Você está na página 1de 11

Transplantasi adalah memindahkan alat atau jaringan tubuh dari satu orang ke orang lain

(Baratawidjaja, 2006).
Transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu tempat
ke tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan kondisi
tertentu.
Transplantasi ditinjau dari sudut si penerima, dapat dibedakan menjadi:
1. Autotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat lain dalam tubuh orang
itu sendiri.
2. Homotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh seseorang ke tubuh
orang lain.
3. Heterotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari suatu spesies ke tubuh
spesies lainnya.
Ada dua komponen penting yang mendasari tindakan transplantasi, yaitu :
1. Eksplantasi, yaitu usaha mengambil jaringan atau organ manusia yang hidup atau yang sudah
meninggal.
2. Implantasi, yaitu usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh tersebut kepada bagian tubuh
sendiri atau tubuh orang lain.
Disamping itu, ada dua komponen penting yang menunjang keberhasilan tindakan transplantasi,
yaitu:
1. Adaptasi donasi, yaitu usaha dan kemampuan menyesuaikan diri orang hidup yang diambil
jaringan atau organ tubuhnya, secara biologis dan psikis, untuk hidup dengan kekurangan
jaringan / organ.
2. Adaptasi resepien, yaitu usaha dan kemampuan diri dari penerima jaringan / organ tubuh baru
sehingga tubuhnya dapat menerima atau menolak jaringan / organ tersebut, untuk berfungsi baik,
mengganti yang sudah tidak dapat berfungsi lagi.
B.

1.

2.

3.
4.

C.

Jenis-Jenis Transplantasi
Kini telah dikenal beberapa jenis transplantasi atau pencangkokan, baik berupasel, jaringan
maupun organ tubuh yaitu sebagai berikut (Guyton: 2007):
Transplantasi Autologus
Yaitu perpindahan dari satu tempat ketempat lain dalam tubuh itu sendiri,yang dikumpulkan
sebelum pemberian kemoterapi
Transplantasi Alogenik
Yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang sama spesiesnya, baik dengan hubungan
keluarga atau tanpa hubungan keluarga
Transplantasi Singenik
Yaitu perpindahan dari satu tubuh ketubuh lain yang identik, misalnya pada gambar identik
Transplantasi Xenograft
Yaitu perpindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang tidak sama spesiesnya.
Reaksi Penolakan

Terjadi oleh sel T helper (Saat ini disebut CD4+) resipien yang mengenal antigen MHC
allogenic. Sel T helper merangsang sel Tc (T citotoxic atau CD8+) mengenal antigen MHC
allogenic untuk membunuh sel sasaran. Sel T helper melalui Limfokin menyebabkan Makrofag
dikerahkan akibatnya kerusakan jaringan target. Reaksi yang terjadi mirip dengan
Hipersensitivitas tipe IV (Gell dan Coombs) (Kates: 2002): Tipe Reaksi penolakan:
1. Tipe Reaksi Penolakan Transplantasi Rejeksi Hiperakut : Reaksi penolakan yang terjadi
dalam 24 jam setelah transplantasi.
2. Rejeksi Akut : Reaksi terlihat pada resipien yang sebelumnya tidak tersensitisasi terhadap
transplan pada penolakan umum allograft dan pengobatan imunosupresif yang kurang efektif.
3. Rejeksi Kronis : Hilangnya fungsi organ yang dicangkokkan secara perlahan beberapa bulantahun sesudah organ berfungsi normal dan disebabkan oleh sensitivitas yang timbul terhadap
antigen transplan atau oleh sebab intoleransi terhadap sel T.
Immunosupressan
Walaupun HLA agak mirip, namun sistem imun resipien dapat berbeda dalam
penerimaannya akibatnya dapat terjadi penolakan. Penolakan terjadi setelah beberapa minggu
transplantasi. Pemberian Immunosupressan mampu menekan reaksi penolakan ini. Efek negatif :
Menekan reaksi imun keseluruhan dan menekan imun terhadap infeksi dari luar. Obat
Imunosupressan : Kortikosteroid (misalnya prednison), Azatioprin, Takrolimus, Mikofenolat
mofetil, Siklosporin, Siklofosfamid, Globulin anti-limfosit dan globulin anti-timosit dan terakhir
Antibodi monoclonal (Baratawidjaja: 2006).
Kompleks Histokompatibilitas Utama
Kompleks Histokompabilitas menurut (bahasa Inggris: major histocompatibility
complex atau MHC) adalah sekumpulan gen yang ditemukan pada semua jenisvertebrata. Gen
tersebut terdiri dari 4 juta bp yang terdapat di kromosom nomor 6 manusia dan lebih dikenal
sebagai kompleks antigen leukosit manusia (HLA). Protein MHC yang disandikan berperan
dalam mengikat dan mempresentasikanantigen peptida ke sel T. (David, 2004).
Struktur protein MHC
a. Protein MHC kelas I
Protein MHC kelas I ditemukan pada semua permukaan sel berinti. Protein ini bertugas
mempresentasikan antigen peptida ke sel T sitotoksik (Tc) yang secara langsung akan
menghancurkan sel yang mengandung antigen asing tersebut. Protein MHC kelas I terdiri dari
dua polipeptida , yaitu rantai membrane integrated alfa () yang disandikan oleh gen MHC
pada kromosom nomor 6, dan non-covalently associated beta-2 mikroglobulin (2m).
Rantai akan melipat dan membentuk alur besar antara domain 1 dan 2 yang menjadi tempat
penempelan molekul MHC dengan antigen protein. Alur tersebut tertutup pada pada kedua
ujungnya dan peptida yang terikat sekitar 8-10 asam amino. MHC kelas satu juga memiliki dua
heliks yang menyebar di rantai beta sehingga dapat berikatan dan berinteraksi
dengan reseptor sel T. (Pandjassarame, 2009)
b. Protein MHC kelas II

Protein MHC kelas I terdapat pada permukaan sel B, makrofag, sel dendritik, dan beberapa sel
penampil (antigen presenting cell atau APC) khusus. Melalui protein MHC kelas II inilah,
APC dapat mempresentasikan antigen ke sel-T penolong (Th) yang akan menstimulasi
reaksi inflamatori atau responantibodi. MHC kelas II ini terdiri dari dua ikatan non kovalen
polipeptidaintegrated-membrane yang disebut dan . Biasanya, protein ini akan berpasangan
untuk memperkuat kemampuannnya untuk berikatan denganreseptor sel T. Domain 1 dan 1
akan membentuk tempat untuk pengikatan MHC dan antigen (Anthony, 2007).
c.

Gen MHC dan polimorfisme


Pada manusia, gen yang mengkodekan MHC terletak pada kromosom nomor 6 dan terbagi
menjadi dua kelas gen, yaitu kelas I untuk MHC I dan kelas II untuk MHC II. Kelompok gen
yang termasuk kelas I terdiri dari tiga lokus mayor yang disebut B, C, dan A, serta
beberapa lokus minor yang belum diketahui. Setiap lokus mayor menyandikan
satu polipeptida tertentu. Pada gen pengkode rantai alfa, terdapat banyak alel atau dengan kata
lain bersifat polimorfik. Rantai beta-2-mikro globulin dikodekan oleh gen yang terletak di luar
kompleks gen MHC, namun apabila terjadi kecacatan pada gen tersebut maka antigen kelas I
tidak bisa dihasilkan dan dapat terjadi defisiensi sel T sitotoksik. Kompleks gen kelas II terdiri
dari tiga lokus yaitu DP, DQ, dan DR yang masing-masing mengkodekan satu rantai alfa atau
beta. Rantai polipeptida yang dihasilkan akan saling berikatan dan membentuk antigen kelas II.
Seperti halnya antigen kelas II, antigen kelas II juga bersifat polimorfik (unik) karena lokus DR
dapat terdiri atas lebih dari satu macam gen penyandi rantai beta fungsional (Abdul, 2009).

D. Respon Imun Pada Transplantasi Organ atau Jaringan


Masalah utama: Pada transplantasi perbedaan genetik diantara jaringan/tissue atau
organ yang di transplantasi. Perbedaan ini dapat dibagi 4:
1. Autograf
Transplantasi jaringan dari satu bagian tubuh ke bagian lain pada orang yang sama, tidak
dianggap asing oleh sistem imun, tidak menyebabkan masalah kekebalan tubuh, variasi genetik
tidak ada dan molekul major histocompatibility complex (MHC) dapat mengenal jaringan atau
organ yang baru sebagai sendiri
2. Allograf
Pencangkokan yang umum, dari satu organisme ke organisme lain berasal dari spesies yang
sama, walaupun demikian mereka mempunyai latar belakang genetik berbeda. Molekulmolekul MHC penerima akan mengenal bagian cangkokan sebagai benda asing, memberitahu
sistem kekebalan tubuh untuk menolaknya.
3. Isograf
Transplantsi jaringan atau organ dari donor yang secara genetik identik dengan resipien atau
jaringan dari individu

4. Xenograf

Pencangkokan satu spesies suatu organisme ke spesies lain. Masalah: Variasi genetik yang
terlalu besar di antara dua organisme tersebut. Menimbulkanpenolakan yang sangat cepat ke
jaringan-jaringan asing atau organ yang berasal dari respon sel dibantu oleh Ig.M.
Gagasan untuk pencangkokan dari hewan ke manusia, masalah: sepertipenyakit, ukuran
organ dan perdebatan etis. 1999 di, Inggris eksperimen pencangkokan hati babon ke manusia,
mengakibatkan terinfeksi virus yang berasal dari babon tersebut.

E.

Sistem Kekebalan / Imun & Pencangkokan


Keberhasilan pencangkokan organ terletak pada kendali sistem imun untukmengizinkan
proses adaptasi pencangkokan tersebut, dan mencegah proses penolakan. Gen-gen merupakan
alasan utama pengenalan antigen-antigen asing.
Major Histocompatibility Complex (MHC), berada pada lengan pendek kromosom 6. Gengen MHC manusia mencerminkan molekul-molekul permukaan sel: disebut alloantigen dikenal
sebagai HLA
Molekul-molekul permukaan sel bersifat bersifat polimorfik & memungkinkan sistem imun
untuk mengenal antigen sendiri dan asing. Gen-gen MHC, diwariskan menurut model Mendelian
klasik, terdiri dari MHC kelas I dan MHC kelas II.

F. HLA (Histocompatibility Antigen)


HLA kelas I: HLA-A, HLA-B & HLA-C ditemukan pada semua permukaan sel. HLA
kelas I mengikat antigen protein asing, termasuk jaringan/tissu yang dicangkok, dikenal oleh sel
T antigen-spesifik. Molekul MHC/HLA kelas IBiasanya dikenal oleh CD8+ sel T sitotoksik.
HLA kelas II : (HLA-DR,HLA-DP, HLA-DQ), ditemukan hanya pada sel-selyang
mengenali
antigen seperti limfosit
B,
makrofag, sel-sel dendrit
dari
organ-organ
limfoid. Molekul HLA kelas II dipercaya memegang peranan dominan
G. Penolakan
Penolakan dari pencangkokan proses dari sistem imun si penerima pencangkokan
menyerang organ/jaringan/tissu yang dicangkok. Sebab sistem imun normal & sehat dapat
membedakan organ/jaringan/tissu asing untukmenghancurkan mereka. Seperti sistem organisme
menghancurkan bakteri dan virus yang menginfeksinya
Antigen MHC/HLA alasan utama penolakan secara genetik dari penerima cangkokan
terhadap organ/jaringan asing. Alloantigen ini dibawa ke sel T oleh HLA kompleks yang
menentukan kecepatan penolakan ini akan terjadi.

Klasifikasi Penolakan :
1. Hiper-akut:
Respon mediasi komplemen pada penerima dengan antibodi yang telah ada pada donor
(antibodi tipe darah ABO) terjadi dalam hitungan menit sehingga cangkokan tersebut harus
segera dibuang mencegah respons inflamasi sistemik yang parah.

2. Akut:
Umumnya terjadi 5-10 hari setelah pencangkokan, dan dapat menghancurkan cangkokan
tersebut. Obat penekan sistem imun sangat efektif mencegah tipe penolakan ini. Hal ini
berhasil 60-75% pencangkokan ginjal pertama. 50-60% pada pencangkokan hati.
3. Penolakan Kronis
Penolakan jangka panjang diakibatkan oleh respons imun alloreaktif penerima. Hal ini dapat
terjadi pada semua tipe cangkokan seperti pengcangkokan jantung, paru, ginjal dll
Mekanisme Penolakan
Sel T berpranan utama utama dalam proses penolakan. Setelah distimulasiefektor CD4+sel
T menghasilkan sitokin (antara lain interleukin-interleukin yang menyediakan signal untuk Sel T
sitotoksik dan sel T helper. IL-2 juga meningkatkan ekspansi klonal sel T, yang membantu dalam
proses penolakan
Sitokin yang lain juga dihasilkan dalam proses Respons untuk mendeteksi antigen
asing. Pengenalan antgen transplantasi oleh sel T Helper disebut allorecognition.
Penekanan Sistem Kekebalan
Meskipun jenis HLA agak mirip, tetapi jika sistem kekebalan resipien tidak dikendalikan,
maka
organ
yang
dicangkokkan
biasanya
ditolak.
Penolakan biasanya terjadi segera setelah organ dicangkokkan, tetapi mungkin juga baru tampak
beberapa minggu bahkan beberapa bulan kemudian.
Penolakan bisa bersifat ringan dan mudah ditekan atau mungkin juga sifatnya berat dan
progresif meskipun telah dilakukan pengobatan.
Penolakan tidak hanya dapat merusak jaringan maupun organ yang dicangkokkan tetapi juga
bisa menyebabkan demam, menggigil, mual, lelah dan perubahan tekanan darah yang terjadi
secara tiba-tiba.
Penemuan obat-obatan yang dapat menekan sistem kekebalan telah meningkatkan angka
keberhasilan pencangkokkan.
Tetapi obat tersebut juga memiliki resiko. Pada saat obat menekan reaksi sistem kekebalan
terhadap organ yang dicangkokkan, obat juga menghalangi perlawanan infeksi dan penghancuran
benda asing lainnya oleh sistem kekebalan.
Penekanan sistem kekebalan yang intensif biasanya hanya perlu dilakukan pada mingguminggu pertama setelah pencangkokkan atau jika terlihat tanda-tanda penolakan.
Berbagai jenis obat bisa bertindak sebagai immunosupresan. Yang sering digunakan adalah
kortikosteroid (misalnya prednison); pada awalnya diberikan melalui infus kemudian dalam
bentuk obat yang diminum. Obat lainnya adalah:
1. Azatioprin
2. Takrolimus
3. Mikofenolat mofetil
4. Siklosporin
5. Siklofosfamid (terutama digunakan pada pencangkokkan sumsum tulang)
6. Globulin anti-limfosit dan globulin anti-timosit
7. Antibodi monoklonal.

Terapi Kanker dengan BNCT


Terapi ideal suatu kanker adalah penghancuran sel-sel kanker tanpa merusak
jaringan normal di sekitarnya. Sebagian besar sel kanker seharusnya hancur
baik melalui treatmen itu sendiri atau dengan bantuan sistem kekebalan
tubuh. Kalau tidak, keberadaan bahaya tumor akan terbentuk kembali dengan
sendirinya. Meskipun treatmen standar yang ada saat ini, misalnya melalui
operasi, terapi radiasi dan kemoterapi telah berhasil mengobati berbagai
macam kanker, masih ada banyak kegagalan dalam teratmen ini. Terapi kanker
dengan metode baru yang lebih menjanjikan yang dikembangakan para ilmuwan
adalah
metode
BNCT
(Boron
Neutron
Capture
Therapy).
Apakah BNCT itu ?BNCT merupakan kombinasi metode kemoterapi dan
radioterapi untuk menghancurkan sel kanker ganas. Boron (bukan logam)
adalah golongan unsur utama ke -3 dalam SPU yang memiliki dua isotop yang
stabil secara alami yaitu 11B dan 10B yang keberadaannya di alam cukup
melimpah, sekitar 19.8 % membuatnya sangat layak digunakan dalam proses
penangkapan neutron. Dalam BNCT senyawa yang megandung 10B akan
berkonsentrasi dalam sisi sel tumor. Sel tumor ini diradiasi menggunakan
neutron. Neutron selanjutnya akan berinteraksi dengan 10B dalam sel kanker
untuk menghasilkan 2He4 yang berenergi sangat besar dan melepaskan inti
3Li7 dengan radiasi gamma dan energi kinetik sebesar 2.4 MeV seperti
tertulis dalam persamaan reaksi berikut ini ( gambar 1)
5B10

0n1

----->[5B11]

------> 2He4
+

3Li7
radiasi

2.4MeV
gamma

Gambar (1). Prinsip dasar method BNCT


Partikel 3Li7 and 2He4 berukuran sangat kecil (sekitar satu diameter sel)
dan menyebabkan kerusakan yang sangat signifikan dalam sel yang
mengandungnya. Dengan cara ini penghancuran sel kanker dilakukan, dan
tidak akan menyerang jaringan sel sehat lainnya. Hanya sel kanker yang
telah diinjeksi dengan senyawa boron sebagai target. Perlu diketahui bahwa
pada dasarnya atom boron dan neutron itu sendiri tidak lah beracun, tetapi

dengan kombinasi senyawa-senyawa lainnya mereka berpotensi sangat


sitotoksik. Oleh karena itu beberapa penelitian dikembangkan untuk
mengkombinasi boron dengan senyawa yang tidak beracun dan bisa diterima
tubuh dengan ramah, misal dikombinasi dengan jenis asam amino, gula
( glukosa dan turunannya) dsb.
Senyawa terboronasi sebagai targeting agent
Berhasilnya suatu terapi, senyawa terboronasi sebagai targeting agent yang
ideal hendaknya mempunyai karakter sebagai berikut (1) selektivitas yang
tinggi dalam targeting sel tumor (2) toksisitas rendah (2)kelarutan dalam
air yang sesuai, karena sistem dalam sel tersusun sebagian besar berupa
air sebagai pelarut (4) penyerapan yang tinggi oleh sel kanker. BNCT
disulkan pertama kali oleh Locher pada tahun 1936 dan uji klinis pertama
dilakukan di Brookhaven National Laboratory (BNL) Amerika Serikat tahun
1950 dan di awal tahun 1960an menggunakan asam borat dan turunannya
sebagai delivery agent. Sayang sekali senyawa boron sederhana punya
retensi tumor yang rendah dan tidak selektif. Sejak saat itu penelitian
dikembangkan untuk mensintesis senyawa yang mengandung boron dari yang
mepunyai berat molekul rendah sampai yang mengandung berat molekul tinggi
dan menginjak ke nanopartikel yang terboronasi. Misalnya natrium
mercaptoundecahydrocloso-dodecaborate, disebut natrium borocaptate
(Na2B12H11SH) atau BSH (Gambar 2a) dan kedua (L)-4-dihidroksiborylphenylalanine, disebut sebagai boronophenylalanine atau BPA (Gambar
2b) dan sudah diuji klinis dalam Tahap I dan Tahap II. Untuk meningkatkan
kelarutan dalam air senyawa BPA yang diperkaya dengan 10B dikompleksakan
dengan fruktosa. Sedangkan senyawa BSH telah diuji coba klinis BNCT untuk
terapi kanker otak.
Para ilmuwan melaporkan bahwa selektivitas akumulasi kedua senyawa itu
dalam sel tumor belum ideal tetapi keduanya tidak toksik. Sementara itu
peneliti di Eropa dan Jepang juga menggunakan senyawa turunan BSH maupun
karboborane yang dimodifikasi dengan beberapa senyawa turunan gula maupun
asam amino. Peneliti di Brookhaven dengan tikus percobaan menunjukkan
bahwa BSH kurang efektiv dibandingkan dengan BPA dalam meningkatkan dosis
radiasi dalam sel tumor. Senyawa kompleks yang terboronasi dengan dengan
berat
molekul
tinggi
misalnya
disintesis
dari
karboborane
yang
dimodifikasi dengan copper tetracarboranyltetraphenylporphyrin (CuTCPH)
dan analognya. Senyawa karboborane bermodifikasi cincin porphyrins ini
telah diteliti aman digunakan sebagai targeting agent yang mempunyai
konsentrasi boron tinggi untuk metode BNCT. (gambar 2c)

Gambar 2b. BPA


(boronophenylalanine)
Gambar 2a. BSA (Na2B12H11SH)
Gambar 2c. Karboborane termodifikasi kompleks Cu- porphyrins

Uji Klinik BNCT


Pada tahun 1951, Sweet, sebagai penggagas pertama kali metode NCT
menyatakan bahwa NCT sangat berguna untuk treatmen kanker otak, sebagai

metode pengobatan dengan terapi secara terus menerus terhadap sel kanker
yang paling ganas sekalipun dari semua tumor otak glioblastomamultiforme
(GBM). Gambar 3 menunjukkan skema prinsip dasar NCT untuk pengobatan tumor
otak dan fasilitas terapi BNCT yang ada di Finlandia.

Prinsip dasar BNCT untuk terapi kanker otak (kiri), skema fisilitas terapi
menggunakan
BNCT
yang
ada
di
Otaniemi,
Finlandia
(kanan)
Pertama-tama pasien diberikan suntikan intervena yang berisi senyawa yang
terboronasi yang akan berikatan secara selektif terhadap sel tumor. Dalam
uji klinis sejauh ini neutron di generasi dalam reaktor nuklir, tetapi
partikel akselerator (pemercepat) dapat juga digunakan untuk bertumbukan
dengan proton menjadi molekul target yang terbuat dari litium maupun
berilium. Neutron akan melewati tabung neutron moderator yang bentuk
spektrum energinya cocok digunakan untuk treatment BNCT . Sebelum mengenai
pasien, berkas neutron diarahkan oleh kolimator. Saat melewati jaringan
pasien, neutron diperlambat oleh tumbukan dan menjadi energi termal
neutron rendah (proses ini disebut proses termalisasi). Termal neutron ini
bereaksi dengan inti boron-10 membentuk boron-11 yang ter-eksitasi ( dalam
jangka waktu yang sangat singkat (10-12 detik) yang akan pecah menjadi Li7 dan partikel alpha. Kedua partikel ini (Litium dan partikel alpha)
menghasilkan species yang terionisasi yang langsung bereaksi dengan
kisaran besar 5-9 mikrometer (kira-kira ketebalan 1 diameter sel).
Teknik ini dinilai menguntungkan karena terjadinya radiasi dalam rentang
waktu sangat pendek, dengan demikian jaringan sel normal dapat terhindar
dari radiasi. Selain itu dengan metode selective targeting tidak akan
membahayakan sel-sel normal lainnya. Hanya sel-sel kankerlah yang hancur
akibat radiasi neutron tersebut. Metode BNCT telah diuji, terutama sebagai
pengobatan alternatif untuk tumor otak ganas (glioblastoma), kanker

payudara maupun kanker leher. Meskipun ada beberapa laporan dari suksesnya
metode ini, terapi kanker dengan BNCT belum memasuki penggunaan klinis
secara rutin. Para Ilmuwan masih terus mengembangkan metode maupun senyawa
boron yang ideal untuk menunjang berhasilnya metode ini di masa mendatang.

Você também pode gostar