Você está na página 1de 2

PLASTIK, BISA JADI BENSIN ???

Tahukah anda, bahwa sampah plastik saat ini telah menjadi momok sangat menakutkan bagi
masyarakat. Plastik tidak dapat terurai dalam tanah. Itu berbeda dengan sampah organik seperti
sisa makanan yang sangat mudah terurai. Karena itu, dikhawatirkan sampah plastik akan
menyebabkan degradasi fungsi tanah. Sampai saat ini, plastik memang masih sulit tergantikan untuk
berbagai kebutuhan sehari-hari seperti kemasan makanan, tas, produk elektronik, automotif, mainan.
Penggunaan plastik akan terus meningkat karena kelebihannya, antara lain ringan dan kuat, tahan
terhadap korosi, transparan dan mudah diwarnai, dan sifat insulasinya cukup baik. Otomatis produksi
sampah plastik terus meningkat dari tahun ke tahun.
Kita masih beruntung ada para pemulung yang sedikit mengurangi timbunan sampah, untuk
selanjutnya didaur ulang. Namun masih banyak sekali sampah plastik yang terbuang dan belum
terselesaikan hingga saat ini. Jadi perlu solusi jangka panjang untuk mengurangi sampah plastik
sekaligus dapat menghasilkan produk lain yang bermanfaat. Proses daur ulang menjadi sangat populer
saat ini. Namun hanya daur ulang tertentu yang selama ini dijalankan. Padahal ada banyak alternatif
proses daur ulang yang lebih menjanjikan dan berprospek ke depan. Salah satunya mengonversi
sampah plastik menjadi bensin. Itu bisa dilakukan karena pada dasarnya plastik berasal dari minyak
bumi, sehingga tinggal dikembalikan ke bentuk semula. Keuntungan sampah plastik adalah tidak
menyerap air, sehingga kadar air sangat rendah dibandingkan sampah kertas, sisa makanan, dan
biomassa. Plastik juga mempunyai nilai kalor cukup tinggi, setara dengan bahan bakar fosil seperti
bensin dan solar. Mekanisme proses itu menggunakan pirolisis, yaitu memanaskan plastik pada suhu di
atas 400 derajat Celcius tanpa oksigen. Pada suhu itu, plastik akan meleleh dan berubah menjadi gas.
Pada saat proses tersebut, rantai panjang hidrokarbon akan terpotong menjadi rantai pendek.
Selanjutnya proses pendinginan dilakukan pada gas tersebut sehingga mengalami kondensasi dan
membentuk cairan. Cairan itulah yang kelak menjadi bahan bakar, baik berupa bensin maupun bahan
bakar diesel. Untuk mendapatkan hasil dan performa lebih baik, ditambahkanlah katalis. Beberapa
parameter sangat berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan, antara lain suhu, waktu, dan jenis
katalis. Katalis dari jenis zeolit dan silica-alumina banyak digunakan dalam proses itu. Satu kilogram
plastik bisa menghasilkan sekitar 1 liter minyak, sehingga bisa diperkirakan berapa minyak dihasilkan
dari proses itu. Konversi plastik itu menjadi sangat berguna ketika makin minim tempat pembuangan
sampah dan harga minyak dunia yang terus meningkat.
Beberapa negara telah banyak mengembangkan teknologi itu, seperti Jepang, Jerman, AS,
dan India. Pabrik skala komersial pun sudah diujicobakan untuk mendapatkan performa terbaik.
Sayang hingga saat ini Indonesia belum banyak mengembangkan teknologi itu sampai pada skala
komersial. Padahal, bila dikembangkan, satu persoalan mengenai sampah telah terselesaikan dan ada
keuntungan lain dari produksi bahan bakar yang mempunyai nilai jual. Dari sinilah perlu kebijakan
pemerintah tentang pengelolaan dan pengolahan sampah plastik, sehingga bisa mendorong industri
pengolahan sampah plastik mencapai skala keekonomian. Tentu itu semua perlu didukung seluruh
lapisan masyarakat, khususnya dalam hal pemilahan sampah. Perlu edukasi pada masyarakat mengenai

hal itu. Peran perguruan tinggi tentu sangat penting dalam mengedukasi masyarakat dan
pengembangan teknologi pengolahannya. Akhirnya, sinergi semua pemangku kepentingan yang
dimotori pemerintah sangat perlu demi keterwujudan lingkungan yang terjaga dan mengurangi
ketergantungan pada beberapa sumber energi primer. ( Ayu Cintya Adianti )

Você também pode gostar