Você está na página 1de 9

SIKAP DAN PERILAKU GURU YANG PROFESIONAL

Topik
Oleh
NIP

: BUDI PEKERTI
: Edi Purnomo, S.Pd.SD
: 19610701 198112 1 001
Guru merupakan sosok yang begitu dihormati lantaran memiliki andil

yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat


berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan
hidupnya secara optimal. Ketika orang tua mendaftarkan anaknya ke sekolah,
pada saat itu juga ia menaruh harapan terhadap guru, agar anaknya dapat
berkembang secara optimal (Mulyasa, 2005:10).
Minat, bakat, kemampuan, dan potensi peserta didik tidak akan
berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. Dalam kaitan ini guru perlu
memperhatikan peserta didik secara individual. Tugas guru tidak hanya mengajar,
namun juga mendidik, mengasuh, membimbing, dan membentuk kepribadian
siswa guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM).
Ironisnya kekawatiran di dunia pendidikan kini menyeruak ketika
menyaksikan tawuran antar pelajar yang bergejolak dimana-mana. Ada kegalauan
muncul kala menjumpai realitas bahwa guru di sekolah lebih banyak menghukum
daripada memberi reward siswanya. Ada kegundahan yang membuncah ketika
sosok guru berbuat asusila terhadap siswanya.
Dunia pendidikan yang harusnya penuh dengan kasih sayang, tempat
untuk belajar tentang moral, budi pekerti justru sekarang ini dekat dengan tindak
kekarasan dan asusila. Dunia yang seharusnya mencerminkan sikap-sikap
intelektual, budi pekerti, dan menjunjung tinggi nilai moral, justru telah dicoreng
oleh segelintir oknum pendidik (guru) yang tidak bertanggung jawab. Realitas ini
mengandung pesan bahwa dunia guru harus segera melakukan evaluasi ke dalam.
Sepertinya, sudah waktunya untuk melakukan pelurusan kembali atas pemahaman
dalam memposisikan profesi guru.
Kesalahan guru dalam memahami profesinya akan mengakibatkan
bergesernya fungsi guru secara perlahan-lahan. Pergeseran ini telah menyebabkan

dua pihak yang tadinya sama-sama membawa kepentingan dan salng


membutuhkan, yakni guru dan siswa, menjadi tidak lagi saling membutuhkan.
Akibatnya suasana belajar sangat memberatkan, membosankan, dan jauh dari
suasana yang membahagiakan. Dari sinilah konflik demi konflik muncul sehingga
pihak-pihak didalamnya mudah frustasi lantas mudah melampiaskan kegundahan
dengan cara-cara yang tidak benar.
Thursthoen dalam Walgito (1990: 108) menjelaskan bahwa, sikap adalah
gambaran kepribadian seseorang yang terlahir melalui gerakan fisik dan
tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau suatu objek. Berkowitz, dalam
Azwar (2000:5) menerangkan sikap seseorang pada suatu objek adalah perasaan
atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi/respon atau kecenderungan untuk
bereaksi. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif,
yaitu senang (like) atau tidak senang (dislike), menurut dan melaksanakan atau
menjauhi/menghindari sesuatu.
Dari

pendapat

tersebut

dapat

dikatakan

bahwa

sikap

adalah

kecenderungan, pandangan, pendapat atau pendirian seseorang untuk menilai


suatu objek atau persoalan dan bertindak sesuai dengan penilaiannya dengan
menyadari perasaan positif dan negatif dalam menghadapi suatu objek.
Struktur sikap siswa terhadap konselor terdiri dari tiga komponen yang
terdiri atas:
1. Komponen kognitif
Komponen ini berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, dan keyakinan
tentang objek. Hal tersebut berkaitan dengan bagaimana orang mempersepsi
objek sikap.
2. Komponen afektif
Komponen afektif terdiri dari seluruh perasaan atau emosi seseorang terhadap
sikap. Perasaan tersebut dapat berupa rasa senang atau tidak senang terhadap
objek, rasa tidak senang merupakan hal yang negatif.. komponen ini
menunjukkan ke arah sikap yaitu positif dan negatif. Komponen afektif
menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek
sikap (Azwar, 2000:26), secara umum komponen afektif disamakan dengan

perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Namun pengertian perasaan pribadi


seringkali sangat berbeda perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap.
3. Komponen konatif
Komponen ini merupakan kecenderungan seseorang untuk bereaksi, bertindak
terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu besar
kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek
sikap. Komponen-komponen tersebut di atas merupakan komponen yang
membentuk struktur sikap. Ketiga komponen tersebut saling berhubungan dan
tergantung satu sama lain. Saling ketergantungan tersebut apabila seseorang
menghadapi suatu objek tertentu, maka melalui komponen kognitifnya akan
terjadi persepsi pemahaman terhadap objek sikap. Hasil pemahaman sikap
individu mengakui dapat menimbulkan keyakinan-keyakinan tertentu terhadap
suatu objek yang dapat berarti atau tidak berarti. Dalam setiap individu akan
berkembang komponen afektif yang kemudian akan memberikan emosinya
yang mungkin positif dan mungkin negatif. Bila penilaiannya positif akan
menimbulkan rasa senang, sedangkan penilaian negatif akan menimbulkan
perasaan tidak senang. Akhirnya berdasarkan penilaian tersebut akan
mempengaruhi konasinya, melalui inilah akan mendapat diketahui apakah
individu ada kecenderungan bertindak dalam bertingkah laku, baik hanya
secara lisan maupun bertingkah laku secara nyata.
Katz (dalam Walgito, 1990:110) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai
empat fungsi, yaitu:
1. Fungsi instrumental atau fungsi penyesuaian, atau fungsi manfaat.
Fungsi ini berkaitan dengan sarana tujuan. Di sini sikap merupakan sarana
untuk mencapai tujuan. Orang memandang sampai sejauh mana objek sikap
dapat digunakan sebagai sarana dalam mencapai tujuan. Bila objek sikap dapat
membantu seseorang dalam mencapai tujuannya, maka orang akan bersikap
positif terhadap objek sikap tersebut. Demikian sebaliknya bila objek sikap
menghambat dalam pencapaian tujuan, maka orang akan bersikap negatif
terhadap objek sikap tersebut. Fungsi ini juga disebut fungsi manfaat, yang
artinya sampai sejauh mana manfaat objek sikap dalam mencapai tujuan.

Fungsi ini juga disebut sebagai fungsi penyesuaian, artinya sikap yang diambil
seseorang akan dapat menyesuaikan diri secara baik terhadap sekitarnya.
2. Fungsi pertahanan ego
Ini

merupakan

sikap

yang

diambil

oleh

seseorang

demi

untuk

mempertahankan ego atau akunya. Sikap diambil seseorang pada waktu orang
yang bersangkutan terancam dalam keadaan dirinya atau egonya, maka dalam
keadaan terdesak sikapnya dapat berfungsi sebagai mekanisme pertahanan
ego.
3. Fungsi ekspresi nilai
Sikap yang ada pada diri seseorang merupakan jalan bagi individu untuk
mengekspresikan nilai yang ada dalam dirinya. Dengan mengekspresikan diri
seseorang akan mendapatkan kepuasan dan dapat menunjukkan keadaan
dirinya. Dengan mengambil nilai sikap tertentu, akan dapat menggambarkan
sistem nilai yang ada pada individu yang bersangkutan.
4. Fungsi pengetahuan
Fungsi ini mempunyai arti bahwa setiap individu mempunyai dorongan untuk
ingin tahu. Dengan pengalamannya yang tidak konsisten dengan apa yang
diketahui oleh individu, akan disusun kembali atau diubah sedemikian rupa
sehingga menjadi konsisten. Ini berarti bila seseorang mempunyai sikap
tertentu terhadap suatu objek, menunjukkan tentang pengetahuan orang
tersebut objek sikap yang bersangkutan.
Mengukur sikap bukan suatu hal yang mudah sebab sikap adalah
kecenderungan, pandangan pendapat, atau pendirian seseorang untuk meneliti
suatu objek atau persoalan dan bertindak sesuai dengan penilaiannya, dengan
menyadari perasaan positif dan negatif dalam menghadapi suatu objek. Dalam
penelitian sikap, tergantung pada kepekaan dan kecermatan pengukurannya. Perlu
diperhatikan metode yang berhubungan dengan pengukuran sikap, bagaimana
instrumen itu dapat dikembangkan dan digunakan untuk mengukur sikap. Azwar
(2000:90) menjelaskan bahwa, metode yang bisa digunakan untuk pengungkapan
sikap yaitu:

1. Observasi perilaku
Kalau seseorang menampakkan perilaku yang konsisten (terulang) misalnya
tidak pernah mau diajak nonton film Indonesia, bukanlah dapat disimpulkan
bahwa ia tidak menyukai film Indonesia. Orang lain yang selalu memakai baju
warna putih, bukankah dia memperlihatkan sikapnya terhadap warna putih.
Perilaku tertentu bahkan kadang-kadang sengaja ditampakkan untuk
menyembunyikan sikap yang sebenarnya. Dengan demikian, perilaku yang
diamati mungkin saja dapat menjadi indikator sikap dalam kontek situasional
tertentu, tetapi interpretasi sikap warna sangat berhati-hati apabila hanya
didasarkan dari pengamatan terhadap perilaku yang ditampakkan oleh
seseorang.
2. Pertanyaan langsung
Asumsi yang mendasari metode pertanyaan langsung guna pengungkapan
sikap, pertama adalah asumsi bahwa individu merupakan orang yang paling
tahu mengenai dirinya sendiri, dan kedua adalah asumsi keterusterangan
bahwa manusia akan mengemukakan secara terbuka apa yang dirasakannya.
3. Pengungkapan langsung
Suatu metode pertanyaan langsung adalah pengungkapan langsung (direct
assessment) secara tertulis yang dapat dilakukan dengan menggunakan item
tunggal maupun dengan menggunakan item ganda. Prosedur pengungkapan
langsung dengan item ganda sangat sederhana. Responden diminta untuk
menjawab langsung suatu pernyataan sikap tertulis dengan memberi tanda
setuju atau tidak setuju. Penyajian dan pemberian respondennya yang
dilakukan secara tertulis memungkinkan individu untuk menyatakan sikap
secara lebih jujur. Pengukuran sikap yang digunakan dalam penelitian ini
adalah

dengan

menggunakan

pengungkapan

langsung

yaitu

dengan

menggunakan skala psikologis yang diberikan pada objek.


Pemerintah sering melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas
guru, antara lain melalui seminar, pelatihan, dan loka karya, bahkam melalui
pendidikan formal bahkan dengan menyekolahkan guru pada tingkat yang lebih
tinggi. Kendatipun dalam pelakansaannya masih jauh dari harapan, dan banyak

penyimpangan, namun paling tidak telah menghasilkan suatu kondisi yang yang
menunjukkan bahwa sebagian guru memiliki ijazah perguruan tinggi.
Latar belakang pendidikan ini mestinya berkorelasi positif dengan kualitas
pendidikan, bersamaan dengan faktor lain yang mempengaruhi. Walaupun dalam
kenyataannya banyak guru yang melakukan kesalahan-kesalahan. Kesalahankesalahan yang seringkali tidak disadari oleh guru dalam pembelajaran ada tujuh
kesalahan. Kesalahan-kesalahan itu antara lain:
1) mengambil jalan pintas dalam pembelajaran,
2) menunggu peserta didik berperilaku negatif,
3) menggunakan destruktif discipline,
4) mengabaikan kebutuhan-kebutuhan khusus (perbedaan individu) peserta didik,
5) merasa diri paling pandai di kelasnya,
6) tidak adil (diskriminatif), serta
7) memaksakan hak peserta didik (Mulyasa, 2005:20).
Untuk mengatasi kesalahan-kesalahan tersebut maka seorang guru yang
profesional harus memiliki empat kompetensi. Kompetensi tersebut tertuang
dalam Undang-Undang Dosen dan Guru, yakni:
a) kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta
didik,
b) kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap,
berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik,
c) kompetensi profesional adalah kamampuan penguasaan materi pelajaran luas
mendalam,
d) kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan
berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru,
orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Sikap dikatakan sebagai suatu respons evaluatif. Respon hanya akan
timbul, apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang dikehendaki adanya
reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan
sebagai sikap itu timbul didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang
memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik buruk, positif

negati, menyenangkan-tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai


potensi reaksi terhadap objek sikap (Azwar, 2000: 15).
Sedangkan perilaku merupakan bentuk tindakan nyata seseorang sebagai
akibat dari adanya aksi respon dan reaksi. Menurut Mann dalam Azwar (2000)
sikap merupakan predisposisi evaluatif yang banyak menentukan bagaimana
individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan nyata seringkali jauh berbeda.
Hal ini dikarenakan tindakan nyata tidak hanya ditentukan oleh sikap semata
namun juga ditentukan faktor eksternal lainnya.
Jika para pendidik menyadari dan memiliki menerapkan 16 pilar
pembangunan karakter tersebut jelas akan memberikan sumbangsih yang luar
biasa kepada masyarakat dan negaranya.
Pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan anak bangsa. Berbagai
upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan telah dilaksanakan
walapun belum menunjukkan hasil yang optimal. Pendidikan tidak bisa lepas dari
siswa atau peserta didik. Siswa merupakan subjek didik yang harus diakui
keberadaannya. Berbagai karakter siswa dan potensi dalam dirinya tidak boleh
diabaikan begitu saja. Tugas utama guru mendidik dan mengembangkan berbagai
potensi itu.
Jika ada pendidik (guru) yang sikap dan perilakunya menyimpang karena
dipengaruhi beberapa faktor. Pertama, adanya malpraktik (meminjam istilah Prof
Mungin) yaitu melakukan praktik yang salah, miskonsep. Guru salah dalam
menerapkan hukuman pada siswa. Apapun alasannya tindakan kekerasan maupun
pencabulan guru terhadap siswa merupakan suatu pelanggaran.
Kedua, kurang siapnya guru maupun siswa secara fisik, mental, maupun
emosional. Kesiapan fisik, mental, dan emosional guru maupun siswa sangat
diperlukan. Jika kedua belah pihak siap secara fisik, mental, dan emosional,
proses belajar mengajar akan lancar, interaksi siswa dan guru pun akan terjalin
harmonis layaknya orang tua dengan anaknya.
Ketiga, kurangnya penanaman budi pekerti di sekolah. Pelajaran budi
pekerti sekarang ini sudah tidak ada lagi. Kalaupun ada sifatnya hanya sebagai
pelengkap, lantaran diintegrasikan dengan berbagai mata pelajaran yang ada.

Namun realitas di lapangan pelajaran yang didapat siswa kabanyakan hanya


dijejali berbagai materi. Sehingga nilai-nilai budi pekerti yang harus diajarkan
justru dilupakan.
Selain dari ketiga faktor di atas, juga dipengaruhi oleh tipe-tipe kejiwaan
seperti yang diungkapkan Plato dalam Tipologo Plato, bahwa fungsi jiwa ada
tiga, yaitu: fikiran, kemauan, dan perasaan. Pikiran berkedudukan di kepala,
kemauan berkedudukan dalam dada, dan perasaan berkedudukan dalam tubuh
bagian bawah. Atas perbedaan tersebut Plato juga membedakan bahwa pikiran itu
sumber kebijakasanaan, kemauan sumber keberanian, dan perasaan sumber
kekuatan menahan hawa nafsu.
Jika pikiran, kemauan, perasaan tidak sinkron akan menimbulkan
permasalahan. Perasaan tidak dapat mengendalikan hawa nafsu, akibatnya
kemauan tidak terkendali dan pikiran tidak dapat berpikir bijak. Agar pendidikan
di Indonesia berhasil, paling tidak pendidik memahami faktor-faktor tersebut.
Kemudian mampu mengantisipasinya dengan baik. Sehingga kesalahan-kesalahan
guru dalam sikap dan perilaku dapat dihindari.
Bagaimanapun juga kualitas pendidikan di Indonesia harus mampu
bersaing di dunia internasional. Sikap dan perilaku profesional seorang pendidik
akan mampu membawa dunia pendidikan lebih berkualitas. Dengan demikian
diharapkan mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional Indonesia yaitu
membentuk manusia Indonesia seutuhnya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sikap dan perilaku guru yang
profesional adalah mampu menjadi teladan bagi para peserta didik, mampu
mengembangkan kompetensi dalam dirinya, dan mampu mengembangkan potensi
para peserta didik. Sikap dan perilaku guru yang profesional mencakup enam
belas pilar dalam pembangun karakter. Keenam belas pilar tersebut, yakni kasih
sayang, penghargaan, pemberian ruang untuk mengembangkan diri, kepercayaan,
kerjasama, saling berbagi, saling memotivasi, saling mendengarkan, saling
berinteraksi secara positif, saling menanamkan nilai-nilai moral, saling
mengingatkan dengan ketulusan hati, saling menularkan antusiasme, saling

menggali potensi diri, saling mengajari dengan kerendahan hati, saling


menginsiprasi, saling menghormati perbedaan.
Sikap dan perilaku guru dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang
mempengaruhinya berupa faktor eksternal dan internal. Oleh karena itu pendidik
harus mampu mengatasi apabila kedua faktor tersebut menimbulkan hal-hal yang
negatif.
Para pendidik, calon pendidik, dan pihak-pihak yang terkait hendaknya
mulai memahami, menerapkan, dan mengembangkan sikap-sikap serta perilaku
dalam dunia pendidikan melalui teladan baik dalam pikiran, ucapan, dan tindakan.

Penyusun,

EDI PURNOMO, S.Pd.SD.


NIP. 1961070 198112 1 001
Mengetahui,
Kepala SDN 01 Kalibaru Wetan
Pengawas TK/SD Kecamatan
Kecamatan Kalibaru
Kalibaru

Drs. RUSMADI HP.


NIP. 19540926 197402 1 001

D A L I J O, S.Pd
NIP. 130 853 253

Você também pode gostar