Você está na página 1de 7

ATONIA / HIPOTONIA UTERI

1. Pengertian
Atonia / hipotonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk
berkontraksi setelah persalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh,
melebar, lembek dan tidak mampu menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah.
Akibat dari atonia uteri ini adalah terjadinya perdarahan. Perdarahan pada atonia
uteri berasal dari pembuluh darah yang terbuka pada bekas menempelnya plasenta
yang lepas keseluruhan (Mochtar 2007 ; Manuaba, 2010).

Gambar 1 : Atonia Uteri


Miometrium terdiri dari tiga lapisan tengah merupakan bagian yang
terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan perdarahan pasca persalinan.
Miometrium lapisan tengah tersusun sebagai anyaman dari ditembus oleh
pembuluh darah. Masing-masing serabut mempunyai 2 buah lengkungan sehingga
tiap-tiap dua buah serabut kira-kira berbentuk angka delapan (Mochtar, 2007 ;
Manuaba, 2010).

Gambar 2 : Uterus normal dan atonia Uteri


2. Etiologi
Faktor Predisposisi atonia uteri sebagai berikut :
a. Regangan rahim yang berlebihan karena kehamilan kembar (gemelli),
b.
c.
d.
e.
f.

polihidramnion, atau makrosomia.


Partus lama / partus terlantar.
Persalinan terlalu cepat
Persalinan dengan induksi atau akselerasi oksitosin
Kehamilan grande-multipara.
Ibu dengan keadaan yang jelek, anemis, atau menderita penyakit

menahun.
g. Mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim.
h. Kesalahan penanganan kala III persalinan, yaitu memijat uterus dan
mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan plasenta dimana
sebenarnya plasenta belum terlepas dari dinding uterus
(Manuaba, 2010 ; Dinkes Jateng, 2015)
3. Gejala Klinis
a. Uterus tidak berkontraksi dan lunak
b. Perdarahan segera setelah plasenta dan janin lahir
(Manuaba, 2010)
4. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata


perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan
fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek,
perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat
itu juga masih ada darah sebanyak 500 1000 cc yang sudah keluar dari
pembuluh darah (Karkata, 2009).
5. Pencegahan
Upaya mencegah atonia uteri ialah melakukan Manajemen Aktif Kala III,
yaitu :
a. Menyuntikan Oksitosin
Memeriksa fundus uteri untuk memastikan kehamilan tunggal.
Menyuntikan Oksitosin 10 IU secara intramuskuler pada bagian luar
paha kanan 1/3 atas setelah melakukan aspirasi terlebih dahulu untuk
memastikan bahwa ujung jarum tidak mengenai pembuluh darah.
b. Peregangan Tali Pusat Terkendali
Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari
vulva atau menggulung tali pusat
Meletakan tangan kiri di atas simpisis menahan bagian bawah uterus,
sementara tangan kanan memegang tali pusat menggunakan klem atau
kain kasa dengan jarak 5-10 cm dari vulva
Saat uterus kontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan
sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati -hati ke arah dorsokranial
c.

Mengeluarkan plasenta
Jika dengan penegangan tali pusat terkendali tali pusat terlihat
bertambah panjang dan terasa adanya pelepasan plasenta, minta ibu
untuk meneran sedikit sementara tangan kanan menarik tali pusat ke
arah bahwa kemudian ke atas sesuai dengan kurve jalan lahir hingga
plasenta tampak pada vulva.
Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir,
pindahkan kembali klem hingga berjarak 5-10 dari vulva.

Bila plasenta belum lepas setelah mencoba langkah tersebut selama 15


menit
Suntikan ulang 10 IU Oksitosin i.m
Periksa kandung kemih, lakukan kateterisasi bila penuh
Tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan plasenta manual
d. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta
dengan hati-hati. Bila terasa ada tahanan, penegangan plasenta dan
selaput secara perlahan dan sabar untuk mencegah robeknya selaput
ketuban.
e.

Masase Uterus
Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri
dengan menggosok fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4
jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)

f.

Memeriksa kemungkinan adanya perdarahan pasca persalinan


Kelengkapan plasenta dan ketuban
Kontraksi uterus
Perlukaan jalan lahir

(Dinkes Jateng, 2015)

6. Penatalaksanaan

(Dinkes Jateng, 2015)


Kompresi Bimanual Internal (KBI)
Letakan satu tangan anda pada dinding perut, dan usahakan untuk menahan
bagian belakang uterus sejauh mungkin. Letakkan tangan yang lain pada korpus
depan dari dalam vagina, kemudian tekan kedua tangan untuk mengkompresi
pembuluh darah di dinding uterus. Amati jumlah darah yang keluar yang
ditampung dalam pan. Jika perdarahan berkurang, teruskan kompresi, pertahankan
hingga uterus dapat berkontraksi atau hingga pasien sampai di tempat rujukan.
Jika tidak berhasil, cobalah mengajarkan pada keluarga untuk melakukan
kompresi bimanual eksternal sambil penolong melakukan tahapan selanjutnya
untuk penatalaksaan atonia uteri (Dinkes Jateng, 2015)

Kompresi Bimanual Eksternal (KBE)


Letakkan satu tangan anda pada dinding perut, dan usahakan sedapat mungkin
meraba bagian belakang uterus. Letakan tangan yang lain dalam keadaan terkepal
pada bagian depan korpus uteri, kemudian rapatkan kedua tangan untuk menekan
pembuluh darah di dinding uterus dengan jalan menjepit uterus di antara kedua
tangan tersebut (Dinkes Jateng, 2015).

DAFTAR PUSTAKA
Dinkes Jateng (2015). Prosedur Tetap Pengelolaan Perdarahan Pasca Persalinan.
http://36.82.106.126:82/wp/ftp/tmp/cache/fmCont1/c05fa99524718942a5e89534b
557d706.pdf (27 Februari 2016)
Karkata, M.K. 2009. Perdarahan Paska Persalinan. Dalam : Ilmu kebidanan. Edisi
ke 4 cetakan I. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo
Manuaba IBG (2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga
Berencana. Jakarta : EGC
Mochtar R. (2007). Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC

Você também pode gostar