Você está na página 1de 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Krisis energi yang melanda bumi membuat negara-negara berlomba untuk
menciptakan energi baru dan terbarukan. Indonesia juga merupakan negara yang
sedang memantapkan bidang teknologi untuk menghasilkan energi pengganti
bahan bakar minyak.
Berdasarkan data tahun 2005 yang dirilis oleh ESDM tersirat bahwa pangsa
pasar konsumsi BBM adalah 54, 78% dari energi akhir. Penggunaan BBM ini
diperkirakan meningkat pesat, terutama untuk kebutuhan transportasi serta masih
banyaknya pembangkitan energi listrik yang masih menggunakan BBM sebagai
bahan bakar utama. [1]
Seperti yang diketahui Indonesia masih cenderung takut untuk menggunakan
PLTN disebabkan bahaya yang dapat merenggut banyak jiwa, lingkungan, dan
ekonomi. Diantara banyaknya orang yang menolak pendirian PLTN di Indonesia,
para peneliti berusaha menyakinkan masyarakat awam dengan bukti kecanggihan
teknologi beserta dengan keselamatan tingkat tinggi. Seperti yang telah dilakukan
BATAN yang telah meneliti kecelakaan nuklir yang pernah terjadi di dunia.
Harapannya adalah untuk dapat meningkatkan keselamatan PLTN sehingga PLTN
dapat dibangun di Indonesia dan membantu menyelesaikan masalah krisis energi.
Bom atom yang pernah terjadi di Hiroshima dan Nagasaki memberikan rasa
takut pada Indonesia untuk melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan nuklir.
Bahkan kecelakaan PLTN yang belum lama terjadi di Fukushima membuat
Indonesia semakin menolak adanya PLTN. Tidak perlu ada yang ditakuti dengan
kegiatan yang berkaitan dengan nuklir selama masih ada sistem keamanan yang
terpadu.
1.2. Identifikasi Masalah
Permasalahan dalam

pembangunan

PLTN

adalah

bagaimana

sistem

keselamatan pada PLTN untuk meminimalisir kecelakaan.


1.3. Pembatasan Masalah
Dalam studi sistem keselamatan pada PLTN perlu diketahui bagaimana
kecelakaan PLTN yang pernah terjadi di dunia dan bagaimana penanganannya.

1.4. Tujuan Penelitian


Studi kecelakaan PLTN yang pernah terjadi dilakukan untuk
1. Mengetahui penyebab kecelakaan PLTN
2. Mengetahui langkah-langkah yang diambil untuk penanganan kecelakaan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Negara Pengguna PLTN
Pembangkit listrik tenaga nuklir sudah beroperasi sejak tahun 1954. PLTN
dapat memproduksi listrik sama dengan pembangkit listrik lainnya, yaitu
memanaskan air untuk mendapatkan uap dan dapat memutar turbin. Yang berbeda
adalah bagaimana cara memanaskan airnya. PLTN memanaskan air dengan
menggunakan bahan bakar Uranium.
Energi nuklir adalah energi yang dihasilkan dari reaksi nuklir yang melibatkan
atom-atom bahan bakar nuklir. Reaksi nuklir terdiri dari dua jenis, reaksi fisi dan
reaksi fusi. Reaksi fisi atau pembelahan inti atom terjadi secara berantai. Reaksi
ini menghasilkan energi yang besar. Pembelahan terjadi karena neutron
ditembakkan ke arah inti atom. Reaksi fisi dapat terjadi di alam. Contoh reaksi fisi
alam terjadi di Afrika. Bahan bakar yang dapat digunakan untuk reaksi fisi adalah
Uranium. Uranium bisa kita peroleh dari alam. Uranium adalah bahan yang secara
alami memiliki sifat dapat membelah. [2]
Reaksi nuklir lainnya yang sekarang dikembangkan adalah reaksi fusi atau
penggabungan inti atom. Reaksi ini juga menghasilkan energi yang sangat besar
sehingga bisa kita manfaatkan untuk memproduksi listrik. Bahan bakar yang
digunakan adalah atom hidrogen yang bisa kita peroleh dari air. Kita tahu bahwa
reaksi fisi yang terjadi di reaktor nuklir menghasilkan energi panas yang besar.
Energi panas ini kemudian digunakan untuk memanaskan air sampai mendidih
sehingga berubah menjadi uap. [2]
Berdasarkan data bulan Mei tahun 2012, disebutkan bahwa terdapat 435
reaktor daya nuklir yang beroperasi di dunia dan tersebar di 30 negara dan 72 unit
pembangkit sedang dibangun serta 5 unit reaktor padam (shutdown). PLTN sudah
berkontribusi listrik sejumlah 14% dari produksi listrik dunia pada tahun 2010.
Secara total, terdapat 13 negara yang mengandalkan energi nuklir untuk memasok
paling sedikit dari total kebutuhan listrik negara tersebut. Negara-negara

pemasok energi listrik dari PLTN terbesar untuk memenuhi kebutuhan listrik
mereka pada tahun 2011 adalah: [3]
Tabel 2. Negara Pemasok Listrik Terbesar dari PLTN [3]

Tipe reaktor nuklir dapat dibedakan berdasarkan komposisi dan konstruksi


moderator neutron dan bahan pendingin yang digunakan sehingga dikenal
beberapa tipe yaitu reaktor gas, reaktor air ringan yang menggunakan H2O, reaktor
air berat menggunakan D2O (D adalah salah satu isotop Hidrogen), reaktor air
didih dimana air pendingin mendidih di dalam bejana reaktor, reaktor air tekan
jika air pendingin dalam bejana tidak mendidih, dan reaktor gas bertemperatur
tinggi memiliki pendingin dengan temperatur yang sangat tinggi (diatas 800C). [3]
Berdasarkan data tahun 2012, dari 435 unit PLTN yang beroperasi di dunia
terdiri dari beberapa jenis PLTN, yaitu reaktor berpendingin air ringan (LWR)
seperti: PWR dan BWR, reaktor berpendingin air berat (PHWR/HWR) seperti
CANDU, reaktor berpendingin logam cair (LMFBR), reaktor berpendingin gas
CO2 seperti: MAGNOX, AGR serta reaktor berpendingin gas helium, seperti
HTGR. Namun demikian, status saat jenis PWR merupakan jenis reaktor yang
paling banyak dioperasikan dengan jumlah 272 unit seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 3. [3]
Tabel 3. Jumlah PLTN yang beroperasi di dunia dan Jenis Reaktor [3]

2.2 Sistem dan Prinsip Kerja PLTN


PLTN yang memiliki Uranium sebagai bahan bakar dan menggunakan proses
reaksi fisi tentunya menghasilkan energi yang sangat besar. Jika energi besar itu
terkontrol dengan baik akan menghasilkan peluang memperbaiki krisis energi.
Namun, apabila terjadi kesalahan maka energi tersebut dapat berdampak sangat
buruk. Prioritas keselamatan untuk melindungi masyarakat, lingkungan dan
pekerja PLTN. PLTN harus memenuhi syarat dan kriteria sejak tahap
pembangunan sampai gedung yang telah digunakan sebagai reaktor nuklir.
Komponen-komponen yang umum ditemui dalam PLTN adalah reaktor nuklir,
steam generator, turbin uap, condenser, generator, dan bangunan pengukung
reaktor. [4]
Reaktor nuklir adalah tempat terjadinya reaksi nuklir terkendali sehingga
dihasilkan energi dalam bentuk panas. Steam generator (pembangkit uap)
merupakan suatu alat untuk mengubah air menjadi uap. Turbin uap mengubah
energi kinetik uap menjadi putaran poros turbin. Pada pembangkit listrik dengan
kapasitas besar seperti PLTN biasanya terdapat dua atau tiga buah turbin, yaitu
turbin tekanan tinggi, menengah (intermediate), dan rendah. Putaran poros turbin
dikonversi menjadi listrik oleh generator. Peletakan generator dikopel langsung
poros ke poros dengan turbin uap. Kondenser menerima input uap dari stage akhir
turbin tekanan rendah dan mengubahnya kembali menjadi air (dikondensasi). [4]
Ruang control adalah ruangan tempat mengendalikan reaktor. Di ruangan ini
terdapat display kondisi operasi semua peralatan utama dan pendukung sehingga
kondisi operasi PLTN termonitor secara terus menerus dan dapat segera diambil
tindakan yang tepat pada saat diperlukan. Selama PLTN beroperasi, sejumlah
operator terlatih harus bertugas dan berjaga di ruang control. Bangunan

pengungkung reaktor terbuat dari beton untuk melindungi lingkungan dari


kemungkinan keluarnya radiasi dan material radioaktif ke lingkungan dan
sebaliknya juga berfungsi sebagai pelindung reaktor dari kemungkinan kerusakan
akibat faktor-faktor luar. Pondasi untuk bangunan digali sampai diperoleh batuan
keras (bedrock) untuk menjamin kekokohan yang memadai. [4]
2.3 Sistem Keselamatan PLTN
Perhatian utama dari keselamatan PLTN adalah emisi radiasi yang tidak
terkontrol dengan menerapkan regulasi yang dapat mengantisipasi kesalahan
manusia (human error) dan kerusakan alat. Pada Gambar 2.1 dapat dilihat evolusi
PLTN

yang

terus

berkembang

tingkat

keselamatannya

namun

tetap

mempertahankan nilai daya saing ekonominya. [3]

Gambar 1. Evolusi PLTN [3]

Sistem keselamatan PLTN yang paling penting adalah: [3]


Sistem kendali dan proteksi reaktor,
Emergency make-up system - high pressure, low pressure, active, passive,
Sistem penyemprotan pengungkung (spraying system of the containment)
Sistem pendingin teras darurat (emergency core cooling system)
Sistem mendeteksi lelehnya teras (core meltdown catching system)
Sistem pendingin bejana tekan reaktor darurat (emergency reactor pressure

vessel cooling system)


Sistem pelepasan tekanan primer darurat (emergency primary pressure
release system)

Sistem pemindahan panas residu primer (primary residual heat removal

system)
Sistem kelayakhunian ruang kendali (control room habitability system)
Sistem pendingin udara dan ventilasi, panas darurat (emergency heat,

ventilation and air conditioning system)


Generator diesel darurat (emergency diesel generators)
Accumulators.

Sedangkan fungsi utama dari sistem keselamatan yang dipasang pada PLTN
adalah: [3]

Untuk memadamkan reaktor


Untuk mempertahankan reaktor dalam kondisi shut down,
Untuk menjaga lepasnya zat radioaktif ke lingkungan pada saat insiden
atau kecelakaan (protection of barriers).

Sistem keselamatan reaktor nuklir (PLTN) didesain dengan konsep pertahanan


berlapis dengan harapan bila sebuah kegagalan terjadi, maka kegagalan tersebut
terdeteksi dan dikompensasi atau dikoreksi dengan tindakan yang tepat. Konsep
pertahanan berlapis diterapkan melalui desain dan operasi untuk menyediakan
proteksi bertingkat terhadap variasi transien yang lebar. Penerapan konsep
pertahanan berlapis dalam desain instalasi menyediakan urutan tingkat pertahanan
dengan tujuan mencegah kecelakaan dan menjamin perlindungan yang tepat dalam
kejadian di mana pencegahan mengalami kegagalan. [3]
Untuk mencapai keselamatan yang optimum, PLTN dunia beroperasi
menggunakan pendekatan 'defence-in-depth'. Aspek pendekatan yang utama
adalah: [3]

Konstruksi dan desain kualitas tinggi.


Peralatan yang mencegah gangguan operasional atau kesalahan manusia.
Pengujian regular dan monitoring komprehensif untuk mendeteksi

kerusakan peralatan atau kerusakan akibat operator.


Sistem redundansi dan diverse untuk mengontrol kerusakan bahan bakar

dan mencegah pelepasan radioaktif yang signifikan.


Provision untuk membatasi efek kerusakan bahan bakar (atau beberapa
masalah lain) pada pembangkit.

2.4 Level Kecelakaan Nuklir


Ada beberapa level kecelakaan nuklir yang dikenal sebagai The International
Nuclear Event Scale (INES) yang merupakan suatu skala pemeringkatan atau
tolok ukur standar internasional tingkat kecelakaan fasilitas nuklir yang
merupakan standar keselamatan yang konsisten terhadap kejadian atau kecelakaan
nuklir dengan tujuan untuk pemahaman yang setara antara otoritas nuklir, media
dan masyarakat terhadap kejadian keselamatan. Skala level kecelakaan nuklir ini
didisain pada tahun 1989 oleh Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) dan
Organisasi Masyarakat Ekonomi Eropa (OECD). Level kecelakaan nuklir ini
dibedakan dalam 8 level yakni: [3]
Level 0: Tidak ada kejadian yang mempengaruhi keselamatan yang

signifikan (no safety significant)


Level 1: penyimpangan yang dianggap masih wajar (anomaly)
Level 2: kejadian yang dianggap tidak biasa (incident)
Level 3: kejadian yang sangat serius (seriously incident)
Level 4: kecelakaan tanpa adanya risiko di luar tapak yang berarti

(accident without significant off-site risk)


Level 5: kecelakaan yang disertai dengan risiko di luar tapak yang berarti

(accident with significant off-site risk)


Level 6: kecelakaan yang serius (serious accident)
Level 7: kecelakaan yang dahsyat/sangat buruk (major accident)

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sejak pertama kali PLTN berdiri pada tahun 1954 dengan 435 reaktor nuklir yang
beroperasi, sudah tercatat 33 insiden dan kecelakaan. Kejadian dan kecelakaan tersebut
dapat dilihat pada Tabel 3 dimana sudah ada keterangan level kecelakaan menurut INES
(International Nuclear Events Scale). [3]
Tabel 4. Kejadian Insiden dan Kecelakaan PLTN [3]

10

Dengan melihat contoh kecelakaan PLTN di dunia, maka secara garis besar
penyebab kecelakaan tersebut sebagai berikut: [3]
Kecelakaan kehilangan pendingin (loss of coolant accidents)
Kecelakaan kritis (criticality accidents)
Kecelakaan panas peluruhan (decay heat accidents)
Kecelakaan akibat kesalahan manusia (human error)
Kecelakaan kegagalan komponen/peralatan.
Ada beberapa jenis analisis kecelakaan yang dapat digunakan dalam mengkaji
risiko kecelakaan PLTN diantaranya: [3]
1. Analisis desain
Salah satu aspek terpenting dalam proses desain reaktor nuklir adalah aspek
keselamatan reaktor itu sendiri. Sebelum membangun secara fisik terlebih
dahulu dibuat perencaaan perhitungan yang matang termasuk melakukan
simulasi kinerja keselamatannya dalam menghadapi kemungkinan kecelakaan.
[5]

2. Analisis lisensi
Direkomendasikan bahwa negara sedang berkembang sebaiknya melakukan
joint work, pelatihan dan teknik serta kode komputer melalui persetujuan
transfer teknologi. Harus dipertimbangkan metode/cara untuk mendapatkan
lisensi dari teknologi yang terkait melalui kontrak transfer teknologi. [6]
3. Analisis probabilitas keselamatan
Analisis keselamatan probabilistik dapat dilakukan dengan hasil yang baik bila
jenis dan tipe PLTN yang akan dibangun sudah pasti, karena ketelitian hasil
PSA sangat tergantung dengan analisis sistem. Dalam pasal 10 dan pasal 12 PP
No. 43 Tahun 2006 disebutkan bahwa analisis keselamatan probabilistic
disampaikan dalam proses perizinan konstruksi serta dapat dilakukan setelah
izin tapak diterbitkan. [7]
4. Analisis manajemen kecelakaan dan perencanaan kedaruratan

11

Berbagai hal yang di antaranya harus dipersiapkan secara matang dalam


rangka kesiapsiagaan darurat nuklir adalah kebijakan pemerintah yang
mengakomodasikan dan mengkoordinasikan subjek-subjek
penanggulangan keadaan darurat nuklir secara tepat dan benar, kesiapan
sumber daya manusia didukung dengan kemampuan penguasaan teknologi
dalam rangka mencegah atau menanggulangi kecelakaan PLTN, kesiapan
jaringan informasi publik untuk melibatkan partisipasi masyarakat secara aktif,
dan yang tidak kalah penting adalah kesiapan sumber daya modal baik oleh
pemerintah dan owner dalam penyelenggaraan kesiapsiagaan darurat nuklir
nasional. [8]
5. Analisis kejadian operasional
6. Analisis audit regulatori
7. Validasi prosedur operasi kedaruratan dan simulator pembangkit
Berikut contoh kecelakaan dan tindakan/penanganan kecelakaan PLTN yang
dilakukan pemerintah dan badan regulasi: [3]
1. Kecelakaan PLTN Three Mile Island, Amerika tahun 1979.
Kecelakaan yang terjadi pada PLTN Three Mile Island disebabkan oleh
kesalahan manusia, kurangnya desain dan kegagalan komponen. Beberapa
tindakan yang dilakukan NRC Amerika adalah:
Upgrading dan penguatan desain pembangkit dan persyaratan peralatan.
Hal ini meliputi proteksi kebakaran, sistem pemipaan, sistem air umpan
tambahan, isolasi bangunan kontainmen, keandalan komponen individu,

dan kemampuan pembangkit untuk shutdown secara otomatis.


Identifikasi unjuk kerja Sumber daya manusia sebagai bagian kritikal
keselamatan pembangkit, pelatihan bagi operator dan persyaratan staf,

peningkatan instrumentasi dan kontrol pengoperasian PLTN.


Jumlah instruksi ditingkatkan untuk menghindari kebingungan selama

pengoperasian pembangkit.
Peningkatan persiapan kedaruratan yang meliputi persyaratan notifikasi
NRC dan pusat operasi NRC dan peningkatan keselamatan dan kehandalan

pembangkit.
Pengembangan program inspektur dari NRC.

12

Pengembangan unjuk kerja dan inspeksi yang berorientasi keselamatan dan

penggunaan kajian risiko untuk mengidentifikasi kecelakaan terburuk.


Pemasangan peralatan tambahan oleh pemberi lisensi pada awal
identifikasi masalah yang terkait keselamatan dan pengumpulan dan
pengkajian data yang relevan sehingga pembelajaran pengalaman dapat

dibagikan dan secara cepat ditindaklanjuti.


2. Kecelakaan Chernobyl tahun 1986.
Tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Soviet pada saat itu adalah
pemerintah memohon IAEA untuk berkoordinasi dengan suatu pengkajian
tenaga ahli internasional tentang konsekuensi kesehatan, lingkungan dan
radiologi kecelakaan pada kota/daerah yang terkontaminasi secara berat di
Belarus, Russia dan Ukraina. Pada tahun 1990 dan 1991, juga telah dilakukan
50 misi yang dilaksanakan oleh 200 tenaga ahli dari 25 negara termasuk
Soviet. Pembelajaran yang diperoleh akibat dari kecelakaan Chernobyl adalah
seluruh reaktor RBMK (tipe Pressurized Water Cooled Reactor) telah
dimodifikasi dengan melakukan perubahan desain pada batang kendali,
penambahan absorber neutron, dan peningkatan pengkayaan bahan bakar dari
1,8% ke 2,4% U-235, peningkatan kestabilan pada daya rendah, peningkatan
efisiensi tanggapan dari sistem proteksi darurat. Selain hal tersebut, dilakukan
pengembangan desain sehingga mekanisme shutdown otomatis dapat
dioperasikan secara lebih cepat, mekanisme keselamatan telah ditingkatkan
serta peralatan inspeksi otomatis telah dipasang.
3. Kecelakaan Reaktor PLTN di Fukushima Jepang tahun 2011.
Pemerintah Jepang (METI) telah melakukan koordinasi dengan otoritas dan
masyarakat di wilayah evakuasi terkait untuk pemberian akses memasuki
wilayah tersebut, melakukan pemantauan radiasi dan dekontaminasi, serta
penyediaan penampungan dan lapangan kerja bagi penduduk yang terkena
dampak kecelakaan. Pemerintah Jepang juga telah mengeluarkan update peta
daerah evakuasi beserta kategorinya (restricted area, deliberate evacuation
area, dan specific area recommended). Pemerintah Jepang terus melakukan
pemantauan keamanan bahan pangan (food monitoring). Kementerian

13

Kesehatan Jepang telah menerbitkan update informasi tentang distribusi dan


konsumsi bahan pangan yang berasal dari daerah-daerah terkontaminasi
tersebut.
Dari beberapa contoh kecelakaan yang telah dialami selama pengoperasian PLTN,
maka perlu dilakukan langkah langkah penanganan yang harus dilakukan untuk
meminimalkan risiko kecelakaan selama pengoperasian PLTN: [3]
1. Urutan penting kejadian kecelakaan yang dapat menyebabkan kecelakaan
khususnya kecelakaan fatal (severe accident) harus diidentifikasi.
2. Urutan kejadian kecelakaan harus direview terhadap suatu kriteria yang
bertujuan untuk penentuan kecelakaan buruk yang difokuskan pada desain.
3. Perubahan desain atau perubahan prosedur yang dapat mengurangi kejadian
atau mengurangi konsekuensinya harus dievaluasi dan diimplementasikan.
4. Pertimbangan harus dilakukan untuk kemampuan desain pembangkit,
termasuk kemungkinan penggunaan beberapa sistem (keselamatan dan non
keselamatan) yang melebihi fungsinya untuk mengembalikan pembangkit pada
suatu keadaan yang terkontrol atau mengurangi konsekuensi dari kejadian
buruk yang dapat ditunjukkan dari sistem dapat berfungsi pada kondisi
lingkungan yang diharapkan.
5. Untuk pembangkit yang multi unit, pertimbangan harus diberikan untuk
memberikan operasi yang aman.
6. Prosedur manajemen kecelakaan harus disusun dan dipertimbangkan dalam
skenario kecelakaan buruk yang dominan.
7. Sistem manajemen mutu baik prosedur maupun manual mutu serta
pengendalian mutu harus dilaksanakan secara ketat.
8. Perbaikan desain dan sistem keselamatan PLTN harus dilakukan secara terus
menerus untuk mengurangi dan mengantisipasi kecelakaan pengoperasian
PLTN.

14

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1.

Kesimpulan
Kecelakaan pada PLTN dapat terjadi karena kesalahan manusia (human error),
kegagalan komponen/peralatan, kejadian eksternal (gempa, tsunami, banjir, dll),
penuaan alat, dan kejadian operasional (kecelakaan kehilangan pendingin,
kecelakaan panas peluruhan). Apabila kecelakaan telah terjadi, langkah-langkah
yang diambil untuk penanganan kecelakaan adalah identifikasi urutan kejadian
kecelakaan agar dapat memodifikasi desain yang lebih baik, serta menajemen
mutu harus dilakukan secara ketat.

4.2.

Saran
Dalam menganalisis penyebab dan penanganan kecelakaan PLTN ini masih
menggunakan data sekunder. Agar mendapatkan hasil analisa yang lebih
memuaskan lebih baik menggunakan data sekunder yang terpercaya. Pemilihan
topik kecelakaan ini masih sangat umum, dibutuhkan banyak para ahli di
bidangnya masing-masing untuk meneliti kecelakaan PLTN yang sangat
kompleks.

15

DAFTAR PUSTAKA
[1].Anonim. 2014. Understanding of the Accident & Reconstruction of the
Environment. Pendahuluan dalam Simposium Internasional Kecelakaan Nuklir
Fukushima. Yogyakarta, 19 Maret 2014
[2].Subagyo, Y., Irawan, Dimas., dan Santosa, Joko. 2007. Listrik dari Energi Nuklir.
Jakarta: Kementrian Negara Riset dan Teknologi
[3].Dewi, Dharu., Dewita, Erlan. 2012. Kajian Risiko Kecelakaan Operasi PLTN
Sebagai Pembelajaran Untuk PLTN Pertama Di Indonesia. Prosiding Seminar
Nasional Pengembangan Energi Nuklir V. Indonesia. pp 333-344
[4].Peryoga, Yoga., Madi, Eko., dan Pranoto, Alvini. 2007. Mengenal PLTN. Jakarta:
Kementrian Negara Riset dan Teknologi
[5].Abdullah, Ade Gafar. 2012. Analisis Sistem Keselamatan Pasif dan Inheren Pada
Kecelakaan PLTN Generasi Lanjut. Prosiding Seminar Nasional ke-18 Teknologi
dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir. Bandung, Indonesia. pp 149-164
[6].Suhaemi, Tjipta., Djainal, Djen Djen., Sudarno. 2009. Pengembangan PLTN Di
Korea Selatan: Pembelajaran Untuk Peningkatan Kemampuan SDM Nuklir
Indonesia. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional V SDM Teknologi Nuklir.
Yogyakarta, 5 November 2009
[7].Tjahyani, Sony DT. 2008. Kesiapan SDM Analisis Keselamatan Probabilistik
Dalam PLTN Pertama di Indonesia. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional
IV SDM Teknologi Nuklir. Yogyakarta, 25-26 Agustus 2008
[8].Yuliastuti., Nurlaila. 2007. Kesiapsiagaan Darurat Nuklir Pada Kecelakaan
Domestik PLTN. Prosiding Seminar Nasional ke-13 Teknologi dan Keselamatan
PLTN Serta Fasilitas Nuklir. Jakarta, Indonesia. pp 139-148

16

Você também pode gostar