Você está na página 1de 9

ANALISA KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KARS SUKOLILO

(STUDI KASUS RENCANA PENDIRIAN PABRIK SEMEN DI KAWASAN KARS KENDENG


UTARA, KECAMATAN SUKOLILO, KABUPATEN PATI JAWA TENGAH)
Oleh
Petrasa Wacana
Pusat Studi Manajemen Bencana Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta

Abstrak
Pengelolaan kawasan kars di Indonesia belum mendapat perhatian yang khusus.
Setiap daerah memiliki kewenangan dan tanggungjawab atas segala sumberdaya alam yang
ada di dalamnya. Fenomena kars merupakan bentang alam yang memiliki keunikan, dari
prosesnya terbentuknya kawasan kars dibentuk oleh proses pelarutan batuan akibat adanya
reaksi kimia batuan (CaCO3) dengan air yang melalui rongga-rongga pori atau rekahan yang
membentuk fenomena alam baik di permukaan yang dinamakan dengan eksokars dan di
bawah permukaan yang disebut endokars, Keunikan bentang alam kar dapat dilihat dari adanya
penjajaran bukit-bukit kerucut (conical hill) dan cekungan-cekungan di antara bukit (dolena)
serta gua-gua dan ornamen-ornamen yang terdapat di dalamnya. Kawasan kars memiliki fungsi
ekosistem yang komplek, baik secara fisik (hidrologi, topografi, tanah, air dsb), secara biotik
(flora dan fauna, biota -biota gua dan keanekaragaman hayati lainnya), dan secara culture
merupakan tempat interaksi antara manusia dengan lingkungannya yang telah memberikan
sumberdaya alam melimpah.
Kawasan kars yang sering dikenal sebagai kawasan kering dan tandus dikarenakan
sifat fisiknya, dimana air terakumulasi di bawah permukaan oleh proses pelarutan yang
membentuk lorong-lorong gua dan sungai-sungai bawah permukaan. Pada bagian permukaan
kawasan kars berfungsi sebagai tandon penampungan air yang besar untuk menyuplai air yang
ada di seluruh kawasan kars. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kawasan kars sebenarnya
bukan kawasan yang kering tetapi kawasan yang memiliki fungsi hidrologi yang berfungsi
sebagai pengontrol ekosistem yang ada di kawasan ini. Kesalahan pengelolaan kawasan ini
dapat berdampak bagi keberlanjutan kawasan baik untuk manusia ataupun bagi makluk hidup
dan sistem fisik yang ada didalamnya. Kebijakan pemerintah merupakan sebagai payung
hukum yang kuat untuk melindungi kawasn kars dari kerusakan alam. Keberlanjutan kawasan
kars merupakan warisan bagi anak cucu kita di masa yang akan datang.

I.

LATAR B ELAKANG
Undang-Undang No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang merefleksikan
otonomi daerah memberikan ruang atas kebijakan-kebijakannya dalam mengelola daerahnya
baik propinsi maupun kabupaten. Dalam undang-undang ini telah memberikan hak yang sangat
tinggi terhadap setiap daerah dalam mengatur kebijakan-kebijakan daerah dalam mendukung
program pembangunan berkelanjutan di era otonomi daerah, untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta
masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi,
pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Pemanfaatan sumberdaya yang ada di dalam suatu daerah
termasuk sumberdaya alam merupakan wewenang dari daerah untuk mengelolanya yang
dilaksanakan secara adil dan selaras, hal ini perlu diperhatikan bahwa setiap kebijakankebijakan harus memperhatikan keberlanjutan lingkungan baik fisik, biotik dan sosial.
Masuknya investor-investor luar ke suatu daerah memberikan tawaran yang sangat menarik
bagi pemerintah daerah dalam mewujudkannya untuk mendukung program pembangunan di
daerah dan dapat meningkatkan pendapatan bagi daerahnya.
Kawasan kars adalah kawasan yang harus dilindungi berdasarkan atas klasifikasinya.
Secara ekologis, kawasan kars memiliki fungsi yang sangat penting baik sebagai penampung
air tanah dalam jumlah besar dan sebagai habitat berbagai jenis flora dan fauna. Kawasan kars
juga merupakan wilayah yang menjadi kajian para ahli karena menyimpan berbagai fenomena
alam yang menarik untuk dikaji dari berbagai disiplin ilmu. Namun demikian, kesadaran
masyarakat terhadap pentingnya kawasan kars pada umumnya masih rendah yang dibuktikan
oleh adanya penambangan bahan galian golongan C di kawasan kars selain itu adanya

penambangan-penambangan bukit kars yang dilakukan oleh pabrik semen sebagai bahan baku
untuk pembuatan semen yang menyebabkan rusak/hilangnya sungai fungsi hidrologi yang
meliputi sungai bawah tanah dan mata air, gua-gua, dan flora-fauna yang terdapat di dalam dan
disekitar kawasan kars. Menyadari arti penting kawasan kars, Departemen Energi dan Sumber
Daya Mineral memberikan perhatian besar terhadap pengelolaan kawasan kars. Kegiatan
pengelolaan kawasan karst meliputi inventarisasi, klasifikasi, pemanfaatan dan perlindungan
serta pembinaan dan pengawasan. Hal ini secara jelas tertuang dalam Keputusan Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1456.K/20/MEM/2000 tentang Pedoman
Pengelolaan Kawasan Kars. Tujuan dari pengelolaan kawasan karst sebagaimana tertuang
dalam Bab 2, Pasal 2 Kepmen tersebut adalah meningkatkan upaya perlindungan kawasan
kars dengan cara melestraikan fungsi hidrogeologi, proses geologi, flora, fauna, nilai sejarah
serta budaya yang ada didalamnya; melestarikan keunikandan kelangkaan bentukan alam di
kawasan karts, meningkatkan kehidupan masyarakat di dalam dan disekitarnya serta
meningkatkan pengembangan ilmu pengetahuan. Departemen Dalam Negeri melalui Direktorat
Jenderal Bina Bangda juga sudah mengeluarkan edaran kepada para Gubernur dan
Bupati/Walikota yang memiliki kawasan kars untuk melakukan inventarisasi, identifikasi,
klasifikasi dan pendanaan yang rincian teknis pelaksanaan berdasarkan pada Kepmen tersebut.
Pedoman pengelolaan kawasan kars ini bahkan sudah menjadi acuan bagi beberapa
Pemerintah Daerah dalam pengelolaan kawasan kars. Dengan demikian, Pemerintah sangat
peduli dengan pengelolaan kawasan kars dan Pemerintah Daerah diharapkan dapat dengan
serius mengelola kawasan karts yang dimiliki agar kerusakan kawasan karts tidak semakin
parah dan fungsi ekologis kawasan kars dapat dipertahankan.
Rencana PT Semen Gresik untuk memperluas wilayah industrinya di kawasan Kars
Kendeng dari Tuban hingga ke Pati memberikan tawaran kepada pemerintah Kabupaten Pati
untuk membangun pabrik semen di Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati. Perusahaan ini akan
menambang batugamping di kawasan Kars Kendeng Utara. Bahan baku pabrik semen tersebut
adalah batugamping / batu kapur yang berasal dari kawasan perbukitan kars di Kecamatan
Sukolilo. Kegiatan penambangan ini tentunya akan mengambil dan mengeruk perbukitan kapur
yang berfungsi sebagai penyimpan air alami (reservoir) dari mata air-mata air yang
bermunculan di kaki perbukitan kawasan kars tersebut. Dengan hilangnya perbukitan
batugamping juga akan menghilangkan fungsi alamiah sebagai daerah resapan dan penyimpan
air di kawasan kars yang sangat berguna bagi masyarakat di sekitar Kawasan Kars Sukolilo
Pati.
Dalam hal ini pemerintah menawarkan kepada masyarakat akan dampak pentingnya
pembangunan pabrik semen di wilayah ini terutama untuk kesejahteraan masyarakat,
mengurangi tingkat pengangguran di suatu daerah, memajukan daerah dan meningkatkan
pendapatan daerah. Sebagian besar masyarakat Sukolilo hidup sebagai petani yang sangat
bergantung pada Kawasan Kars Pegunungan Kendeng Utara tertutama sumberdaya air yang
berasal dari perbukitan kars menjadi sumber aset kehidupan dan penghidupan bagi masyarakat
setempat. Adanya pro dan kontra antara masyarakat yang menerima dan yang menolak
pendirian pabrik semen dan penambangan bukit kapur dapat menimbulkan konflik horizontal
antar masyarakat dengan masyarakat maupun masyarakat dengan pemerintah sebagai
pemangku kebijakan.
Kebijakan pemerintah yang mengatur perlindungan terhadap kawasan kars di
Indonesia menjadi penting untuk dipelajari dan dipahami agar dapat diimplementasikan dalam
suatu kerangka kerja untuk perlindungan kawasan kars dari kerusakan fungsi-fungsi alamiah.
Berdasarkan Kepmen No 1456.K/20/MEM/2000 kawasan kars dapat diklasifikasikan
berdasarkan fungsi kawasan meliputi :
1). Kawasan Kars Kelas I merupakan kawasan yang memiliki salah satu, atau lebih kriteria
berikut ini :
a. berfungsi sebagai penyimpan air bawah tanah secara tetap (permanen) dalam bentuk
akuifer, sungai bawah tanah, telaga atau danau bawah tanah yang keberadaannya
mencukupi fungsi umum hidrologi:
b. mempunyai gua-gua dan sungai bawah tanah aktif yang kumpulannya membentuk jaringan
baik mendatar maupun tegak yang sistemnya mencukupi fungsi hidrologi dan ilmu
pengetahuan;
c. gua -guanya mempunyai speleotem aktif dan atau peninggalanpeninggalan sejarah
sehingga berpotensi untuk dikembangkan menjadi objek wisata dan budaya;

d.

mempunyai kandungan flora dan fauna khas yang memenuhi arti dan fungsi sosial,
ekonomi, budaya serta pengembangan ilmu pengetahuan.
(2). Kawasan Kars Kelas II merupakan kawasan yang memiliki salah satu atau semua kriteria
berikut ini :
a. berfungsi sebagai pengimbuh air bawah tanah, berupa daerah tangkapan air hujan yang
mempengaruhi naik-turunnya muka air bawah tanah di kawasan kars, sehingga masih
mendukung fungsi umum hidrologi;
b. mempunyai jaringan lorong -lorong bawah tanah hasil bentukan sungai dan gua yang sudah
kering, mempunyai speleotem yang sudah tidak aktif atau rusak, serta sebagai tempat
tinggal tetap fauna yang semuanya memberi nilai dan manfaat ekonomi.
(3). Kawasan Kars Kelas III merupakan kawasan yang tidak memiliki kriteria sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).
Dalam kebijakan pemnafaatan dan pengelolaan kawasan kars telah di atur dalam
pasal
(1). Di dalam Kawasan Kars Kelas I tidak boleh ada kegiatan pertambangan.
(2). Di dalam Kawasanl Kars Kelas I dapat dilakukan kegiatan lain, asal tidak berpotensi
mengganggu proses karstifikasi, merusak bentukbentuk kars di bawah dan di atas
permukaan, serta merusak fungsi kawasan kars.
(3). Di dalam Kawasan Kars Kelas II dapat dilakukan kegiatan usaha pertambangan dan
kegiatan lain, yaitu seteleh kegiatan tersebut dilengkapi dengan studi lingkungan (Amdal
atau UKL dan UPL) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(4). Di dalam Kawasan Kars Kelas III dapat dilakukan kegiatan -kegiatan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
II.

PENGENALAN KAWASAN KARS SUKOLILO


Kars adalah sebutan umum yang digunakan untuk suatu kawasan dimana batuan
penyusunnya adalah batugamping yang telah mengalami proses pelarutan. Batugamping
bersifat karbonatan (mengandung CaC0 3) sehingga mudah terlarut oleh air hujan yang
mengandung asam. Dikatakan kawasan kars apabila batugamping tersebut telah mengalami
proses kartisifikasi. Kartisifikasi merupakan serangkaian proses mulai dari terangkatnya
batugamping kepermukaan bumi akibat proses endogen serta terjadi proses pelarutan di dalam
ruang dan waktu geologi hingga akhirnya menghasilkan bentukan lahan kars.
Proses pelarutan oleh air hujan di permukaan menghasilkan bentang alam eksokars
yang khas, yakni karren atau lapies, bukit kerucut (conical hill), menara kars (kars tower),
lembah/topografi negatif di antara sekumpulan bukit kerucut (doline), telaga kars, sungai
periodik yang berujung pada mulut gua vertikal (sinkhole), lubang air masuk (ponour), sungai
permukaan hilang masuk ke mulut gua (shallow hole), dan lembah-lembah tidak teratur yang
buntu (blind Valey). Selanjutnya, proses pelarutan berkembang ke bawah permukaan
menghasilkan bentukan di bawah permukaan (endokars ). Proses tersebut menghasilkan
jaringan lorong-lorong komplek dengan jenis dan ukuran bervariasi membentuk sistem
perguaan (cave sistem) atau sistem sungai bawah tanah.
Sistem hidrogeologi kawasan kars sangat berbeda karakteristiknya dengan kawasan
non-karstik. Batugamping memiliki porositas sekunder di mana air lolos melalui rekahanrekahan pada batugamping (diaklas) yang sangat banyak, ukurannya bervariasi dari ukuran
mikro sampai lebih dari 1 meter. Banyaknya rekahan tersebut tidak memungkinkan
batugamping memiliki muka air tanah yang konstan karena air dari permukaan yang ada akan
segera lolos masuk melalui diaklas mengalir hingga mencapai titik aliran dasar (baseflow ).
Aliran tersebut terakumulasi membentuk pola aliran sebagaimana layaknya sungai pada
permukaan. Dalam saat bersamaan proses pelarutan juga terjadi pada rekahan-rekahan
tersebu t yang akhirnya membentuk lorong -lorong gua sebagai koridor (cave conduit) menuju ke
sistem sungai bawah tanah.

Pada permukaan juga terdapat telaga yang pada saat musim hujan terisi air. Telaga
tersebut dapat menampung air karena bagian dasar telaga tersebut terendapkan tanah
lempung merah (terra rossa) yang bersifat kedap air (impermeable) dan juga merupakan hasil
dari pelapukan batugamping yang terakumulasi. Endapan lempung merah tersebut menutup
rekahan-rekahan pada batuan dasar sehingga air yang masuk dapat terakumulasi dan tidak
lolos masuk ke dalam. Telaga-telaga tersebut ada yang bersifat permanen dan periodik. Suplai
air telaga kars hanya bergantung terhadap suplai air hujan selama musim penghujan.
Berdasarkan fenomena sistem hidrogeologi kaw asan kars di atas maka pada saat
musim kemarau tiba masyarakat yang hidup di kawasan kars dapat menghadapi kondisi
kekurangan air di permukaan. Pada taraf terburuk, di mana kebutuhan air tidak lagi mampu
mencukupi kebutuhan minimal masyarakat maka dapat menimbulkan bencana kekeringan yang
dapat mengancam. Maka dari itu, untuk mengetahui keberadaan air bawah permukaan secara
pasti di suatu kawasan kars perlu dilakukan pelacakan dan pemetaan sistem sungai bawah
tanah suatu wilayah kawasan kars . Pelacakan dan pemetaan gua merupakan bagian kegiatan
spelelology terapan.
Proses Karstifikasi di Kawasan Kars Sukolilo Pati telah terjadi dari saat Perbukitan
Kendeng Utara yang disusun oleh batugamping sebagai batuan dasarnya tersingkap.
Kemudian proses pelarutan terjadi hingga saat kini. Bukti bahwa kawasan Kars Sukililo Pati
masih berlangsung dapat dilihat dari banyaknya sistem -sistem gua dan sungai bawah tanah
yang masih aktif. Perkembangan dari proses tersebut telah menghasilkan lorong-lorong gua
baik horizontal maupun vertikal.
Selain proses pelarutan batugamping yang intensif, faktor pengontrol terbentuknya
sistem perguaan dan sungai bawah tanah di kawasan ini adalah struktur geologi yang
berkembang. Dalam proses pengangkatan Perbukitan Kendeng Utara membentuk struktur
geologi perlipatan dan patahan -patahan (pensesaran). Proses Perlipatan dan patahan
menghasilkan banyak rekahan pada batugamping. Rekahan batuan ini kemudian berkembang
membentuk lorong -lorong gua aktif saat proses karstifikasi berlangsung.
Mulut-mulut gua di kawasan ini tersingkap dengan 2 tipe. Yaitu tipe runtuhan dan
pelarutan dari permukaan. Tipe runtuhan umumnya membentuk mulut gua vertikal, Contohnya
Gua Kembang, Dusun. Wates, Gua Lowo Misik, Gua Kalisampang, Gua Tangis, Gua Telo, Gua
Ngancar, dan Sumur Jolot Dusun Kancil, Desa Sumber Mulyo Pati. Tipe ini memiliki karakter
banyak terdapat bongkahan batuan yang runtuh dari atap lorong, hal ini merupakan bukti
bahwa sistem gua ini terbentuk pada jalur rekahan yang relatif lemah sehingga batuan
dasarnya labil dan mudah lepas. Disamping itu juga akan di temukan lorong -lorong yang
berkelok-kelok seperti retakan batuan. Bukti lain kalau kontrol struktur mempengaruhi
pembentukan gua dapat dilihat pada penjajaran ornamen gua di atap-atap yang terbentuk dari
hasil pengendapan karbonat hasil pelarutan.
Selain kontrol struktur yang dominan di Kawasan Kars Sukolilo Pati dalam
pembentukan sistem perguaannya, proses pelarutan yang berasal dari air permukaan juga
terdapat di kawasan ini. Dapat di jumpai di beberapa gua yang mulutnya terdapat di dasardasar lembah, Seperti pada Gua Urang, Dsn. Guwo, Kemadoh Batur, Grobogan Gua Bandung,
Gua Serut, Gua Gondang dan Gua Banyu Desa Sukililo dan Gua Wareh Desa Kedungmulyo,
Kecamatan Sukolilo serta Gua Pancur di Kecamatan Kayen. Pada musim hujan mulut-mulut
gua tersebut merupakan jalur sungai periodik yang masuk
kedalam gua dan juga sebagai sungai utama yang keluar dari dalam gua. Pada
umumnya gua-gua horizontal di kawasan ini berkembang mengikuti pola perlapisan batuan
dasarnya dengan kemiringan lapisan ke arah Utara sehingga akumulasi sungai-sungai
permukaan akan terpusat pada daerah-daerah bawah yang keluar melalui mata air ataupun
mulut-mulut gua.

Foto 1 : Kiri : Mulut Gua Gondang, menunjukkan kenampakan rimestone pool sebagai akibat aliran air yang
berundak-undak (flowstone berundak) akibat dari proses karstisifikasi. Kanan : Mulut Gua Wareh sebagai
corridor penghubung sistem hidrologi permukaan dan bawah permukaan, dimana pada kenampakannya
merupakan sungai keluar yang mengalir dari dalam gua ke permukaan dan dimanfaatkan sebagai sumber air
bagi masyarakat dan pertanian.
Selama proses karstifikasi berlangsung, sistem hidrologi mempunyai peranan yang
sangat penting dalam proses pembentukan sistem-sistem perguaan yang terakumulasi pada
zona jenuhnya menjadi aliran bawah permukaan atau sungai bawah tanah. Gua menjadi
corridor sistem penghubung antara proses -proses eksokars di permukaan dan endokars
dibawah permukaan. Corridors adalah suatu struktur fungsional pada bentanglahan, adanya
corridors menjadi dasar untuk mencegah fragmentasi menjadi kepingan atau sebaliknya untuk
meningkatkan penetrasi dari makhluk asing. Corridors adalah suatu fungsi struktur dalam satu
bentuklahan. Corridors dapat terbentuk oleh topografi seperti adanya siklus hidrologi seperti
lapisan sungai, oleh manusia seperti pada kasus pembukaan hutan.
Ekosistem karst dan gua sangat unik. Bentang alam dan ciri geofisiknya mempunyai
kekhasan tersendiri antar satu kawasan dengan lainnya. Hampir kawasan semua bukit karst
yang ada di kawasan Sukolilo berfungsi sebagai tandon air raksasa dengan aliran sungai
bawah tanah sebagai sistem pipa -pipa kapilernya. Lingkungan gua merupakan sebuah
lingkungan yang unik dan khas dengan kondisi gelap total sepanjang masa. Lingkungan gua
lazim dibagi menjadi 4 zona yaitu mulut gua, zona peralihan (Zona remang- remang), zona
gelap dan zona gelap abadi. Masing -masing zona mempunyai karakteristik lingkungan (abiotik)
yang berbeda eda begitu juga kehidupan faunanya (biotik) (Howarth, 1983; Howarth and Stone,
1990; Howarth, 1991).

Foto 2. Mulut Gua Bandung I sebagai corridor penghubung antara


permukaan dengan sungai bawah permukaan

III.

ANALISA KEBIJAKAN
Dalam prosesnya seringkali implementasi kebijakan ini dapat bertolak belakang dengan
adanya kebijakan -kebijakan daerah yang mengacu pada peraturan-peraturan yang ada. Ini
dapat menjadikan suatu kelemahan dari suatu kebijakan di suatu daerah. Hal ini juga dapat
dipengaruhi oleh kurangnya pendataan terhadap kawasan-kawasan kars di suatu wilayah
terutama Kawasan Kars Kendeng Utara sehingga dapat diklasifikasikan berdasarkan fungsifungsinya. Berdasarkan kajian awal mengenai kawasan kars di suatu wilayah seringkali
dipandang sebagai suatu wilayah kering karena pada bagian permukaan memang merupakan
wilayah -wilayah yang kering hal ini disebabkan karena sifat karakteristik kars yang memiliki
sistem sungai di bawah permukaan dan sistem perguaan, dimana sistem ini berfungsi sebagai
sistem utama pengendali ekologi dalam suatu kawasan kars. Berjalan atau tidaknya suatu
kebijakan dapat di analisis berdasarkan proses-proses yang berjalan dalam setiap implementasi
program -program yang ada di kawasan kars, apakah program-program ini dapat memberikan
dampak yang positif ataupun dampak yang negatif bagi lingkungan dan masyarakat di sekitar
kawasan kars.
Delivery System merupakan proses -proses dalam pelaksanaan program-program dan
implementasi kebijakan di Kawasan Kars Sukolilo, dapat dianalisis berdasarkan 5 aspek untuk
dapat mengukur keberhasilan suatu kebijakan dan implementasi program-program di kawasan
kars meliputi kegiatan inti (core activities), aspek legal dan kelembagaan, sistem pendanaan,
partisipasi masyarakat, monitoring dan evaluasi. Adanya kenyataan lain bahwa kebutuhan
akan batugamping terus meningkat, peningkatan rata-rata konsumsi batugamping dari tahun
1986 hingga 1995 mencapai 32,18%/tahun (diolah dari data BPS). Batugamping saat ini
digunakan sebagai batu fondasi, plester untuk adukan pasangan bata, semen, bahan baku
industri (karbid, peleburan baja, bahan pemutih, soda abu, penggosok, pembuatan logam
magnesium, pembuatan alumina, plotasi, pembasmi hama, penjernih air, dan keramik),
pertanian (pupuk), dan batu hias (lantai, dinding, atau cindera mata). Tanpa adanya
pemahaman tentang fungsi ekologis dari bukit kars seperti saat ini, dapat dipastikan bahwa di
masa mendatang kawasan kars akan terancam.
Pemerintah daerah memiliki otonomi yang sangat mempengaruhi kebijakan-kebijakan
di daerah untuk memanfaatkan sumberdaya alam yang ada. Masuknya investor pabrik semen
PT. Semen Gresik ke wilayah Sukolilo disambut positif oleh pemerintah Kabupaten Pati untuk
dapat melakukan kegiatan penambangan dan produksi semen untuk memenuhi kebutuhan
semen Indonesia dan dunia. Hal ini akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
mengurangi pengangguran, meningkatnya pendapatan daerah dan menjadikan daerah ini
menjadi maju. Kurangnya kajian yang kuat tentang kawasan kars menjadikan kawasan ini
sebagai objek yang dapat diperdagangkan, untuk itu perlu dilakukan analisa dampak
lingkungan secara menyeluruh. Dalam analisa dampak lingkungan berdasarkan Kepmen ESDM
No 1456.K/20/MEM/2000 perlu dilakukan inventarisasi, klasifikasi, pemanfaatan dan
perlindungan serta pembinaan dan pengawasan untuk kawasan kars sehingga dapat ditentukan
apakah kawasan ini merupakan kawasan kars kelas I yang perlu dilindungi dari kegiatan
penambangan atau masuk kedalam kawasan kars klas II dan III. Pengklasifikasian kawasan
Kars Sukolilo dapat dilakukan dengan melakukan penelitian mendalam tentang fungsi-fungsi
ekologi kawasan yang mencakup aspek fisik, biotik dan sosial. Dari hasil di atas dapat
ditentukan bahwa Kawasan Kars Sukolilo masuk ke dalam Klasifikasi Kawasan Kars I. Kegiatan
penambangan di kawasan kars kelas satu sangat berdampak besar terhadap kerusakan,
hilangnya satu bukit dapat mengakibatkan hilangnya fungsi hidrologis kawasan yang berfungsi
sebagai pengontrol utama setiap sistem yang ada, baik dipermukaan maupun di bawah
permukaan. Klasifikasi kawasan kars dapat dijadikan sebagai dasar bagi pemerintah daerah
untuk membuat kebijakan-kebijakan terutama tentang perlindungan kawasan kars.
IV.

PENDEKATAN EKOLOGIS
Hubungan timbal-balik antara manusia dan lingkungannya sangat berkaitan erat
dengan pola perkembangan suatu wilayah dimana segala sesuatu yang dilakukan kepada
lingkungannya akan berpengaruh balik terhadap ekologi yang ada di sekitarnya dapat bernilai
positif dan bernilai negatif tergantung dari bagaimana pengelolaan yang dilakukan untuk
menjaga keseimbangan ekologi. Manusia mempunyai tanggung jawab dan pengaruh yang
besar terhadap perubahan lingkungan di sekitarnya, perkembangan dan kemajuan teknologi

dari waktu ke waktu dapat mempengaruhi perubahan-perubahan pola penggunaan lahan,


pertumbuhan masyarakat, urbanisasi, pertanian, ekonomi dan sosial budaya.
Masyarakat di Kawasan Kars Sukolilo sebagian besar memiliki mata pencaharian
sebagai petani yang memanfaatkan lahan-lahan di sekitar cekungan-cekungan kars (doline)
sebagai lahan pertanian yang dikelola oleh masyarakat. Lahan pertanian dikelola secara
swadaya oleh masyarakat dengan teknologi -teknologi konvensional yang telah mereka pelajari
dari zaman nenek moyangnya secara turun-temurun dan dikembangkan secara tradisional
untuk mencapai hasil yang lebih baik sesuai dengan perkembangan dan perubahan lahan.
Masyarakat telah lama hidup dikawasan ini dengan fenomena yang ada di dalamnya hampir
sebagian masyarakat di kawasan ini hidup dari sektor pertanian dan perkebunanan. Kawasan
Kars Sukolilo merupakan kawasan yang subur, sebagai kawasan yang kering daerah ini dapat
berfungsi dengan baik untuk mencukupi kebutuhan hidup bagi manusia, lahan pertanian, flora
dan fauna serta sebagai keanekaragaman hayati baik yang terdapat di dalam gua atau di
permukaan maupun yang ada di bawah permukaan. Kebutuhan akan air sebagai penyubur
lahan pertanian di kawasan ini menjadi permasalahan yang dialami oleh para petani dalam
mengelola lahannya, ketersediaan sumberdaya alam yang ada memberikan pilihan kepada
masyarakat untuk dapat mengelolanya secara manual, kondisi ini mengakibatkan adanya
usaha-usaha masyarakat dalam mengelola sumber daya air termasuk di dalamnya sumbersumber mata air dan gua -gua yang memiliki sistem air, yang ada di permukaan dan bawah
permukaan secara tradisional dengan memanfaatkan kearifan-kearifan lokal baik yang
mengandung unsur mitos atau kepercayaan dan kebudayaan-kebudayaan sebagai tatanan
kehidupan masyarakat yang berlaku di sekitar kawasan Kars Sukolilo.
Manusia harus memperlaku kan lingkungan di sekitarnya sebagai tempat tinggal yang
telah memberikan segalanya untuk kita, sehingga ada tanggung jawab yang besar untuk
menjaga dan mengelolanya, pengembangan teknologi sederhana di dalam mengelola
sumberdayanya akan selalu dipertahankan untuk menjaga tradisi, memberi motivasi dan
menjaga kepercayaan masyarakat dalam mengelola wilayahnya sehingga peran masyarakat
sebagai kunci utama dalam menjaga keseimbangan sumberdaya alam yang ada di sekitarnya.
Kearifan lokal harus menjadi yang terdepan dalam menjalankan program -program
pengembangan wilayah di kawasan karst untuk mendorong masyarakat sebagai pelaku utama
dalam usaha mengembangkan sumberdaya alamnya.
Ketidakberpihakan kebijakan daerah kepada masyarakat dapat diakibatkan oleh
lemahnya pemahaman dan sosialisasi setiap peraturan yang ada sampai ke tingkat komunitas
terkecil, seringkali masyarakat menjadi kendala bagi pemerintah setempat dalam
mengimplementasikan peraturan yang ada hal ini dapat menimbulkan terjadinya konflik
horizontal dan vertikal. Berdasarkan perkembangannya, perencanaan pendirian pabrik semen
di Kawasan Kars Sukolilo menuai kontroversi di dalam masyarakat, ada yang pro dan ada yang
kontra, kondisi ini apabila tidak segera diatasi dapat menimbulkan konflik yang lebih tajam di
dalam masyarakat. Hal ini menunjukkan lemahnya kontrol pemeritah terhadap partisipasi
masyarakat atas keterlibatannya pada setiap rencana-rencana pembangunan di suatu daerah.
Adanya otonomi daerah memberikan jarak yang semakin luas terhadap akses-akses
masyarakat terhadap kebijakan -kebijakan daerah. Kurangnya pengawasan pemerintah
terhadap wilayahnya terutama pada kawasan kars, sehingga pemerintah daerah tidak dapat
mengklasifikasikan kawasan kars di wilayah Kars Kendeng Utara sehingga dapat memberikan
peluang kepada investor untuk melakukan ekploitasi, mengingat cara pandang yang
mengangap kawasan kars merupakan kawasan yang kering, tandus, dan tidak bermanfaat
ekonomis selain batugampingnya yang dapat dimanfaatkan untuk bahan baku semen, tanpa
mempe rhatikan secara spesifik terhadap fungsi ekologis kawasan kars. Untuk itu perlu adanya
penelitian khusus tentang Kawasan Kars Kendeng Utara sebagai proses inventarisasi datadata dan potensi kawasan kars.
VI.

DAMPAK LINGKUNGAN DAN PENGELOLAANYA


Hilangnya fungsi hidrologi sebagai sistem utama sistem dalam kawasan kars akan
berdampak besar kepada keberlangsungan hidup biota yang ada di dalam gua, gua memiliki
banyak biota -biota yang tidak dijumpai di daratan, seperti contohnya kelelawar yang hidup di
dalam gua pada siang hari, gua merupakan ruang suatu ekosisitem endokars, pada malam hari
kalelawar yang ada di dalam gua menjadi pengontrol atau pengendali hama yang ada di
permukaan, kalelawar juga berfungsi sebagai pembawa jenis tanaman karna sifat terbangnya

setiap 1 jam membuang kotoran dari sisa makanan dan membawa biji -bijian untuk disebarkan,
selain kalelawar biota gua juga berfungsi sebagai suatu siklus rantai makanan di dalam
ekosistem gua. Hal ini juga sangat bermanfaat untuk menjaga keanekaragaman ha yati, untuk
itu perlu perlindungan kawasan kars secara utuh agar sistem yang ada tetap berjalan dan
berguna bagi kehidupan bagi setiap mahluk termasuk manusia.
Kurangnya pengawasan terhadap kebijakan-kebijakan daerah untuk mengelola
kawasan kars dapat menimbulkan ancaman bagi kelangsungan hidup makluk hidup yang ada di
dalam ekosistem kars. Hilangnya fungsi hidrologis akibat kerusakan lingkungan dan ekploitasi
sumberdaya alam secara berlebihan dapat merusak sistem ekologi yang ada, yang dapat
menimbulkan kerentanan-kerentanan baru. Hal ini dapat berdampak pada terjadinya bencana
kekeringan dan bencana ekologis lainnya.
Bencana (disaster) merupakan fenomena sosial akibat kolektif atas komponen
ancaman (hazard) yang berupa fenomena alam dan atau buatan di satu pihak, dengan
kerentanan (vulnerability) komunitas di pihak lain. Bencana terjadi apabila komunitas
mempunyai tingkat kemampuan yang lebih rendah dibanding dengan tingkat ancaman yang
mungkin terjadi padanya. Ancaman menjadi bencana apabila komunitas rentan, atau memiliki
kapasitas lebih rendah dari tingkat bahaya tersebut. Setiap individu, komunitas maupun unit
sosial yang lebih besar mengembangkan kapasitas sistem penyesuaian dalam merespon
ancaman (Paripurno, 2002). Renspon itu bersifat jangka pendek yang disebut mekanisme
penyesuaian (coping mechanism ) atau yang lebih jangka panjang yang dikenal sebagai
mekanisme adaptasi (adaptatif mechanism ). Mekanisme dalam menghadapi perubahan dalam
jangka pendek terutama bertujuan untuk mengakses kebutuhan hidup dasar: keamanan,
sandang, pangan, sedangkan jangka panjang bertujuan untuk memperkuat sumber -sumber
kehidupannya (Paripurno, 2002). Bencana dapat terjadi secara alamiah akibat gejala-gejala
alam yang merupakan suatu siklus bumi dan bencana yang terjadi akibat ulah manusia yang
terjadi karena adanya perubahan di alam akibat adanya perubahan fungsi lahan oleh aktivitas
manusia.
Pengelolaan lingkungan terhadap risiko bencana berhubungan dengan pengelolaan
partisipatif atas semua aset-aset kehidupan dan pinghidupan di kawasan Kars Sukolilo antara
lain (1). Aset alam : sumberdaya alam, air, lahan, dan lingkungan; (2). Aset fisik : infrastruktur,
jalan, sarana dan prasarana, dan sebagainya; (3). Aset ekonomi : pertanian, peternakan, harta
benda; (4). Aset manus ia : pola pikir, sumberdaya manusia, pengetahuan, dan sebagainya; (5).
Aset sosial-budaya : tatanan sosial, kearifan lingkungan, budaya dan tradisi, kepercayaan,
gotong royong dan kelembagaan lokal. Dalam pengelolaannya, kawasan kars harus
diperhatikan secara utuh untuk menjaga sistem yang ada di permukaan ataupun yang ada di
bawah permukaan. Untuk menjaga aset-aset yang ada di kawasan kars harus dilakukan
perlindungan kawasan terhadap sistem hidrologis yang ada, sebagai pengontrol, menjaga
keberlangsungan dan keberlanjutan proses karstifikasi kawasan kars. Keberlanjutan kawasan
kars merupakan titipan bagi anak cucu di masa yang akan datang untuk itu perlu adanya
kekuatan hukum yang dapat mengatur dan melindungi kawasan kars.
VII.
1.

2.

3.

KESIMPULAN
Kawasan Kars Sukolilo perlu dilakukan klasifikasi kawasan berdasarkan Keputusan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1456.K/20/MEM/2000 tentang
Pedoman Pengelolaan Kawasan Kars . Hal ini dapat menjadikan dasar bagi pemerintah
daerah untuk membuat keputusan mengenai kawasan kars.
Kesalahan kebijakan tentang kawasan kars dapat berdampak pada hilangnya fungsi
hidrologi kawasan kars, kepunahan keanekaragaman hayati baik di permukaan ataupun di
bawah permukaan dan bencana ekologis serta bencana kekeringan di masa yang akan
datang karena akan terjadi kelangkaan air di beberapa wilayah akibat penambangan yang
berlebihan.
Dalam mengimplementasikan program-program dan kebijakan pemerintah perlu adanya
kerjasamaa dan setiap pihak atau stakeholder yang ada baik pemerintah, LSM, akademisi,
praktisi, medi, dan masyarakat sebagai basis utama.

VIII.
DAFTAR PUSTAKA
Acintyacunyata Speleological Club. 1999, Gua, Air dan Permasalahannya . ASC D.I.
Yogyakarta.
Acintyacunyata Speleological Club. 2008, Laporan Survey Speleologi, Hidrologi Kars dan
Pemanfaatan Sumberdaya Air Kawasan Kars Kendeng Utara Kecamatan Sukolilo,
kabupaten Pati, Jawa Tengah. ASC. DI. Yogyakarta.
Anonim. 2000,
Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor
1456.K/20/MEM/2000 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Kars.
Gadgil. M and F. Berkes, 1991, Traditional Resouce Management System. Resource
Management and Optimization 8(3/4): 127 41
Mitchell, B, 1997, Resource and Environmental Management. First Edition is Published by
Arrangement With Pearson Education Lim ited.
Paripurno, ET., 2002, Community Based Disaster Management in The Merapi Prone Area : A
Realistic Demand? Proceeding of Symposium on Natural Resources and Environment
Management, UPN Veteran Yogyakarta
Smit, K, 1996, Environmental Hazards:Asessing Risk and Reducing Disaster. London,
Routledge, second edition.
Uhlig, H., 1980, Man and Tropical Kars In Southeast Asia, Geo-Ecological differentiation,
Landuse and Rural Development Potential in Indonesian and Other Region, Geo-Journal,
Wisbaden Germany.

Você também pode gostar