Você está na página 1de 10

Aliran Idealisme Dalam Filsafat Pendidikan

A. Pendahuluan
Ilmu filsafat sebetulnya banyak aliran atau paham, diantaranya seperti aliran renaisance,
rasionalisme, idealisme, empirisme, pragmatisme, existentialisme, dan masih banyak lagi.
Antara aliran atau paham yang satu dan yang lainnya ada yang saling bertentangan dan ada
pula yang memiliki konsep dasar sama. Akan tetapi meskipun bertentangan, bukanlah untuk
saling dipertentangkan. Justru dengan banyaknya aliran atau paham yang sudah
diperkenalkan oleh tokoh-tokoh filsafat, kita dapat memilih cara yang pas dengan persoalan
yang sedang kita hadapi. Antara aliran atau paham yang satu dengan yang lainnya dapat
saling mendukung. Seperti penyelesaian masalah yang sederhana misalnya, kita bisa
menggunakan logika klasik, untuk menggali ilmu-ilmu yang ada di alam, kita dapat
menggunakan cara empirisme, untuk membantu pemahaman bisa menggunakan paham
rasionalisme, dan untuk persoalan yang kompleks kita dapat menggunakan teorinya idealisme
(dialektika).
Tujuan dari penulisan makalah ini sendiri, selain memenuhi kewajiban membuat tugas,
adalah untuk memenuhi rasa ingin tahu dan keterkaitan penulis terhadap bab aliran filsafat
idealisme, serta mencoba menuangkan informasi yang didapat ke dalam sebuah tulisan.
B. Pengertian Filsafat dan Aliran Idealisme
Filsafat dan filosof berasal dari kata Yunani philosophia dan philosophos.
Menurut bentuk kata, seorang philosphos adalah seorang pencinta kebijaksanaan. Sebagian
lain mengatakan bahwa filsafat adalah cinta akan kebenaran. Filsafat sering pula diartikan
sebagai pandangan hidup. Dalam dunia pendidikan, filsafat mempunyai peranan yang sangat
besar. Karena, filsafat yang merupakan pandangan hidup ikut menentukan arah dan tujuan
proses pendidikan. Filsafat pendidikan sendiri adalah ilmu yang mempelajari dan berusaha
mengadakan penyelesaian terhadap masalah-masalah pendidikan yang bersifat filosofis. Jadi
jika ada masalah atas pertanyaan-pertanyaan soal pendidikan yang bersifat filosofis,
wewenang filsafat pendidikanlah untuk menjawab dan menyelesaikannya.
Ajaran filsafat adalah hasil pemikiran sesorang atau beberapa ahli filsafat tentang
sesuatu secara fundamental. Dalam memecahkan suatu masalah terdapat pebedaan di dalam
penggunaan cara pendekatan, hal ini melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang berbeda pula,
walaupun masalah yang dihadapi sama. Perbedaan ini dapat disebabkan pula oleh factor-

faktor lain seperti latar belakang pribadi para ahli tersebut, pengaruh zaman, kondisi dan alam
pikiran manusia di suatu tempat.
Tokoh aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM), murid Sokrates. Aliran idealisme
merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah
gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli
(cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan
cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap
bahwa yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan
serta penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan idea.
Keberadaan idea tidak tampak dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran yang asli hanya
dapat dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan idealisme adalah gambaran dari dunia
idea, sebab posisinya tidak menetap. Sedangkan yang dimaksud dengan idea adalah hakikat
murni dan asli. Keberadaannya sangat absolut dan kesempurnaannya sangat mutlak, tidak
bisa dijangkau oleh material. Pada kenyataannya, idea digambarkan dengan dunia yang tidak
berbentuk demikian jiwa bertempat di dalam dunia yang tidak bertubuh yang dikatakan dunia
idea.
Prinsipnya, aliran idealisme mendasari semua yang ada. Yang nyata di alam ini hanya
idea, dunia idea merupakan lapangan rohani dan bentuknya tidak sama dengan alam nyata
seperti yang tampak dan tergambar. Sedangkan ruangannya tidak mempunyai batas dan
tumpuan yang paling akhir dari idea adalah arche yang merupakan tempat kembali
kesempurnaan yang disebut dunia idea dengan Tuhan, arche, sifatnya kekal dan sedikit pun
tidak mengalami perubahan.
Tegasnya, idealisme adalah aliran ilmu filsafat yang menganggap pikiran atau cita-cita
sebagai satu-satunya hal yang benar yang dapat dicamkan dan dipahami. (Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 2007 : 416)
Menurut Ahmad Agung yang dikutip dari bukunya Juhaya S. Pradja (1987 : 38) ada
beberapa jenis idealisme, diantaranya :
1) Idealisme subjektif atau juga disebut immaterialisme, mentalisme, dan fenomenalisme.
Seorang idealis subjektif akan mengatakan bahwa akal, jiwa, dan persepsi-persepsinya atau
ide-idenya merupakan segala yang ada. Objek pengalaman bukanlah benda material; objek
pengalaman adalah persepsi. Oleh karena itu benda-benda seperti bangunan dan pepohonan
itu ada, tetapi hanya ada dalam akal yang mempersepsikannya.
2) Idealisme objektif, yakni dikatakan bahwa akal menemukan apa yang sudah terdapat dalam
susunan alam.

3) Idealisme individual atau idealisme personal, yaitu nilai-nilainya dan perjuangannya untuk
menyempurnakan dirinya. Personalisme ini muncul sebagai protes terhadap materialisme
mekanik dan idealisme monistik.
C. Tokoh Aliran Filsafat Idealisme
1. Plato (427-374 SM)
Plato adalah murid Sokrates. Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat
yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat
rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap
oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia
idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri
selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta penggeseran, yang mengalami gerak tidak
dikategorikan idea.
Plato yang memiliki filsafat beraliran idealisme yang realistis mengemukakan bahwa
jalan untuk membentuk masyarakat menjadi stabil adalah menentukan kedudukan yang pasti
bagi setiap orang dan setiap kelas menurut kapasitas masin-masing dalam masyarakat sebagai
keseluruhan. Mereka yang memiliki kebajikan dan kebijaksanaan yang cukup dapat
menduduki posisi yang tinggi, selanjutnya berurutan ke bawah. Misalnya, dari atas ke bawah,
dimulai dari raja, filosof, perwira, prajurit sampai kepada pekerja dan budak. Yang
menduduki urutan paling atas adalah mereka yang telah bertahun-tahun mengalami
pendidikan dan latihan serta telah memperlihatkan sifat superioritasnya dalam melawan
berbagai godaan, serta dapat menunjukkan cara hidup menurut kebenaran tertinggi.
Mengenai kebenaran tertinggi, dengan doktrin yang terkenal dengan istilah ide, Plato
mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan jenisnya satu, sedangkan ide tertinggi adalah
kebaikan. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman.
Siapa saja yang telah menguasai ide, ia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat
menggunakan sebagai alat untuk mengukur, mengklasifikasikan dan menilai segala sesuatu
yang dialami sehari-hari.
2. J. G. Fichthe (1762-1914 M)
Johann Gottlieb Fichte adalah filosuf Jerman. Ia belajar teologi di Jena pada tahun
1780-1788 M. Berkenalan dengan filsafat Kant di Leipzig 1790 M. Berkelana ke Konigsberg
untuk menemui Kant dan menulis Critique of Relevation pada zaman Kant. Buku itu
dipersembahkannya kepada Kant. Pada tahun 1810-1812 M ia menjadi rektor Universitas
Berlin.

Filsafatnya disebut Wissenschaftslehre (ajaran ilmu pengetahuan). Dengan melalui metoda


deduktif fichte mencoba menerangkan hubungan Aku (Ego) dengan adanya benda-benda
(non-Ego). Karena Ego berpikir, mengiakan diri maka terlahirlah non-Ego (benda-benda).
Dengan secara dialektif (berpikir dengan metoda : tese, anti tese, sintese) Fichte mencoba
menjelaskan adanya benda-benda.
Secara sederhana dialektika Fichte itu dapat diterangkan sebagai berikut: manusia
memandang obyek benda-benda dengan inderanya. Dalam mengindera obyek tersebut,
manusia berusaha mengetahui yang dihadapinya. Maka berjalanlah proses intelektualnya
untuk membentuk dan mengabstraksikan obyek itu menjadi pengertian seperti yang
dipikirannya.
Fichter menganjurkan supaya kita memenuhi tugas, dan hanya demi tugas. Tugaslah
yang menjadi pendorong moral. Isi hukum moral ialah berbuatlah menurut kata hatimu. Bagi
seorang idealis, hukum moral ialah setiap tindakan harus berupa langkah menuju
kesempurnaan spiritual.
3. F. W. S. Schelling (1775-1854 M)
Friedrich Wilhem Joseph Schelling telah mencapai kematangan sebagai filosuf pada
waktu itu ia masih amat muda. Pada tahun 1798 M, ketika usianya baru 23 tahun, ia telah
menjadi guru besar di Universitas Jena. Sampai akhir hidupnya pemikirannya selalu
berkembang. Namun, continuitasnya tetap ada. Dia adalah filosuf idealis Jerman yang telah
meletakkan dasar-dasar pemikiran bagi perkembangan idealisme Hegel. Ia pernah menjadi
kawan Fichte.
Bersama Fishte dan Hegel, Sheiling adalah idealis Jerman yang terbesar.
Pemikirannya pun merupakan mata rantai antara Fishte dan hegel. Fichte memandang alam
semesta sebagai lapangan tugas manusia dan sebagai basis kebebasan moral, Schelling
membahas realitas lebih obyektif dan menyiapkan jalan bagi idealisme absolute. Dalam
pandangan Scheiling, realitas adalah identik dengan gerakan pemikiran yang berevolusi
secara dialektis. Pada Schelling, juga pada Hegel, realitas adalah proses rasional evolusi
dunia menuju realisasi berupa suatu ekspresi kebenaran terakhir. Tujuan proses itu adalah
suatu keadaan kesadaran diri yang sempurna.
4. G. W. F. Hegel (1770-1031)
George Wilhem Friedrich Hegel lahir pada tahun 1770 M di Stuttgart. Ini adalah
tahun-tahun Revolusi Prancis yang terkenal itu (1789 M), juga merupakan tahun-tahun

berbunganya kesusasteraan Jerman.. Lessing, Goethe dan Schiller hidup pada periode ini
juga.
Idealisme di Jerman mencapai puncaknya pada masa Hegel.
Ia termasuk salah satu filosuf barat yang menonjol. Inti filsafat Hegel adalah konsep Geists
(roh, spirit), suatu istilah diilami oleh agamanya. ia berusaha menghubungkan Yang Mutlak
itu dengan Yang Tidak Mutlak. Yang Mutlak itu roh (jiwa), menjelma pada alam dan dengan
demikian sadarlah ia akan dirinya. Roh itu dalam intinya Idea, artinya: berpikir.
Idea yang berpikir itu sebenarnya adalah gerak yang menimbulkan gerak lain. Demikianlah
proses roh atau Idea yang disebut Hegel: Dialektika. Proses itu berlaku menurut hukum akal.
Sebab itu yang menjadi aksioma Hegel: apa yang masuk akal (rasional) itu sungguh riil, dan
apa yang sungguh itu masuk akal.
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa aliran idealisme ini aliran yang mengemukakan
bahwa sesuatu hal akan muncul berangkat dari ide. Ungkapan terkenal dalam aliran ini adalah
segala yang ada hanyalah yang ada sebab yang ada itulah adalah gambaran atau
perwujudan dari alam pikiran (bersifat tiruan).
D. Idealisme dan Filsafat Pendidikan
Aliran filsafat idealisme terbukti cukup banyak memperhatikan masalah-masalah
pendidikan, sehingga cukup berpengaruh terhadap pemikiran dan praktik pendidikan.
William T. Harris adalah tokoh aliran pendidikan idealisme yang sangat berpengaruh di
Amerika Serikat. Bahkan, jumlah tokoh filosof Amerika kontemporer tidak sebanyak seperti
tokoh-tokoh idealisme yang seangkatan dengan Herman Harrell Horne (1874-1946). Herman
Harrell Horne adalah filosof yang mengajar filsafat beraliran idealisme lebih dari 33 tahun di
Universitas New York.
Belakangan, muncul pula Michael Demiashkevitch, yang menulis tentang idealisme
dalam pendidikan dengan efek khusus. Demikian pula B.B. Bogoslovski, dan William E.
Hocking. Kemudian muncul pula Rupert C. Lodge (1888-1961), profesor di bidang logika
dan sejarah filsafat di Universitas Maitoba. Dua bukunya yang mencerminkan kecemerlangan
pemikiran Rupert dalam filsafat pendidikan adalah Philosophy of Education dan studi
mengenai pemikirian Plato di bidang teori pendidikan. Di Italia, Giovanni Gentile Menteri
bidang Instruksi Publik pada Kabinet Mussolini pertama, keluar dari reformasi pendidikan
karena berpegang pada prinsip-prinsip filsafat idealisme sebagai perlawanan terhadap dua
aliran yang hidup di negara itu sebelumnya, yaitu positivisme dan naturalisme.

Idealisme sangat concern tentang keberadaan sekolah. Aliran inilah satu-satunya yang
melakukan oposisi secara fundamental terhadap naturalisme. Pendidikan harus terus eksis
sebagai lembaga untuk proses pemasyarakatan manusia sebagai kebutuhan spiritual, dan
tidak sekadar kebutuhan alam semata. Gerakan filsafat idealisme pada abad ke-19 secara
khusus mengajarkan tentang kebudayaan manusia dan lembaga kemanuisaan sebagai ekspresi
realitas spiritual.
Secara filosofis, pendidikan adalah hasil dari peradaban suatu bangsa yang terus
menerus dikembangkan berdasarkan cita-cita dan tujuan filsafat serta pandangan hidupnya,
sehingga menjadi suatu kenyataan yang melembaga di dalam masyarakatnya. Dengan
demikian, muncullah filsafat pendidikan yang menjadi dasar bagaimana suatu bangsa itu
berpikir, berperasaan, dan berkelakuan yang menentukan bentuk sikap hidupnya. Adapun
proses pendidikan dilakukan secara terus menerus dilakukan dari generasi ke generasi secara
sadar dan penuh keinsafan.
Sejak idealisme sebagai paham filsafat pendidikan menjadi keyakinan bahwa realitas
adalah pribadi, maka mulai saat itu dipahami tentang perlunya pengajaran secara individual.
Pola pendidikan yang diajarkan fisafat idealisme berpusat dari idealisme. Pengajaran tidak
sepenuhnya berpusat dari anak, atau materi pelajaran, juga bukan masyarakat, melainkan
berpusat pada idealisme. Maka, tujuan pendidikan menurut paham idealisme terbagai atas
tiga hal, tujuan untuk individual, tujuan untuk masyarakat, dan campuran antara keduanya.
Para murid yang menikmati pendidikan di masa aliran idealisme sedang gencargencarnya diajarkan, memperoleh pendidikan dengan mendapatkan pendekatan (approach)
secara khusus. Sebab, pendekatan dipandang sebagai cara yang sangat penting. Giovanni
Gentile pernah mengemukakan, Para guru tidak boleh berhenti hanya di tengah pengkelasan
murid, atau tidak mengawasi satu persatu muridnya atau tingkah lakunya. Seorang guru mesti
masuk ke dalam pemikiran terdalam dari anak didik, sehingga kalau perlu ia berkumpul
hidup bersama para anak didik. Guru jangan hanya membaca beberapa kali spontanitas anak
yang muncul atau sekadar ledakan kecil yang tidak banyak bermakna.
Bagi aliran idealisme, anak didik merupakan seorang pribadi tersendiri, sebagai
makhluk spiritual. Mereka yang menganut paham idealisme senantiasa memperlihatkan
bahwa apa yang mereka lakukan merupakan ekspresi dari keyakinannya, sebagai pusat utama
pengalaman pribadinya sebagai makhluk spiritual. Tentu saja, model pemikiran filsafat
idealisme ini dapat dengan mudah ditransfer ke dalam sistem pengajaran dalam kelas. Guru
yang menganut paham idealisme biasanya berkeyakinan bahwa spiritual merupakan suatu
kenyataan, mereka tidak melihat murid sebagai apa adanya, tanpa adanya spiritual.

Pendidikan idealisme untuk individual antara lain bertujuan agar anak didik bisa
menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis
dan penuh warna, hidup bahagia, mampu menahan berbagai tekanan hidup, dan pada
akhirnya diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan
tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan sesama
manusia. Karena dalam spirit persaudaraan terkandung suatu pendekatan seseorang kepada
yang lain. Seseorang tidak sekadar menuntuk hak pribadinya, namun hubungan manusia yang
satu dengan yang lainnya terbingkai dalam hubungan kemanusiaan yang saling penuh
pengertian dan rasa saling menyayangi. Sedangkan tujuan secara sintesis dimaksudkan
sebagai gabungan antara tujuan individual dengan sosial sekaligus, yang juga terekspresikan
dalam kehidupan yang berkaitan dengan Tuhan.
E. PENGARUH IDEALISME DI RUANG KELAS
Guru dalam sistem pengajaran yang menganut aliran idealisme berfungsi sebagai: (1)
guru adalah personifikasi dari kenyataan si anak didik; (2) guru harus seorang spesialis dalam
suatu ilmu pengetahuan dari siswa; (3) Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara
baik; (4) Guru haruslah menjadi pribadi terbaik, sehingga disegani oleh para murid; (5) Guru
menjadi teman dari para muridnya; (6) Guru harus menjadi pribadi yang mampu
membangkitkan gairah murid untuk belajar; (7) Guru harus bisa menjadi idola para siswa; (8)
Guru harus rajib beribadah, sehingga menjadi insan kamil yang bisa menjadi teladan para
siswanya; (9) Guru harus menjadi pribadi yang komunikatif; (10) Guru harus mampu
mengapresiasi terhadap subjek yang menjadi bahan ajar yang diajarkannya; (11) Tidak hanya
murid, guru pun harus ikut belajar sebagaimana para siswa belajar; (12) Guru harus merasa
bahagia jika anak muridnya berhasil; (13) Guru haruslah bersikap dmokratis dan
mengembangkan demokrasi; (14) Guru harus mampu belajar, bagaimana pun keadaannya.
Guru menjadi agen penting dalam menolong siswa mengembangkan potensinya
semaksimal mungkin Guru idealis menyajikan bahan belajar warisan budaya yang terbaik.
Membuat siswa berperan dalam menyumbangkan karya mereka untuk masyarakat. Guru
idealis akan menekankan para siswa untuk menggapai cita- cita tertinggi yang mampu ia raih.
Menunjukkan jalan bagi siswa untuk mencapai yang terbaik dalam hidup. Visi hidup haruslah
tinggi sehingga menginspirasi siswa untuk berjuang lebih keras. Siswa tidak boleh
terpengaruh dengan kondisi sosial yang tidak mendukung pencapaian cita- cita. Siswa
diajarkan untuk berani bermimpi kemudian berjuang keras untuk mewujudkan mimpimimpinya.

Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih
memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada pengajaran
yang textbook. Agar supaya pengetahuan dan pengalamannya senantiasa aktual.
Power (1982:89) mengemukakan implikasi filsafat pendidikan idealisme sebagai
berikut :
1). Tujuan Pendidikan
Pendidikan formal dan informal bertujuan membentuk karakter, dan mengembangkan bakat
atau kemampuan dasar, serta kebaikan sosial
2). Kedudukan Siswa
Bebas untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan dasarnya/bakatnya.
3). Peranan Guru
Bekerja sama dengan alam dalam proses pengembangan manusia, terutama bertanggung
jawab dalam menciptakan lingkungan pendidikan siswa
4). Kurikulum
Pendidikan liberal untuk pengembangan kemampuan rasional, dan pendidikan praktis untuk
memproleh pekerjaan
5). Metode
Diutamakan metode dialektika, tetapi metode lain yang efektif dapat dimanfaatkan
Menurut Kant, guru harus memandang anak sebagai tujuan, bukan sabagai alat. Guru
harus bertanya pada dirinya sendiri, apakah ia merupakan contoh yang baik untuk diterima
oleh siswanya. Idealisme memiliki tujuan pendidikan yang pasti dan abadi, dimana tujuan itu
berada di luar kehidupan sekarang ini. Tujuan pendidikan idealisme akan berada di luar
kehidupan manusia itu sendiri, yaitu manusia yang mampu mencapai dunia cita, manusia
yang mampu mencapai dan menikmati kehidupan abadi, yang berasal dari Tuhan.
F. ALIRAN IDEALISME DALAM PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH
Mengingat bahwa aliran idealisme aliran yang mengemukakan bahwa sesuatu hal
akan muncul berangkat dari ide. Ungkapan terkenal dalam aliran ini adalah segala yang ada
hanyalah yang ada sebab yang ada itulah adalah gambaran atau perwujudan dari alam
pikiran (bersifat tiruan). Maka KH. Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah juga
disebut sebagai salah satu tokoh aliran idealism karena KH. Ahmad Dahlan merupakan salah
satu tokoh penggerak kebudayaan yang memunculkan ide- ide tentang peradaban manusia.
Pembaharuan sistem pendidikan Islam yang dilakukan Kyai Haji Ahmad Dahlan
terlihat dari pengembangan bentuk pendidikan dari model pondok pesantren dengan

menerapkan metode sorogan, bandongan dan wetonan menjadi bentuk madrasah atau sekolah
dengan menerapkan metode belajar secara klasikal. Adapun tujuan pendidikan lebih
difokuskan pada pembentukan akhlak manusia.
Sistem pendidikan yang dikembangkan persyarikatan Muhammadiyah bersifat kreatif
dalam mengintregasikan tuntutan idealisme, korektif dan modernis. Aspek idealisme
merupakan substansi dari pendidikan persyarikatan Muhammadiyah, sedangkan aspek
korektif, inovatif dan modernis merupakan instrumennya. Secara idealistis Muhammadiyah
konsisten terhadap upaya menegakkan ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur'an dan
hadits, menghilangkan bidah dan khurafat serta komitmen terhadap pengembangan ilmu
pengetahuan.
Aspek korektif dan inovatif terlihat pada adanya usaha-usaha mengembangkan
pondok pesantren dan dalam memenuhi tuntutan modernisasi, dengan mencangkok sistem
pendidikan yang bersifat sekuler dalam bentuk persekolahan.
Pada dasarnya ideologi Muhammadiyah berdasarkan Al Quran surat Ali Imran :
104)

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang
yang beruntung.
G. Kesimpulan
1. Aliran Idealisme sangat mementingkan eksistensi akal pikiran manusia sebab pikiran
manusialah yang menjadi sumber ide. Ungkapan terkenal dalam aliran ini adalah segala
yang ada hanyalah yang ada sebab yang ada itulah adalah gambaran atau perwujudan dari
alam pikiran (bersifat tiruan). Sebaik apapun tiruan tidak seindah aslinya (yaitu ide). Jadi
yang baik itu hanya apa yang ada di dalam ide itu sendiri. Tokoh yang paling terkenal dalam
aliran ini adalah Plato (427-374 SM).
2. Guru dalam hal ini sebagai tenaga pengajar dalam aliran idealisme dituntut untuk memahami
siswa secara toatal dalam arti tidak hanya sebatas mengajar di kelas saja tetapi juga
memahami siswa di luar sekolah. Guru dituntut untuk masuk ke dalam pemikiran terdalam
3.

dari anak didik, sehingga kalau perlu ia berkumpul hidup bersama para anak didik.
Alian Idealisme ini sesuai dengan gerakan dari organisasi Muhammadiyah, bahkan menjadi
substansi dari pendidikan Muhammadiyah sedangkan aspek korektif, inovatif dan modernis
merupakan instrumennya.

DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2007.
Edo Segara. Noel J Coulson: Idealism and Realism; http://edosegara.blogspot.com/2008/04
Http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008
Louis O. Kattsoff : Penerjemah, Soejono Soemargono, 1992. Pengantar Filsafat. Yogyakarta, Tiara
Wacana
Power, Edward J. 1982. Philosophy of Education. New Jersey : Printice Hall Inc. Englewood Cliffs.
Uyoh Sadulloh, 2007. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung : Penerbit Alfabeta, Bandung

Você também pode gostar