Você está na página 1de 10

I.

ANALISIS MASALAH
1. Mengapa pasien mengeluhkan kurang pendengaran?
Penurunan pendengaran disebabkan karena adanya kelainan fungsi pada
sistem pendengaran. Secara fisiologis, Getaran suara ditangkap oleh daun telinga
yang diteruskan ke liang telinga dan mengenai membran timpani sehingga
membran timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke tulang tulang pendengaran
yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya stapes menggerakkan foramen
ovale yang juga menggerakkan perilimfe dalam skala vestibuli. Getaran
diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfe dan membran
basalis ke arah bawah dan perilimfe dalam skala timpani akan bergerak sehingga
foramen rotundum terdorong ke arah luar. Pada waktu istirahat, ujung sel rambut
Corti berkelok, dan dengan terdorongnya membran basal, ujung sel rambut itu
menjadi lurus. Rangsangan fisik ini berubah menjadi rangsangan listrik akibat
adanya perbedaan ion Natrium dan Kalium yang diteruskan ke cabang-cabang N.
VIII, kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran di otak
melalui saraf pusat yang ada di lobus temporalis.
Pada keadaan patologis, suara bising dapat merusak sel rambut karena getaran
yang secara terus menerus terjadi dan mempengaruhi kekakuan silia rambut.
Kerusakan sel rambut luar mengurangi sensitifitas dari bagian koklea yang rusak.
Kerusakan ini berhubungan dengan tip links pada sel rambut yang pada akhirnya
tidak dapat menghantarkan impuls listrik dengan baik dan menurunkan
kemampuan pendengaran. Pada stimulasi yang lebih tinggi, dapat terjadi fraktur
daerah basal membran yang menyebabkan kematian sel dan pada akhirnya
mengakibatkan hilangnya sensitifitas saraf akibat bising (Rambe, 2003).
Selain itu terdapat bebrbagai macam faktor penyebab penyakit akibat kerja.
Faktor-faktor penyebab Penyakit Akibat Kerja (PAK) tergantung pada bahan yang
digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja. Pada
umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan:
a)

Golongan fisik : suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan

yang sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik.


b)
Golongan kimiawi : bahan kimiawi yang digunakan dalam proses
kerja, maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu,
uap, gas, larutan, awan atau kabut.
c)
Golongan biologis : bakteri, virus atau jamur.
d)
Golongan fisiologis : biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja
dan cara kerja.

e) Golongan psikososial : lingkungan kerja yang mengakibatkan stress.

Tidak semua keadaan bising dapat mengakibatkan penurunan pendengaran.


Perubahan ambang dengar akibat paparan bising tergantung pada frekwensi
bunyi, intensitas dan lama waktu paparan. Intensitas dan waktu paparan bising
yang diperkenankan adalah:
Intensitas Bising

Waktu Paparan per hari

(db)
85 db
87.5 db

8 jam
6 jam

90 db

4 jam

92.5 db

3 jam

95 db

2 jam

100 db

1 jam

105 db

1/2 jam

110 db

1/4 jam

Selama terdapat suara bising, maka pendengaran manusia akan mengalami


beberapa proses, yaitu:
a) Adaptasi
Bila telinga terpapar oleh kebisingan mula-mula telinga akan merasa
terganggu oleh kebisingan tersebut, tetapi lama-kelamaan telinga tidak
merasa terganggu lagi karena suara terasa tidak begitu keras seperti pada
awal pemaparan.
b) Peningkatan ambang dengar sementara
Terjadi kenaikan ambang pendengaran sementara yang secara
perlahanlahan akan kembali seperti semula. Keadaan ini berlangsung
beberapa menit sampai beberapa jam bahkan sampai beberapa minggu
setelah pemaparan. Kenaikan ambang pendengaran sementara ini mulamula terjadi pada frekwensi 4000 Hz, tetapi bila pemeparan berlangsung
lama maka kenaikan nilai ambang pendengaran sementara akan menyebar
pada frekwensi sekitarnya. Makin tinggi intensitas dan lama waktu
pemaparan makin besar perubahan nilai ambang pendengarannya. Respon
tiap individu terhadap kebisingan tidak sama tergantung dari sensitivitas
masing-masing individu.
c) Peningkatan ambang dengar menetap
Kenaikan terjadi setelah seseorang cukup lama terpapar kebisingan,
terutama terjadi pada frekwensi 4000 Hz. Gangguan ini paling banyak

ditemukan dan bersifat permanen, tidak dapat disembuhkan . Kenaikan


ambang pendengaran yang menetap dapat terjadi setelah 3,5 sampai 20
tahun terjadi pemaparan, ada yang mengatakan baru setelah 10-15 tahun
setelah terjadi pemaparan. Penderita mungkin tidak menyadari bahwa
pendengarannya telah berkurang dan baru diketahui setelah dilakukan
pemeriksaan audiogram.
Hilangnya pendengaran sementara akibat pemaparan bising biasanya
sembuh setelah istirahat beberapa jam ( 1 2 jam ).
Penurunan pendengaran akibat bising disebut dengan Gangguan pendengaran
akibat bising/GPAB (Noise-Induced Hearing Loss/NIHL). Setelah paparan
tunggal, terjadi perubahan temporer pada pendengaran yang reversible, tetapi jika
suara cukup kuat atau diulang, bisa timbul tuli permanen irreversible, yang
mengarah pada pergeseran ambang pendengaran permanen (American Hearing
Research Foundation, 2012).
Secara umum efek kebisingan terhadap pendengaran dibagi 2, yaitu:
a) Noise Induced Temporary Threshold Shift (TTS)
Seseorang yang pertama sekali terpapar suara bising akan mengalami
berbagai perubahan, yang mula-mula tampak adalah ambang pendengaran
bertambah tinggi pada frekwensi tinggi. Pada gambaran audiometri tampak
sebagai notch yang curam pada frekwensi 4000 Hz, yang disebut juga
acoustic notch.
Pada tingkat awal terjadi pergeseran ambang pendengaran yang bersifat
sementara, yang disebut juga NITTS. Apabila beristirahat diluar lingkungan
bising biasanya pendengaran dapat kembali normal.
b) Noise Induced Permanent Threshold Shift (NIPTS)
Dikatakan bahwa untuk merubah NITTS menjadi NIPTS diperlukan waktu
bekerja dilingkungan bising selama 10 15 tahun, tetapi hal ini bergantung
juga kepada tingkat suara bising dan kepekaan seseorang terhadap suara
bising.
NIPTS biasanya terjadi disekitar frekwensi 4000 Hz dan perlahan-lahan
meningkat dan menyebar ke frekwensi sekitarnya. NIPTS mula-mula tanpa
keluhan, tetapi apabila sudah menyebar sampai ke frekwensi yang lebih
rendah ( 2000 dan 3000 Hz ) keluhan akan timbul. Pada mulanya seseorang
akan mengalami kesulitan untuk mengadakan pembicaraan di tempat yang
ramai, tetapi bila sudah menyebar ke frekwensi yang lebih rendah maka
akan timbul kesulitan untuk mendengar suara yang sangat lemah.

2. Bagaimana peran dokter perusahaan?


Di dalam suatu proses produksi, berbagai potensi bahaya tersebut sering
dialami oleh para pekerja. Faktor faktor bahaya lingkungan kerja antara lain
disebabkan oleh: fisika, kimia, biologis, fisiologis/ergonomi dan psikologis yang
bersumber dari berbagai peralatan, bahan, proses kerja dan kondisi lingkungan
kerja.
Dampak yang dapat ditimbulkan akibat adanya beban kerja dan potensi bahaya
yang dihadapi tenaga kerja antara lain berupa kecelakaan kerja, penyakit akibat
kerja dan gangguan kesehatan lainnya seperti kelelahan dan ketidaknyamanan.
Selain itu, tenaga kerja juga dapat menderita penyakit dan gangguan kesehatan
yang didapat dari lingkungan di luar tempat kerja sehingga dapat diperberat atau
memperberat penyakit atau gangguan kesehatan akibat kerja. Apabila kondisi
tersebut tidak diantisipasi maka kesehatan tenaga kerja sangat terganggu sehingga
produktifitas kerja akan menurun.
Untuk mengantisipasi keadaan tersebut di atas dan meminimalkan dampak
yang terjadi apabila tenaga kerja mengalami kecelakaan, penyakit akibat kerja
dan gangguan kesehatan lainnya, maka setiap perusahaan diwajibkan
memberikan pelayanan kesehatan kerja kepada semua tenaga kerjanya
sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per.
03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per. 03/Men/1982
tersebut, penyelanggaraan pelayanan kesehatan kerja harus dilaksanakan secara
menyeluruh dan terpadu (komprehensif), meliputi upaya kesehatan preventif,
promotif, kuratif dan rehabilitatif yang hasilnya dilaporkan kepada instansi yang
membidangi ketenagakerjaan.
Setiap perusahaan diwajibkan untuk mengirimkan setiap dokter perusahaannya
untuk mendapatkan latihan dalam bidang higiene perusahaan, kesehatan dan
keselamatan kerja.
Dokter perusahaan adalah setiap dokter yang ditunjuk atau bekerja di
perusahaan yang bertugas dan bertanggung jawab atas hygiene perusahaan,
kesehatan dan keselamatan kerja. Setiap dokter perusahaan yang telah mengikuti
latihan higiene perusahaan, kesehatan kerja dan keselamatan kerja disebut

sebagai dokter hiperkes.


Hiperkes merupakan singkkatan dari Higiene Perusahaan dan Kesehatan
Kerja. Hiperkes merupakan penggabungan dari higiene perusahaan dan
Kesehatan Kerja. Higiene perusahaan (higiene industri, higiene okupasi, higiene
kerja) (industrial-occupational hygiene) adalah spesialisasi dalam ilmu higiene
beserta prakteknya yang lingkup dedikasinya adalah mengenali, mengukur, dan
melakukan penilaian (evaluasi) terhadap faktor penyebab gangguan kesehatan
atau penyakit dalam lingkungan kerja dan perusahaan. Hasil pengukuran dan
evaluasi selanjutnya digunakan sebagai dasar tindakan korektif serta guna
pengembangan pengendalian yang lebih bersifat preventif terhadap lingkungan
kerja/perusahaan. Dengan menerapkan higiene perusahaan kesehatan tenaga kerja
dapat dilindungi dan masyarakat sekitar suatu perusahaan terhindar dari bahaya
faktor lingkungan yang mungkin diakibatkan oleh beroperasinya suatu
perusahaan.
Konsep hiperkes adalah:
a) Kesehatan / kedokteran promotif, preventif,

kuratif dan rehabilitatif

(Hiperkes medis).
b) Perlindungan tenaga kerja atas pengaruh buruk pekerjaan dan atau
lingkungan

kerja

terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja

(Hiperkes teknis). (Toksikologi Hiperkes)


c) Kesesuaian/kecocokan antara tenaga kerja dan pekerjaannya

(Hiperkes

ergonomis).
3. Bagaimanakah definisi, tugas, pelayanan, ruang lingkup, tujuan dan komponen
Kesehatan Kerja?
Definisi
Kesehatan
kerja

didefinisikan

sebagai

spesialisasi

dalam

ilmu

kesehatan/kedokteran beserta prakteknya, agar masyarakat pekerja memperoleh


derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik atau mental maupun sosial dengan
usaha-usaha

preventif

dan

kuratif

terhadap

penyakit-penyakit/gangguan-

gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan


kerja serta terhadap penyakit-penyakit umum (Sumamur, 2009).
Tugas
Pelayanan
Ruang Lingkup
a) Program pelayanan kesehatan kerja dasar di perusahaan.
b) Sarana dan prasarana pelayanan kesehatan kerja di perusahaan.

Tujuan
a) Tujuan Umum
Terselenggaranya pelayanan kesehatan kerja dasar secara optimal di Klinik
Perusahaan terhadap masyarakat pekerja sehingga mampu meningkatkan
produktivitas kerja.
b) Tujuan Khusus
1) Terlaksanya pelayanan kesehatan baik Promotif, Preventif, kuratif, dan
rehabilitatif dan rujukan di klinik perusahaan.
2) Terlaksanya pencatatan dan pelaporan khususnya tentang penyakit akibat kerja,
penyakit akibat hubungan kerja, dan kecelakaan akibat kerja di klinik
perusahaan.
3) Tersedianya tenaga, sarana dan prasarana di klinik perusahaan sesuai dengan
standar.

Komponen

4. Bagaimana mendiagnosis penyakit akibat kerja?


Sebelum membahas mengenai diagnosis penyakit akibat kerja, akan dibahas
terlebih dahulu mengenai penyakit akibat kerja.
Penyakit Akibat Kerja (PAK), menurut KEPPRES RI No. 22 Tahun 1993, adalah
penyakit yang disebabkan pekerjaan atau lingkungan kerja.
Penyakit akibat kerja terjadi sebagai pajanan faktor fisik, kimia, biologi, ataupun
psikologi di tempat kerja.
World Health Organization (WHO) membedakan empat kategori Penyakit Akibat
Kerja :
a) Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan.
b) Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan.
c) Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktorfaktor penyebab lainnya.
d) Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada
sebelumnya.
Penyakit Akibat Kerja dibagi menjadi menurut ICD 10 dibagi menjadi:
a)
Penyakit karena agen
1. Agen kimiawi
2. Agen fisik
3. Agen biologi
b)
Penyakit sesuai target organ
1. Ocupational respiratory disease
PAK pada saluran pernafasan dapat bersifat akut maupun kronis. Akut
misalnya asma akibat kerja. Sering didiagnosis sebagai tracheobronchitis
akut atau karena virus kronis, misal: asbestosis. Seperti gejala Chronic

Obstructive Pulmonary Disease (COPD) atau edema paru akut. Penyakit


ini disebabkan oleh bahan kimia seperti nitrogen oksida.
2. Ocupational skin diseases
Pada umumnya tidak spesifik, tidak mengancam kehidupan, dan
kadang sembuh sendiri. Dermatitis kontak yang dilaporkan, 90%
merupakan penyakit kulit yang berhubungan dengan pekerjaan
3. Ocupational muskuloskeleton diseases
Contoh:
Infectiious arthroathie, Arthropathies, Polyarthropathies inflamasi,
Arthrosis, Gangguan sendi lainnya, Sistemik gangguan jaringan ikat,
Deformasi dorsopathies, Dorsopathies spondylopathies, Gangguan otot.
c)

Keganasan
Adanya presentase yang signifikan menunjukan kasus Kanker yang

disebabkan oleh pajanan di tempat kerja. Bukti bahwa bahan di tempat


kerja sering kali didapat dari laporan klinis individu dari pada studi
epidemiologi. Pada Kanker pajanan untuk terjadinya karsinogen mulai > 20
tahun sebelum diagnosis
d)
Lainnya
Penyakit yang Tidak Diketahui Sebabnya Alergi dan gangguan
kecemasan mungkin berhubungan dengan bahan kimia atau lingkungan sick
building syndrome. Multiple Chemical Sensitivities (MCS), misal: parfum,
derivate petroleum, rokok. (World Health Association,2011)
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER01/MEN/1981 dan Keputusan Presiden RI No 22/1993 terdapat 31 jenis
penyakit akibat kerja yaitu sebagai berikut:
1. Pneumokoniosis yang disebabkan oleh debu mineral pembentukan
jaringan

parut

(silikosis,

antrakosilikosis,

asbestosis)

dan

silikotuberkulosis yang silikosisnya merupakan faktor utama penyebab


cacat atau kematian.
2. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) yang disebabkan
oleh debu logam keras.
3. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkopulmoner) yang disebabkan
oleh debu kapas, vlas, henep dan sisal (bissinosis).
4. Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat
perangsang yang dikenal berada dalam proses pekerjaan.
5. Alveolitis allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat

penghirupan debu organik


6. Penyakit yang disebabkan oleh berillium atau persenyawaannya yang
beracun.
7. Penyakit yang disebabkan oleh kadmium atau persenyawaannya yang
beracun.
8. Penyakit yang disebabkan oleh fosfor atau persenyawaannya yang
beracun.
9. Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yang beracun.
10. Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya yang
beracun.
11. Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya yang beracun.
12. Penyakit yang disebabkan oleh raksa atau persenyawaannya yang beracun.
13. Penyakit yang disebabkan oleh timbal atau persenyawaannya yang
beracun.
14. Penyakit yang disebabkan oleh flour atau persenyawaannya yang beracun.
15. Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida.
16. Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan
hidrokarbon alifatik atau aromatik yang beracun.
17. Penyakit yang disebabkan oleh benzena atau homolognya yang beracun.
18. Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzena atau
homolognya yang beracun.
19. Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya.
20. Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol atau keton.
21. Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau
keracunan seperti karbon monoksida, hidrogen sianida, hidrogen sulfida
atau derivatnya yang beracun, amoniak seng, braso dan nikel.
22. Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan.
23. Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan otot,
urat, tulang persendian, pembuluh darah tepi atau syaraf tepi.
24. Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang berkenaan
lebih.
25. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektro magnetik dan radiasi yang
mengion.
26. Penyakit kulit (dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab fisik, kimiawi
atau biologik.
27. Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen,
minyak mineral, antrasena atau persenyawaan, produk atau residu dari zat
tersebut.
28. Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes.
29. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit yang
didapat dalam suatu pekerjaan yang memiliki risiko kontaminasi khusus.
30. Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau radiasi atau

kelembaban udara tinggi.


31. Penyakit yang disebabkan bahan kimia lainnya termasuk bahan obat.
(Keputusan Presiden No. 22 Tahun 1993)
Untuk dapat mendiagnosis penyakit akibat kerja dibutuhkan tujuh langkah, yaitu:
a) Tentukan diagnosis klinisnya
Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu dengan
memanfaatkan fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya
dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik
ditegakkan kemudian dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut
berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.
b) Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini
Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja
adalah esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan
pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat
pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup:
a) Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh
penderita secara kronologis
b) Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan
c) Bahan yang diproduksi
d) Materi (bahan baku) yang digunakan
e) Jumlah pajanannya
f)Pemakaian alat perlindungan diri (masker)
g) Pola waktu terjadinya gejala
h) Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami
gejala serupa)
i) Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan
(MSDS, label, dan sebagainya)
c) Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit
tersebut
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang
mendukung pendapat bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit
yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah
yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat ditegakkan diagnosa
penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung, perlu
dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat
menyebabkan penyakit yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama, dan
sebagainya).
d) Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat
mengakibatkan penyakit tersebut.

Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan
tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting
untuk diteliti lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang
ada untuk dapat menentukan diagnosis penyakit akibat kerja.
e) Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi.
Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat
pekerjaannya, yang dapat mengubah keadaan pajanannya, misalnya
penggunaan APD, riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga
risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan
(riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif
terhadap pajanan yang dialami.
f) Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit
Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit?
Apakah penderita mengalami pajanan lain yang diketahui dapat menjadi
penyebab penyakit. Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu
dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja.
g) Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu
keputusan berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar
ilmiah. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan
merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan
hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu
dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan
dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan
pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita
penyakit tersebut pada saat ini.

Você também pode gostar

  • Wawancara Psikiatri, Anamnesis, Dan Pemeriksaan Status Mental
    Wawancara Psikiatri, Anamnesis, Dan Pemeriksaan Status Mental
    Documento67 páginas
    Wawancara Psikiatri, Anamnesis, Dan Pemeriksaan Status Mental
    wahyua
    Ainda não há avaliações
  • JJJG
    JJJG
    Documento5 páginas
    JJJG
    wahyua
    Ainda não há avaliações
  • Wawancara Psikiatri, Anamnesis, Dan Pemeriksaan Status Mental
    Wawancara Psikiatri, Anamnesis, Dan Pemeriksaan Status Mental
    Documento67 páginas
    Wawancara Psikiatri, Anamnesis, Dan Pemeriksaan Status Mental
    wahyua
    Ainda não há avaliações
  • TTF
    TTF
    Documento11 páginas
    TTF
    wahyua
    Ainda não há avaliações
  • Checklist Neuro
    Checklist Neuro
    Documento4 páginas
    Checklist Neuro
    wahyua
    Ainda não há avaliações
  • JJJG
    JJJG
    Documento5 páginas
    JJJG
    wahyua
    Ainda não há avaliações
  • XXGHJ
    XXGHJ
    Documento16 páginas
    XXGHJ
    wahyua
    Ainda não há avaliações
  • DFDGVBN
    DFDGVBN
    Documento9 páginas
    DFDGVBN
    wahyua
    Ainda não há avaliações
  • Checklist Neuro
    Checklist Neuro
    Documento4 páginas
    Checklist Neuro
    wahyua
    Ainda não há avaliações
  • GDHJK
    GDHJK
    Documento31 páginas
    GDHJK
    wahyua
    Ainda não há avaliações
  • GCHBJ
    GCHBJ
    Documento45 páginas
    GCHBJ
    wahyua
    Ainda não há avaliações
  • HGVHGKJBHH
    HGVHGKJBHH
    Documento108 páginas
    HGVHGKJBHH
    wahyua
    Ainda não há avaliações
  • GFHGJHBKJNK
    GFHGJHBKJNK
    Documento76 páginas
    GFHGJHBKJNK
    wahyua
    Ainda não há avaliações
  • Tiva
    Tiva
    Documento12 páginas
    Tiva
    dwi
    Ainda não há avaliações
  • CGVJHBK
    CGVJHBK
    Documento4 páginas
    CGVJHBK
    wahyua
    Ainda não há avaliações
  • Fsvertui
    Fsvertui
    Documento8 páginas
    Fsvertui
    wahyua
    Ainda não há avaliações
  • Dfhjtryt
    Dfhjtryt
    Documento13 páginas
    Dfhjtryt
    wahyua
    Ainda não há avaliações
  • Ygwevfa SF V
    Ygwevfa SF V
    Documento7 páginas
    Ygwevfa SF V
    wahyua
    Ainda não há avaliações
  • GVHBKJN
    GVHBKJN
    Documento8 páginas
    GVHBKJN
    wahyua
    Ainda não há avaliações
  • XFXGCHVJBK
    XFXGCHVJBK
    Documento10 páginas
    XFXGCHVJBK
    wahyua
    Ainda não há avaliações
  • CGVJHBK
    CGVJHBK
    Documento4 páginas
    CGVJHBK
    wahyua
    Ainda não há avaliações
  • VFGH
    VFGH
    Documento10 páginas
    VFGH
    wahyua
    Ainda não há avaliações
  • FGHBJ
    FGHBJ
    Documento15 páginas
    FGHBJ
    wahyua
    Ainda não há avaliações
  • Bab II S Coccus
    Bab II S Coccus
    Documento26 páginas
    Bab II S Coccus
    bahrudin
    Ainda não há avaliações
  • Ygwevfa SF V
    Ygwevfa SF V
    Documento7 páginas
    Ygwevfa SF V
    wahyua
    Ainda não há avaliações
  • Tipoid-OSLER-stase-IKM FIX
    Tipoid-OSLER-stase-IKM FIX
    Documento62 páginas
    Tipoid-OSLER-stase-IKM FIX
    wahyua
    Ainda não há avaliações
  • Svdvs
    Svdvs
    Documento35 páginas
    Svdvs
    wahyua
    Ainda não há avaliações
  • Implant Afi
    Implant Afi
    Documento13 páginas
    Implant Afi
    wahyua
    Ainda não há avaliações
  • HVGCG
    HVGCG
    Documento27 páginas
    HVGCG
    wahyua
    Ainda não há avaliações
  • CSZC
    CSZC
    Documento39 páginas
    CSZC
    wahyua
    Ainda não há avaliações