Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Oleh:
Kamal Fuadi
105018200722
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan
Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
Kamal Fuadi
105018200722
Di bawah Bimbingan
(....)
(....)
(....)
(....)
(....)
(....)
(....)
Mengetahui
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Kamal Fuadi
NIM
: 105018200722
Jurusan
Judul Skripsi
Pembimbing
Kamal Fuadi
ABSTRAKSI
Kamal Fuadi, 105018200722, Analisis Kebijakan Penyelenggaraan Pendidikan
Inklusif di Provinsi DKI Jakarta
Pemerintah Indonesia memiliki komitmen untuk menyelenggarakan pendidikan
demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak
asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa yang
diwujudkan dengan menyelenggarakan pendidikan inklusif. Provinsi DKI Jakarta
merupakan satu-satunya daerah yang mengeluarkan kebijakan khusus penyelenggaraan
pendidikan inklusif yang tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 116 Tahun 2007
Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif.
Kebijakan penyelenggaraan pendidikan inklusif masih menyisakan berbagai
permasalahan seperti belum adanya pemahaman mengenai kebijakan penyelenggaraan
pendidikan inklusif, belum tertampungnya anak-anak yang teridentifikasi berkebutuhan
khusus dalam sekolah-sekolah inklusif dan belum tersedianya sumber daya pendidik
sekolah inklusif yang memadai. Maka dari itu, penulis mengangkat permasalahan
tersebut dalam skripsi yang berjudul Analisis Kebijakan Penyelenggaraan Pendidikan
Inklusif di Provinsi DKI Jakarta.
Penelitian yang menggunakan metode kualitatif deskriptif ini berusaha untuk
mendeskripsikan kebijakan penyelenggaraan pendidikan inklusif dan implementasi
kebijakan tersebut di Provinsi DKI Jakarta. Peneliti melakukan wawancara dengan
Kepala Bidang TK, SD, PLB Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Koordinator
Program Opportunity for Vulnerable Children (OVC) Hellen Keller International (HKI),
dan Guru Program Pendidikan Inklusif di SMP Negeri 223 Pasar Rebo Jakarta Timur
dan SMA Negeri 66 Cilandak Jakarta Selatan.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa, pertama, pendidikan inklusif yang
diselenggarakan di Provinsi DKI Jakarta cenderung untuk mendeskripsikan penyatuan
anak-anak berkelainan (penyandang hambatan/cacat) ke dalam program sekolah.
Walaupun peserta didik dengan kecerdasan dan/atau bakat istimewa juga dimasukkan
dalam salah satu peserta didik pendidikan inklusif, keberadaan mereka tidak banyak
menjadi isu dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif. Kedua, penyelenggaraan
pendidikan inklusif tidak menggunakan model sebagaimana terdapat dalam literatur dan
ketentuan umum pendidikan inklusif. Model hanya merupakan bagian dari strategi yang
perlu diketahui dan dilaksanakan guru. Ketiga, belum semua kategori anak
berkebutuhan khusus diterima menjadi peserta didik program pendidikan inklusif. Hal
tersebut berkaitan dengan belum terpenuhinya sumber daya sekolah yang memadai.
Keempat, penunjukkan sekolah-sekolah penyelenggara pendidikan inklusif di Provinsi
DKI Jakarta melebihi ketentuan yang ditetapkan pemerintah pusat. Kelima, Pemerintah
Provinsi DKI selalu bekerja sama dengan pihak sekolah dengan memberikan pelatihan
bagi guru-guru inklusi, bantuan finansial, bantuan sarana dan prasarana, dan beasiswa
bagi sekolah-sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.
Kata Kunci: Kebijakan, Pendidikan Inklusif
Kata Pengantar
Bismillaahirrahmaanirraahiim
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang tak pernah berhenti
melimpahkan rahmat dan ridla-Nya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat penulis
selesaikan. Shalawat teriring salam penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
keluarga, sahabat, tabiin, dan para pengikut beliau yang setia menjalankan ajaranajarannya hingga akhir zaman.
Penulisan skripsi ini bukan sekadar pemenuhan kewajiban tugas akhir yang harus
penulis tunaikan sebagai mahasiswa untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan
(S.Pd) pada Program Studi Manajemen Pendidikan Jurusan Kependidikan Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Namun lebih
jauh penulisan skripsi ini merupakan pembuktian penulis sebagai mahasiswa untuk
menulis sebuah karya tulis di akhir masa kuliah.
Dengan selesainya penulisan skripsi ini, penulis sampaikan rasa terima kasih kepada
semua pihak yang telah berperan kepada penulis baik semasa penulis berkuliah
maupun semasa penulis menyelesaikan penulisan skripsi ini. Dengan segala
kerendahan dan ketulusan hati, penulis menghaturkan terima kasih kepada:
1.
Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Dosen Pembimbing Skripsi
yang telah meluangkan waktu di tengah kesibukan beliau untuk memberikan
arahan selama penulis menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi
2.
ii
3.
4.
5.
6.
Bapak Dr. Taufik Yudi Mulyanto, M.Pd, Kepala Dinas Pendidikan dan Ibu
Drs. Septi Novida, M.Pd, Kepala Bidang TK/SD/PLB Dinas Pendidikan
Provinsi DKI Jakarta beserta staf dan jajarannya yang telah memfasilitasi
penulis untuk mengadakan penelitian di lingkungan Dinas Pendidikan
Provinsi DKI Jakarta
7.
Bapak Drs. Sugiyono, M.Pd, M.Si, Kepala Sekolah SMA Negeri 66 Jakarta
dan Bapak Dr. H.A. Otjin Kusnadie, M.Pd, Kepala Sekolah SMP Negeri 223
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan
penelitian dan wawancara
8.
9.
Bapak Drs. Moh. Djazeri (alm) dan Ibu Dra. Umi Azizah, orangtua penulis
yang selalu mendidik, membimbing, memberikan nasehat dan dukungan, serta
doa dimanapun penulis berada
10. Fikri Ali, SE, Muthmainnah (feat. Muhammad Nidzam Ardiyan) dan Rofik
Habibi, kakak-kakak penulis yang tidak pernah lelah memotivasi. Muhammad
Auva Ahdi, Charis Luthfi, dan Shovia Afida, adik-adik penulis yang selalu
menjadi penyemangat. Kalian yang terbaik yang penulis miliki
11. Bapak Prof. Dr. Ali Mustafa Yaqub, MA, Khadim Mahad Aly DARUS
SUNNAH, guru dan orang tua penulis, yang telah mengenalkan lebih jauh
kepada penulis mengenai arti istiqamah dan totalitas dalam mendalami ilmu.
iii
iv
minimal bagi diri penulis. Akhirnya hanya kepada Allah jua segala sesuatu penulis
kembalikan. Wallaahu Alamu Bi As Shawab.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
vi
Gambar 2
Hal. 18
Hal. 38
Gambar 3
Gambar 4
Hal. 52
Gambar 5
Hal. 53
Gambar 6
Hal. 62
Tabel
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Hal. 74
Hal. 82
Tabel 5
Hal. 93
Hal. 95
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki komitmen tinggi terhadap
upaya pencerdasan bangsa. Komitmen ini dibuktikan dengan pencantuman upaya
pencerdasan bangsa dalam konstitusi negara sebagai salah satu hal paling
mendasar yang perlu dibangun dan dikembangkan pasca kemerdekaan Indonesia.
Komitmen ini kemudian dijabarkan dalam pasal UUD 1945 pasal 31 yang
menyebutkan:
1. Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran
2. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran
nasional yang diatur dengan undang-undang1
Realisasi komitmen yang tercantum dalam konstitusi ini diupayakan dengan
menyelenggarakan pendidikan yang terdiri dari beberapa jalur, jenjang dan jenis
mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
Pendidikan ini diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai
kultural, dan kemajemukan bangsa2.
Dalam sekolah, salah satu komponen yang terpenting yaitu peserta didik,
karena merekalah yang dijadikan subjek pembelajaran. Peserta didik memiliki
keragaman baik dari segi fisik maupun kemampuan. Keragaman yang dimiliki
peserta didik ini mempengaruhi proses pembelajaran sehingga perbedaan fisik dan
kemampuan peserta didik membutuhkan penanganan tersendiri oleh tenaga
pendidik.
Pada umumnya, rata-rata peserta didik di sekolah memiliki kondisi fisik dan
kemampuan yang normal. Mereka tidak mengalami kesulitan dalam mengikuti
proses pembelajaran sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan pemerintah.
Kesulitan terjadi tatkala terdapat peserta didik yang memiliki kelainan atau
kecerdasan dan bakat istimewa. Perbedaan yang demikian harus mendapat
perhatian dari tenaga pendidik. Perbedaan ini seharusnya tidak menjadikan adanya
diskriminasi terhadap peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran di
sekolah.
Salah satu upaya pemerintah untuk menghindari atau bahkan menghilangkan
diskriminasi dalam pendidikan yaitu dengan menyelenggarakan pendidikan yang
tidak membeda-bedakan kelainan dan tingkat kecerdasan yang dimiliki peserta
didik. Pendidikan yang demikian disebutkan secara eksplisit dengan istilah
Pendidikan Khusus dalam Pasal 15 dan Pasal 32 ayat 1 Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dalam Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 15 disebutkan bahwa pendidikan
khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang
berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang
Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional
4
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional
5
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1991 Tentang Pendidikan Luar Biasa.
didik yang memiliki kelainan fisik dan mental dengan peserta didik yang tidak
memiliki kelainan fisik dan mental (normal).
Di Indonesia pendidikan bagi peserta didik berkelainan selama ini disediakan
dalam tiga macam lembaga pendidikan, yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah
Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan Terpadu. SLB, sebagai lembaga
pendidikan khusus tertua, menampung anak dengan jenis kelainan yang sama,
sehingga ada SLB Tunanetra, SLB Tunarungu, SLB Tunagrahita, SLB
Tunadaksa, SLB Tunalaras, dan SLB Tunaganda. Sedangkan SDLB menampung
berbagai jenis anak berkelainan, sehingga di dalamnya mungkin terdapat anak
tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, dan/atau tunaganda.
Sedangkan Pendidikan Terpadu adalah sekolah reguler yang menampung anak
berkelainan dengan kurikulum, guru, sarana pengajaran, dan kegiatan belajar
mengajar yang sama. Namun selama ini baru menampung anak tunanetra, itupun
perkembangannya kurang menggembirakan karena banyak sekolah umum yang
keberatan menerima anak berkelainan.
Pada umumnya, lokasi SLB berada di Ibu Kota Kabupaten. Padahal anak-anak
berkelainan tersebar hampir di seluruh daerah (Kecamatan/Desa), tidak hanya di
Ibu Kota Kabupaten. Akibatnya, sebagian anak-anak berkelainan, terutama yang
kemampuan ekonomi orang tuanya lemah, terpaksa tidak disekolahkan karena
lokasi SLB jauh dari rumah; sementara kalau akan disekolahkan di SD terdekat,
SD tersebut tidak bersedia menerima karena merasa tidak mampu melayaninya.
Sebagian yang lain, mungkin selama ini dapat diterima di SD terdekat, namun
karena ketiadaan pelayanan khusus bagi mereka, akibatnya mereka beresiko
tinggal kelas dan akhirnya putus sekolah. Permasalahan di atas akan berakibat
pada kegagalan program wajib belajar.
Untuk mengantisipasi hal di atas, dan dalam rangka menyukseskan wajib
belajar pendidikan dasar, dipandang perlu meningkatkan perhatian terhadap anakanak berkelainan, baik yang telah memasuki sekolah umum (SD) tetapi belum
mendapatkan pelayanan pendidikan khusus maupun anak-anak berkelainan yang
berkelainan berupa
Direktorat Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Policy Brief, Sekolah Inklusif;
Membangun Pendidikan Tanpa Diskriminasi, No. 9. Th.II/2008, Departemen Pendidikan
Nasional, h. 5.
10
Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar
dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional, Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan
Inklusif, h. 13.
11
Lampiran Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Nomor 1190/2010
Tentang Penunjukkan Nama-nama TK, SD, SMP, dan SMA/SMK Penyelenggara Pendidikan
Inklusif di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010.
12
pendidikan inklusif. Kengganan tersebut juga lebih banyak terjadi di sekolahsekolah di kota besar 15.
Sebagai model pendidikan yang baru memang wajar bila masih terdapat
beberapa permasalahan terkait pendidikan inklusif. Namun sangat disayangkan
bila pemerintah tidak secara serius menggarap penyelenggaraan pendidikan
inklusif. Pendidikan inklusi diharapkan dapat memecahkan salah satu persoalan
dalam penanganan pendidikan bagi anak berkelainan selama ini. Pemerintah
menyatakan ketidakmungkinan membangun SLB di tiap Kecamatan/Desa karena
akan memakan biaya yang sangat mahal dan waktu yang cukup lama. Selain itu,
penyelenggaraan pendidikan inklusif juga akan membantu percepatan pencapaian
target program wajib belajar 9 tahun yang telah dicanangkan pemerintah.
Mengingat urgensi permasalahan mengenai pendidikan inklusif di atas, penulis
tertarik untuk menulis skripsi berjudul Analisis Kebijakan Penyelenggaraan
Pendidikan Inklusif di Provinsi DKI Jakarta.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah mengenai kebijakan penyelenggaraan
pendidikan inklusif, maka dapat diidentifikasi masalah penelitian sebagai berikut:
1. Analisis kebijakan penyelenggaraan pendidikan inklusif di Provinsi DKI
Jakarta belum direncanakan dengan baik
2. Kebijakan penyelenggaraan pendidikan inklusif di Provinsi DKI Jakarta
belum diimplementasikan dengan efektif
3. Kebijakan penyelenggaraan pendidikan inklusi di provinsi DKI Jakarta
belum disosialisasikan secara maksimal
4. Belum adanya pemahaman yang sama mengenai kebijakan penyelenggaraan
pendidikan inklusif di Provinsi DKI Jakarta
5. Belum adanya persepsi yang sama mengenai urgensi penyelenggaraan
pendidikan inklusif di Provinsi DKI Jakarta
15
Perlu Pelatihan Khusus untuk Guru; Sekolah Inklusi Butuh Pengajar, Kompas, Rabu, 3
Maret 2010.
C. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya cakupan permasalahan dalam kebijakan penyelenggaraan
pendidikan inklusif di DKI Jakarta, untuk memfokuskan penelitian dan efisiensi
waktu, maka penelitian ini hanya dibatasi pada:
1. Kebijakan penyelenggaraan pendidikan inklusif di Provinsi DKI Jakarta
2. Implementasi kebijakan penyelenggaraan pendidikan inklusif di Provinsi
DKI Jakarta
D. Perumusan Masalah
Dari pembatasan terhadap masalah-masalah yang muncul, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini yaitu Bagaimana kebijakan penyelenggaraan
pendidikan inklusif dilaksanakan di Provinsi DKI Jakarta?
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu:
1. Bagi
pemerintah,
sebagai
bahan
tambahan
pertimbangan
dalam
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kebijakan
1. Pengertian Kebijakan
Kebijakan merupakan terjemahan dari kata policy yang berasal dari bahasa
Inggris. Kata policy diartikan sebagai sebuah rencana kegiatan atau pernyataan
mengenai tujuan-tujuan, yang diajukan atau diadopsi oleh suatu pemerintahan,
partai politik, dan lain-lain. Kebijakan juga diartikan sebagai pernyataanpernyataan mengenai kontrak penjaminan atau pernyataan tertulis 1. Pengertian
ini mengandung arti bahwa yang disebut kebijakan adalah mengenai suatu
rencana, pernyataan tujuan, kontrak penjaminan dan pernyataan tertulis baik
yang dikeluarkan oleh pemerintah, partai politik, dan lain-lain. Dengan
demikian siapapun dapat terkait dalam suatu kebijakan.
James E. Anderson memberikan pengertian kebijakan sebagai serangkaian
tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh
10
11
James E. Anderson, Public Policy Making, (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1984),
cet. ke-3, h. 3.
3
James, Public Policy Making, h. 3-5.
12
George C. Edwards III dan Ira Sharkansky, The Policy Predicament: Making and
Implementing Public Policy, (San Francisco: W.H. Freeman and Company, 1978), h.2.
5
Thomas R. Dye, Understanding Public Policy, (New Jersey: Pearson Education Inc., 2005), h.
1.
6
James E. Anderson, dkk., Public Policy and Politics in America, (California: Brooks/Cole
Publishing Company, 1984), cet. ke-2, h. 3.
7
M. Irfan Islamy, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, (Jakarta: Bina Aksara,
1988), cet. ke-3, h. 20.
13
publik.
Sedangkan
pernyataan-pernyataan
kebijakan
adalah
pernyataan-pernyataan resmi atau artikulasi-artikulasi kebijakan publik. Hasilhasil kebijakan lebih merujuk pada manifestasi nyata dari kebijakan, yaitu halhal yang sebenarnya dilakukan menurut keputusan-keputusan dan pernyataanpernyataan kebijakan. Adapun dampak-dampak kebijakan lebih merujuk pada
akibat-akibatnya bagi masyarakat, baik yang diinginkan atau tidak diinginkan
yang berasal dari tindakan atau tidak adanya tindakan pemerintah.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan
merupakan serangkaian tindakan yang menjadi keputusan pemerintah untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertujuan untuk memecahkan
masalah demi kepentingan masyarakat.
14
2. Tahap-tahap Kebijakan
Dalam pembuatan kebijakan terdapat tahap-tahap yang harus dilewati agar
suatu kebijakan dapat disusun dan dilaksanakan dengan baik. Kebijakan yang
dimunculkan sebagai sebuah keputusan terlebih dahulu melewati beberapa
tahap penting. Tahap-tahap penting tersebut sangat diperlukan sebagai upaya
melahirkan kebijakan yang baik dan dapat diterima sebagai sebuah keputusan.
Tahap-tahap dalam kebijakan tersebut yaitu:
a. Penyusunan Agenda
Sebelum kebijakan ditetapkan dan dilaksanakan, pembuat kebijakan
perlu menyusun agenda dengan memasukkan dan memilih masalahmasalah mana saja yang akan dijadikan prioritas untuk dibahas 10.
Masalah-masalah yang terkait dengan kebijakan akan dikumpulkan
sebanyak mungkin untuk diseleksi.
Pada tahap ini beberapa masalah dimasukkan dalam agenda untuk
dipilih. Terdapat masalah yang ditetapkan sebagai fokus pembahasan,
masalah yang mungkin ditunda pembahasannya, atau mungkin tidak
disentuh sama sekali. Masing-masing masalah yang dimasukkan atau
tidak dimasukkan dalam agenda memiliki argumentasi masing-masing11.
Pihak-pihak yang terlibat dalam tahap penyusunan agenda harus secara
jeli melihat masalah-masalah mana saja yang memiliki tingkat relevansi
tinggi dengan masalah kebijakan. Sehingga pemilihan dapat menemukan
masalah kebijakan yang tepat.
b. Formulasi Kebijakan
Masalah yang sudah dimasukkan dalam agenda kebijakan kemudian
dibahas oleh pembuat kebijakan dalam tahap formulasi kebijakan. Dari
berbagai masalah yang ada tersebut ditentukan masalah mana yang
merupakan
masalah
yang
benar-benar
layak
dijadikan
fokus
pembahasan12.
10
15
c. Adopsi Kebijakan
Dari sekian banyak alternatif yang ditawarkan, pada akhirnya akan
diadopsi satu alternatif pemecahan yang disepakati untuk digunakan
sebagai solusi atas permasalahan tersebut 13. Tahap ini sering disebut juga
dengan tahap legitimasi kebijakan (policy legitimation) yaitu kebijakan
yang telah mendapatkan legitimasi14. Masalah yang telah dijadikan
sebagai fokus pembahasan memperoleh solusi pemecahan berupa
kebijakan yang nantinya akan diimplementasikan.
d. Implementasi Kebijakan
Pada tahap inilah alternatif pemecahan yang telah disepakati tersebut
kemudian dilaksanakan. Pada tahap ini, suatu kebijakan seringkali
menemukan berbagai kendala. Rumusan-rumusan yang telah ditetapkan
secara terencana dapat saja berbeda di lapangan. Hal ini disebabkan
berbagai faktor yang sering mempengaruhi pelaksanaan kebijakan.
Kebijakan yang telah melewati tahap-tahap pemilihan masalah tidak serta
merta berhasil dalam implementasi. Dalam rangka mengupayakan
keberhasilan dalam implementasi kebijakan, maka kendala-kendala yang
dapat menjadi penghambat harus dapat diatasi sedini mungkin.
e. Evaluasi Kebijakan
Pada tahap ini, kebijakan yang telah dilaksanakan akan dievaluasi, untuk
dilihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan
masalah atau tidak. Pada tahap ini, ditentukan kriteria-kriteria yang
menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan telah meraih hasil yang
diinginkan15.
Pada tahap ini, penilaian tidak hanya menilai implementasi dari
kebijakan. Namun lebih jauh, penilaian ini akan menentukan perubahan
terhadap kebijakan. Suatu kebijakan dapat tetap seperti semula, diubah
atau dihilangkan sama sekali16.
13
16
3. Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan merupakan penelitian sosial terapan yang secara
sistematis disusun dalam rangka mengetahui substansi dari kebijakan agar
dapat diketahui secara jelas informasi mengenai masalah-masalah yang
dijawab oleh kebijakan dan masalah-masalah yang mungkin timbul sebagai
akibat dari penerapan kebijakan. Ruang lingkup dan metode analisis kebijakan
umumnya bersifat deskriptif dan faktual mengenai sebab-sebab dan akibatakibat suatu kebijakan17.
Penelitian kebijakan sedapat mungkin melihat berbagai aspek dari kebijakan
agar dapat menghasilkan informasi yang lengkap. Informasi mengenai
masalah-masalah yang dijawab oleh kebijakan serta masalah-masalah yang
ditimbulkan dari penerapan kebijakan menjadi fokus dari analisis kebijakan.
Sudarwan Danim menyatakan bahwa proses penelitian kebijakan pada
hakikatnya merupakan penelitian yang dimaksudkan guna melahirkan
rekomendasi untuk pembuat kebijakan dalam rangka pemecahan masalah
sosial. Kegiatan penelitian ini dilakukan untuk mendukung kebijakan 18.
Sudarwan Danim secara jelas menyatakan hasil yang ingin dicapai dari
penelitian kebijakan yaitu menghasilkan rekomendasi yang mungkin
diperlukan pembuat kebijakan dalam rangka pemberian solusi terhadap
masalah-masalah sosial. Selain itu, penelitian kebijakan perlu dipahami sebagai
bentuk dukungan kepada kebijakan itu sendiri.
Rekomendasi yang dihasilkan dari proses penelitian kebijakan dapat berupa
dukungan penuh terhadap kebijakan, kritik dan saran mengenai bagian mana
dari kebijakan yang perlu diperbaiki, atau dapat juga berupa rekomendasi agar
kebijakan tidak lagi diterapkan.
Karakteristik dari penelitian kebijakan secara terperinci dijelaskan oleh
Allen D. Putt dan J. Fred Springer. Mereka menyatakan bahwa penelitian
17
17
Allen D. Putt dan J. Fred Springer, Policy Research; Concepts, Methods, and Application,
(New Jersey: Prentice Hall, 1989), h. 19-24.
20
Dunn, Pengantar Analisis, , h. 17-21.
18
Kinerja
Kebijakan
Evaluasi
Peramalan
Hasil
Kebijakan
Masalah
Kebijakan
Perumusan Masalah
Perumusan Masalah
Perumusan Masalah
Masa Depan
Kebijakan
Perumusan Masalah
Pemantauan
Rekomendasi
Aksi
Kebijakan
Kelima informasi yang terkait dengan kebijakan saling berkaitan satu sama
lain seperti ditunjukkan dalam gambar 1. Tanda panah yang menghubungkan
tiap komponen informasi menggambarkan proses dinamis dimana satu tipe
informasi dipindahkan ke informasi lain dengan menggunakan prosedur
analisis kebijakan yang tepat.
Perumusan masalah (definisi) merupakan upaya untuk mengumpulkan
informasi mengenai masalah-masalah yang menimbulkan masalah kebijakan.
Melalui prosedur perumusan masalah dapat diidentifikasi mengenai masalah
kebijakan yang tepat yang akan dijadikan sebagai fokus. Peramalan (prediksi)
berisi informasi mengenai kondisi yang mungkin dapat terjadi pada masa
19
menggunakan
bentuk
kebijakan
integratif,
yaitu
dengan
21
20
c. Akibat-akibat kebijakan22
Dengan memfokuskan kajian pada ketiga hal diatas, proses analisis
kebijakan akan berusaha mendefinisikan secara jelas permasalahan yang akan
menjadi fokus kajian untuk ditanggulangi oleh kebijakan. Setelah masalah
yang menjadi fokus kajian analisis kebijakan ditentukan, analisis kebijakan
bertugas menentukan kebijakan yang sesuai dengan masalah sehingga masalah
dapat dipecahkan dengan baik.
Kebijakan yang telah ditetapkan dan diimplementasikan tentu menghasilkan
konsekuensi dalam bentuk akibat-akibat. Akibat yang ditimbulkan dapat
berupa akibat positif dan atau akibat negatif. Untuk itulah, analisis kebijakan
mengupayakan upaya prediktif dengan meramalkan akibat yang dapat
ditimbulkan sebelum kebijakan diimplementasikan dan atau sesudah kebijakan
diimplementasikan.
Dengan demikian, analisis kebijakan selalu berkaitan dengan hal-hal
sebelum dan sesudah kebijakan ditetapkan dan diimplementasikan. Analisis
kebijakan berusaha memberikan definisi yang jelas mengenai kedudukan suatu
masalah kebijakan, prediksi yang berkaitan dengan kebijakan, rekomendasi
atau preskripsi yang mungkin dapat bermanfaat bagi kebijakan, deskripsi atau
pemantauan terhadap kebijakan, dan evaluasi mengenai kebijakan. Semuanya
berjalan sebagai proses yang runtut dan sistematis dalam rangka mendukung
kebijakan yang bertujuan untuk mengatasi masalah.
B. Pendidikan Inklusif
1. Pengertian Pendidikan Inklusif
Istilah inklusif memiliki ukuran universal. Istilah inklusif dapat dikaitkan
dengan persamaan, keadilan, dan hak individual dalam pembagian sumbersumber seperti politik, pendidikan, sosial, dan ekonomi. Menurut Reid,
masing-masing dari aspek-aspek tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan
22
Ismail Nawawi, Public Policy; Analisis, Strategi, Advokasi, Teori, dan Praktek, (Surabaya:
PMN, 2009), h. 45-46. Lihat juga Edi Suharto, Analisis Kebijakan Publik; Panduan Praktis
Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial, (Bandung: CV. Alfabeta, 2005), h. 87.
21
saling berkaitan satu sama lain 23. Reid ingin menyatakan bahwa istilah inklusif
berkaitan dengan banyak aspek hidup manusia yang didasarkan atas prinsip
persamaan, keadilan, dan hak individu.
Dalam ranah pendidikan, istilah inklusif dikaitkan dengan model pendidikan
yang tidak membeda-bedakan individu berdasarkan kemampuan dan atau
kelainan yang dimiliki individu. Dengan mengacu pada istilah inklusif yang
disampaikan Reid di atas, pendidikan inklusif didasarkan atas prinsip
persamaan, keadilan, dan hak individu.
Istilah pendidikan inklusif digunakan untuk mendeskripsikan penyatuan
anak-anak berkelainan (penyandang hambatan/cacat) ke dalam program
sekolah. Konsep inklusi memberikan pemahaman mengenai pentingnya
penerimaan anak-anak yang memiliki hambatan ke dalam kurikulum,
lingkungan, dan interaksi sosial yang ada di sekolah24.
MIF. Baihaqi dan M. Sugiarmin menyatakan bahwa hakikat inklusif adalah
mengenai hak setiap siswa atas perkembangan individu, sosial, dan intelektual.
Para siswa harus diberi kesempatan untuk mencapai potensi mereka. Untuk
mencapai potensi tersebut, sistem pendidikan harus dirancang dengan
memperhitungkan perbedaan-perbedaan yang ada pada diri siswa. Bagi mereka
yang memiliki ketidakmampuan khusus dan/atau memiliki kebutuhan belajar
yang luar biasa harus mempunyai akses terhadap pendidikan yang bermutu
tinggi dan tepat25.
Baihaqi dan Sugiarmin menekankan bahwa siswa memiliki hak yang sama
tanpa dibeda-bedakan berdasarkan perkembangan individu, sosial, dan
intelektual. Perbedaan yang terdapat dalam diri individu harus disikapi dunia
pendidikan dengan mempersiapkan model pendidikan yang disesuaikan dengan
23
Gavin Reid, Dyslexia and Inclusion; Classroom Approaches for Assesment, Teaching and
Learning, (London: David Fulton Publisher, 2005), h. 88.
24
J. David Smith, Inklusi, Sekolah Ramah untuk Semua, (Bandung: Penerbit Nuansa, 2006), h.
45
25
MIF. Baihaqi dan M. Sugiarmin, Memahami dan Membantu Anak ADHD, (Bandung: PT.
Refika Aditama, 2006), h. 75-76.
22
23
dari
24
30
25
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif
Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat
Istimewa.
26
Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenalmengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal34.
34
27
(c) Allah tidak melihat bentuk (fisik) seorang muslim, namun Allah
melihat hati dan perbuatannya. Hal ini dinyatakan dalam salah satu
hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, yaitu:
35
QS. Abasa Ayat 1-16. Orang buta dalam Surat Abasa tersebut bernama Abdullah bin Ummi
Maktum. Dia datang kepada Rasulullah SAW meminta ajaran-ajaran tentang Islam; lalu
Rasulullah SAW bermuka masam dan berpaling daripadanya, karena beliau sedang menghadapi
pembesar Quraisy dengan pengharapan agar pembesar-pembesar tersebut mau masuk Islam. Maka
turunlah surat ini sebagi teguran kepada Rasulullah SAW
28
:
Artinya: dari Abu Hurairah RA: Rasulullah SAW bersabda:
Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk dan harta kalian,
akan tetapi Allah melihat kepada hati dan perbuatan kalian36.
Artinya: Seseorang yang mendengar khutbah Rasulullah SAW di
tengah hari Tasyriq bercerita kepadaku bahwa Nabi Muhammad SAW
bersabda: Wahai manusia, sungguh Tuhan kalian itu satu, bapak
kalian satu, maka sungguh tidak ada keutamaan orang Arab atas
36
Al Imam Abi Husain Muslim bin Al Hajjaj, Shahih Muslim, (Kairo: Daar Ibnu Al Haitam,
2001), h. 655
29
Gubernur
Nomor
116
Tahun
2007
Tentang
411
Ahmad Ibn Hanbal, Musnad Ahmad Ibnu Hanbal, (Kairo: Muassasah Qurtubah, tt), juz 5, h.
30
31
pendidikan
(adaptive
education)
dilaksanakan
dengan
Henry Clay Lindgren, Educational Psychology in the Classroom, (Tokyo: Charles E. Tuttle
Company, 1967), cet. ke-III, h. 503-504
39
Reid, Dyslexia and Inclusion, h. 85
40
George S. Morrison, Early Childhood Education Today, (New Jersey: Pearson Education
Inc., 2009), h. 462. Lihat juga http://en.wikipedia.org/wiki/Inclusion_%28education%29
41
Morrison, Early Childhood, h. 462. Ada yang menyatakan bahwa dalam inklusi tidak terdapat
adanya model. Yang perlu ditekankan dalam inklusi adalah filosofi dan semangat yang dimiliki.
Dengan demikian, penerapan pendidikan inklusif di masing-masing negara akan berbeda-beda.
Lihat misalnya dalam milis (mailing list) Direktorat Pendidikan Luar Biasa Kementrian
Pendidikan Nasional. Dalam milis ini Julia Maria van Tiel mengemukakan beberapa contoh
pelaksanaan pendidikan inklusif di beberapa negara. Untuk lebih jelas lihat Julia Maria Van Tiel,
32
Model lain misalnya dikemukakan oleh Brent Hardin dan Marie Hardin.
Brent dan Maria mengemukakan model pendidikan inklusif yang mereka sebut
inklusif terbalik (reverse inclusive). Dalam model ini, peserta didik normal
dimasukkan ke dalam kelas yang berisi peserta didik berkebutuhan khusus 42.
Model ini berkebalikan dengan model yang pada umumnya memasukkan
peserta didik berkebutuhan khusus ke dalam kelas yang berisi peserta didik
normal.
Model inklusif terbalik agaknya menjadi model yang kurang lazim
dilaksanakan. Model ini mengandaikan peserta didik berkebutuhan khusus
sebagai peserta didik dengan jumlah yang lebih banyak dari peserta didik
normal.
seolah
sekolah untuk
anak
berkebutuhan khusus secara kuantitas lebih banyak dari sekolah untuk peserta
didik normal, atau bisa juga tidak. Model pendidikan inklusif seperti apapun
tampaknya tidak menjadi persoalan berarti sepanjang mengacu kepada konsep
dasar pendidikan inklusif.
Model pendidikan inklusif yang diselenggarakan pemerintah Indonesia yaitu
model pendidikan inklusif moderat 43. Pendidikan inklusif moderat yang
dimaksud yaitu:
a. Pendidikan inklusif yang memadukan antara terpadu dan inklusi penuh
b. Model moderat ini dikenal dengan model mainstreaming
Model pendidikan mainstreaming merupakan model yang memadukan
antara pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus (Sekolah Luar Biasa)
33
digabungkan ke dalam kelas reguler hanya untuk beberapa waktu saja 44.
c. Filosofinya tetap pendidikan inklusif, tetapi dalam praktiknya anak
berkebutuhan khusus disediakan berbagai alternatif layanan sesuai
dengan kemampuan dan kebutuhannya. Anak berkebutuhan khusus dapat
berpindah dari satu bentuk layanan ke bentuk layanan yang lain, seperti:
1) Bentuk kelas reguler penuh
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) sepanjang hari
di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama
2) Bentuk kelas reguler dengan cluster
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler
dalam kelompok khusus
3) Bentuk kelas reguler dengan pull out
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler
namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang
sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus
4) Bentuk kelas reguler dengan cluster dan pull out
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler
dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari
kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar bersama dengan guru
pembimbing khusus
5) Bentuk kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian
Anak berkelainan belajar di kelas khusus pada sekolah reguler, namun
dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain
(normal) di kelas reguler
6) Bentuk kelas khusus penuh di sekolah reguler
Anak berkelainan belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler45
Dengan demikian, pendidikan inklusif seperti pada model di atas tidak
mengharuskan semua anak berkelainan berada di kelas reguler setiap saat
dengan semua mata pelajarannya (inklusi penuh). Hal ini dikarenakan sebagian
anak berkelainan dapat berada di kelas khusus atau ruang terapi dengan gradasi
kelainannya yang cukup berat. Bahkan bagi anak berkelainan yang gradasi
44
34
46
Direktorat Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Policy Brief, Sekolah Inklusif;
Membangun Pendidikan Tanpa Diskriminasi, No. 9. Th.II/2008, Departemen Pendidikan
Nasional, h. 6-9.
35
47
36
melatih,
meneliti,
mengembangkan,
mengelola,
dan/atau
(1)Inventarisasi
pegawai,
(2)Pengusulan
formasi
pegawai,
sarana-prasarana
mengorganisasikan,
mengarahkan,
sekolah
bertugas
mengkordinasikan,
merencanakan,
mengawasi,
dan
37
Dinas Dikmenti dan Kanwil Depag dan sumber lain yang sah. Pembiayaan
pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan inklusif untuk lembaga pendidikan
swasta dibebankan pada anggaran yayasan/lembaga pendidikan swasta yang
bersangkutan51.
Dalam rangka penyelenggaraan pendidikan inklusi, perlu dialokasikan dana
khusus, yang antara lain untuk keperluan: (1)Kegiatan identifikasi input siswa,
(2)Modifikasi kurikulum, (3)Insentif bagi tenaga kependidikan yang terlibat,
(4)Pengadaan sarana-prasarana, (5)Pemberdayaan peran serta masyarakat,
(6)Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar 52.
Penyelenggaraan pendidikan inklusif tidak hanya menjadi tanggung jawab
pemerintah. Stake holder pendidikan lain seperti masyarakat hendaknya selalu
dilibatkan dalam rangka memajukan pendidikan. Apalagi dalam semangat
otonomi daerah dimana pendidikan juga merupakan salah satu bidang yang
didesentralisasikan, maka keterlibatan masyarakat merupakan suatu keharusan.
Dalam rangka menarik simpati masyarakat agar mereka bersedia berpartisipasi
memajukan sekolah, perlu dilakukan berbagai hal, antara lain dengan
memberitahu masyarakat mengenai program-program sekolah, baik program
yang telah dilaksanakan, yang sedang dilaksanakan, maupun yang akan
dilaksanakan sehingga masyarakat mendapat gambaran yang jelas tentang
sekolah yang bersangkutan.
Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif perlu mengelola dengan baik
hubungan sekolah dengan masyarakat agar dapat tercipta dan terbina hubungan
yang baik dalam rangka upaya memajukan pendidikan di daerah.
Dalam pendidikan inklusif terdapat komponen manajemen layanan khusus.
Manajemen layanan khusus ini mencakup manajemen kesiswaan, kurikulum,
tenaga kependidikan, sarana-prasarana, pendanaan dan lingkungan. Kepala
51
Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 116 Tahun 2007
Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi, Pasal 16 dan Pasal 17. Pendanaan penyelenggaraan
pendidikan inklusif tidak ditangani oleh pemerintah pusat. Hal ini dapat dilihat pada Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta
Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa. Tidak
ada satu pasalpun yang menyebutkan bahwa pemerintah pusat terlibat dalam pembiayaan
penyelenggaraan pendidikan inklusif.
52
Direktorat, Policy Brief, h. 8.
38
39
55
56
40
a. Rasional
Layanan pendidikan dan pembelajaran anak berkebutuhan khusus
seharusnya sejalan dan tidak lepas dari prinsip, kebijakan, dan praktik
dalam pendidikan berkebutuhan khusus.
b. Visi dan misi
Model pembelajaran anak berkebutuhan khusus mengarah pada visi dan
misi sebagai sumber pengertian bagi perumusan tujuan dan sasaran yang
harus ditetapkan
c. Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran anak berkebutuhan khusus harus didasarkan pada
visi dan misi pembelajaran yang sudah ditetapkan
d. Komponen dasar model pembelajaran
Berdasarkan pada visi dan misi pembelajaran, komponen-komponen
dasar
model
pembelajaran
anak
berkebutuhan
khusus
dapat
dikelompokkan menjadi:
1) Masukan yang berupa masukan mentah yang terdiri dari elicitors,
behaviors, dan reinforcers, masukan instrumen yang terdiri dari
program, guru kelas, tahapan, dan sarana, dan masukan lingkungan
yang berupa norma, tujuan, lingkungan, dan tuntutan
2) Proses yang terdiri dari atas program pembelajaran individual,
pelaksanaan intervensi, dan refleksi hasil pembelajaran
3) Keluaran berupa perubahan kompetensi setiap peserta didik yang
mempunyai kesulitan atau hambatan perkembangan diri
e. Komponen pendukung sistem model pembelajaran
Komponen pendukung sistem adalah kegiatan-kegiatan manajemen yang
bertujuan untuk memantapkan, memelihara, dan meningkatkan program
pembelajaran57
Proses identifikasi dalam bentuk skrining atau assesment yang dimaksud di
atas dapat digambarkan sebagai berikut:
57
41
1. RUJUKAN GURU
Catatan-catatan dari pengawas SD,
menghubungi orang tua siswa, observasi
guru, dan kemudian memberikan rujukan
pada kepala sekolah
10 hari
2. SKRINING OLEH TIM PANITIA
Dilakukan oleh guru, kepala sekolah,
psikolog, perawat, dokter, ahli terapi guna
mendapatkan rekomendasi dilanjutkan ke
prosedur berikutnya atau dikembalikan ke
kelas reguler
STOP
20 hari
3. REKOMENDASI
OLEH
5
KOMPONEN
- Orang tua yang memberikan evaluasi
tentang anaknya mengenai cara berbicara
berbahasa, dan daya pendengaran
- Assesmen pendidikan
- Laporan hasil skrining oleh tim panitia
khusus
- Rujukan dari guru pengamat
- Kepala sekolah
Waktu evaluasi 45 hari
4. PANITIA PENGESAHAN
Terdiri atas guru, orang tua, para ahli
pendidikan, psikolog, pengawas PLB,
konselor,dan speech terapist
STOP
20 hari
6. PROGRAM
PEMBELAJARAN
INDIVIDUAL (IEP)
8. PENEMPATAN
SISWA
PADA
PROGRAM KEGIATAN SEKOLAH
YANG
COCOK
DENGAN
KEBERADAANNYA
Gambar 2. Prosedur Identifikasi, Evaluasi, Konfirmasi, dan Penempatan Peserta Didik dalam
Pendidikan Luar Biasa (Bandi Delphie, 2006: 8)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan Dinas Pendidikan Provinsi DKI
Jakarta. Adapun waktu penelitian terhitung mulai dari bulan April-Desember
2010.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui:
1. Kebijakan penyelenggaraan pendidikan inklusif di Provinsi DKI Jakarta
2. Implementasi kebijakan penyelenggaraan pendidikan inklusif di Provinsi
DKI Jakarta
C. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode berparadigma deskriptif kualitatif.
Penelitian deskriptif ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang
ada secara alamiah maupun rekayasa manusia. Penelitian deskriptif tidak
memberikan perlakukan, manipulasi atau pengubahan pada variabel, tetapi
menggambarkan suatu kondisi apa adanya 1. Dalam penelitian ini, peneliti hanya
1
42
43
D. Sumber Data
Sumber data penelitian ini terdiri dari dua macam, yaitu sumber data primer
dan sumber data sekunder.
1. Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data
kepada pengumpul data. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil sumber
data primer dari Kepala Bidang TK, SD, dan PLB Dinas Pendidikan DKI
Jakarta, guru satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif, dan
LSM Hellen Keller Internasional (HKI).
2. Sumber data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau
dokumen. Sumber data sekunder dalam penelitian ini berasal dari data
tertulis lembaga
Dengan sumber data primer dan sekunder di atas, penelitian ini diharapkan
dapat memperoleh data-data valid dan holistik yang diperlukan dalam
menganalisa permasalahan yang menjadi fokus penelitian.
2
44
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2008, h. 78.
4
M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu
Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 108.
5
Burhan, Penelitian Kualitatif, h. 121.
45
yang
menggunakan
saling
pendekatan
tumpang
logika
tindih 7.
induktif,
Analisis
dimana
kualitatif
cenderung
silogisme
dibangun
berdasarkan pada hal-hal yang khusus atau data di lapangan dan bermuara pada
kesimpulan-kesimpulan umum8.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
data deskriptif kualitatif. Data-data yang sudah diperoleh dan dikumpulkan
6
46
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta
Jakarta adalah kota yang bisa menjanjikan kehidupan yang nyaman dan
sejahtera, apabila kita semua, dalam hal ini pemerintah dan masyarakat, dapat
menjawab tantangan, menyelesaikan permasalahan dan dapat memanfaatkan
potensi dan peluang yang ada.
Kita telah ketahui bersama bahwa Jakarta tidak memiliki sumber daya alam
sebagaimana di provinsi-provinsi lain, sementara itu Jakarta dihadapkan pada
berbagai permasalahan yang cukup kompleks terkait dengan kedudukan dan
fungsi Jakarta sebagai Ibukota Negara, baik permasalahan penduduk, masalah
ekonomi, maupun terkait dengan permasalahan sosial budaya.
Dari sejumlah permasalahan yang dihadapi kota Jakarta, khususnya yang
terkait dengan sumber daya manusia diperlukan satu solusi untuk penyelesaiannya
antara lain dengan cara meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat
Jakarta agar mereka dapat menjadi sumber daya manusia yang memiliki karakter
terpuji, rasa nasionalisme yang tinggi dan tangguh, kompetensi, keterampilan,
47
48
serta sehat rohani dan jasmani sehingga akan tangguh menghadapi berbagai
tantangan dan permasalahan yang dihadapi Ibukota dan juga dunia global.
Tidak dapat dipungkiri dengan kedudukan Jakarta sebagai Ibukota Negara
Republik Indonesia, Pusat Pemerintahan, Kota Jasa, Pintu Gerbang Dari dan Ke
Manca Negara, Lokasi Perkantoran dan Perwakilan Duta-Duta Bangsa. Sebagai
kota yang tidak memiliki sumber kekayaan alam, maka sumber daya manusia
yang ada harus terus dikembangkan agar bisa sejajar dengan kota-kota besar
lainnya di dunia. Pengembangan sumber daya manusia dapat dilakukan tidak lain
melalui peningkatan mutu pendidikan. Pendidikan memegang peranan penting
dan sebagai salah satu kunci keberhasilan pembangunan nasional dan daerah.
Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan di Provinsi DKI Jakarta harus dilandasi
dengan kemampuan dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (serta
imtak) yang merupakan cerminan keberhasilan bangsa Indonesia dimasa
mendatang.
Untuk membentuk sumber daya manusia yang memiliki karakter tersebut harus
dipersiapkan melalui suatu proses pembelajaran dan pendidikan pada lembaga
pendidikan yang memiliki kualitas, baik pada lembaga pendidikan jalur
pendidikan formal, non formal, dan informal.
Semua anggota masyarakat, bersama dengan seluruh jajaran Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta memiliki tanggungjawab untuk mencari solusi dalam
menyelesaikan permasalahan sekaligus mengelola dan memanfaatkan potensi dan
peluang yang ada. Untuk itulah diperlukan adanya kebersamaan dalam pelayanan
pendidikan di Provinsi DKI Jakarta untuk membangun sumber daya manusia
dalam mencapai cita-cita dan menjadikan Provinsi DKI Jakarta menjadi sesuai
visi yaitu Jakarta yang Nyaman dan Sejahtera untuk Semua.
Dalam penyelenggaraan pendidikan harus berorientasi pada masa depan,
karena ke depan tantangan pendidikan akan semakin kompleks seiring dengan
persaingan global sehingga pendidikan harus terus-menerus
melakukan
49
pendidikan
yang
kompetitif
untuk
menghadapi
perubahan
3. Meningkatkan standar kualitas layanan pendidikan
4. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan
pengelolaan pendidikan
5. Penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik2
Penjelasan makna atas pernyataan misi dimaksud adalah:
1
2
50
formal
dan
nonformal,
sehingga
dirasakan
oleh
pelayanan
pendidikan
dengan
selalu
mengupayakan
51
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
penatausahaan,
penyetoran,
pelaporan,
dan
penatausahaan,
penggunaan,
pemeliharaan,
dan
52
materi
pendidikan
agama,
kewarganegaraan
dan
ekstrakurikuler
e. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan (kecakapan hidup) serta mutu
lulusan
f. Peningkatan
pendidikan
nonformal
dan
informal
keterampilan masyarakat
g. Pembinaan perguruan tinggi4
5. Strategi Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta
3
4
(PNFI)
dan
53
pendidikan-pendidikan
alternatif
khususnya
Pendidikan
54
j.
JML
2249
2000
1733
1742
1500
937
1000
753
631
512
497
306
500
116
574
381
175
62
35
0
TK
7
8
SD
SMP
SMA
SMK
PKBM
210
55
862882
JML
800000
670559
700000
600000
500000
363187
400000
300000
227722
192323
200000
92779
177617
135465 91886
85731
93388
199599
157751
41848
100000
609
3933
TK
SD
SMP
SMA
SMK
PKBM
Gambar di atas menunjukkan bahwa jumlah total siswa yang ada terdapat di
sekolah-sekolah di Provinsi DKI Jakarta yaitu 1.696.673 siswa. Mereka
yang menempuh pendidikan di sekolah negeri berjumlah 1.032.624 siswa.
Adapun yang menempuh pendidikan di sekolah swasta berjumlah 664.049
siswa.
Jumlah pendidik di Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada gambar di
bawah ini:
56
Gambar 510
Jumlah Pendidik di Provinsi DKI Jakarta
45000
JML
40176
40000
35000
30918
30000
28802
25000
21095
20000
15849
15917
15000
10000
8938 8995
11374
11242
9853
12696
9144
6773
3153
5000
57
0
TK
SD
SMP
SMA
SMK
PKBM
57
sistem
penyelenggaraan
pendidikan
yang
memberikan
11
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 15, Pasal
32, dan Penjelasan Pasal 15
12
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif
bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat
Istimewa
58
Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Sistem Pendidikan
59
Wawancara dengan Septi Novida, Kepala Bidang TK, SD, PLB Dinas Pendidikan Provinsi
DKI Jakarta (23 November 2010 Pukul 07.30) di Kantor Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta
15
Wawancara dengan Septi Novida
60
16
Wawancara dengan Sukarto, Guru Inklusi SMP Negeri 223 Pasar Rebo (9 Desember 2010,
Pukul 13.00) di ruang guru SMP Negeri 223 Pasar Rebo
17
Wawancara dengan Fitri, Hellen Keller Internasional (HKI) (26 Nopember 2010 Pukul
10.00) di ruang pelatihan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta
18
Wawancara dengan Suparno, Manajer Program Inklusi SMA Negeri 66 Cilandak (17
Desember 2010 Pukul 12.30) di ruang guru SMA Negeri 66 Cilandak
19
MIF. Baihaqi dan M. Sugiarmin, Memahami dan Membantu Anak ADHD, (Bandung: PT.
Refika Aditama, 2006), h. 75-76.
61
62
c. Tunawicara
d. Tunagrahita
e. Tunadaksa
f. Tunalaras
g. Berkesulitan belajar
h. Lamban belajar
i. Autis
j. Memiliki gangguan motorik
k. Menjadi korban penyalahgunaan narkoba, obat terlarang, dan zat adiktif
lainnya
l. Memiliki kelainan lainnya
m. Tunaganda22
Dalam Pergub Nomor 116 Tahun 2007 disebutkan bahwa peserta didik
berkebutuhan khusus yang dimaksud dalam pendidikan inklusif yaitu:
a. Siswa dengan gangguan penglihatan
b. Siswa dengan gangguan pendengaran
c. Siswa dengan gangguan wicara
d. Siswa dengan gangguan fisik
e. Siswa dengan kesulitan belajar
f. Siswa dengan gangguan lambat belajar
g. Siswa dengan gangguan pemusatan pemikiran
h. Siswa cerdas istimewa, dan
i. Siswa yang memiliki kebutuhan khusus secara sosial23
Dengan pembatasan ini, maka tidak semua peserta didik yang memiliki
kekurangan dapat menjadi peserta didik pendidikan inklusif. Dalam
implementasi di lapangan ditemukan data bahwa tidak semua kelainan yang
dikategorikan pemerintah ke dalam jenis kelainan atau kebutuhan khusus
dapat ditemukan di sekolah sekolah reguler. Hal ini diakui oleh Kepala
22
23
63
64
65
LANDASAN
A. PUSAT
1. UU
2. PP
3. Kebijakan
B. PEMERINTAH
DAERAH
1. Perda
2. Pergub
3. Kebijakan
4. Program
24
J. David Smith, Inklusi, Sekolah Ramah untuk Semua, (Bandung: Penerbit Nuansa, 2006), h.
25
45
66
dan/atau
Bakat
Istimewa
mengatur
pelaksanaan
pendidikan inklusif.
- Kebijakan
b. Pemerintah Daerah
- Peraturan Daerah (Perda)
Provinsi DKI Jakarta memiliki Peraturan Daerah (Perda) yang
didalamnya memuat aturan mengenai pendidikan inklusif. Perda yang
dimaksud yaitu Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2006 Tentang
Sistem Pendidikan.
- Peraturan Gubernur (Pergub)
Peraturan Gubernur (Pergub) yang mengatur penyelenggaraan
pendidikan inklusif di Provinsi DKI Jakarta yaitu Peraturan Gubernur
Nomor 116 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi.
- Kebijakan
- Program
67
dengan
menunjuk
sekolah-sekolah
reguler
untuk
68
dan
(satu)
satuan
pendidikan
menengah
untuk
pendidikan
inklusi.
Untuk
tingkat
SMA/SMK,
Surat Edaran Dirjen Dikdasmen No. 380/C.C6/MN/2003 Tanggal 20 Januari 2003 Perihal
Pendidikan Inklusif
28
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009
29
Peraturan Gubernur Nomor 116 Tahun 2007
69
201030.
Sekolah-sekolah
yang
menyelenggarakan
program
Nama Sekolah
Alamat
Kecamatan
Pesanggrahan
TK Negeri Cipete
Cilandak
Bambu
Duren Sawit
Danau
Johar Baru
Toba
Pejompongan
Tanah Abang
19
Cempaka Putih
SDN Kartini 02
Sawah Besar
Sawah Besar
Sawah Besar
SDN Petamburan 01 Pg
Jl. Petamburan IV
Tanah Abang
Tanah Abang
SDN Kenari 01
Senen
10
SDN Bungur 01 Pg
Senen
30
Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor
1190/2010 Tentang Penunjukkan Nama-nama TK, SD, SMP, dan SMA/SMK Penyelenggara
Pendidikan Inklusif di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010
31
Lampiran Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Nomor 1190/2010 Tentang Penunjukkan Nama-nama TK, SD, SMP, dan SMA/SMK
Penyelenggara Pendidikan Inklusif di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010 Tanggal 19-08-2010
70
11
Menteng
12
SDN Cikini 01 Pg
Menteng
13
Cempaka Putih
14
Cempaka Putih
15
Johar Baru
Johar Baru
17
SDN Cideng 11 Pt
Gambir
18
Gambir
19
SDN Serdang 01 Pt
Kemayoran
Kemayoran
Gading
Kelapa Gading
SDN Merunda 02
01/01
Jl.
Komplek
Cilincing
Nelayan
23
SDN Pluit 06
Penjaringan
24
Tanjung Priok
SDN Cilincing 05 Pg
No. 2
Cilincing
26
Cilincing
Blok R
Koja
28
Koja
SDN Penjaringan 11
80
Penjaringan
30
Penjaringan
31
Tanjung Priok
32
Tanjung Priok
71
SDN Ancol 03 Pg
09-04
Pademangan
34
Pademangan
35
Kelapa Gading
36
SDN Slipi 18 Pg
Palmerah
37
Kebon Jeruk
Jl.
Lapangan
Jabek
38
Komp. Mega
Kembangan
39
Kembangan
Jl.
40
SDN Joglo 04 Pg
002/08
Kembangan
41
42
Kebon Jeruk
SDN Jatipulo 08 Pg
004/01
Palmerah
Bandung
Palmerah
31
Tambora
46
Tambora
47
SDN Pinangsia 02 Pg
Tamansari
SDN Krukut 03 Pg
Tamansari
Pg
III/3
Grogol
50
SDN Jelambar 03 Pg
Grogol
51
SDN Pegadungan 11 Pg
Kalideres
52
SDN Kamal 02 Pg
Kalideres
53
Cengkareng
54
Cengkareng
72
55
Setiabudi
56
Kebayoran Baru
57
Cilandak
58
Cilandak
59
Cilandak
60
Jl. Anggus II
Cilandak
Mampang
61
Prapatan
62
Pasar Minggu
63
SDN Ragunan 11 Pg
Jl. Harsono RM
Pasar Minggu
64
Jl. RS Fatmawati
Cilandak
65
Cilandak
66
SDN Pesanggrahan 03 Pg
Jl. Kodam
Pesanggrahan
67
Pesanggrahan
68
Pesanggrahan
Kebayoran
69
Jl. Kemandoran I
Lama
70
SDN Pulo 05 Pg
Kebayoran Baru
71
Kebayoran Baru
72
SDN Pancoran 05 Pg
Pancoran
73
Pancoran
Mampang
74
Prapatan
Kamboja
Prapatan
76
Setiabudi
77
SDN Setiabudi 01
Setiabudi
78
Jagakarsa
79
80
SDN Gedong 04
Jl.
Raya
Condet
73
012/03
81
SDN Kramatjati 24
Kramatjati
82
Makasar
83
Kramatjati
Jl.
Raya
Condet
Gg.
84
SDN Gedong 12
Masjid
Pasar Rebo
85
SDN Gedong 03
Pasar Rebo
86
Jatinegara
87
SDN Cipayung 09 Pt
Cipayung
88
Cakung
89
SDN Jatinegara 05 Pg
Cakung
90
Pulo Gadung
91
Jl. Mugeni I
Pulo Gadung
92
SDN Rawabunga 16 Pg
Jatinegara
93
SDN Bidaracina 04 Pt
Jatinegara
30
Matraman
95
Matraman
96
Duren Sawit
97
SDN Klender 17 Pt
Duren Sawit
98
SDN Ciracas 13 Pt
Ciracas
99
SDN Susukan 13 Pt
Ciracas
Kramat Jati
001/01
Kramat Jati
Makasar
Makasar
010/01
Pasar Rebo
Pasar Rebo
74
Cipayung
Cipayung
Jl. Pertengahan
Pasar Rebo
Kramatjati
Kramatjati
Ciracas
Cipayung
Makasar
AD
Cipayung
Jl. Cakrawala No 01
Makasar
226
Jatinegara
Jatinegara
118 Pg
Jatinegara
Jl. Kelurahan I
Duren Sawit
Duren Sawit
SMPN 118
Cempaka Putih
SMPN 183
Kemayoran
Jl.
Harapan
Mulia
SMPN 269
Kemayoran
Cempaka Putih
SMPN 4
Sawah Besar
SMPN 70
Jl. H. Awaludin IV
Tanah Abang
SMPN 42
Pademangan
SMPN 120
No. 9
Penjaringan
SMPN 122
Penjaringan
SMPN 114
Jl.
HM.
Darpi
Plum Koja
75
Semper
10
SMPN 266
Cilincing
SMPN 270
Pgangs Dua
Kelapa Gading
SMPN 264
Rawa Buaya
Cengkareng
SMPN 191
Kebon
Jeruk
Jl.
Kebon Jeruk
Kamal
Raya
14
SMPN 248
Cengkareng Timur
Cengkareng
15
SMPN 207
Kembangan
16
SMPN 63
Tambora
SMPN 271
Selatan VI/F1
Kebon Jeruk
18
SMPN 226
Pondok Labu
19
SMPN 240
Gandaria Utara
20
SMPN 235
Pesanggrahan
SMPN 16
Grogol Utara
Lama
22
SMPN 276
Jagakarsa
Jl.
Profesor
Supomo
23
SMPN 15
Menteng
Tebet
24
SMPN 223
Pasar Rebo
25
SMPN 36
Jl. Pedati
Jatinegara
26
SMPN 62
Jatinegara
27
SMPN 259
Cipayung
28
SMPN 165
Duren Sawit
29
SMPN 287
Makasar
SMPN 90
Jatinegara
Cakung
76
SMPN 232
Pisang Timur
Pulo Gadung
SMA Negeri 5
Kemayoran
SMK Negeri 27
Senen
Jl.
3
SMA Negeri 40
Budi
Mulia
Raya
Pademangan
Pademangan
SMK Negeri 33
Gading
Kelapa Gading
Utara
Kembangan
SMK Negeri 13
Palmerah
SMA Negeri 66
Labu
Cilandak
SMK Negeri 30
Jl. Pakubuwono 6
Kebayoran Baru
SMA Negeri 54
Jatinegara
SMK Negeri 58
TMII
Cipayung
Sebagai Daerah Khusus Istimewa dan daerah otonom, Provinsi DKI Jakarta
telah mengeluarkan peraturan daerah dalam bentuk Peraturan Gubernur
Nomor 116 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi.
Secara umum, tidak ada perbedaan antara Pergub tersebut dengan peraturanperaturan di atasnya seperti Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang
Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat
Istimewa. Kedua peraturan tersebut secara teknis memberikan ketentuanketentuan umum mengenai pelaksanaan pendidikan inklusif.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional berlaku secara nasional, sedangkan
Peraturan Gubernur berlaku hanya di Provinsi DKI Jakarta. Yang
77
No
Kecamatan
Kotamadya/Kabupaten
Sekolah Inklusif
TK
SD
SMP
SMA/SMK
Gambir
Jakarta Pusat
Tanah Abang
Jakarta Pusat
Menteng
Jakarta Pusat
78
4
5
Senen
Cempaka
Putih
Jakarta Pusat
Jakarta Pusat
Johar Baru
Jakarta Pusat
Kemayoran
Jakarta Pusat
Sawah Besar
Jakarta Pusat
20
Jumlah
9
Tamansari
Jakarta Barat
10
Tambora
Jakarta Barat
11
Palmerah
Jakarta Barat
Jakarta Barat
12
Grogol
Petamburan
13
Kebon Jeruk
Jakarta Barat
14
Kembangan
Jakarta Barat
15
Cengkareng
Jakarta Barat
16
Kalideres
Jakarta Barat
19
Jakarta Selatan
Jakarta Selatan
Jumlah
17
18
Kebayoran
Baru
Kebayoran
Lama
19
Pesanggrahan
Jakarta Selatan
20
Cilandak
Jakarta Selatan
21
Pasar Minggu
Jakarta Selatan
22
Jagakarsa
Jakarta Selatan
Jakarta Selatan
23
Mampang
Prapatan
24
Pancoran
Jakarta Selatan
25
Tebet
Jakarta Selatan
26
Setiabudi
Jakarta Selatan
79
Jumlah
22
27
Matraman
Jakarta Timur
28
Pulo Gadung
Jakarta Timur
29
Jatinegara
Jakarta Timur
30
Duren Sawit
Jakarta Timur
31
Kramat Jati
Jakarta Timur
32
Makasar
Jakarta Timur
33
Pasar Rebo
Jakarta Timur
34
Ciracas
Jakarta Timur
35
Cipayung
Jakarta Timur
36
Cakung
Jakarta Timur
38
Jumlah
37
Cilincing
Jakarta Utara
38
Koja
Jakarta Utara
Jakarta Utara
39
Kelapa
Gading
40
Tanjung Priok
Jakarta Utara
41
Pademangan
Jakarta Utara
42
Penjaringan
Jakarta Utara
15
Kepulauan Seribu
Kepulauan Seribu
Jumlah
Jumlah Total
120
31
10
Jumlah
43
44
Kepulauan
Seribu Utara
Kepulauan
Seribu Selatan
80
Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta, dari
http://www.depdagri.go.id/media/filemanager/2010/01/29/1/1/11__dki_jakarta.pdf, 23 Januari
2011
81
Masing-masing
Kotamadya
memiliki
SMA/SMK
yang
terkait
dengan
kesiswan
pendidikan
inklusif
82
33
34
83
Satuan
pendidikan
penyelenggara
pendidikan
inklusif
35
36
84
pendidikan
inklusif
telah
merencanakan program
perkembangan
kognitif
dan
perkembangan
sosial
melalui
39
37
85
Tabel 340
Daftar Nama Sekolah Inklusif Penerima Subsidi Beasiswa
Tahun Anggaran 2010
Jumlah
No
Nama Sekolah
Alamat
Wilayah
Peserta
Didik
Beasiswa /1
Tahun
30
3.600.000
23
2.760.000
12
1.440.000
22
2.640.000
23
2.760.000
Utara
26
3.120.000
71
8.520.000
57
6.840.000
66
7.920.000
Percetakan Pusat
Negara II A
SDN
Royong Gg. E
Bendhil Jl. Danau Toba Pusat
01 PG
5
Gotong Pusat
Pejompongan
SDN
Gading
Timur HII
04 PG
6
SDN
Bambu 02 PG
7
SDN
02 PAGI
Rt.
003/07
Marunda
8
SD
Dalam
Negeri Jl.
Lap.
Jabek Barat
40
Lampiran I Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Nomor 1449/2010
Tanggal 13 Oktober 2010
86
06 Pagi
10
50
6.000.000
Pertanian Selatan
14
1.680.000
Gunung Selatan
10
1.200.000
18
2.160.000
32
3.840.000
14
1.680.000
Selatan
32
3.840.000
23
2.760.000
24
2.880.000
50
6.000.000
10
1.200.000
24 Pagi
11
SDN
Lebak Jl.
Bulus 03
12
III/58
SDN
Lebak Jl.
Bulus 06 Pagi
Balong
Lebak
Bulus
13
SDN
Cipete Jl.
Selatan 08 PT
Anggur
Komplek
II Selatan
BRI
Cilandak
14
SDN
Atas 04 PG
15
SDN
Cipete Jl.
Selatan 04
Anggur
Komplek
II Selatan
BRI
Cilandak
16
SDN
Utara 12 PG
17
SDN
Bulus 02 PAGI
No.
59
Lebak
Bulus
18
SDN
Mampang
01 V Rt 10/02
PAGI
19
SDN
Kebon Jl.
Pala 03
20
TK
Jengki
Cip. Timur
Pembina DKI
Pd. Bambu
87
21
SDN
24
2.880.000
35
4.200.000
25
3.000.000
31
3.720.000
40
4.800.000
Rt. Timur
27
3.240.000
26
3.120.000
04 Pagi
22
SDN
Gedong
Gedong Jl. Raya Condet Timur
12 Pagi
Gg. Pembangunan
II
23
Pertengahan Timur
Rt.
06/07
Cijantung
24
SDN
03 Pagi
25
SDN
Gedong
Kramat Jl. Kerja Bakti Rt. Timur
Jati 24 Pagi
26
SDN
Kramat Jl.
Jati 16 Pagi
27
003/09 No. 40
09 PTG
Langgar
008/10
005/02
b. Kurikulum
Kurikulum yang digunakan dalam proses pembelajaran pendidikan
inklusif sama dengan kurikulum yang digunakan dalam proses
pembelajaran pendidikan inklusif karena program pendidikan inklusif
dilaksanakan di sekolah-sekolah reguler.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009
disebutkan bahwa satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif
menggunakan
kurikulum
tingkat
satuan
pendidikan
yang
88
42
Peraturan Gubernur Nomor 116 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi
Wawancara dengan Septi Novida
44
Wawancara dengan Sukarto
45
Wawancara dengan Suparno
43
89
khusus belajar di ruang kelas yang sama seperti halnya anak-anak reguler
yang tidak digolongkan ke dalam peserta didik berkebutuhan khusus.
Kurikulum yang digunakan saat ini adalah Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Jika memang diperlukan, pihak sekolah melakukan
modifikasi terhadap kurikulum sesuai dengan kebutuhan peserta didik
berkebutuhan khusus di kelas.
c. Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif di Provinsi DKI Jakarta,
Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta menyiapkan tenaga pendidik agar
dapat memahami konsep dan pelaksanaan pendidikan inklusif yang
benar. Penyiapan tenaga pendidikan tersebut dilakukan dengan cara
mengadakan pelatihan kepada guru-guru sekolah penyelenggara program
pendidikan inklusif. Pelatihan ini dilaksanakan bekerjasama dengan LSM
Hellen Keller Internasional (HKI) yang memiliki konsen, salah satunya,
dalam pendidikan inklusif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dra. Septi
Novida, yaitu:
Kebijakan mengenai tenaga pendidik sendiri hingga sekarang kami
melakukan pemberdayaan guru-guru di sekolah reguler agar dapat
memahami konsep inklusif sehingga mereka dapat melayani anakanak berkebutuhan khusus. Hingga kini memang kami sedang
berusaha agar pengetahuan mengenai pendidikan inklusif dapat
dipahami dengan baik oleh para pendidik, terutama mereka yang
terlibat dalam penyelenggaraan program pendidikan inklusif. Kami
sendiri memiliki kebijakan agar anak-anak berkebutuhan khusus
dalam satu kelas tidak lebih dari 2 orang sehingga guru sendiri tidak
kerepotan dalam menangani anak-anak berkebutuhan khusus. Tugas
guru GPK nantinya adalah membantu anak-anak berkebutuhan khusus
agar dapat mengikuti pembelajaranKami sendiri menjalin kerjasama
dengan Hellen Keller Internasional (HKI) sejak tahun 2003 dimana
kami dengan HKI menyelenggarakan pelatihan untuk guru-guru di
sekolah reguler agar dapat melayani dan membimbing anak-anak
berkebutuhan khusus di sekolah reguler penyelenggara program
pendidikan inklusif46
46
90
yang
91
92
51
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 41
93
94
54
95
96
Alamat
Kecamatan
Wilayah
Jl. Percetakan
Johar Baru
Pusat
Pagi
Negara II A
Cempaka
Pusat
Barat 16 Pagi
Barat XIX
Putih
Kramat Jati
Timur
Pagi
003/09 No. 40
Kebon Jeruk
Barat
07 Pagi
Pengumben Rt.
Palmerah
Barat
Senen
Pusat
Pulo Gadung
Timur
Cilandak
Selatan
002/08 Sukabumi
Selatan
5
TK Aisyiyah 31
Jl. Salemba
Bluntas I/77
Salemba Paseban
Jl. Jatinegara
14 Pagi
Kaum 10/3
Pagi
97
Cilincing
Utara
Jl. Pramukasari I
Cempaka
Pusat
No. 19
Putih
Johar Baru
Pusat
Pagi
Gang 2
SDN Rawabadak
Jl. Mundari
Koja
Utara
Selatan 07 Pagi
Bendungan
Penjaringan
Utara
Duren Sawit
Timur
Sawah Besar
Pusat
Rt. 003/07
10
11
12
Melayu
Rawabadak
13
14
TK Negeri Pembina
DKI Jakarta
Pondok Bambu
Duren Sawit
15
16
Barat
17
Kebayoran
Selatan
Baru
Penjaringan
Utara
Pasar Rebo
Timur
Pasar Rebo
Timur
18
Raya No. 9
19
20
Tabel 5
Daftar Nama Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif
98
Nama Sekolah
Alamat
Kecamatan
Wilayah
Cempaka
Pusat
Barat 16 Pagi
Barat XIX
Putih
Cilincing
Utara
Kembangan
Barat
Setiabudi
Selatan
Kramat Jati
Timur
Rt. 003/07
3
06 Pagi
002/001 Mega
SDN Mentas 04
Pagi
003/09 No. 40
60
61
99
sekolah
sendiri
sudah
mengalokasikan
dana
untuk
100
tidak dapat disatukan. Ini bagian dari strategi pembelajaran yang dapat
dipraktikkan oleh guru62
Hal senada juga diungkapkan oleh guru inklusi SMP Negeri 223 Pasar
Rebo yang menyatakan:
Dari awal sudah disampaikan bahwa di sekolah ini ada siswa yang
berkebutuhan khusus sebelum tahun ajaran baru dimulai. Informasi ini
kami sampaikan di kelas-kelas agar guru-guru di sini mengetahui
kondisi yang ada di sekolah Selain itu, ada juga anak-anak
berkebutuhan khusus yang diberi catatan oleh psikolog. Hal ini
diperlukan karena masing-masing siswa berkebutuhan khusus
memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Misalnya siswa tuna netra
yang bisa saja duduk di belakang atau duduk di depan kelas. Contoh
lain misalnya siswa tuna rungu yang harus duduk di depan. Pada awal
proses belajar mengajar, kami menginformasikan kepada wali kelas
untuk membuat denah yang disesuaikan dengan kondisi anak-anak
berkebutuhan khusus63
Manajer program inklusi SMA Negeri 66 Cilandak juga menyatakan hal
yang serupa yaitu:
Proses pembelajaran bagi anak-anak berkebutuhan khusus
disamakan dengan anak-anak reguler lainnya64
Pada
prinsipnya,
peserta
didik
berkebutuhan
khusus
diberikan
101
George Morrison, Early Childhood Education Today, (New Jersey: Pearson Education Inc.,
2009), h. 462.
66
Sip Jan Pijl dan Cor J.W.Meijer, Factor In Inclusion: A Framework dalam Sip Jan Pijl (eds.),
Inclusive Education; A Global Agenda, (London: Routledge, 1997), h. 12.
102
103
kebijakan,
dikaitkan
dengan
formulasi
kebijakan
kebijakan,
dikaitkan
dengan
dilegitimasinya
kebijakan
kebijakan,
dikaitkan
dengan
pelaksanaan
kebijakan
Budi Winarno, Kebijakan Publik: Teori dan Proses, (Yogyakarta: Media Presindo, 2007), h.
34
71
104
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan mengenai kebijakan
penyelenggaraan pendidikan inklusif di Provinsi DKI Jakarta, didapati
kesimpulan sebagai berikut:
1.
2.
105
106
4.
5.
Peraturan
Gubernur
Nomor
116
Tahun
2007
Tentang
107
B. Saran
Beberapa saran yang dapat penulis kemukakan dalam penelitian ini yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
108
8.
DAFTAR PUSTAKA
Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009
Anderson, James E., dkk., Public Policy and Politics in America, California:
Brooks/Cole Publishing Company, 1984, cet. ke-2
_________________, Public Policy Making, New York: Holt, Rinehart and Winston,
1984, cet. ke-3
_________________, Public Policy Making: An Introduction, Boston: Houghton
Mifflin Company: 1994, cet. ke-2
Baihaqi, MIF. dan M. Sugiarmin, Memahami dan Membantu Anak ADHD, Bandung:
PT. Refika Aditama, 2006
Barton, Len dan Felicity Armstrong, Policy, Experience, and Change; Cross Cultural
Reflection on Inclusive Education, Dordrecht: Springer, 2007
Bungin, M. Burhan, Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,
dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana, 2009
Danim, Sudarwan, Pengantar Studi Penelitian Kebijakan, Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2005), cet. ke-3
Delphie, Bandi, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Setting Pendidikan
Inklusi, Bandung: PT. Refika Aditama, 2006
_______, Bandi, Pembelajaran Anak Tunagrahita; Suatu Pengantar dalam
Pendidikan Inklusi, Bandung: PT. Refika Aditama, 2006
Denhardt, Robert B. dan Janet V. Denhardt, Public Administration: An Action
Orientation, Boston: Wadsworth, 2009
Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Rencana Strategis Dinas Pendidikan Provinsi
DKI Jakarta Tahun 2009-2013
http://www.depdagri.go.id/media/filemanager/2010/01/29/1/1/11__dki_jakarta.pdf
Islamy, M. Irfan, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, Jakarta: Bina
Aksara, 1988, cet. ke-3
Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor
842/2009 Tentang Penunjukkan Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi TK,
SD, SMP yang Mendapatkan Biaya Operasional Tahun Anggaran 2009
Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor
1190/2010 Tentang Penunjukkan Nama-nama TK, SD, SMP, dan SMA/SMK
Penyelenggara Pendidikan Inklusif di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010
Lindgren, Henry Clay, Educational Psychology in the Classroom, Tokyo: Charles E.
Tuttle Company, 1967, cet. ke-3
Moloeng, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2009
Morrison, George S., Early Childhood Education Today, New Jersey: Pearson
Education Inc., 2009
Muslim, al Imam Abi Husain bin al Hajjaj, Shahih Muslim, Kairo: Daar Ibnu Al
Haitam, 2001
Nawawi, Hadari dan Martini Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial,
Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1995
Nawawi, Ismail, Public Policy; Analisis, Strategi, Advokasi, Teori, dan Praktek,
Surabaya: PMN, 2009
Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif, Direktorat Pembinaan
Sekolah Luar Biasa Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah Departemen Pendidikan Nasional, 2007
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 116 Tahun 2007
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan
Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi
Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
Winarno, Budi, Kebijakan Publik: Teori dan Proses, Yogyakarta: Media Presindo,
2007
Oleh:
Kamal Fuadi
105018200722
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan
Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
Kamal Fuadi
105018200722
Di bawah Bimbingan
(....)
(....)
(....)
(....)
(....)
(....)
(....)
Mengetahui
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
ABSTRAKSI
Kamal Fuadi, 105018200722, Analisis Kebijakan Penyelenggaraan Pendidikan
Inklusif di Provinsi DKI Jakarta
Pemerintah Indonesia memiliki komitmen untuk menyelenggarakan pendidikan
demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak
asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa yang
diwujudkan dengan menyelenggarakan pendidikan inklusif. Provinsi DKI Jakarta
merupakan satu-satunya daerah yang mengeluarkan kebijakan khusus
penyelenggaraan pendidikan inklusif yang tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor
116 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. Kebijakan
penyelenggaraan pendidikan inklusif masih menyisakan berbagai permasalahan
seperti belum adanya pemahaman mengenai kebijakan penyelenggaraan pendidikan
inklusif, belum tertampungnya anak-anak yang teridentifikasi berkebutuhan khusus
dalam sekolah-sekolah inklusif dan belum tersedianya sumber daya pendidik sekolah
inklusif yang memadai.
Penelitian yang menggunakan metode kualitatif deskriptif ini berusaha untuk
mendeskripsikan kebijakan penyelenggaraan pendidikan inklusif dan implementasi
kebijakan tersebut di Provinsi DKI Jakarta. Peneliti melakukan wawancara dengan
Kepala Bidang TK, SD, PLB Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Koordinator
Program Opportunity for Vulnerable Children (OVC) Hellen Keller International
(HKI), dan Guru Program Pendidikan Inklusif di SMP Negeri 223 Pasar Rebo Jakarta
Timur dan SMA Negeri 66 Cilandak Jakarta Selatan.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa, pertama, pendidikan inklusif yang
diselenggarakan di Provinsi DKI Jakarta cenderung untuk mendeskripsikan
penyatuan anak-anak berkelainan (penyandang hambatan/cacat) ke dalam program
sekolah. Keberadaan peserta didik dengan kecerdasan dan/atau bakat istimewa tidak
banyak menjadi isu dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif. Kedua,
penyelenggaraan pendidikan inklusif tidak menggunakan model sebagaimana
terdapat dalam literatur dan ketentuan umum pendidikan inklusif. Model hanya
merupakan bagian dari strategi yang perlu diketahui dan dilaksanakan guru. Ketiga,
belum semua kategori anak berkebutuhan khusus diterima menjadi peserta didik
program pendidikan inklusif. Hal tersebut berkaitan dengan belum terpenuhinya
sumber daya sekolah yang memadai. Keempat, penunjukkan sekolah-sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif di Provinsi DKI Jakarta melebihi ketentuan yang
ditetapkan pemerintah pusat. Kelima, Pemerintah Provinsi DKI selalu bekerja sama
dengan pihak sekolah dengan memberikan pelatihan bagi guru-guru inklusi, bantuan
finansial, bantuan sarana dan prasarana, dan beasiswa bagi sekolah-sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif.
Kata Kunci: Kebijakan, Pendidikan Inklusif
Kata Pengantar
Bismillaahirrahmaanirraahiim
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang tak pernah berhenti
melimpahkan rahmat dan ridla-Nya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat penulis
selesaikan. Shalawat teriring salam penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
keluarga, sahabat, tabiin, dan para pengikut beliau yang setia menjalankan ajaranajarannya hingga akhir zaman.
Penulisan skripsi ini bukan sekadar pemenuhan kewajiban tugas akhir yang harus
penulis tunaikan sebagai mahasiswa untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan
(S.Pd) pada Program Studi Manajemen Pendidikan Jurusan Kependidikan Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Namun lebih
jauh penulisan skripsi ini merupakan pembuktian penulis sebagai mahasiswa untuk
menulis sebuah karya tulis di akhir masa kuliah.
Dengan selesainya penulisan skripsi ini, penulis sampaikan rasa terima kasih kepada
semua pihak yang telah berperan kepada penulis baik semasa penulis berkuliah
maupun semasa penulis menyelesaikan penulisan skripsi ini. Dengan segala
kerendahan dan ketulusan hati, penulis menghaturkan terima kasih kepada:
1.
Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Dosen Pembimbing Skripsi
yang telah meluangkan waktu di tengah kesibukan beliau untuk memberikan
arahan selama penulis menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi
2.
3.
4.
5.
6.
Bapak Dr. Taufik Yudi Mulyanto, M.Pd, Kepala Dinas Pendidikan dan Ibu
Drs. Septi Novida, M.Pd, Kepala Bidang TK/SD/PLB Dinas Pendidikan
Provinsi DKI Jakarta beserta staf dan jajarannya yang telah memfasilitasi
penulis untuk mengadakan penelitian di lingkungan Dinas Pendidikan
Provinsi DKI Jakarta
7.
Bapak Drs. Sugiyono, M.Pd, M.Si, Kepala Sekolah SMA Negeri 66 Jakarta
dan Bapak Dr. H.A. Otjin Kusnadie, M.Pd, Kepala Sekolah SMP Negeri 223
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan
penelitian dan wawancara
8.
9.
Bapak Drs. Moh. Djazeri (alm) dan Ibu Dra. Umi Azizah, orangtua penulis
yang selalu mendidik, membimbing, memberikan nasehat dan dukungan, serta
doa dimanapun penulis berada
10. Fikri Ali, SE, Muthmainnah (feat. Muhammad Nidzam Ardiyan) dan Rofik
Habibi, kakak-kakak penulis yang tidak pernah lelah memotivasi. Muhammad
Auva Ahdi, Charis Luthfi, dan Shovia Afida, adik-adik penulis yang selalu
menjadi penyemangat. Kalian yang terbaik yang penulis miliki
11. Bapak Prof. Dr. Ali Mustafa Yaqub, MA, Khadim Mahad Aly DARUS
SUNNAH, guru dan orang tua penulis, yang telah mengenalkan lebih jauh
kepada penulis mengenai arti istiqamah dan totalitas dalam mendalami ilmu.
minimal bagi diri penulis. Akhirnya hanya kepada Allah jua segala sesuatu penulis
kembalikan. Wallaahu Alamu Bi As Shawab.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL ................................................................. vi
BAB I : PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah............................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ..................................................................... 8
C. Pembatasan Masalah .................................................................... 9
D. Perumusan Masalah ..................................................................... 9
E. Manfaat Penelitian ....................................................................... 9
BAB II : KAJIAN TEORI ............................................................................ 10
A. Kebijakan .................................................................................... 10
1. Pengertian Kebijakan ............................................................. 10
2. Tahap-Tahap Kebijakan ......................................................... 14
3. Analisis Kebijakan ................................................................. 16
B. Pendidikan Inklusif
1. Pengertian Pendidikan Inklusif .............................................. 20
2. Landasan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif..................... 25
3. Model Pendidikan Inklusif .................................................... 27
4. Komponen Pendidikan Inklusif ............................................. 31
5. Pembelajaran Model Inklusif di Kelas Reguler ...................... 35
BAB III : METODE PENELITIAN ............................................................... 39
A. Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................... 39
B. Tujuan Penelitian ......................................................................... 39
C. Metode Penelitian ........................................................................ 39
Gambar 2
Hal. 18
Hal. 38
Gambar 3
Gambar 4
Hal. 52
Gambar 5
Hal. 53
Gambar 6
Hal. 62
Tabel
Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Hal. 74
Hal. 82
Tabel 5
Hal. 93
Hal. 95
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki komitmen tinggi terhadap upaya
pencerdasan bangsa. Komitmen ini dibuktikan dengan pencantuman upaya
pencerdasan bangsa dalam konstitusi negara sebagai salah satu hal paling mendasar
yang perlu dibangun dan dikembangkan pasca kemerdekaan Indonesia. Komitmen ini
kemudian dijabarkan dalam pasal UUD 1945 pasal 31 yang menyebutkan:
1. Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran
2. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran
nasional yang diatur dengan undang-undang1
Realisasi komitmen yang tercantum dalam konstitusi ini diupayakan dengan
menyelenggarakan pendidikan yang terdiri dari beberapa jalur, jenjang dan jenis
mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan
menengah3.
Dalam Pasal 32 Ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 juga disebutkan istilah Pendidikan Khusus ini sebagai penjelas Pasal 15 di atas.
Dalam Pasal 32 Ayat 1 disebutkan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan
bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam proses pembelajaran karena
kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan
bakat istimewa4.
Dalam kedua pasal di atas disebutkan secara jelas mengenai apa yang disebut
dengan istilah Pendidikan Khusus dan siapa saja yang berhak mendapatkan
pendidikan ini. Pendidikan Khusus ini memang didesain untuk mengakomodir
perbedaan yang terdapat pada peserta didik. Perbedaan ini harus direspon dalam
bentuk pelaksanaan pendidikan yang mampu mengelola perbedaan-perbedaan yang
dimaksud dalam pasal di atas.
Pemerintah Indonesia sudah sejak lama menyelenggarakan pendidikan yang secara
khusus disediakan bagi peserta didik yang memiliki kelainan. Bentuk pendidikan bagi
peserta didik berkelainan ini secara khusus diatur lewat Peraturan Pemerintah Nomor
72 Tahun 1991 Tentang Pendidikan Luar Biasa 5. Peraturan pemerintah ini hanya
mengatur pendidikan yang disediakan bagi peserta didik yang memiliki kelainan fisik
dan mental.
aturan yang
mengikutsertakan peserta didik yang memiliki bakat dan kecerdasan luar biasa atau
istimewa.
Istilah Pendidikan Luar Biasa memang selalu dikaitkan dengan pendidikan bagi
peserta didik yang memiliki kelainan fisik dan mental. Pendidikan ini didesain secara
3
Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional
4
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
5
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1991 Tentang Pendidikan Luar Biasa.
khusus dengan membedakan dan sekaligus memisahkan peserta didik yang memiliki
kelainan fisik dan mental dengan peserta didik yang tidak memiliki kelainan fisik dan
mental (normal).
Di Indonesia pendidikan bagi peserta didik berkelainan selama ini disediakan
dalam tiga macam lembaga pendidikan, yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah
Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan Terpadu. SLB, sebagai lembaga
pendidikan khusus tertua, menampung anak dengan jenis kelainan yang sama,
sehingga ada SLB Tunanetra, SLB Tunarungu, SLB Tunagrahita, SLB Tunadaksa,
SLB Tunalaras, dan SLB Tunaganda. Sedangkan SDLB menampung berbagai jenis
anak berkelainan, sehingga di dalamnya mungkin terdapat anak tunanetra, tunarungu,
tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, dan/atau tunaganda. Sedangkan Pendidikan
Terpadu adalah sekolah reguler yang menampung anak berkelainan dengan
kurikulum, guru, sarana pengajaran, dan kegiatan belajar mengajar yang sama.
Namun selama ini baru menampung anak tunanetra, itupun perkembangannya kurang
menggembirakan karena banyak sekolah umum yang keberatan menerima anak
berkelainan.
Pada umumnya, lokasi SLB berada di Ibu Kota Kabupaten. Padahal anak-anak
berkelainan tersebar hampir di seluruh daerah (Kecamatan/Desa), tidak hanya di Ibu
Kota Kabupaten. Akibatnya, sebagian anak-anak berkelainan, terutama yang
kemampuan ekonomi orang tuanya lemah, terpaksa tidak disekolahkan karena lokasi
SLB jauh dari rumah; sementara kalau akan disekolahkan di SD terdekat, SD tersebut
tidak bersedia menerima karena merasa tidak mampu melayaninya. Sebagian yang
lain, mungkin selama ini dapat diterima di SD terdekat, namun karena ketiadaan
pelayanan khusus bagi mereka, akibatnya mereka beresiko tinggal kelas dan akhirnya
putus sekolah. Permasalahan di atas akan berakibat pada kegagalan program wajib
belajar.
Untuk mengantisipasi hal di atas, dan dalam rangka menyukseskan wajib belajar
pendidikan dasar, dipandang perlu meningkatkan perhatian terhadap anak-anak
berkelainan, baik yang telah memasuki sekolah umum (SD) tetapi belum
mendapatkan pelayanan pendidikan khusus maupun anak-anak berkelainan yang
belum sempat mengenyam pendidikan sama sekali karena tidak diterima di SD
terdekat atau karena lokasi SLB jauh dari tempat domisilinya.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional memberikan warna lain dalam penyediaan pendidikan bagi anak
berkelainan. Pada penjelasan pasal 15 dan pasal 32 tentang pendidikan khusus
disebutkan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik yang
berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang
diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat
pendidikan dasar dan menengah. Pasal inilah yang memungkinkan terobosan bentuk
pelayanan pendidikan bagi anak berkelainan berupa penyelenggaraan pendidikan
inklusif.
Istilah inklusif mulai digunakan untuk menggantikan istilah pendidikan luar biasa 6.
Di Amerika Serikat misalnya, perubahan model pendidikan anak berkekhususan
sudah berlangsung mulai tahun 70-an. Tujuan dari perubahan itu tidak lain adalah
peniadaan diskriminasi pendidikan bagi populasi individu berkekhususan. Indonesia
juga mengalami perkembangan yang hampir sama. Sampai saat ini terdapat banyak
sekolah yang mulai membuka program pendidikan inklusif7. Yang melandasi
pelaksanaan pendidikan inklusif ini secara umum adalah semangat egalitarianisme
yang berarti terdapat kesempatan yang sama bagi semua anak untuk memperoleh
pendidikan. Masing-masing anak harus mendapatkan pengalaman belajar yang
6
Louis A. Fliegler, Curriculum Implementation dalam Curriculum Planning for The Gifted, (New
Jersey: Prentice Hall Inc., 1961), h. 372-373.
9
Direktorat Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Policy Brief, Sekolah Inklusif;
Membangun Pendidikan Tanpa Diskriminasi, No. 9. Th.II/2008, Departemen Pendidikan Nasional, h.
5.
10
Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah Departemen Pendidikan Nasional, Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif,
h. 13.
11
Lampiran Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Nomor 1190/2010 Tentang
Penunjukkan Nama-nama TK, SD, SMP, dan SMA/SMK Penyelenggara Pendidikan Inklusif di
Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010.
12
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 116 Tahun 2007.
13
Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta, dari
http://www.depdagri.go.id/media/filemanager/2010/01/29/1/1/11__dki_jakarta.pdf, 23 Januari 2011
14
Penelitian ini dilakukan dalam skala nasional dengan mengambil sampel di beberapa provinsi
penyelenggara pendidikan inklusi. Lihat Pengkajian Pendidikan Inklusif bagi Anak Berkebutuhan
Pemerintah sendiri mengakui bahwa sampai saat ini tidak semua sekolah umum
mau menerima anak-anak dengan kebutuhan khusus. Alasan yang dikemukakan
karena tidak ada guru khusus yang menangani mereka dan tidak ada fasilitas yang
memadai. Kengganan untuk mengakomodasi anak berkebutuhan khusus disebabkan
tidak adanya kesadaran dan minimnya pemahaman tentang pendidikan inklusif.
Kengganan tersebut juga lebih banyak terjadi di sekolah-sekolah di kota besar15.
Sebagai model pendidikan yang baru memang wajar bila masih terdapat beberapa
permasalahan terkait pendidikan inklusif. Namun sangat disayangkan bila pemerintah
tidak secara serius menggarap penyelenggaraan pendidikan inklusif. Pendidikan
inklusi diharapkan dapat memecahkan salah satu persoalan dalam penanganan
pendidikan
bagi
anak
berkelainan
selama
ini.
Pemerintah
menyatakan
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah mengenai kebijakan penyelenggaraan
pendidikan inklusif, maka dapat diidentifikasi masalah penelitian sebagai berikut:
1. Analisis kebijakan penyelenggaraan pendidikan inklusif di Provinsi DKI
Jakarta belum direncanakan dengan baik
Khusus
pada
Jenjang
Pendidikan
Dasar
dan
Menengah,
dari
http://puslitjaknov.org/data/file/2008/makalah_undangan/DYAH%20S_Pengkajian%20Pendidikan%2
0Inklusif.pdf, 14 Januari 2010.
15
Perlu Pelatihan Khusus untuk Guru; Sekolah Inklusi Butuh Pengajar, Kompas, Rabu, 3 Maret
2010.
C. Pembatasan Masalah
Mengingat luasnya cakupan permasalahan dalam kebijakan penyelenggaraan
pendidikan inklusif di DKI Jakarta, untuk memfokuskan penelitian dan efisiensi
waktu, maka penelitian ini hanya dibatasi pada:
1. Kebijakan penyelenggaraan pendidikan inklusif di Provinsi DKI Jakarta
2. Implementasi kebijakan penyelenggaraan pendidikan inklusif di Provinsi DKI
Jakarta
D. Perumusan Masalah
Dari pembatasan terhadap masalah-masalah yang muncul, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini yaitu Bagaimana kebijakan penyelenggaraan pendidikan
inklusif dilaksanakan di Provinsi DKI Jakarta?
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu:
1. Bagi pemerintah, sebagai bahan tambahan pertimbangan dalam pengambilan
kebijakan penyelenggaraan pendidikan inklusif
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kebijakan
1. Pengertian Kebijakan
Kebijakan merupakan terjemahan dari kata policy yang berasal dari bahasa
Inggris. Kata policy diartikan sebagai sebuah rencana kegiatan atau pernyataan
mengenai tujuan-tujuan, yang diajukan atau diadopsi oleh suatu pemerintahan,
partai politik, dan lain-lain. Kebijakan juga diartikan sebagai pernyataanpernyataan mengenai kontrak penjaminan atau pernyataan tertulis 16. Pengertian ini
mengandung arti bahwa yang disebut kebijakan adalah mengenai suatu rencana,
pernyataan tujuan, kontrak penjaminan dan pernyataan tertulis baik yang
dikeluarkan oleh pemerintah, partai politik, dan lain-lain. Dengan demikian
siapapun dapat terkait dalam suatu kebijakan.
16
disampaikan oleh James E. Anderson. George C. Edwards III dan Ira Sharkansky
mengemukakan pengertian kebijakan sebagai apa yang dinyatakan dan dilakukan
atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Kebijakan itu dapat berupa sasaran atau
tujuan dari program-program pemerintah. Penetapan kebijakan tersebut dapat
17
James E. Anderson, Public Policy Making, (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1984), cet.
ke-3, h. 3.
18
James, Public Policy Making, h. 3-5.
George C. Edwards III dan Ira Sharkansky, The Policy Predicament: Making and Implementing
Public Policy, (San Francisco: W.H. Freeman and Company, 1978), h.2.
20
Thomas R. Dye, Understanding Public Policy, (New Jersey: Pearson Education Inc., 2005), h. 1.
21
James E. Anderson, dkk., Public Policy and Politics in America, (California: Brooks/Cole
Publishing Company, 1984), cet. ke-2, h. 3.
22
M. Irfan Islamy, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, (Jakarta: Bina Aksara,
1988), cet. ke-3, h. 20.
23
implementasi.
Dalam
rangka
mengupayakan
27
Pada tahap ini, penilaian tidak hanya menilai implementasi dari kebijakan.
Namun lebih jauh, penilaian ini akan menentukan perubahan terhadap
kebijakan. Suatu kebijakan dapat tetap seperti semula, diubah atau
dihilangkan sama sekali31.
3. Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan merupakan penelitian sosial terapan yang secara sistematis
disusun dalam rangka mengetahui substansi dari kebijakan agar dapat diketahui
secara jelas informasi mengenai masalah-masalah yang dijawab oleh kebijakan
dan masalah-masalah yang mungkin timbul sebagai akibat dari penerapan
kebijakan. Ruang lingkup dan metode analisis kebijakan umumnya bersifat
deskriptif dan faktual mengenai sebab-sebab dan akibat-akibat suatu kebijakan32.
Penelitian kebijakan sedapat mungkin melihat berbagai aspek dari kebijakan
agar dapat menghasilkan informasi yang lengkap. Informasi mengenai masalahmasalah yang dijawab oleh kebijakan serta masalah-masalah yang ditimbulkan
dari penerapan kebijakan menjadi fokus dari analisis kebijakan.
Sudarwan Danim menyatakan bahwa proses penelitian kebijakan pada
hakikatnya
merupakan
penelitian
yang
dimaksudkan
guna
melahirkan
kebijakan yang perlu diperbaiki, atau dapat juga berupa rekomendasi agar
kebijakan tidak lagi diterapkan.
Karakteristik dari penelitian kebijakan secara terperinci dijelaskan oleh Allen
D. Putt dan J. Fred Springer. Mereka menyatakan bahwa penelitian kebijakan
dicirikan sebagai penelitian yang terfokus pada manusia, plural, multi-perspektif,
sistematis, berhubungan dengan keputusan, dan kreatif 34.
Penelitian
mengenai
kebijakan
berkaitan
erat
dengan
manusia
dan
Allen D. Putt dan J. Fred Springer, Policy Research; Concepts, Methods, and Application, (New
Jersey: Prentice Hall, 1989), h. 19-24.
Kinerja
Kebijakan
Evaluasi
Peramalan
Masalah
Kebijakan
Perumusan Masalah
Hasil
Kebijakan
Perumusan Masalah
Perumusan Masalah
Masa Depan
Kebijakan
Perumusan Masalah
Pemantauan
Rekomendasi
Aksi
Kebijakan
Kelima informasi yang terkait dengan kebijakan saling berkaitan satu sama lain
seperti ditunjukkan dalam gambar 1. Tanda panah yang menghubungkan tiap
komponen informasi menggambarkan proses dinamis dimana satu tipe informasi
dipindahkan ke informasi lain dengan menggunakan prosedur analisis kebijakan
yang tepat.
35
36
kebijakan
diimplementasikan
dan
atau
sesudah
kebijakan
diimplementasikan.
Dengan demikian, analisis kebijakan selalu berkaitan dengan hal-hal sebelum
dan sesudah kebijakan ditetapkan dan diimplementasikan. Analisis kebijakan
berusaha memberikan definisi yang jelas mengenai kedudukan suatu masalah
kebijakan, prediksi yang berkaitan dengan kebijakan, rekomendasi atau preskripsi
yang mungkin dapat bermanfaat bagi kebijakan, deskripsi atau pemantauan
terhadap kebijakan, dan evaluasi mengenai kebijakan. Semuanya berjalan sebagai
37
Ismail Nawawi, Public Policy; Analisis, Strategi, Advokasi, Teori, dan Praktek, (Surabaya: PMN,
2009), h. 45-46. Lihat juga Edi Suharto, Analisis Kebijakan Publik; Panduan Praktis Mengkaji
Masalah dan Kebijakan Sosial, (Bandung: CV. Alfabeta, 2005), h. 87.
proses yang runtut dan sistematis dalam rangka mendukung kebijakan yang
bertujuan untuk mengatasi masalah.
B. Pendidikan Inklusif
1. Pengertian Pendidikan Inklusif
Istilah inklusif memiliki ukuran universal. Istilah inklusif dapat dikaitkan
dengan persamaan, keadilan, dan hak individual dalam pembagian sumber-sumber
seperti politik, pendidikan, sosial, dan ekonomi. Menurut Reid, masing-masing
dari aspek-aspek tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan saling berkaitan satu
sama lain38. Reid ingin menyatakan bahwa istilah inklusif berkaitan dengan banyak
aspek hidup manusia yang didasarkan atas prinsip persamaan, keadilan, dan hak
individu.
Dalam ranah pendidikan, istilah inklusif dikaitkan dengan model pendidikan
yang tidak membeda-bedakan individu berdasarkan kemampuan dan atau kelainan
yang dimiliki individu. Dengan mengacu pada istilah inklusif yang disampaikan
Reid di atas, pendidikan inklusif didasarkan atas prinsip persamaan, keadilan, dan
hak individu.
Istilah pendidikan inklusif digunakan untuk mendeskripsikan penyatuan anakanak berkelainan (penyandang hambatan/cacat) ke dalam program sekolah.
Konsep inklusi memberikan pemahaman mengenai pentingnya penerimaan anakanak yang memiliki hambatan ke dalam kurikulum, lingkungan, dan interaksi
sosial yang ada di sekolah39.
MIF. Baihaqi dan M. Sugiarmin menyatakan bahwa hakikat inklusif adalah
mengenai hak setiap siswa atas perkembangan individu, sosial, dan intelektual.
Para siswa harus diberi kesempatan untuk mencapai potensi mereka. Untuk
38
Gavin Reid, Dyslexia and Inclusion; Classroom Approaches for Assesment, Teaching and
Learning, (London: David Fulton Publisher, 2005), h. 88.
39
J. David Smith, Inklusi, Sekolah Ramah untuk Semua, (Bandung: Penerbit Nuansa, 2006), h. 45
mencapai
potensi
tersebut,
sistem pendidikan
harus
dirancang
dengan
MIF. Baihaqi dan M. Sugiarmin, Memahami dan Membantu Anak ADHD, (Bandung: PT. Refika
Aditama, 2006), h. 75-76.
41
Daniel P. Hallahan dkk., Exceptional Learners: An Introduction to Special Education, (Boston:
Pearson Education Inc., 2009), cet. ke-10, h. 53.
42
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif Bagi
Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.
kemampuan dan kebutuhan setiap murid maupun bantuan dan dukungan yang
dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil43.
Dalam ensiklopedi online Wikipedia disebutkan bahwa yang dimaksud dengan
pendidikan inklusi yaitu pendidikan yang memasukkan peserta didik berkebutuhan
khusus untuk bersama-sama dengan peserta didik normal lainnya. Pendidikan
inklusif adalah mengenai hak yang sama yang dimiliki setiap anak. Pendidikan
inklusif merupakan suatu proses untuk menghilangkan penghalang yang
memisahkan peserta didik berkebutuhan khusus dari peserta didik normal agar
mereka dapat belajar dan bekerja sama secara efektif dalam satu sekolah 44.
Pengertian-pengertian yang dikemukakan di atas secara umum menyatakan hal
yang sama mengenai pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif berarti pendidikan
yang dirancang dan disesuaikan dengan kebutuhan semua peserta didik, baik
peserta didik yang normal maupun peserta didik berkebutuhan khusus. Masingmasing dari mereka memperoleh layanan pendidikan yang sama tanpa dibedabedakan satu sama lain.
Mereka yang berkebutuhan khusus ini dulunya adalah anak-anak yang
diberikan label (labelling) sebagai Anak Luar Biasa (ALB). Anak berkebutuhan
khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk menggantikan istilah Anak Luar Biasa
(ALB) yang menandakan adanya kelainan khusus. Istilah lain yang juga biasa
dipakai untuk menandai anak yang lain dari yang lain ini yaitu hendaya
(impairment)45, disability dan handicap46.
43
Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenalmengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi
Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal49.
49
Artinya: (1)Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, (2)karena
telah datang seorang buta kepadanya, (3)tahukah kamu barangkali ia
ingin
membersihkan
dirinya
(dari
dosa),
(4)atau
Dia
(ingin)
(c) Allah tidak melihat bentuk (fisik) seorang muslim, namun Allah
melihat hati dan perbuatannya. Hal ini dinyatakan dalam salah satu hadis
yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, yaitu:
:
Artinya:
dari
Abu
Hurairah
RA:
Rasulullah
SAW
bersabda:
Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk dan harta kalian, akan
tetapi Allah melihat kepada hati dan perbuatan kalian51.
(d)Tidak ada keutamaan antara satu manusia dengan manusia yang lain.
Nabi Muhammad mengajarkan hal tersebut dalam hadis:
50
QS. Abasa Ayat 1-16. Orang buta dalam Surat Abasa tersebut bernama Abdullah bin Ummi
Maktum. Dia datang kepada Rasulullah SAW meminta ajaran-ajaran tentang Islam; lalu Rasulullah
SAW bermuka masam dan berpaling daripadanya, karena beliau sedang menghadapi pembesar
Quraisy dengan pengharapan agar pembesar-pembesar tersebut mau masuk Islam. Maka turunlah surat
ini sebagi teguran kepada Rasulullah SAW
51
Al Imam Abi Husain Muslim bin Al Hajjaj, Shahih Muslim, (Kairo: Daar Ibnu Al Haitam, 2001),
h. 655
52
Ahmad Ibn Hanbal, Musnad Ahmad Ibnu Hanbal, (Kairo: Muassasah Qurtubah, tt), juz 5, h. 411
dapat
berlangsung
tatkala
lingkungan
pembelajaran
sekolah
53
Henry Clay Lindgren, Educational Psychology in the Classroom, (Tokyo: Charles E. Tuttle
Company, 1967), cet. ke-III, h. 503-504
54
Reid, Dyslexia and Inclusion, h. 85
55
George S. Morrison, Early Childhood Education Today, (New Jersey: Pearson Education Inc.,
2009), h. 462. Lihat juga http://en.wikipedia.org/wiki/Inclusion_%28education%29
56
Morrison, Early Childhood, h. 462. Ada yang menyatakan bahwa dalam inklusi tidak terdapat
adanya model. Yang perlu ditekankan dalam inklusi adalah filosofi dan semangat yang dimiliki.
Dengan demikian, penerapan pendidikan inklusif di masing-masing negara akan berbeda-beda. Lihat
misalnya dalam milis (mailing list) Direktorat Pendidikan Luar Biasa Kementrian Pendidikan
Nasional. Dalam milis ini Julia Maria van Tiel mengemukakan beberapa contoh pelaksanaan
pendidikan inklusif di beberapa negara. Untuk lebih jelas lihat Julia Maria Van Tiel, Pembenahan
Pendidikan Inklusif, dari http://groups.yahoo.com/group/ditplb/message/130, 18 April 2010, lihat
juga Barton, Len dan Felicity Armstrong, Policy, Experience, and Change; Cross Cultural Reflection
on Inclusive Education, Dordrecht: Springer, 2007.
Istilah full inclusion merupakan istilah yang jarang digunakan. Para ahli lebih banyak
menggunakan istilah inclusion saja. Di samping itu istilah full inclusion juga lebih berkonotasi negatif
dan bagi sebagian orang sulit disepakati. Orang lebih banyak menggunakan istilah optimal inclusion.
Pengertian ini dimaksudkan untuk mendorong pendidik agar berusaha menemukan jenis dan tingkat
inklusi yang memuaskan tiap individu. Lihat Smith, Inklusi, Sekolah, h. 46.
57
Brent Hardin dan Maria Hardin, Into the Mainstream: Practical Strategies for Teaching in
Inclusive Environments, dalam Kathleen M. Cauley (ed.), Educational Psychology, (New York:
McGraw-Hill/Dushkin, 2004), h. 46-48.
58
3)
4)
5)
6)
60
Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 100. Lihat juga Sip Jan Pijl dan Cor J.W.Meijer, Factor In Inclusion:
A Framework dalam Sip Jan Pijl (eds.), Inclusive Education; A Global Agenda, (London: Routledge,
1997), h. 12.
a. Manajemen Kesiswaan
b. Manajemen Kurikulum
c. Manajemen Tenaga Kependidikan
d. Manajemen Sarana dan Prasarana
e. Manajemen Keuangan/Dana
f. Manajemen Lingkungan (Hubungan Sekolah dan Masyarakat)
g. Manajemen Layanan Khusus61
Manajemen kesiswaan merupakan salah satu komponen pendidikan inklusif
yang perlu mendapat perhatian dan pengelolaan lebih. Hal ini dikarenakan kondisi
peserta didik pada pendidikan inklusif yang lebih majemuk daripada kondisi
peserta didik pada pendidikan reguler. Tujuan dari manajemen kesiswaan ini tidak
lain agar kegiatan belajar mengajar di sekolah dapat berjalan lancar, tertib, dan
teratur, serta mencapai tujuan yang diinginkan.
Pendidikan inklusif masih menggunakan kurikulum standar nasional yang telah
ditetapkan pemerintah. Namun dalam pelaksanaan di lapangan, kurikulum pada
pendidikan inklusif disesuaikan dengan kemampuan dan karakteristik peserta
didik.
Pemerintah menyatakan bahwa kurikulum yang dipakai satuan pendidikan
penyelenggara pendidikan inklusif adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) yang mengakomodasi kebutuhan dan kemampuan peserta didik sesuai
dengan bakat, minat dan potensinya 62.
Model kurikulum pendidikan inklusif terdiri dari:
a. Model kurikulum reguler
b. Model kurikulum reguler dengan modifikasi
c. Model kurikulum Program Pembelajaran Individual (PPI)63
61
Direktorat Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Policy Brief, Sekolah Inklusif;
Membangun Pendidikan Tanpa Diskriminasi, No. 9. Th.II/2008, Departemen Pendidikan Nasional, h.
6-9.
62
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 70 Tahun 2009 Tentang
Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan
dan/atau Bakat Istimewa, Pasal 7.
63
Direktorat, Pedoman Umum, h. 19.
dengan modifikasi,
dimodifikasi oleh guru pada strategi pembelajaran, jenis penilaian, maupun pada
program tambahan lainnya dengan tetap mengacu pada kebutuhan peserta didik
berkebutuhan khusus. Di dalam model ini bisa terdapat siswa berkebutuhan khusus
yang memiliki PPI.
Model kurikulum PPI yaitu kurikulum yang dipersiapkan guru program PPI
yang dikembangkan bersama tim pengembang yang melibatkan guru kelas, guru
pendidikan khusus, kepala sekolah, orang tua, dan tenaga ahli lain yang terkait.
Kurikulum PPI atau dalam bahasa Inggris Individualized Education Program
(IEP) merupakan karakteristik paling kentara dari pendidikan inklusif. Konsep
pendidikan inklusif yang berprinsip adanya persamaan mensyaratkan adanya
penyesuaian model pembelajaran yang tanggap terhadap perbedaan individu.
Maka PPI atau IEP menjadi hal yang perlu mendapat penekanan lebih.
Thomas M. Stephens menyatakan bahwa IEP merupakan pengelolaan yang
melayani kebutuhan unik peserta didik dan merupakan layanan yang disediakan
dalam rangka pencapaian tujuan yang diinginkan serta bagaimana efektivitas
program tersebut akan ditentukan64.
Tenaga kependidikan merupakan salah satu unsur penting dalam pendidikan
inklusif. Tenaga kependidikan dalam pendidikan inklusif mendapat porsi tanggung
jawab yang jelas berbeda dengan tenaga kependidikan pada pendidikan
noninklusif. Perbedaan yang terdapat pada individu meniscayakan adanya
kompetensi yang berbeda dari tenaga kependidikan lainnya. Tenaga kependidikan
secara umum memiliki tugas seperti menyelenggarakan kegiatan mengajar,
64
pegawai,
(2)Pengusulan
formasi
pegawai,
(3)Pengusulan
sarana-prasarana
mengorganisasikan,
mengevaluasi
mengarahkan,
kebutuhan
dan
sekolah
bertugas
mengkordinasikan,
penggunaan
merencanakan,
mengawasi,
sarana-prasarana
agar
dan
dapat
yang
baik.
Walaupun
penyelenggaraan
pendidikan
inklusif
pada
pendidikan
anggaran
inklusif
untuk
yayasan/lembaga
lembaga
pendidikan
pendidikan
swasta
swasta
yang
bersangkutan66.
65
masyarakat,
dimana
pendidikan
juga
merupakan
salah
satu
bidang
yang
dilaksanakan
Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa. Tidak ada satu pasalpun yang
menyebutkan bahwa pemerintah pusat terlibat dalam pembiayaan penyelenggaraan pendidikan
inklusif.
67
Direktorat, Policy Brief, h. 8.
68
Direktorat, Policy Brief, h. 9.
Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Setting Pendidikan Inklusi,
(Bandung: PT. Refika Aditama, 2006), h. 1
berkebutuhan khusus
seharusnya sejalan dan tidak lepas dari prinsip, kebijakan, dan praktik dalam
pendidikan berkebutuhan khusus.
b. Visi dan misi
Model pembelajaran anak berkebutuhan khusus mengarah pada visi dan misi
sebagai sumber pengertian bagi perumusan tujuan dan sasaran yang harus
ditetapkan
c. Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran anak berkebutuhan khusus harus didasarkan pada visi
dan misi pembelajaran yang sudah ditetapkan
d. Komponen dasar model pembelajaran
Berdasarkan pada visi dan misi pembelajaran, komponen-komponen dasar
model pembelajaran anak berkebutuhan khusus dapat dikelompokkan
menjadi:
1) Masukan yang berupa masukan mentah yang terdiri dari elicitors,
behaviors, dan reinforcers, masukan instrumen yang terdiri dari
program, guru kelas, tahapan, dan sarana, dan masukan lingkungan yang
berupa norma, tujuan, lingkungan, dan tuntutan
2) Proses yang terdiri dari atas program pembelajaran individual,
pelaksanaan intervensi, dan refleksi hasil pembelajaran
3) Keluaran berupa perubahan kompetensi setiap peserta didik yang
mempunyai kesulitan atau hambatan perkembangan diri
e. Komponen pendukung sistem model pembelajaran
Komponen pendukung sistem adalah kegiatan-kegiatan manajemen yang
bertujuan untuk memantapkan, memelihara, dan meningkatkan program
pembelajaran72
Proses skrining atau assesment yang di atas dapat digambarkan sebagai berikut:
72
1. RUJUKAN GURU
Catatan-catatan dari pengawas SD,
menghubungi orang tua siswa, observasi
guru, dan kemudian memberikan rujukan
pada kepala sekolah
10 hari
2. SKRINING OLEH TIM PANITIA
Dilakukan oleh guru, kepala sekolah,
psikolog, perawat, dokter, ahli terapi guna
mendapatkan rekomendasi dilanjutkan ke
prosedur berikutnya atau dikembalikan ke
kelas reguler
STOP
20 hari
3. REKOMENDASI
OLEH
5
KOMPONEN
- Orang tua yang memberikan evaluasi
tentang anaknya mengenai cara berbicara
berbahasa, dan daya pendengaran
- Assesmen pendidikan
- Laporan hasil skrining oleh tim panitia
khusus
- Rujukan dari guru pengamat
- Kepala sekolah
Waktu evaluasi 45 hari
4. PANITIA PENGESAHAN
Terdiri atas guru, orang tua, para ahli
pendidikan, psikolog, pengawas PLB,
konselor,dan speech terapist
STOP
20 hari
6. PROGRAM
PEMBELAJARAN
INDIVIDUAL (IEP)
7. PENEMPATAN
SISWA
PADA
PROGRAM KEGIATAN SEKOLAH
YANG
COCOK
DENGAN
KEBERADAANNYA
Gambar 2. Prosedur Identifikasi, Evaluasi, Konfirmasi, dan Penempatan Peserta Didik dalam
Pendidikan Luar Biasa (Bandi Delphie, 2006: 8)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta.
Adapun waktu penelitian terhitung mulai dari bulan April-Desember 2010.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui:
1. Kebijakan penyelenggaraan pendidikan inklusif di Provinsi DKI Jakarta
2. Implementasi kebijakan penyelenggaraan pendidikan inklusif di Provinsi DKI
Jakarta
C. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode berparadigma deskriptif kualitatif. Penelitian
deskriptif ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada secara
alamiah maupun rekayasa manusia. Penelitian deskriptif tidak memberikan
perlakukan, manipulasi atau pengubahan pada variabel, tetapi menggambarkan suatu
kondisi apa adanya73. Dalam penelitian ini, peneliti hanya melakukan penelitian
terhadap fenomena yang alamiah terkait kebijakan penyelenggaraan pendidikan
inklusif.
Metode penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bermaksud memahami
fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian secara holistik dengan cara
deskripsi dalam kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan
dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah74.
Penelitian ini dilaksanakan untuk menggambarkan realitas empiris sesuai dengan
fenomena yang terjadi secara rinci dan tuntas serta untuk mengungkapkan gejala
secara holistik melalui pengumpulan data dari latar yang alami dengan penelit i
sebagai instrumen kunci.
Adapun jenis penelitian yang dipilih peneliti yaitu studi kasus dengan
menghimpun dan menganalisis data berkenaan dengan kasus pendidikan inklusif.
Data-data yang terkait dengan proses analisis kebijakan penyelenggaraan pendidikan
inklusif akan dihimpun untuk kemudian dianalisis.
D. Sumber Data
Sumber data penelitian ini terdiri dari dua macam, yaitu sumber data primer dan
sumber data sekunder.
1. Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data
kepada pengumpul data. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil sumber
data primer dari Kepala Bidang TK, SD, dan PLB Dinas Pendidikan DKI
Jakarta, guru satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif, dan LSM
Hellen Keller Internasional (HKI).
73
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2008), cet. Ke-4, h. 72-74
74
Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009),
cet. ke-29, h. 6
2. Sumber data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung memberikan
data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau dokumen.
Sumber data sekunder dalam penelitian ini berasal dari data tertulis lembaga
Dengan sumber data primer dan sekunder di atas, penelitian ini diharapkan dapat
memperoleh data-data valid dan holistik yang diperlukan dalam menganalisa
permasalahan yang menjadi fokus penelitian.
Pada dasarnya, sumber data dalam penelitian dengan menggunakan metode
kualitatif berkembang terus (snowball) secara bertujuan (purposive) sampai data yang
dikumpulkan dianggap memuaskan75. Dengan demikian, bila dimungkinkan maka
sumber data dalam penelitian dapat bertambah dari sumber data yang telah ditentukan
jika sumber data yang telah ditentukan tersebut belum dapat memberikan data yang
relevan dengan penelitian.
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2008, h. 78.
76
M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu
Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 108.
dipahami bukan saja oleh orang yang meneliti (peneliti), akan tetapi juga oleh orang
lain yang ingin mengetahui hasil penelitian itu.
Dalam penelitian kualitatif, analisis data bersifat interaktif, berlangsung dalam
lingkaran yang saling tumpang tindih 79. Analisis kualitatif cenderung menggunakan
pendekatan logika induktif, dimana silogisme dibangun berdasarkan pada hal-hal
yang khusus atau data di lapangan dan bermuara pada kesimpulan-kesimpulan
umum80.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
data deskriptif kualitatif. Data-data yang sudah diperoleh dan dikumpulkan dianalisis
dengan membuat kategorisasi agar mempermudah dalam penafsiran data. Masingmasing data yang telah dikategorisasi, dikaitkan untuk memperoleh hubungan agar
sampai pada kesimpulan.
Secara sistematis, dalam menganalisa data penelitian ini, data yang diperoleh
dalam penelitian terlebih dahulu dicatat dan diberi kode agar sumber datanya dapat
ditelusuri. Setelah proses pencatatan selesai, data-data tersebut dikumpulkan untuk
dipilah-pilah dan dikategorikan. Agar kategori tersebut memiliki makna, maka dicari
hubungan-hubungan dan pola-pola yang terdapat dalam data untuk dibuat temuantemuan umum81. Dengan langkah analisis data deskriptif kualitatif demikian dapat
diperoleh hasil penelitian yang mencerminkan hasil sebenarnya yang diharapkan.
79
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta
Jakarta adalah kota yang bisa menjanjikan kehidupan yang nyaman dan sejahtera,
apabila kita semua, dalam hal ini pemerintah dan masyarakat, dapat menjawab
tantangan, menyelesaikan permasalahan dan dapat memanfaatkan potensi dan
peluang yang ada.
Kita telah ketahui bersama bahwa Jakarta tidak memiliki sumber daya alam
sebagaimana di provinsi-provinsi lain, sementara itu Jakarta dihadapkan pada
berbagai permasalahan yang cukup kompleks terkait dengan kedudukan dan fungsi
Jakarta sebagai Ibukota Negara, baik permasalahan penduduk, masalah ekonomi,
maupun terkait dengan permasalahan sosial budaya.
Dari sejumlah permasalahan yang dihadapi kota Jakarta, khususnya yang terkait
dengan sumber daya manusia diperlukan satu solusi untuk penyelesaiannya antara
lain dengan cara meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat Jakarta
agar mereka dapat menjadi sumber daya manusia yang memiliki karakter terpuji, rasa
nasionalisme yang tinggi dan tangguh, kompetensi, keterampilan, serta sehat rohani
dan jasmani sehingga akan tangguh menghadapi berbagai tantangan dan
permasalahan yang dihadapi Ibukota dan juga dunia global.
Tidak dapat dipungkiri dengan kedudukan Jakarta sebagai Ibukota Negara
Republik Indonesia, Pusat Pemerintahan, Kota Jasa, Pintu Gerbang Dari dan Ke
Manca Negara, Lokasi Perkantoran dan Perwakilan Duta-Duta Bangsa. Sebagai kota
yang tidak memiliki sumber kekayaan alam, maka sumber daya manusia yang ada
harus terus dikembangkan agar bisa sejajar dengan kota-kota besar lainnya di dunia.
Pengembangan sumber daya manusia dapat dilakukan tidak lain melalui peningkatan
mutu pendidikan. Pendidikan memegang peranan penting dan sebagai salah satu
kunci keberhasilan pembangunan nasional dan daerah. Keberhasilan penyelenggaraan
pendidikan di Provinsi DKI Jakarta harus dilandasi dengan kemampuan dalam
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (serta imtak) yang merupakan cerminan
keberhasilan bangsa Indonesia dimasa mendatang.
Untuk membentuk sumber daya manusia yang memiliki karakter tersebut harus
dipersiapkan melalui suatu proses pembelajaran dan pendidikan pada lembaga
pendidikan yang memiliki kualitas, baik pada lembaga pendidikan jalur pendidikan
formal, non formal, dan informal.
Semua anggota masyarakat, bersama dengan seluruh jajaran Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta memiliki tanggungjawab untuk mencari solusi dalam menyelesaikan
permasalahan sekaligus mengelola dan memanfaatkan potensi dan peluang yang ada.
Untuk itulah diperlukan adanya kebersamaan dalam pelayanan pendidikan di Provinsi
DKI Jakarta untuk membangun sumber daya manusia dalam mencapai cita-cita dan
menjadikan Provinsi DKI Jakarta menjadi sesuai visi yaitu Jakarta yang Nyaman
dan Sejahtera untuk Semua.
masyarakat
dengan
prinsip
pelayanan
prima
yakni
untuk
mengenali
permasalahan
yang
dihadapi
dan
83
dan 7 (tujuh) bidang yakni Bidang Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, dan
Pendidikan Luar Biasa, Bidang Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah
Menengah Atas, Bidang Sekolah Menengah Kejuruan, Bidang Pendidikan Non
Formal dan Informal, Bidang Tenaga Pendidikan, Bidang Sarana Prasarana
Pendidikan, Bidang Standarisasi dan Pendidikan Tinggi. Dinas Pendidikan
Provinsi DKI Jakarta juga memiliki UPT, yaitu BP3LS, 5 BPPK, UPT
Planetarium dan Observatorium, BPTKD. Adapun tugas pokok dan fungsi
Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta adalah sebagai berikut:
a. Tugas Pokok Dinas Pendidikan
Melaksanakan urusan pendidikan
b. Fungsi Dinas Pendidikan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Pengkajian
dan
pengembangan
pendidikan
prasekolah,
dasar,
8.
9.
penatausahaan,
penyetoran,
pelaporan,
dan
84
mengurangi
angka
putus
sekolah
dengan
memperhatikan
j.
88
89
3002
3000
N
2500
JML
2249
2000
1733
1742
1500
937
1000
753
631
512
497
306
500
574
381
175
116
62
210
35
0
TK
SD
SMP
SMA
SMK
PKBM
862882
JML
800000
670559
700000
600000
500000
363187
400000
300000
227722
192323
200000
92779
177617
135465 91886
85731
93388
199599
157751
41848
100000
609
3933
TK
90
SD
SMP
SMA
SMK
PKBM
Gambar di atas menunjukkan bahwa jumlah total siswa yang ada terdapat di
sekolah-sekolah di Provinsi DKI Jakarta yaitu 1.696.673 siswa. Mereka yang
menempuh pendidikan di sekolah negeri berjumlah 1.032.624 siswa. Adapun
yang menempuh pendidikan di sekolah swasta berjumlah 664.049 siswa.
Jumlah pendidik di Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada gambar di bawah
ini:
Gambar 591
Jumlah Pendidik di Provinsi DKI Jakarta
45000
JML
40176
40000
35000
30918
30000
28802
25000
21095
20000
15849
15917
15000
10000
8938 8995
11374
11242
9853
12696
9144
6773
3153
5000
57
0
TK
SD
SMP
SMA
SMK
PKBM
91
92
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 15, Pasal 32,
dan Penjelasan Pasal 15
dapat
diselenggarakan secara
inklusif 93.
Layanan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif bagi
Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa
94
Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Sistem Pendidikan
Wawancara dengan Septi Novida, Kepala Bidang TK, SD, PLB Dinas Pendidikan Provinsi DKI
Jakarta (23 November 2010 Pukul 07.30) di Kantor Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta
95
pernyataan-pernyataan
diatas,
pendidikan
inklusif
yang
Wawancara dengan Suparno, Manajer Program Inklusi SMA Negeri 66 Cilandak (17 Desember
2010 Pukul 12.30) di ruang guru SMA Negeri 66 Cilandak
100
MIF. Baihaqi dan M. Sugiarmin, Memahami dan Membantu Anak ADHD, (Bandung: PT. Refika
Aditama, 2006), h. 75-76.
101
Daniel P. Hallahan dkk., Exceptional Learners: An Introduction to Special Education, (Boston:
Pearson Education Inc., 2009), cet. ke-10, h. 53.
102
Gavin Reid, Dyslexia and Inclusion, Classroom Approaches for Assesment, Teaching and
Learning, (London: David Fulton Publisher, 2005), h. 88
ini
membatasi
akses
anak-anak
berkebutuhan khusus
untuk
103
Dalam Pergub Nomor 116 Tahun 2007 disebutkan bahwa peserta didik
berkebutuhan khusus yang dimaksud dalam pendidikan inklusif yaitu:
a. Siswa dengan gangguan penglihatan
b. Siswa dengan gangguan pendengaran
c. Siswa dengan gangguan wicara
d. Siswa dengan gangguan fisik
e. Siswa dengan kesulitan belajar
f. Siswa dengan gangguan lambat belajar
g. Siswa dengan gangguan pemusatan pemikiran
h. Siswa cerdas istimewa, dan
i. Siswa yang memiliki kebutuhan khusus secara sosial104
Dengan pembatasan ini, maka tidak semua peserta didik yang memiliki
kekurangan dapat
104
Di sekolah inklusif seperti SMP Negeri 223 Pasar Rebo Jakarta Timur dan
SMA Negeri 66 Cilandak Jakarta Selatan sebagian besar peserta didik
berkebutuhan khusus adalah peserta didik kategori A. Kategori lain yang juga
banyak terdapat di sekolah tersebut yaitu anak-anak autis.
Pada prinsipnya, sesuai dengan konsep dasar pendidikan inklusif, Dinas
Pendidikan Provinsi DKI Jakarta memberikan arahan agar semua kelainan atau
kebutuhan khusus yang tertera dalam peraturan baik Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional maupun Peraturan Gubernur untuk diterima sebagai
peserta didik di sekolah-sekolah inklusif yang telah ditunjuk. Namun
sebagaimana ditemukan dalam penelitian, tidak serta merta semua peserta didik
dengan kelainan atau kebutuhan khusus dapat diterima menjadi peserta didik
sekolah inklusif. Peserta didik yang ingin mendaftarkan diri di sekolah inklusif
harus melalui tahap identifikasi (skrining atau assesment) agar diketahui
kondisi dan kebutuhan peserta didik tersebut. Peserta didik dengan kelainan
ekstrem tidak dapat diterima menjadi peserta didik di sekolah inklusif karena
memang diakui pihak sekolah belum memiliki Sumber Daya Manusia yang
memadai untuk menangani kelainan ekstrem tersebut.
Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta lewat Kepala Bidang TK/SD/PLB
mengakui bahwa sebenarnya pihak Dinas telah menunjuk beberapa guru SLB
untuk menjadi Guru Pembimbing Khusus (GPK) untuk membantu proses
penyelenggaraan pendidikan inklusif di sekolah, namun hingga kini jumlah
GPK terus berkurang bahkan keberadaannya tidak jelas.
Selain tidak tertampungnya semua kelainan atau kebutuhan khusus peserta
didik di sekolah inklusif, peserta didik dengan kecerdasan luar biasa dan/atau
bakat
istimewa
sebagai
peserta
didik
yang
diikutsertakan
dalam
Nasional dan Peraturan Gubernur, peserta didik dengan kecerdasan luar biasa
dan/atau baka istimewa merupakan salah satu kategori peserta didik yang
diikutsertakan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif. Jarangnya sorotan
terhadap peserta didik dengan kecerdasan luar biasa dan/atau bakat istimewa
terlihat dari jarangya penyebutan peserta didik dengan kecerdasan luar biasa
dan/atau bakat istimewa dalam setiap kesempatan yang berkaitan dengan
pendidikan inklusif. Saat wawancara penulis lakukan dengan beberapa
narasumber, jarang sekali narasumber menyinggung mengenai peserta didik
dengan kecerdasan luar biasa dan/atau bakat istimewa. Begitu pula saat
pelatihan untuk guru-guru sekolah inklusif penulis ikuti, jarang sekali
pembahasan mengenai peserta didik dengan kecerdasan luar biasa dan/atau
bakat istimewa menjadi salah satu fokus.
Jika mengacu kepada konsep pendidikan inklusif, peserta didik dengan
kecerdasan dan/atau bakat istimewa tidak menjadi salah satu kategori yang
perlu dimasukkan dalam pendidikan inklusif, karena istilah pendidikan inklusif,
menurut J. David Smith, digunakan untuk mendeskripsikan penyatuan anakanak berkelainan (penyandang hambatan/cacat) ke dalam program sekolah.
Konsep inklusi memberikan pemahaman mengenai pentingnya penerimaan
anak-anak yang memiliki hambatan ke dalam kurikulum, lingkungan, dan
interaksi sosial yang ada di sekolah105.
Dari dokumen yang penulis dapatkan, kebijakan Dinas Pendidikan Provinsi
DKI Jakarta digambarkan sebagai berikut:
Gambar 6106
Kebijakan Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta
105
106
J. David Smith, Inklusi, Sekolah Ramah untuk Semua, (Bandung: Penerbit Nuansa, 2006), h. 45
Dinas, Kebijakan Dinas, h. 3
LANDASAN
A. PUSAT
1. UU
2. PP
3. Kebijakan
B. PEMERINTAH
DAERAH
1. Perda
2. Pergub
3. Kebijakan
4. Program
dengan
menunjuk
sekolah-sekolah
reguler
untuk
Surat Edaran Dirjen Dikdasmen No. 380/C.C6/MN/2003 Tanggal 20 Januari 2003 Perihal
Pendidikan Inklusif
dengan
menunjuk
sekolah-sekolah
reguler
untuk
109
Tabel 1112
DAFTAR NAMA TK, SD, SMP, SMA/SMK NEGERI PENYELENGGARA
PENDIDIKAN INKLUSI
PROVINSI DKI JAKARTA
No
Nama Sekolah
Alamat
Kecamatan
Pesanggrahan
TK Negeri Cipete
Cilandak
Bambu
Duren Sawit
Danau
Johar Baru
Toba
Pejompongan
Tanah Abang
19
Cempaka Putih
SDN Kartini 02
Sawah Besar
Sawah Besar
Sawah Besar
SDN Petamburan 01 Pg
Jl. Petamburan IV
Tanah Abang
Tanah Abang
SDN Kenari 01
Senen
10
SDN Bungur 01 Pg
Senen
11
Menteng
12
SDN Cikini 01 Pg
Menteng
13
Cempaka Putih
112
Lampiran Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor
1190/2010 Tentang Penunjukkan Nama-nama TK, SD, SMP, dan SMA/SMK Penyelenggara
Pendidikan Inklusif di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010 Tanggal 19-08-2010
14
Cempaka Putih
15
Johar Baru
Johar Baru
17
SDN Cideng 11 Pt
Gambir
18
Gambir
19
SDN Serdang 01 Pt
Kemayoran
Kemayoran
Gading
Kelapa Gading
SDN Merunda 02
01/01
Jl.
Komplek
Cilincing
Nelayan
23
SDN Pluit 06
Penjaringan
24
Tanjung Priok
SDN Cilincing 05 Pg
No. 2
Cilincing
26
Cilincing
Blok R
Koja
28
Koja
SDN Penjaringan 11
80
Penjaringan
30
Penjaringan
31
Tanjung Priok
32
Tanjung Priok
33
SDN Ancol 03 Pg
09-04
34
Pademangan
35
Kelapa Gading
36
SDN Slipi 18 Pg
Palmerah
37
Kebon Jeruk
Jl.
Lapangan
Jabek
38
Komp. Mega
Kembangan
39
Kembangan
Jl.
40
SDN Joglo 04 Pg
002/08
Kembangan
41
42
Kebon Jeruk
SDN Jatipulo 08 Pg
004/01
Palmerah
Bandung
Palmerah
31
Tambora
46
Tambora
47
SDN Pinangsia 02 Pg
Tamansari
SDN Krukut 03 Pg
Tamansari
Pg
III/3
Grogol
50
SDN Jelambar 03 Pg
Grogol
51
SDN Pegadungan 11 Pg
Kalideres
52
SDN Kamal 02 Pg
Kalideres
53
Cengkareng
54
Cengkareng
55
Setiabudi
56
Kebayoran Baru
57
Cilandak
58
Cilandak
59
Cilandak
60
Jl. Anggus II
Cilandak
Mampang
61
Prapatan
62
Pasar Minggu
63
SDN Ragunan 11 Pg
Jl. Harsono RM
Pasar Minggu
64
Jl. RS Fatmawati
Cilandak
65
Cilandak
66
SDN Pesanggrahan 03 Pg
Jl. Kodam
Pesanggrahan
67
Pesanggrahan
68
Pesanggrahan
Kebayoran
69
Jl. Kemandoran I
Lama
70
SDN Pulo 05 Pg
Kebayoran Baru
71
Kebayoran Baru
72
SDN Pancoran 05 Pg
Pancoran
73
Pancoran
Mampang
74
Prapatan
Kamboja
Prapatan
76
Setiabudi
77
SDN Setiabudi 01
Setiabudi
78
79
Raya
Jagakarsa
Condet
Rt.
80
SDN Gedong 04
012/03
Pasar Rebo
81
SDN Kramatjati 24
Kramatjati
82
Makasar
83
Kramatjati
Jl.
Raya
Condet
Gg.
84
SDN Gedong 12
Masjid
Pasar Rebo
85
SDN Gedong 03
Pasar Rebo
86
Jatinegara
87
SDN Cipayung 09 Pt
Cipayung
88
Cakung
89
SDN Jatinegara 05 Pg
Cakung
90
Pulo Gadung
91
Jl. Mugeni I
Pulo Gadung
92
SDN Rawabunga 16 Pg
Jatinegara
93
SDN Bidaracina 04 Pt
Jatinegara
30
Matraman
95
Matraman
96
Duren Sawit
97
SDN Klender 17 Pt
Duren Sawit
98
SDN Ciracas 13 Pt
Ciracas
99
SDN Susukan 13 Pt
Ciracas
Kramat Jati
001/01
Kramat Jati
Makasar
Makasar
010/01
Pasar Rebo
Pasar Rebo
Cipayung
Cipayung
Jl. Pertengahan
Pasar Rebo
Kramatjati
Kramatjati
Ciracas
Cipayung
Makasar
AD
Cipayung
Jl. Cakrawala No 01
Makasar
226
Jatinegara
Jatinegara
118 Pg
Jatinegara
Jl. Kelurahan I
Duren Sawit
Duren Sawit
SMPN 118
Cempaka Putih
SMPN 183
Kemayoran
Jl.
3
SMPN 269
Harapan
Kemayoran
Mulia
Cempaka Putih
SMPN 4
Sawah Besar
SMPN 70
Jl. H. Awaludin IV
Tanah Abang
SMPN 42
Pademangan
SMPN 120
No. 9
Penjaringan
SMPN 122
Penjaringan
Jl.
HM.
Darpi
Plum
SMPN 114
Semper
Koja
10
SMPN 266
Cilincing
SMPN 270
Pgangs Dua
Kelapa Gading
SMPN 264
Rawa Buaya
Cengkareng
SMPN 191
Kebon
Jeruk
Jl.
Kebon Jeruk
Kamal
Raya
14
SMPN 248
Cengkareng Timur
Cengkareng
15
SMPN 207
Kembangan
16
SMPN 63
Tambora
SMPN 271
Selatan VI/F1
Kebon Jeruk
18
SMPN 226
Pondok Labu
19
SMPN 240
Gandaria Utara
20
SMPN 235
Pesanggrahan
SMPN 16
Grogol Utara
Lama
22
SMPN 276
Jagakarsa
23
SMPN 15
Jl.
Profesor
Supomo Tebet
Menteng
24
SMPN 223
Pasar Rebo
25
SMPN 36
Jl. Pedati
Jatinegara
26
SMPN 62
Jatinegara
27
SMPN 259
Cipayung
28
SMPN 165
Duren Sawit
29
SMPN 287
Makasar
SMPN 90
Jatinegara
Cakung
SMPN 232
Pisang Timur
Pulo Gadung
SMA Negeri 5
Kemayoran
SMK Negeri 27
Senen
Jl.
3
SMA Negeri 40
Budi
Mulia
Raya
Pademangan
Pademangan
SMK Negeri 33
Gading
Kelapa Gading
Utara
Kembangan
SMK Negeri 13
Palmerah
SMA Negeri 66
Labu
Cilandak
SMK Negeri 30
Jl. Pakubuwono 6
Kebayoran Baru
SMA Negeri 54
Jatinegara
SMK Negeri 58
TMII
Cipayung
Sebagai Daerah Khusus Istimewa dan daerah otonom, Provinsi DKI Jakarta
telah mengeluarkan peraturan daerah dalam bentuk Peraturan Gubernur Nomor
116 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi. Secara umum,
tidak ada perbedaan antara Pergub tersebut dengan peraturan-peraturan di
atasnya seperti Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009
Tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan
Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa. Kedua peraturan
tersebut secara teknis memberikan ketentuan-ketentuan umum mengenai
pelaksanaan pendidikan inklusif.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional berlaku secara nasional, sedangkan
Peraturan Gubernur berlaku hanya di Provinsi DKI Jakarta. Yang membedakan
keduanya
yaitu
pada
penunjukkan
sekolah-sekolah
reguler
yang
No
Kecamatan
Kotamadya/Kabupaten
Sekolah Inklusif
TK
SD
SMP
SMA/SMK
Gambir
Jakarta Pusat
Tanah Abang
Jakarta Pusat
Menteng
Jakarta Pusat
Senen
Jakarta Pusat
Jakarta Pusat
Cempaka
Putih
Johar Baru
Jakarta Pusat
Kemayoran
Jakarta Pusat
Sawah Besar
Jakarta Pusat
20
Jumlah
9
Tamansari
Jakarta Barat
10
Tambora
Jakarta Barat
11
Palmerah
Jakarta Barat
Jakarta Barat
12
Grogol
Petamburan
13
Kebon Jeruk
Jakarta Barat
14
Kembangan
Jakarta Barat
15
Cengkareng
Jakarta Barat
16
Kalideres
Jakarta Barat
19
Jakarta Selatan
Jakarta Selatan
Jumlah
17
18
Kebayoran
Baru
Kebayoran
Lama
19
Pesanggrahan
Jakarta Selatan
20
Cilandak
Jakarta Selatan
21
Pasar Minggu
Jakarta Selatan
22
Jagakarsa
Jakarta Selatan
Jakarta Selatan
23
Mampang
Prapatan
24
Pancoran
Jakarta Selatan
25
Tebet
Jakarta Selatan
26
Setiabudi
Jakarta Selatan
22
Jumlah
27
Matraman
Jakarta Timur
28
Pulo Gadung
Jakarta Timur
29
Jatinegara
Jakarta Timur
30
Duren Sawit
Jakarta Timur
31
Kramat Jati
Jakarta Timur
32
Makasar
Jakarta Timur
33
Pasar Rebo
Jakarta Timur
34
Ciracas
Jakarta Timur
35
Cipayung
Jakarta Timur
36
Cakung
Jakarta Timur
38
Jumlah
37
Cilincing
Jakarta Utara
38
39
Koja
Kelapa
Gading
Jakarta Utara
Jakarta Utara
40
Tanjung Priok
Jakarta Utara
41
Pademangan
Jakarta Utara
42
Penjaringan
Jakarta Utara
15
Kepulauan Seribu
Kepulauan Seribu
Jumlah
Jumlah Total
120
31
10
Jumlah
43
44
Kepulauan
Seribu Utara
Kepulauan
Seribu Selatan
Provinsi DKI Jakarta memiliki 5 Kotamadya dan 1 Kabupaten yang terdiri dari
44 Kecamatan113. Tabel di atas menunjukkan sebaran sekolah-sekolah yang
ditunjuk sebagai penyelenggara program pendidikan inklusif di kecamatankecamatan yang terdapat di Provinsi DKI Jakarta. 164 sekolah penyelenggara
program pendidikan inklusif hanya tersebar di 5 Kotamadya di Provinsi DKI
Jakarta yaitu Kotamadya Jakarta Pusat, Kotamadya Jakarta Barat, Kotamadya
Jakarta Selatan, Kotamadya Jakarta Timur, dan Kotamadya Jakarta Utara. Di 2
kecamatan, yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Kecamatan
Kepulauan
Seribu
Selatan
tidak
terdapat
satu
sekolah
pun
yang
Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta, dari
http://www.depdagri.go.id/media/filemanager/2010/01/29/1/1/11__dki_jakarta.pdf, 23 Januari 2011
116
Pendidikan
Provinsi
DKI
Jakarta
dengan
sekolah-sekolah
No
119
Nama Sekolah
Alamat
Wilayah
Jumlah
Beasiswa /1
Peserta
Tahun
Didik
1
SDN
30
3.600.000
23
2.760.000
12
1.440.000
Toba Pusat
22
2.640.000
23
2.760.000
Utara
26
3.120.000
71
8.520.000
57
6.840.000
Jabek Barat
66
7.920.000
50
6.000.000
14
1.680.000
Negara II A
Gg. E
Percetakan Pusat
Danau
Pejompongan
SDN
SDN
Bambu 02 PG
7
PAGI
Rt.
003/07
Marunda
8
Dalam
SD
Negeri Jl.
Lap.
Meruya
06 Pagi
10
SDN
24 Pagi
11
SDN
Bulus 03
Selatan
12
SDN
10
1.200.000
18
2.160.000
32
3.840.000
14
1.680.000
Selatan
32
3.840.000
23
2.760.000
24
2.880.000
50
6.000.000
10
1.200.000
24
2.880.000
35
4.200.000
Bulus 06 Pagi
13
SDN
Lebak Bulus
Cipete Jl.
Selatan 08 PT
Anggur
Komplek
II Selatan
BRI
Cilandak
14
SDN
Menteng Jl.
Atas 04 PG
Dr.
Sahardjo Selatan
15
SDN
Cipete Jl.
Selatan 04
Anggur
Komplek
II Selatan
BRI
Cilandak
16
SDN
Utara 12 PG
17
SDN
Bulus 02 PAGI
No.
59
Lebak
Bulus
18
SDN
Mampang
01 Rt 10/02
PAGI
19
20
TK
22
Cip. Timur
03
Pembina DKI
21
Jengki
Gedong
Gg. Pembangunan
II
23
SDN
25
3.000.000
31
3.720.000
40
4.800.000
Rt. Timur
27
3.240.000
26
3.120.000
01 Pagi
24
06/07 Cijantung
25
Gedong
26
003/09 No. 40
27
SDN
Langgar
008/10
09 PTG
005/02
i. Kurikulum
Kurikulum yang digunakan dalam proses pembelajaran pendidikan inklusif
sama dengan kurikulum yang digunakan dalam proses pembelajaran
pendidikan inklusif karena program pendidikan inklusif dilaksanakan di
sekolah-sekolah reguler.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009
disebutkan bahwa satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif
menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang mengakomodasi
kebutuhan dan kemampuan peserta didik sesuai dengan bakat, minat, dan
potensinya 122. Dalam Peraturan Gubernur Nomor 116 Tahun 2007
disebutkan bahwa kurikulum yang digunakan dalam penyelenggaraan
pendidikan inklusi adalah kurikulum yang berlaku yang disesuaikan dengan
kebutuhan khusus masing-masing peserta didik berkebutuhan khusus 123.
122
123
124
127
Hellen Keller
Internasional (HKI)
yang
memiliki
program
132
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 41
Sarana
dan
prasarana
dalam
penyelenggaran
pendidikan
inklusif
133
134
Provinsi DKI Jakarta. Selain dari Dinas Pendidikan Provinsi, SMA Negeri
66 juga mendapatkan bantuan dari Direktorat PSLB Kementerian
Pendidikan Nasional. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Suparno,
S.Pd:
Sampai saat ini kami sangat terbantu dengan bantuan-bantuan yang
diberikan baik oleh Direktorat PSLB maupun oleh Dinas Pendidikan
Provinsi DKI Jakarta. Orang tua anak-anak berkebutuhan khusus pun ada
beberapa yang membantu kami, sehingga sarana dan prasarana dalam
penyelenggaraan pendidikan inklusif pun dapat terpenuhi dengan baik.
Misalnya ketika kebutuhan untuk laptop bagi peserta didik, kami pun
menyediakan laptop khusus untuk anak-anak berkebutuhan khusus agar
tidak ada pembedaan antara anak-anak reguler dengan anak-anak
berkebutuhan khusus...135
Dapat dipahami bahwa Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta memiliki
komitmen tinggi dalam pengadaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan
sekolah dalam penyelenggaraan program pendidikan inklusif.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009
disebutkan bahwa satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif
berhak memperolah bantuan profesional sesuai dengan kebutuhan dari
pemerintah Kabupaten/Kota. Bantuan profesional yang dimaksud dalam
peraturan tersebut dapat berupa penyediaan sarana dan prasarana 136.
Ketentuan mengenai sarana dan prasarana disebutkan dalam Peraturan
Gubernur Nomor 116 Tahun 2007. Dalam peraturan tersebut disebutkan
bahwa sarana dan prasarana yang terdapat pada satuan pendidikan
penyelenggara pendidikan inklusi adalah sarana dan prasarana yang telah
terdapat pada sekolah/madrasah yang bersangkutan dan ditambah dengan
135
136
Alamat
Kecamatan
Wilayah
Jl. Percetakan
Johar Baru
Pusat
Negara II A
2
Barat 16 Pagi
Barat XIX
Kramat Jati
Timur
Kebon Jeruk
Barat
003/09 No. 40
4
140
07 Pagi
Pengumben Rt.
Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 842/2009
Tentang Penunjukkan Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi TK, SD, SMP yang Mendapatkan
Biaya Operasional Tahun Anggaran 2009
002/08 Sukabumi
Selatan
5
Palmerah
Barat
Senen
Pusat
Pulo Gadung
Timur
Dalam
6
TK Aisyiyah 31
Pagi
10/3
Cilandak
Selatan
Cilincing
Utara
Pagi
9
Rt. 003/07
10
Jl. Pramukasari I
No. 19
11
12
Pagi
Gang 2
Jl. Mundari
07 Pagi
Bendungan Melayu
Johar Baru
Pusat
Koja
Utara
Penjaringan
Utara
Duren Sawit
Timur
Sawah Besar
Pusat
Rawabadak
13
14
Jakarta
Pondok Bambu
Duren Sawit
15
16
Kebon Jeruk
Barat
17
Kebayoran
Selatan
Baru
Penjaringan
Utara
Pasar Rebo
Timur
Pasar Rebo
Timur
18
Raya No. 9
19
20
Tabel 5
Daftar Nama Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif
Penerima Dana Pendamping Tahun Anggaran 2010
No
Nama Sekolah
Alamat
Kecamatan
Barat 16 Pagi
Barat XIX
Wilayah
Cilincing
Utara
Kembangan
Barat
Setiabudi
Selatan
Kramat Jati
Timur
Rt. 003/07
3
Pagi
002/001 Mega
SDN Mentas 04
Dalam hal pendanaan, guru SMP Negeri 223 menyatakan bahwa pendanaan
untuk penyelenggaraan program pendidikan inklusif selain berasal dari
sekolah sendiri, juga berasal dari Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta dan
Direktorat PSLB. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Sukarto:
Pendanaan untuk pelaksanaan pendidikan inklusif berasal dari biaya
sekolah, Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, dan Direktorat PSLB
Pusat141
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Suparno selaku Manajer Program
Inklusi SMA Negeri 66 Cilandak. Ia menyatakan:
Pendanaan penyelenggaraan pendidikan inklusif diperoleh dari
bantuan dari Direktorat PSLB, Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta,
dan dana sekolah yang dialokasikan untuk penyelenggaraan pendidikan
inklusif142
Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta memang belum bisa memberikan
bantuan finansial kepada semua sekolah yang telah ditunjuk untuk
menyelenggarakan program pendidikan inklusif. Hal ini dikarenakan dana
yang dibutuhkan sangat besar jika semua sekolah yang telah ditunjuk
tersebut diberikan bantuan finansial. Maka, sebagaimana dijelaskan oleh
Dra. Septi Novida, M.Pd, bantuan diberikan hanya kepada sekolah-sekolah
yang mengajukan proposal permohonan bantuan dana dan proposal tersebut
diterima karena telah dipertimbangkan kelayakannya. Namun demikian,
pihak sekolah sendiri pun mengakui bahwa sekolah sendiri sudah
mengalokasikan dana untuk penyelenggaraan pendidikan inklusif. Dana
yang dibutuhkan sekolah pun ada juga yang berasal dari pemerintah pusat
yang diberikan lewat Direktorat PSLB.
m. Model Pendidikan Inklusif
141
142
model. Pertama yaitu model inklusi penuh (full inclusion) dimana peserta
didik berkebutuhan khusus menerima pembelajaran individual dalam kelas
reguler. Kedua yaitu model inklusif parsial (partial inclusion) dimana
peserta didik berkebutuhan khusus sebagian mengikuti pembelajaran yang
berlangsung di kelas reguler dan sebagian lagi dalam kelas-kelas pull out
dengan bantuan guru pendamping khusus146.
Model kelas inklusif yang dimodifikasi sesuai dengan ketentuan pemerintah
yang terdiri dari kelas reguler penuh, kelas reguler dengan cluster, kelas
reguler dengan pull out, kelas reguler dengan cluster dan pull out, kelas
khusus dengan berbagai pengintegrasian, dan kelas khusus penuh di sekolah
reguler sebagaimana dinyatakan oleh Sip Jan Pijl dan Cor J.W.Meijer 147,
tidak dipakai dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif di Provinsi DKI
Jakarta. Sebagaimana dinyatakan pemerintah pusat lewat Direktorat PSLB,
penyelenggaraan pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus di
Indonesia tetap mengambil semangat dan filosofi inklusif.
Implementasi kebijakan penyelenggaraan pendidikan inklusif di Provinsi DKI
Jakarta selalu dievaluasi oleh Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta. Hal ini
sebagaimana dinyatakan oleh Dra. Septi Novida, M.Pd:
Sebenarnya kami tidak mengalokasikan proses khusus untuk penilaian
atau peninjauan ulang terhadap kebijakan-kebijakan penyelenggaraan
pendidikan inklusif yang sudah kami keluarkan, namun kami melakukan
proses penilaian saat kami melakukan monitoring di sekolah-sekolah
penyelenggara program pendidikan inklusif dengan cara menanyakan
146
George Morrison, Early Childhood Education Today, (New Jersey: Pearson Education Inc.,
2009), h. 462.
147
Sip Jan Pijl dan Cor J.W.Meijer, Factor In Inclusion: A Framework dalam Sip Jan Pijl (eds.),
Inclusive Education; A Global Agenda, (London: Routledge, 1997), h. 12.
148
kebijakan,
dikaitkan
dengan
dilegitimasinya
kebijakan
kebijakan,
dikaitkan
dengan
pelaksanaan
kebijakan
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan mengenai kebijakan
penyelenggaraan pendidikan inklusif di Provinsi DKI Jakarta, didapati kesimpulan
sebagai berikut:
1.
2.
penyatuan
anak-anak
berkelainan
(penyandang
4.
5.
B. Saran
Beberapa saran yang dapat penulis kemukakan dalam penelitian ini yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
DAFTAR PUSTAKA
Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009
Anderson, James E., dkk., Public Policy and Politics in America, California:
Brooks/Cole Publishing Company, 1984, cet. ke-2
_________________, Public Policy Making, New York: Holt, Rinehart and Winston,
1984, cet. ke-3
_________________, Public Policy Making: An Introduction, Boston: Houghton
Mifflin Company: 1994, cet. ke-2
Baihaqi, MIF. dan M. Sugiarmin, Memahami dan Membantu Anak ADHD, Bandung:
PT. Refika Aditama, 2006
Barton, Len dan Felicity Armstrong, Policy, Experience, and Change; Cross Cultural
Reflection on Inclusive Education, Dordrecht: Springer, 2007
Bungin, M. Burhan, Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,
dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana, 2009
Danim, Sudarwan, Pengantar Studi Penelitian Kebijakan, Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2005), cet. ke-3
Delphie, Bandi, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Setting Pendidikan
Inklusi, Bandung: PT. Refika Aditama, 2006
_______, Bandi, Pembelajaran Anak Tunagrahita; Suatu Pengantar dalam
Pendidikan Inklusi, Bandung: PT. Refika Aditama, 2006
Denhardt, Robert B. dan Janet V. Denhardt, Public Administration: An Action
Orientation, Boston: Wadsworth, 2009
Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Rencana Strategis Dinas Pendidikan Provinsi
DKI Jakarta Tahun 2009-2013
http://www.depdagri.go.id/media/filemanager/2010/01/29/1/1/11__dki_jakarta.pdf
Islamy, M. Irfan, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, Jakarta: Bina
Aksara, 1988, cet. ke-3
Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor
842/2009 Tentang Penunjukkan Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi TK,
SD, SMP yang Mendapatkan Biaya Operasional Tahun Anggaran 2009
Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor
1190/2010 Tentang Penunjukkan Nama-nama TK, SD, SMP, dan SMA/SMK
Penyelenggara Pendidikan Inklusif di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010
Lindgren, Henry Clay, Educational Psychology in the Classroom, Tokyo: Charles E.
Tuttle Company, 1967, cet. ke-3
Moloeng, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2009
Morrison, George S., Early Childhood Education Today, New Jersey: Pearson
Education Inc., 2009
Muslim, al Imam Abi Husain bin al Hajjaj, Shahih Muslim, Kairo: Daar Ibnu Al
Haitam, 2001
Nawawi, Hadari dan Martini Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial,
Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1995
Nawawi, Ismail, Public Policy; Analisis, Strategi, Advokasi, Teori, dan Praktek,
Surabaya: PMN, 2009
Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif, Direktorat Pembinaan
Sekolah Luar Biasa Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah Departemen Pendidikan Nasional, 2007
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 116 Tahun 2007
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan
Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi
Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan
Winarno, Budi, Kebijakan Publik: Teori dan Proses, Yogyakarta: Media Presindo,
2007