Você está na página 1de 6

ASUHAN KEPERAWATAN ARITMIA JANTUNG

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada infark
miocardium. Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang
disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis (Doenges, 1999).
Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium. Perubahan elektrofisiologi
ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik
sel (Price, 1994).
Gangguan irama jantung tidak hanya terbatas pada iregularitas denyut jantung tapi juga termasuk
kecepatan denyut dan konduksi (Hanafi, 1996).
2. Etiologi
Etilogi aritmia jantung dalam garis besarnya dapat disebabkan oleh :
a. Peradangan jantung, misalnya demam rematik, peradangan miokard (miokarditis karena
infeksi).
b. Gangguan sirkulasi koroner (arterosklerosis koroner atau spasme arteri koroner), misalnya
iskemia miokard, infark miokard.
c. Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin dan obat-obat anti aritmia lainnya.
d. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia).
e. Gangguan pada pengaturan susunan saraf otonom yang mempengaruhi kerja dan irama
jantung.
f. Gangguan metabolik (asidosis, alkalosis).
g. Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme).
h. Gangguan irama jantung karena kardiomiopati atau tumor jantung.
i. Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis sistem konduksi jantung).
3. Macam-Macam Aritmia
a. Sinus Takikardi
Meningkatnya aktivitas nodus sinus, gambaran yang penting pada EKG adalah : laju gelombang
lebih dari 100 x per menit, irama teratur dan ada gelombang P tegak di sandapan I, II dan aVF.
b. Sinus Bradikardi
Penurunan laju depolarisasi atrium. Gambaran yang terpenting pada EKG adalah laju kurang dari
60 x per menit, irama teratur, gelombang P tegak di sandapan I, II dan aVF.
c. Komplek Atrium Prematur
Impuls listrik yang berasal di atrium tetapi di luar nodus sinus menyebabkan kompleks atrium
prematur, timbulnya sebelum denyut sinus berikutnya. Gambaran EKG menunjukkan irama tidak
teratur, terlihat gelombang P yang berbeda bentuknya dengan gelombang P berikutnya.
d. Takikardi Atrium
Suatu episode takikardi atrium biasanya diawali oleh suatu kompleks atrium prematur sehingga
terjadi re-entri pada tingkat nodus AV.
e. Fluter Atrium

Kelainan ini karena re-entri pada tingkat atrium. Depolarisasi atrium cepat dan gambarannya
terlihat terbalik di sandapan II, III dan aVF seperti gambaran gigi gergaji.
f. Fibrilasi Atrium
Fibrilasi atrium bisa timbul dari fokus ektopik ganda dan atau daerah re-entri multiple. Aktivitas
atrium sangat cepat, sindrom sinus sakit.
g. Komplek Jungsinal Prematur
h. Irama Jungsional
i. Takikardi Ventrikular
4. Patofisilogi
Supraventrikuler Takikardi (SVT) terjadi karena adanya faktor re-entri impuls pada SA
node/atrium. Tekanan karotid dan manuver valsava dapat memperlambat denyut jantung. SVT
dapat diketahui dengan perubahan gelombang P :
- 50 % terjadi gelombang P menghilang dan terbenam dalam QRS atau retrograde gelombang.
- 10-30% terjadi anterograde atau polimorf gelombamg P, re-entri pada AV node.
- 5-10% terdapat re-entri SA node yaitu intra arterial re-entri yang ditandai dengan gelombang P
arterograde.
- Sisanya adalah intra arterial re-entri ditandai dengan bifasik gelombang P.
5. Manifestasi Klinis
a. Perubahan TD (hipertensi atau hipotensi), nadi mungkin tidak teratur, defisit nadi, bunyi
jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun, kulit pucat, sianosis, berkeringat,
edema; haluaran urine menurun bila curah jantung menurun berat.
b. Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil.
c. Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat anti angina, gelisah.
d. Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan, bunyi nafas tambahan
(krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal
jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
e. Demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siferfisial);
kehilangan tonus otot/ kekuatan.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber
disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.
b. Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana
disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (dirumah/kerja). Juga untuk
mengevaluasi fungsi pacu jantung/ efek obat antidisritmia.
c. Foto Dada : Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan disfungsi
ventrikel atau katup.
d. Scan Pencitraan Miokardia : Dapat menunjukkan area iskemik/kerusakan miokard yang dapat
mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa.
e. Tes Stress Latihan : Dapat dilakukan untuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan
disritmia.
f. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat menyebabkan
disritmia.

g. Pemeriksaan Obat : Dapat menyebabkan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan atau
dugaan interaksi obat, contoh digitalis, quinidin.
h. Pemeriksaan Tiroid : Peningkatan atau penurunan kadar tiroid serum dapat menyebabkan
meningkatnya disritmia.
i. Laju Sedimentasi : Peninggian dapat menunjukkan proses inflamasi akut.
Contoh, endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.
j. GDA/Nadi Oksimetri : Hipokalsemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.
7. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi Medis
Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :
1. Antiaritmia Kelas 1 : Sodium Channel Blocker
Kelas 1 A
- Quinidin : adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk mencegah berulangnya
atrial fibrilasi atau flukter.
- Procainamide : untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmia yang menyertai anestesi.
- Dyspiramide : untuk SVT akut dan berulang.
Kelas 1 B
- Lignocain : untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel takikardia.
- Mexiletine : untuk aritmia ventrikel dan VT.
Kelas 1 C
- Flecainide : untuk ventrikel ektopik dan takikardi.
2. Antiaritmia Kelas 2 (Beta Adrenergik Blokade)
Atenol, Metroprolol, Propanolol : indikasi aritmia jantung, angina pektoris dan hipertensi.
3. Antiaritmia Kelas 3 (Prolong Repolarisation)
Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang.
4. Antiaritmia Kelas 4 (Calsium Channel Blocker)
- Verapamil, indikasi Supraventrikular aritmia.
b. Terapi Mekanis
1. Kardioversi : Mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang memiliki
kompleks GRS, biasanya merupakan prosedur elektif.
2. Defibrilasi : kardioversi asinkronis yang digunakan pda keadaan gawat darurat.
3. Defibrilator Kardioverter Implantabel : suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode
takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien yang resiko mengalami fibrilasi
ventrikel.
4. Terapi Pacemaker : Alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang ke otot
jantung untuk mengontrol frekuensi jantung.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat Penyakit
- Faktor resiko keluarga, contoh ; penyakit jantung, stroke, hipertensi.
- Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit jantung, hipertensi.
- Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat antiaritmia lainnya kemungkinan untuk terjadinya
intoksikasi.

- Kondisi psikososial.
b. Pengkajian Fisik
- Aktivitas : Kelelahan umum..
- Sirkulasi : Perubahan TD (hipertensi atau hipotensi); nadi
mungkin tidak teratur, defisit nadi, bunyi jantung
irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun, warna kulit dan kelembaban berubah, missal;
pucat sianosis, berkeringat, edema, haluaran urine menurun bila curah jantung menurun berat.
- Integritas Ego : Perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut, menolak, marah, gelisah,
menangis.
- Makanan/Cairan : Hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap makanan, mual
muntah, perubahan berat badan, perubahan kelembaban kulit.
- Neurosensori : Pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi,
bingung, letargi, perubahan pupil.
- Nyeri/Ketidaknyamanan : Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau
tidak dengan obat antiangina, gelisah.
- Pernafasan : Penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman
pernafasan, bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi
pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik
pulmonal, hemoptisis.
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
a. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi elektrial ,
penurunan kontraktilitas miokardia.
Tujuan/Kriteria Hasil :
- Mempertahankan/meningkatkan curah jantung adekuat yang dibuktikan oleh TD/nadi dalam
rentang normal, haluaran urine adekuat, nadi teraba sama, status mental biasa.
- Menunjukkan penurunan frekuensi/tak ada disritmia.
- Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.
Intervensi :
- Auskultasi nadi apical, kaji frekuensi, irama jantung.
Rasional : Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi
penurunan kontraktilitas ventrikel.
- Catat bunyi jantung.
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Murmur dapat
menunjukkan inkompetensi/stenosis katup.
- Palpasi nadi perifer
Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal,
dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan
pulse alternan.
- Pantau TD.
Rasional : Pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan darah dapat meningkat, pada CHF lanjut
tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi dan hipotensi tidak dapat normal lagi.
- Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.
Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap tidak adekuatnya

curah jantung, vasokontriksi dan anemia.


- Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi (kolaborasi).
Rasional : Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek
hipoksia/iskemia.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai oksigen, kelemahan
umum, tirah baring lama/imobilisasi.
Tujuan/kriteria hasil :
- Klien akan berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan.
- Memenuhi perawatan diri sendiri.
- Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya
kelemahan dan kelelahan.
Intervensi :
- Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan
vasodilator, diuretic dan penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilatasi),
perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.
- Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dipsnea, berkeringat
dan pucat.
Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup
selama aktivitas dapat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan
oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
- Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas.
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.
- Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborsi).
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghidari kerja jantung/konsumsi oksigen
berlebihan.
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus
(menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
Tujuan/kriteria hasil :
- Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan pengeluaran.
- Bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima.
- Berat badan stabil dan tidak ada edema.
- Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual.
Intervensi :
- Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.
Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal.
- Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam.

Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan


(hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
- Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selam fase akut.
Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga
meningkatkan diuresis.
- Pantau TD dan CVP (bila ada).
Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat
menunjukkan terjadinya peningkatan kngesti paru, gagal jantung.
- Kaji bising usus, catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.
Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GGK lanjut) dapat mengganggu fungsi
gaster/intestinal.
- Konsul dengan ahli gizi.
Rasional : Perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan kalori
dalam pembatasan natrium.

Você também pode gostar