelaksanaan program pengurangan
risiko bencana.
17
Replikasi
Upaya
API
18
&
PRB
di Maluku Tengah
Upaya-upaya integrasi Adaptasi Perubahan Iklim
(API) dan Pengurangan Risiko Bencana (PRB)
yang telah di inisiasikan bersama para pemangku
kepentingan di tingkat propinsi maupun Kabupaten
Maluku Tengah dan Mercy Corps Indonesia sejak
tahun 2012 di Pulau Haruku telah mendukung
resiliency/
ketahanan masyarakat pesisir dan pulau-pulau
kecil. Contoh-contoh ketahanan tersebut akan
direplikasi dan dikembangkan di beberapa Negeri
lainnya yang patut diprioritaskan untuk replikasi.
Proses pemilihan daerah replikasi di Maluku
menggunakan kriteria yang sama dengan pemilihan
daerah replikasi di Jawa Tengah
. Namun
pada beberapa hal seperti pendekatan dan tingkat
detail yang berbeda disesuaikan dengan konteks
wilayah masing-masing.
19
berbagi pemikiran
20
MEMPERKUAT KETANGGUHAN
BENCANA MELALUI
KESIAPSIAGAAN KEARIFAN LOKAL
Oleh:
Dra. Ny. F Salampessy, M.Si
(Kalaksa BPBD Propinsi Maluku)
berbagi permikiran
KEARIFAN
LOKAL
21
22