Você está na página 1de 69

TUGAS SISTEM MUSKULOSKELETAL

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. A DENGAN CLOSE FRAKTUR


CRURIS (TIBIA FIBULA) 1/3 DISTAL DEXTRA
DI RUMAH SAKIT ISLAM SITI HAJAR MATARAM KELAS 1 RUANG5

DISUSUN OLEH :
INTANG SULISTIANI ZEN
044 STYC 13

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN
MATARAM
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., atas limpahan dan rahmat
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Tugas Sistem
Muskuloskeletal Asuhan Keperawatan Pada Tn. A Dengan Close Fraktur
Cruris (Tibia Fibula) 1/3 Distal Dextra Di Rumah Sakit Islam Siti Hajar
Mataram Kelas 1 Ruang 5. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas Mata
Kuliah Sistem Muskuloskeletal.

Karena makalah ini tidak mungkin dapat

diselesaikan tanpa bantuan dari pihak-pihak tertentu, maka dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Agus Supinganto, Ners., M.Kes., selaku Ketua STIKES YARSI Mataram.
2. Indah Wasliah, Ners., M.Kep., Sp.Anak., selaku Ka. Prodi S1 Keperawatan
STIKES YARSI Mataram.
3. Bq. Rully Fatmawati, Ners., selaku dosen pembimbing akademik.
4. Mawalda Fitrisa, Ners., selaku dosen Mata Kuliah Sistem Integumen.
5. Semua pihak yang ikut membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis membuat makalah ini dengan seringkas-ringkasnya dan bahasa
yang jelas agar mudah dipahami. Karena penulis menyadari keterbatasan yang
penulis miliki, penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca, agar
pembuatan makalah penulis yang berikutnya dapat menjadi lebih baik.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Mataram, Januari 2016


Penulis

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fraktur adalah masalah yang akhir-akhir ini sangat banyak menyita
perhatian masyarakat.Kecelakaan lalu-lintas merupakan pembunuh nomor tiga
di Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke.Pada kecelakaan lalu lintas
banyak yang sebagian korban yang mengalami fraktur. Banyak pula kejadian
alam yang tidak terduga yang banyak menyebabkan fraktur.
Dengan mobilitas yang tinggi disektor lalu lintas dan faktor kelalaian
manusia sebagai salah satu penyebab paling sering terjadinya kecelakaan yang
dapat menyebabkan fraktur. Penyebab yang lain dapat karena kecelakaan
kerja, olah raga dan rumah tangga.
Tibia merupakan tulang panjang yang paling sering mengalami
cedera.Mempunyai permukaan subkutan yang paling panjang, sehingga paling
sering terjadi fraktur terbuka. Daya pemuntir menyebabkan fraktur spiral pada
kedua tulang kaki dalam tingkat yang berbeda, daya angulasi menimbulkan
fraktur melintang atau oblik pendek, biasanya pada tingkat yang sama. Pada
cedera tak langsung, salah satu dari fragmen tulang dapat menembus kulit,
cedera langsung akan menembus atau merobek kulit di atas fraktur. Kalau
kulit diatasnya masih utuh, keadaan ini disebut fraktur tertutup. Kecelakaan
sepeda motor adalah penyebab yang paling lazim. Banyak diantara fraktur itu
disebabkan oleh trauma tumpul, dan resiko komplikasinya berkaitan langsung
dengan luas dan tipe kerusakan jaringan lunak.Jika tidak dapat menangani dan
merawat fraktur dengan cermat, akan dapat menyebabkan kecacatan yang
berat.
1.1.

Rumusan Masalah
1.1.1. Apa pengertian Fraktrur kruris?
1.1.2.
1.1.3.
1.1.4.
1.1.5.
1.1.6.

Apa saja Etiologi Fraktrur kruris?


Apa Manifestasi Klinis Fraktrur kruris?
Apa Patofisiologi Fraktrur kruris?
Bagaimana Pathaway Fraktrur kruris?
Bagaimana Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Fraktrur kruris?
4

1.2.

Tujuan.

1.2.1. Tujuan Umum


Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang Konsep Dasar
Asuhan Keperawatan Fraktrur kruris.
1.2.2. Tujuan Khusus

1.3.

1.

Untuk memahami pengkajian Fraktrur kruris.

2.

Untuk memahami diagnosis Fraktrur kruris.

3.

Untuk memahami Intervensi Fraktrur kruris.

4.

Untuk memahami Implementasi Fraktrur kruris.

5.

Untuk memahami Evaluasi Fraktrur kruris.

Manfaat

1.3.1. Bagi Mahasiswa


Agar mahasiswa dapat mengetahui Konsep Dasar Asuhan
Keperawatan Fraktrur kruris.
1.3.2. Bagi Pendidikan
Sebagai kerangka acuan dalam pembuatan makalah Konsep
Dasar Asuhan Keperawatan Fraktrur kruris.
1.4.

Ruang Lingkup
Dalam penulisan makalah ini penulis membatasi masalah Konsep
Dasar Asuhan Keperawatan Fraktrur kruris.

1.5.

Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan makalah adalah
metode Deskrisif dan teknik pengumpulan data dengan menggunakan teknik
studi kepustakaan yang mengambil materi dari berbagai sumber buku dan
melalui media internet.

1.6.

Sistematika Penulisan

BAB I

: Pendahuluan meliputi : Latar Belakang, Tujuan, Manfaat, Ruang


Lingkup Metode Penulisan, Sistematika Penulisan.

BAB II

: Tinjauan Pustaka meliputi : Definisi Fraktrur kruris, Epidemiologi


Etiologi Fraktrur kruris., Klasifikasi, Patofisiologi, Pathaway
Fraktrur kruris, Manifestasi Klinis, Komplikasi, Penatalaksanaan,
Diagnosis, Pemeriksaan Diagnostik, Prognosis.

BAB III : Konsep Dasar Asuhan Keperawatan meliputi : Pengkajian,


Diagnosa, Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi
BAB IV : Laporan Kasus pada pasien dengan Fraktur Kruris
BAB V

: Penutup meliputi: Simpulan dan Saran

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
1.

Konsep Dasar Penyakit


Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Sjamsuhidajat,
2000 dalam Buku Penyakit Dalam).
Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya (Brunner dan Suddarth, 2001 dalam Buku
Keperawatan Medikal Bedah).
Fraktur adalah putusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan (Mansjoer, 2000 dalam Buku Pengantar Ilmu Bedah).
Patah tulang atau fraktur merupakan keretakan jaringan tulang
yang di sebabkan oleh adanya kekerasan yang timbul secara
mendadak (Kemala RW dan Yetta, 2000 dalam Buku Penyakit
Muskuluskeletal).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan fraktur adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh adanya kekerasan yang timbul secara mendadak
(Muttaqin, 2000 dalam Buku Asuhan Keperawatan pada Fraktur).
Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan
7

fibula. Fraktur terjadi jika tulang terkena stress yang lebih besar dari
yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001 dalam Buku Keperawatan
Medikal Bedah).
2.

Anatomi dan Fisiologi Tulang Tibia


1.

Anatomi
Gambar 2.1. Anatomi Tulang Tibia dan Fibula

(Sobotta, 2006).
Keterangan :
1.

Corpus

5.

Kondilus Lateralis

2.

Tuberositas Tibialis

6.

Maleolus Medialis

3.

Caput Fibula

7.

Maleolus Lateralis

4.

Kondilus Medialis

Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama dari


tungkai bawah dan terletak medial dan fibula. Tibia adalah tulang
pipa dengan sebuah batang dan ujung.
Ujung atas: memperlihatkan adanya konditur medial dan
konditur lateral memperhatikan posterior sebuah faset untuk
persendian dengan kepala fibula pada sendi tibia fibular superior.
Tuberkel dan tibia ada disebelah depan, tepat di bawah konditurkonditur ini.
Batang: bagian ini membentuk krista tibi. Permukaan posterior
ditandai oleh garis soleal atau linea poplika, yaitu garis meninggi di
atas tulang yang kuat dan yang berjalan ke bawah dan medial.
Ujung bawah: masuk dalam formasi persendian mata kaki,
tulangnya sedikit melebar dan ke bawah setelah medial menjulang
menjadi makolni medial.
Permukaan lateral dari ujung bawah bersendi dengan fibula
dan persendian tibia fibular anterior.
Fibula atau tulang betis adalah tulang sebelah lateral tungkai
bawah. Tulang ini adalah tulang pipa dengan sebuah batang dan
ujung-ujung atas berbentuk kepala dan bersendi dengan bagian
belakang luar tibia tetapi tidak masuk dalam formasi sendi lutut.
Batang ramping dan terbenam dalam otot tungkai dan banyak
memberi kaitan ujung bawah di sebelah bawah lebih memanjang
menjadi maleolus lateralis.

2.

Fisiologi Tulang Panjang


Tulang terdiri dari jaringan tulang dengan serabut-serabut
kolagen yang tersusun dalam lamella (lapisan) yang sejajar atau
sama lain dan melingkari konsentrasi. Saluran yang dinamakan
canalis haversi yang di dalamnya terdapat pembuluh darah, serabut
syaraf dan diisi oleh jaringan pengikat longgar, sel-sel tulang yang
dinamakan osteosit berada di antara lamella, serabut-serabut
kolagen selajur spiral melebihi sum-sum osteon.
Lapisan Tulang:
a. Periosteum
Yaitu: bagian luar dari jaringan tulang yang diselubungi oleh
jaringan pengikat pada fibrosa yang mengandung sedikit sel.
Bagian dalam periosteum ini memiliki potensi untuk membentuk
tulang dan sangat penting dalam proses penyembuhan tulang.
b. Endosteum
Yaitu: lapisan sel yang berbentuk gepeng yang membatasi
rongga sum-sum tulang dan melanjutkan diri ke seluruh ronggarongga dalam jaringan tulang yang berubah potensinya menjadi
osteogenik.
Sel-sel

yang

memegang

peranan

untuk

pembentukan

dreabsorbsi tulang adalah osteoprogenitas, osteoblas, osteosit


dan osteoklas.

10

a. Sel Osteoprogenitas
Yaitu tulang yang bersifat osteogenik yang membelah diri dan
menghasilkan sel osteoblas untuk membentuk tulang.
b. Sel osteoblas
Yaitu merupakan sel yang bertanggung jawab atas pembentukkan
matriks tulang yang sedang tumbuh dan sel-sel ini juga aktif
mensintesis protein.
c. Sel Osteosit
Yaitu bagian yang merupakan kemampuan sel yang utama dalam
jaringan yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan
matriks tulang disekitarnya, menghasilkan alkali fosfat yang
diperlukan untuk melepas fosfat serta diperlukan dalam
pembentukan gram kalsium.
d. Sel Osteoklas
Yaitu sel tulang yang berperan dalam reabsorbsi jaringan tulang
yang mencakup pembersihan gram mineral dan matriks organik
yang kebanyakan mengandung kolagen.
3.

Patofisiologi
Jika tulang mengalami fraktur, maka periosteum pembuluh
dikorteks morrow dan jaringan di sekitarnya rusak, terjadilah
perdarahan dan kerusakan di ujung tulang, maka terbentuklah
haematum di kanal medula, jaringan sekitar akan mengalami
kematian. Nekrosis jaringan ini merangsang kecenderungan untuk

11

terjadi peradangan yang ditandai dengan vasodilatasi. Adapun pada


patah tulang terbuka (open fraktur) bila tulang dalam keadaan normal
mendapatkan kekerasan yang cukup kuat dapat mengalami patah
tulang

tersebut

menembus

jaringan

lunak

yang

berada

di

sekelilingnya dan menembus kulit dari dalam maka terjadilah


hubungan antara tulang dengan dunia luar yang disebut dengan patah
tulang terbuka. Hal tersebut bisa disebabkan karena:
1.

Trauma
Trauma ada 2 (dua) macam:
a.

Trauma langsung

b. Trauma tidak langsung


posisi berdiri

: akibat kecelakaan lalu lintas


: jatuh

dari ketinggian dengan

atau duduk, sehingga terjadi fraktur tulang

belakang.
2.

Spontan
Hal ini terjadi karena tarikan yang terlalu kuat, keras dan
mendadak.

3.

Patologis (karena suatu penyakit)


Misalnya karena ricket yang disebabkan karena kekurangan
vitamin D, kalsium, osteomalasia dan mungkin ada hubungannya
dengan hormon yang menyebabkan osteoporosis.

12

4.

Derajat Patah Tulang Dibagi Menjadi Tiga, yaitu:


1.

Derajat I

Bila terdapat hubungan dengan dunia luar disebut luka kecil, biasanya
di akibatkan oleh karena tusukan fragmen tulang dari dalam menembus
keluar.
2.

Derajat II

Lukanya lebih besar (>1 cm), luka disebabkan oleh benturan dari luar.
3.

Derajat III

Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih ke atas jaringan lunak banyak
yang ikut rusak (otot, syaraf, pembuluh darah) (Brunner dan Suddart.
2001).
5.

Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Fraktur, yaitu:


1.

Umur
Pada anak penyembuhannya lebih cepat, sedangkan pada lansia
penyembuhannya lebih lama.

2.

Keadaan umum
Keadaan umum sangat jelek, akan mempengaruhi penyembuhan.

3.

Infeksi
Sering terjadi pada open fraktur, hal ini sangat menghambat
penyembuhan dan fraktur.

4.

Faktor Immobilisasi
Bila dilaksanakan dengan baik akan lebih sempurna penyembuhannya.

5.

Faktor garis fraktur atau fragmen dari tulang

13

Bila fragmen yang oblique lebih cepat menyambung dibandingkan


dengan transversal.
Gambar 2.2. Pathways Fraktur Cruris
Trauma langsung
atau tidak langsung
-

Tindakan pembedahan
(pemasangan alat
osteosintesis)

Adanya luka
insisi

Terputusnya
kontinuitas jaringan

Deformitas
Krepitasi
Timbul pergerakan abnormal

Patah tulang
(Fraktur)
Rusaknya periosteum
pembuluh darah
Perdarahan

Resiko
infeksi

Gangguan
integritas
kulit

Perangsangan pada
reseptor nyeri
Haematum di
canal medula

Proses
Tranduksi

Mengalami
jaringan mati
Nyeri
Merangsang
terjadinya proses
peradangan

(Ayub Sambara, 2010).

14

Gangguan
Mobilitas fisik

Penurunan aliran
darah
Perfusi jaringan
perifer extremitas
bagian bawah

6.

Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala dari fraktur di bagi dua,yaitu:

1.

Tanda-tanda pasti
a. Perubahan bentuk tulang (deformitas)
b. Timbul pergerakan abnormal (terjadi di tempat fraktur atau sendi
sumbu)
c. Adanya krepitasi
d. Pada patah tulang (open fraktur) tampak adanya luka/vulnus
sehingga fragmen tulang tampak jelas atau bisa hanya luka kecil
(akibat tusukan fragmen dari dalam)
2.

7.

Tanda-tanda tidak pasti


a.

Adanya pembengkakan lokal

b.

Nyeri spontan, nyeri tekan, nyeri sumbu/gerak

c.

Gangguan fungsi (fungsio laesa)

Penatalaksanaan Medik
Prinsip-prinsip tindakan fraktur umumnya ada 4 macam yaitu:

1.

Recognition
Adalah mengenali fraktur itu sendiri yaitu diagnosa yang ada
dengan

pemeriksaan

fisik

dan

penunjang

serta

dengan

menentukan tanda-tanda pasti dan tidak pasti.


2.

Reduction (reposisi)
Adalah usaha untuk mengurangi kecacatan yang akan terjadi
dengan cara memperbaiki ke posisi semula dari patah tulang
tersebut.

15

3.

Retention/Immobilisasi
Adalah suatu usaha untuk mempertahankan posisi tulang yang
telah

direposisi.

Di

samping

itu,

sangat

penting

untuk

mempercepat proses penyembuhan tulang. Retention ini dapat


dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
a.

Non Operatif

Yaitu dengan cara pemasangan spalk, gips, traksi kulit.


b.

Operatif

Retention dengan cara operatif diikuti dengan fixasi patah


tulang dengan pemasangan fixasi interna maupun fixasi externa
atau dengan kata lain pamasangan pent, plat, atau sekrup.
Imobilisasi dengan cara ini disebut osteosintesis.
Keuntungan fixasi kuat ini adalah latihan dan gerak dapat
mulai

segera

ostosintesis

dilakukan

setelah

pembedahan

karena

disebut stabil latihan.

Kerugiannya ialah bahwa pada umumnya alat osteosintesis


harus dikeluarkan setelah setengah atau sampai dua tahun dan
bahwa tempat fraktur tidak kuat setelah dikeluarkan alat
tersebut dibandingkan penyembuhan sekunder yang melalui
proses kalus. Pada umumnya fixasi externa lebih baik dari pada
fixasi interna, karena fixasi interna resiko infeksi lebih tinggi
dan bisa menyebabkan osteomielitis, sedangkan dengan

16

menggunakan fixasi externa perawatan luka akan lebih mudah


(Sjamsuhidajat, 2004).

4.

Rehabilitation
Adalah suatu cara untuk mengembalikan kemampuan klien untuk
melakukan aktivitas sehari-hari. Pengobatan yang dilakukan tidak
berarti banyak jika tidak diimbangi dengan latihan-latihan yang
dilakukan adalah latihan luar gerak sendi yang artinya suatu
latihan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kekakuan
(Kontraktur).
Adapun tujuan latihan di atas adalah:
a.

Mempertahankan Fleksibilitas sendi sesuai luas gerak


sendinya.

b.

Mempertahankan dan memperbaiki kekuatan otot.

c.

Mempercepat ambulasi dini.


Latihan dapat dilakukan secara pasif dan aktif. Cara
rehabilitasi pasif artinya latihan luas gerak sendi pada
penderita sepenuhnya membutuhkan bantuan tenaga dan
pelatih, sedangkan cara aktif adalah latihan yang dilakukan
dengan tenaga dan kekuatan penderita sendiri.
8.

Proses Dan Tahapan Penyembuhan Fraktur/Patah Tulang:

17

Proses perbaikan fraktur bervariasi, tergantung jenis tulang yang


terkena dan jumlah gerakan di tempat fraktur. Penyembuhan tulang
dimulai dalam 5 (lima) tahap:
1. Kerusakan jaringan dan pembentukan haematun
Pembuluh darah robek dalam 24 jam mulai pembekuan darah dan
terjadi haematun di sekitar fraktur, setelah 24 jam suplai darah ke
ujung fraktur meningkat. Haematun fraktur dan tidak diabsorbsi
selama penyembuhan tetapi berubah dan berkembang menjadi
granulasi. Pada saat ini akan masuk juga fibulas dan osteoblas yang
berasal dari lapisan periosteum dan endosteum.
2. Radang dan Proliferasi seluler
Dalam waktu 8 jam setelah fraktur reaksi radang akut yang
disertai dengan poliferasi sel bawah periosterum dan di dalam saluran
medula yang tertembus. Ujung fragmen dikelilingi oleh jaringan sel
yang menghubungkan tempat fraktur, haematun yang membeku
perlahan-lahan diabsorbsi di kapiler baru yang harus berkembang ke
daerah itu.
3. Pembentukan Kalus
Yaitu 6-10 hari fraktur jaringan granulasi berubah dan
membentuk kalus, sementara pembentukan kartilago dan matriks
tulang diawali dari jaringan halus yang lunak. Kalus ini bertambah
banyak dan meluas, menganyam masa tulang dan cartilago sehingga
diameter tulang melebihi normal.

18

4.

Osification
Kalus yang menetap/permanen menjadikan tulang kaku karena
adanya penumpukan garam-garam kalsium dan satu bersama ujungujung tulang proses osificasi ini mulai dari kalus bagian luar,
kemudian bagian dalam dan terakhir bagian tengah. Proses ini terjadi
selama 3-10 hari.

5.

Konsolidasi dan Remodelling


Pada waktu yang sama pembentukan tulang yang sebenarnya,
kalus dibentuk dari aktivitas osteoblast dan osteklast. Kelelahankelelahan tulang seperti ini dipahat dan diabsorbsi dari kalus, proses
pembentukan lagi ditentukan oleh beban tekanan dan otot dan
jaringan kalus, akhirnya akan diendapi oleh kalsium dan akan
terbentuk tulang yang menghubungkan kedua bagian yang fraktur.

9.

Macam-Macam Proses Penyembuhan Pada Tulang:


1.

Mal union, penyembuhan tulang yang


tidak pada reduction yang

2.

benar.
Delayed union, tulang menyambung tapi

menyambungnya lebih lama dari waktu yang normal, hal ini bisa
terjadi karena traksi yang salah.
3.

Non union, tulang yang tidak pernah bisa


menyambung sempurna dan harus di operasi dengan memberikan
tulang muda.

10.

Komplikasi Pada Fraktur

19

Adapun komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi berupa:


1.

Shock
Shock ini dapat timbul akibat rasa nyeri yang sangat hebat
yang ditimbulkan oleh fraktur itu sendiri. Di samping itu, karena
fraktur juga bisa menyebabkan pendarahan yang hebat sehingga
bisa menyebabkan shock hipovolemik.

2.

Infeksi
Pada patah tulang terbuka sering terjadi infeksi karena
adanya luka yang menghubungkan dunia luar yang akan
merupakan pintu masuk kuman.

3.

Nekrosis vaskuler
Patah tulang dapat menganggu aliran darah ke salah satu
fragmen sehingga fragmen tersebut mati karena terjadi iskemia.

4.

Cedera Vaskuler dan Syaraf


Dapat terjadi akibat dari tindakan ujung patahan tulang yang
tajam yang menimbulkan iskemia ekstremitas dan gangguan
syaraf.

5.

Disease Atrophy dan disease osteoporosis


Bisa terjadi karena pada ekstremitas yang patah kurang
latihan gerak sendi atau karena ekstremitas itu tidak pernah/jarang
digerakkan atau dipakai dalam beraktivitas.

20

BAB III
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Fraktur Kruris
Dalam memberikan Asuhan Keperawatan pada klien digunakan metode
proses Keperawatan yang merupakan suatu pendekatan sistematis untuk
mengenal dan memecahkan masalah-masalah kebutuhan, khususnya klien
yang dinamis sampai taraf maksimum.
Konsep pendekatan pemecahan masalah keperawatan menggunakan
proses keperawatan yaitu suatu metode yang sistematis untuk mengkaji
respon manusia terhadap masalah-masalah kesehatan dan membuat rencana
keperawatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut
(Allen, 2001).
3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien (Smeltzer, 2001). Tahap pengkajian merupakan dasar
utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
kebutuhan individu. Oleh karena itu pengkajian yang akurat, lengkap,
sesuai dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam
merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan memberikan pelayanan
keperawatan sesuai dengan respon individu, sebagaimana yang telah

21

ditentukan dalam standar praktik keperaswatan dari ANA (American


Nursing Association) (Nursalam, 2001).
Dalam pengkajian klien dengan patah tulang, yang perlu dikaji adalah:
1. Biodata klien dan penanggung jawab
Meliputi Nama, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal dan jam masuk, diagnosa medis
dan nomor registrasi. Sedangkan identitas penanggung jawab yang
perlu dikaji adalah nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
alamat dan hubungannya dengan klien.

2. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering terjadi adalah nyeri bekas operasi atau pada
bagian yang mengalami patah tulang.
3. Riwayat penyakit sekarang
Berisikan keluhan-keluhan yang dirasakan oleh klien. Trauma fisik
adalah penyebab utama terjadinya patah tulang, trauma bisa karena
kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja ataupun kecelakaan olahraga.
Trauma ini bisa menimbulkan Fraktur karena data trauma melebihi
elastisitas tulang sehingga terjadi kerusakan jaringan.
4.

Riwayat penyakit terdahulu

22

Pada klien dapat terjadi fraktur karena sebelumnya ada riwayat


penyakit infeksi mengenai tulang yang disebut dengan fraktur patologi
dimana trauma yang kecil sudah menimbulkan fraktur.
5.

Riwayat penyakit keluarga

Terjadi fraktur tidak dipengaruhi oleh penyakit keluarga akan tetapi


pada fraktur patologis dapat disebabkan karena adanya riwayat
penyakit infeksi misalnya pada TBC tulang yang disebabkan karena
kuman TBC. Sedangkan riwayat penyakit menurun, misalnya diabetes
akan mempengaruhi proses penyembuhan.
6. Riwayat bio-psiko-sosial-spiritual
Pada keluhan ini penulis menggunakan dasar yang dikemukakan oleh
Virginia Handerson, yaitu sebagai berikut:
Riwayat biologis:
Pada

pengkajian

riwayat

biologis

ini

penulis

menggunakan

pengkajian tentang pemenuhan kebutuhan untuk mempertahankan


hidup, antara lain:
a. Kebutuhan oksigen
Pada umumnya klien dengan patah tulang jarang mengalami
gangguan dalam bernapas, klien bernapas dengan normal.
b. Kebutuhan nutrisi
Pada klien dengan patah tulang jarang mengalami penurunan nafsu
makan secara berlebihan, begitu juga dalam hal minum tidak
mengalami keluhan.
c. Eliminasi
23

Klien patah tulang biasanya mengalami gangguan dalam buang air


besar (konstipasi) karena pengaruh immobilisasi lama dan adanya
pemesanan traksi atau fiksasi.
d. Gerak dan keseimbangan tubuh
Klien dengan patah tulang biasanya mengalami gangguan aktivitas
karena immobilisasi atau adanya nyeri yang hebat, sehingga dalam
bergerak klien mengalami keterbatasan.
e. Kebutuhan istirahat
Klien patah tulang biasanya sering terbangun saat tidur karena adanya
rasa nyeri dan respon emosional, tetapi hal ini terjadi bila nyeri yang
hebat.
f. Kebutuhan berpakaian
Klien dengan patah tulang tidak pernah mengalami gangguan dalam
kebutuhan berpakaian.
g. Mempertahankan suhu tubuh
Pertahanan suhu tubuh klien dengan patah tulang biasanya masih
dalam batas normal, akan tetapi bila terjadi infeksi akibat patah
tulang, maka akan mengalami peningkatan suhu tubuh.
h. Kebutuhan personal hygiene
Adanya ketidakmampuan merawat diri, namun biasanya dalam hal ini
pemenuhan kebutuhan personal hygiene dibantu oleh keluarga dan
perawat karena keterbatasan aktivitas.
i. Kebutuhan berkomunikasi
Klien patah tulang masih dapat berkomunikasi dengan orang
sekitarnya seperti biasa.
j. Kebutuhan rasa aman dan nyaman

24

Biasanya mengalami gangguan karena rasa nyeri yang hebat dan


akibat pergeseran fragmen tulang pada darah fraktur . Tingkat nyeri
dibagi menjadi 3 yaitu nyeri ringan (1-3), nyeri sedang (4-6) dan nyeri
berat (7-10). Adapun cara pengakajian nyeri dengan P, Q, R, S, dan T.
P (paliatif)

:yang dapat menimbulkan rangsangan nyeri.

Q (qualitas)

:kualitas nyeri itu sendiri.

R (regio)

:lokasi nyeri.

S (skala)

:tingkat nyeri, adapun skala nyeri itu bisa


menggunakn skala nyeri 0-5 dan 0-10

T (waktu)

:waktu terjadinya nyeri.

k. Kebutuhan bekerja
Karena keterbatasan aktivitas mengakibatkan klien dengan

patah

tulang tidak mampu bekerja secara maksimal.


l. Kebutuhan spiritual
Klien dengan patah tulang biasanya hanya mampu melakukan ibadah
sesuai dengan kemampuan bergeraknya dan hanya mampu berdoa.
m. Kebutuhan bermain dan rekreasi
Selama perawatan klien tidak dapat berekreasi.
n. Kebutuhan belajar
Kebutuhan belajar klien patah tulang tidak akan
mengalami gangguan.
7. Pemeriksaan fisik
Kesadaran :
a. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
lingkungan.

25

b. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan


dengan sekitarnya, sikapnya acuh.
c. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
d. Somnolen

(Obtundasi,

Letargi),

yaitu

kesadaran

menurun,respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun


kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi
jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
e. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap,
tetapi ada respon terhadap nyeri.
f. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada
respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea
maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil
terhadap cahaya).
8.
a.
1)

Pemeriksaan fisik (Head to Toes)

Kepala dan rambut


Inspeksi : Untuk mengetahui warna, tekstur dan distribusi

rambut, apakah bentuk kepala simetris atau tidak, apakah ada ketombean,
kutu atau tidak, apakah rambut mudah rontok atau tidak.
2)
Palpasi : Untuk mengetahui ada atau tidak pembengkakan
pada kepala , ada atau tidak ada nyeri tekan.
b.
Wajah

26

1)

Inspeksi : Untuk mengetahui bentuk wajah klien simetris


atau tidak, gerakan otot wajah dan ekspresi wajah klien pada saat

melakukan pengkajian
2)
Palpasi : Untuk mengetahui ada atau tidak odema pada
wajah
c.
Mata
Inspeksi : Untuk mengetahui apakah ada sianosis atau tidak,
terdapat konjungtivitis atau tidak, kelopak mata bersih atau
tidak
d.

Hidung
Inspeksi : Untuk mengetahui bentuk hidung apakah simetris
atau tidak, apakah terdapat skret atau polipnasi atau tidak dan
untuk mengetahui sejauh mana ketajaman penciuman klien.

e.

Telinga
Inspeksi ; untuk mengetahui bentuk telinga simetris atau tidak,
apakah terdapat serumen atau tidak, apakah pendengaran kedua
telinga baik atau tidak.

f.

Mulut
Inspeksi : Untuk mengetahui apakah ada kelainan pada mulut
dan gigi klien, bibir kering atau lembab, ada tidaknya caries
gigi.

g.

Leher

27

1)

Inspeksi ; Untuk mengetahui bentuk leher, apakah ada atau

2)

tidak pembesaran kelenjar tiroid maupun vena jugularis


Palpasi : Untuk mengetahui ada atau tidak pembesaran

kelenjar tiroid maupun vena jugularis.


h. Dada
1)
Inspeksi ; Untuk mengetahui bentuk dada simetris atau
2)

tidak, apakah menggunakan oto bantu pernafasan atau tidak.


Palpasi : Untuk mengetahui apakah ada atau tidak
pembengkakan di daerah dada, kelengkapan tulang iga, apakah ada atau

3)

tidak nyeri tekan pada dinding dada, apakah ada tarikan dinding dada.
Auskultasi ; Untuk mengetahui suara jantung dan nafas

klien( suara nafas tambahan) apakah ada kelainan atau tidak.


4)
Perkusi ; untuk mengetahui bunyi ketuk pada daerah dada
klien, apakah ada bunyi atau tidak.
i. Abdomen
1)
Inspeksi ; Untuk melihat apakah ada striae atau tidak,
apakah turgor kulit klien baik atau tidak
2)
Auskultasi ; Untuk mendengar apakah ada bising usus atau
3)

tidak, apakah ada kelainan pada daerah abdomen, apakah ada nyeri tekan.
Perkusi ; Untuk mengetahui apakah ada bunyi timpani pada
abdomen.

4)

Palpasi ; Untuk mengetahui apakah terdapat nyeri tekan

abdomen atau kelainan lainnya pada saat dilakukan palpasi.


j. Ekstremitas bawah dan atas
1)
Inspeksi; untuk melihat apakah ada odema atau tidak,
kekuatan otot dan capillary refill time dan apakah terdapat infuse atau
tidak.
2)
1)

Perkusi ; Untuk mengetahui bagaimana refleks patella.


k. Integument
Inspeksi; untuk mengetahui apakah kulit bersih atau tidak,
apakah ada luka ataupun penyakit kulit lainnya

28

2)

Palpasi : untuk mengetahui turgor kulit klien baik atau


tidak.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah pemeriksaan Hb
dan pemeriksaan darah lengkap: Hemokonsentrasi mungkin
meningkat atau menurun, pemeriksaan Hb dan golongan
darah sebagai indikasi transfusi dasar dan bila terjadi
infeksi pada pemeriksaan laju endap darah meningkat.
(Masjoer, 2000).
b. Pemeriksaan radiology
Pada pemeriksaan ini memperlihatkan gambaran radiology
yang berupa lokasi dan derajat kerusakan tulang serta
perubahan letak fragmen tulang. (Masjoer, 2000).
9. Analisa Data
Analisa

data

adalah

kemampuan

kognitif

dalam

mengembangkan daya pikir dan penalaran yang dipengaruhi


oleh latar belakang ilmu pengetahuan dan pengetahuan
keperawatan (Allen, 2001).
Berdasarkan data-data yang telah terkumpul maka dapat
dianalisa dan mencari kemungkinan penyebab timbulnya
masalah dan merumuskan diagnosa yang ada pada pasien baik
aktual maupun potensial.

29

3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang
menjelaskan respons manusia (status kesehatan atau resiko
perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat
secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan
intervensi

secara

pasti

untuk

menjaga

status

kesehatan,

menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah (Muttaqin,


2000).
diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien fraktur
cruris:
1. Nyeri akut berhubungan dengan luka bekas operasi, cedera
pada jaringan, yang ditandai dengan nyeri pada luka operasi,
wajah meringis menahan sakit, berhati-hati dalam melindungi
ekstremitas yang patah.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
rangka neuromuskular, imobilisasi tungkai yang ditandai
dengan ketidak mampuan bergerak, tidak bisa melakukan
aktivitas, penurunan kekuatan otot, terpasang traksi seklet,
fixasi external.
3. Risiko

terjadinya

infeksi

berhubungan

dengan

adanya

kerusakan kulit, trauma jaringan, terpejam pada lingkungan


pembedahan untuk reposisi (Barbara, 2001).
3.3 Perencanaan
30

Perencanaan Keperawatan adalah penyusunan rencana


tindakan

Keperawatan

yang

akan

dilaksanakan

untuk

menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa Keperawatan yang


telah

ditentukan

dengan

tujuan

terpenuhi

kebutuhan

klien

(Allen, 2001).
S

=Spesifik (tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan


arti ganda)

=Measurable (tujuan keperawatan harus dapat diukur,


khususnya tentang perilaku klien, dapat di lihat,
didengar, diraba, dirasakan dan dibau)

= Achievable (tujuan harus di capai)

= Reasonable (tujuan harus dapat dipertanggungjawabkan


secara ilmiah)

T
= Time (tujuan keperawatan)
Tabel 3.3.1 Rencana Keperawatan
No
1.

Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil
keperawat
(NOC)
an
Nyeri
Setelah dilakukan tindakan
akut
keperawatan selama 3x24
jam nyeri yang dirasakan
pasien

hilang

atau

terkontrol dengan kriteria


hasil:

Intervensi (NIC)
a. Pain Management
1. Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif
karakteristik,

termasuk
durasi,

frekuensi,

kualitas dan faktor presipitasi


2. Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan

31

lokasi,

1. Mampu mengontrol
nyeri (tahu penyebab
nyeri, mampu
menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
2. Melaporkan bahwa
nyeri berkurang dengan
menggunakan
manajemen nyeri
3. Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas,
frekuensi dan tanda
nyeri)
4. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
5. Tanda vital dalam
rentang normal

3. Gunakan
terapeutik

teknik

komunikasi

untuk

mengetahui

pengalaman nyeri pasien


4. Kaji kultur yang mempengaruhi
respon nyeri
5. Evaluasi pengalaman nyeri masa
lampau
6. Evaluasi bersama pasien dan tim
kesehatan

lain

tentang

ketidakefektifan kontrol nyeri masa


lampau
7. Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari dan menemukan dukungan
8. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan,

pencahayaan

dan

kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan
inter personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
12. Ajarkan
tentang
teknik

non

farmakologi
13. Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter jika
ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
17. Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri
a. Analgesic Administration
1. Tentukan
lokasi,
karakteristik,

32

kualitas, dan derajat nyeri sebelum


pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis, dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
5. Tentukan
pilihan

analgesik

tergantung tipe dan beratnya nyeri


6. Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian secara IV, IM
untuk

pengobatan

nyeri

secara

teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah

pemberian

pertama kali
9. Berikan analgesik

analgesik
tepat

waktu

terutama saat nyeri hebat

2.

Gangguan
mobilitas
fisik

Setelah dilakukan tindakan

Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan


gejala (efek samping)
Exercise therapy : ambulation

keperawatan selama 3x24

1. Monitoring vital sign sebelm/sesudah

jam hambatan mobilitas

latihan dan lihat respon pasien saat

hilang / berkurang /

latihan

teradaptasi dengan kriteria

2. Konsultasikan

dengan

terapi

fisik

hasil :

tentang rencana ambulasi sesuai dengan

1. Klien meningkat dalam

kebutuhan

aktivitas fisik

3. Bantu klien untuk menggunakan tongkat

2. Mengerti tujuan dari


peningkatan mobilitas
3. Memverbalisasikan
perasaan dalam

33

saat berjalan dan cegah terhadap cedera


4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan
lain tentang teknik ambulasi
5. Kaji

kemampuan

pasien

dalam

meningkatkan kekuatan
dan kemampuan
berpindah

mobilisasi
6. Latih

pasien

dalam

pemenuhan

kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai

4. Memperagakan
penggunaan alat Bantu

kemampuan
7. Dampingi

dan

Bantu

pasien

saat

untuk mobilisasi

mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan

(walker)

ADLs ps.
8. Berikan

alat

Bantu

jika

klien

memerlukan.
9. Ajarkan pasien bagaimana merubah
posisi

dan

berikan

bantuan

jika

diperlukan
3.

Resiko
terjadinya
infeksi

NOC :
1. Immune Status
2. Risk control
Kriteria Hasil :
1. Klien bebas dari tanda
dan gejala infeksi
2. Menunjukkan
kemampuan untuk
mencegah timbulnya
infeksi
3. Jumlah leukosit dalam
batas normal
4. Menunjukkan perilaku
hidup sehat

34

NIC :
a. Infection Control (Kontrol infeksi)
1. Bersihkan lingkungan setelah
dipakai pasien lain
2. Pertahankan teknik isolasi
3. Batasi pengunjung bila perlu
4. Instruksikan
pada
pengunjung untuk mencuci
tangan saat berkunjung dan
setelah
berkunjung
meninggalkan pasien
5. Gunakan sabun antimikrobia
untuk cuci tangan
6. Cuci tangan setiap sebelum
dan
sesudah
tindakan
kperawtan
7. Gunakan baju, sarung tangan
sebagai alat pelindung
8. Pertahankan
lingkungan
aseptik selama pemasangan
alat
9. Ganti letak IV perifer dan
line central dan dressing
sesuai
dengan
petunjuk
umum
10. Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing

11. Tingktkan intake nutrisi


12. Berikan terapi antibiotik bila
perlu
b. Infection Protection (proteksi
terhadap infeksi)
1. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan local
2. Monitor hitung granulosit, WBC
3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring
pengunjung
terhadap
penyakit menular
6. Partahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi k/p
8. Berikan perawatan kuliat pada area
epidema
9. Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
10. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
11. Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
16. Ajarkan cara menghindari infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18. Laporkan kultur positif
3.4 Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik yaitu membantu klien dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping (Nursalam,
2003).

35

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan


pada dasarnya harus disesuaikan dengan intervensi yang ada pada tahap
perencanaan. Namun, tidak selamanya hal tersebut dapat dilakukan,
tergantung pada faktor-faktor tertentu. Beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi pelaksanaan perawatan dan harus dijadikan sebagai bahan
pertimbangan antara lain: keadaan klien, fasilitas atau alat yang ada,
pengorganisasian pekerjaan perawat, ketersediaan waktu serta lingkungan
fisik dimana asuhan keperawatan tersebut dilakukan.
3.5 Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan
kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Klien keluar dari siklus
proses keperawatan apabila kriteria hasil telah dicapai. Klien akan masuk
kembali ke dalam siklus apabila kriteria hasil belum dicapai (Allen, 2001).
Evaluasi merupakan tahap proses keperawatan yang terakhir. Tahap
ini merupakan kunci keberhasilan yang dinamis dari perawatan di dalam
evaluasi mempunyai empat kemungkinan yang menentukan perawatan
selanjutnya yaitu: masalah klien post pemasangan pent yang dapat
dipecahkan atau timbul masalah baru, bila masalah sudah teratasi
separuhnya, perlu dimodifikasi rencana perawatannya, begitu pula timbul
masalah baru, dibuat rencana perawatan yang baru pula.
Evaluasi di klasifikasikan sebagai berikut:
1. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang diberikan pada saat intervensi
dengan respons segera

36

2. Evaluasi sumatif merupakan rekapitulassi dari hasil observasi dan


analisis status pasien pada waktu tertentu berdasarkan tujuan yang
direncanakan pada tahap perencanaan.
Menurut Alimul, (2001) catatan perkembangan merupakan catatan
tentang perkembangan keadaan klien yang didasarkan pada setiap
masalah yang ditemui pada klien. Modifikasi rencana dan tindakan
mengikuti perubahan keadaan klien. Adapun metode yang digunakan
dalam catatan perkembangan adalah sebagai berikut :
S

: Data subjektif
Perkembangan keadaan didasarkan pada apa yang dirasakan,
dikeluhkan, dan dikemukakan klien.

: Data objektif
Perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh perawat atau
tim kesehatan lain.

: Analisis
Kedua jenis data tersebut, baik subjektif maupun objektif dinilai
dan dianalisis, apakah perkembangan kearah perbaikan atau
kemunduran. Hasil analisis dapat menguraikan sampai dimana
masalah yang ada dapat diatasi atau adakah perkembangan
masalah baru yang menimbulkan diagnosa keperawatan baru.

: Perencanaan
Rencana penanganan klien dalam hal ini didasarkan pada hasil
analisa di atas yang berisi malanjutkan rencana sebelumnya

37

apabila keadaan atau masalah belum teratasi dan membuat


rencana baru bila rencana awal tidak efektif.
I

: Implementasi
Tindakan yang dilakukan berdasarkan rencana.

: Evaluasi
Evaluasi berisi tentang sejauh mana rencana tindakan dan
evaluasi telah dilaksanakan dan sejauh mana masalah pasien
teratasi.

: Reassesment
Bila berhasil evaluasi menunjukkan masalah belum teratasi,
pengkajian ulang perlu dilakukan kembali melalui proses
pengumpulan data subjektif, data objektif, dan proses analisisnya.
Rencana evaluasi tindakan yang akan digunakan pada kasus
kelolaan adalah SOAP.

3.6 Dokumentasi Keperawatan


Dokumentasi keperawatan adalah pencatatan yang lengkap dan
akurat

terhadap

suatu

kejadian

dalam

proses

keperawatan.

Dokumentasi dilakukan segera setelah setiap kegiatan atau tindakan


dalam setiap langkah proses keperawatan dari pengkajian sampai
dengan evaluasi.
Sebagai

dokumentasi

yang

mencatat

semua

pelayanan

keperawatan klien, dokumentasi tersebutdapat diartikan sebagai

38

suatu catatan bisnis dan hokum yang mempunyai banyak manfaat


dan penggunaan. Tujuan utama dari pendokumentasian adalah untuk:
1.

Mengidentifikasi status kesehatan klien dalam rangka mencatat


kebutuhan

klien,

merencanakan,

melaksanakan

tindakan

keperawatan dan mengevaluasikan tindakan.


2.

Dokumentasi untuk Penulisan, keuangan, hokum dan etika.


Sedangkan manfaat dan pentingnya dokumentasi dapat dilihat
dari berbagai aspek seperti hukum, jaminan mutu pelayanan,
komunikasi, keuangan, pendidikan, Penulisan dan akreditasi
( Nursalam, 2001 )
BAB IV
LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. A DENGAN CLOSE FRAKTUR


CRURIS (TIBIA FIBULA) 1/3 DISTAL DEXTRA
DI RUMAH SAKIT ISLAM SITI HAJAR MATARAM KELAS 1 RUANG5

I.

PENGKAJIAN
A. Identitas
1. Identitas Pasien
Nama

: Tn. A

Umur

: 37 tahun

Tempat/Tanggal lahir

: Apitaik, 12 November 1978

Gol. Darah

:O

Agama

: Islam

Pendidikan

: S1
39

Suku / Bangsa

: Sasak / Indonesia

Pekerjaan

: PNS

Status Perkawinan

: Kawin

Alamat

: Gerung

Tanggal / jam MRS

: 15 Desember 2015 pukul

10.00 Wita
Register

: 152120

Diagnosa Medis

: Fraktur Kruris

2. Identitas Penanggung jawab


Nama

: Ny. I

Umur

: 35 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Pendidikan

: S1

Pekerjaan

: PNS

Suku / Bangsa

: Sasak / Indonesia

Hubungan dengan pasien

: Istri

Alamat

: Gerung

B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Pasien mengatakan nyeri pada kaki sebelah kiri.
Fokus pengkajian :
40

Look :

luka terbuka 3x4cm,fragmen tulang terekspose, bleeding (+)

Feel :

Nyeri tekan setempat (+), sensibilitas (+), suhu rabaan hangat,


AVN distal Normal, arteri dorsalis pedis teraba lemah
dibandingkan bagian yang sehat.

Move :

Gerakan aktif dan pasif terhambat, Gerakan abduksi tungkai kiri


terhambat, gerakan adduksi tungkai kiri terhambat, sakit bila
digerakkan, gangguan persarafan tidak ada, tampak gerakan
terbatas, keterbatasan pergerakan sendi-sendi distal (karena terasa
nyeri saat digerakkan).

2. Riwayat penyakit sekarang


Pada hari Selasa tanggal 15 Desember 2015 pukul 10.00 Wita pasien
bdatang ke IGD RSI Siti Hajar Mataram dengan keluhan nyeri pada kaki kiri
setelah jatuh dari sepeda motor karena menghindari kendaraan lain. Kemudian
pasien terjatuh membentur trotoar. Setelah terjatuh pasien dalam keadaan
sadar. Kaki kirinya terdapat luka dan tidak bisa digerakkan, kemudian pasien
langsung dibawa ke IGD RSI Siti Hajar Mataram untuk mendapatkan
pertolongan pertama dan pasien dibawa ke Kelas 1 Ruang 5 untuk
mendapatkan perawatan lebih lanjut.
Pengkajian PQRST :
P : pasien mengatakan nyeri yang dirasakan timbul apabila
pasien mencoba menggerakkan kakinya.
Q : pasien mengatakan nyeri yang dirasakan seperti ditusuktusuk.
R : pasien mengatakan nyeri yang dirasakan terdapat di kaki
sebelah kirinya.
S : skala nyeri 4 (0-5)
T : pasien mengatakan nyeri yang dirasakan hilang timbul dan
berlangsung selama 15 menit bahkan lebih.

41

3. Riwayat kesehatan masa lalu


Pasien mengatakan, sebelumnya belum pernah masuk rumah
sakit dan belum pernah menderita penyakit seperti patah
tulang, terbentur dan dan hanya mengalami sakit biasa seperti
demam,

flu,

batuk

dan

pasien

bias

sembuh

setelah

mengkonsumsi obat-obatan yang dibeli di Apotik, pasien juga


mengatakan tidak pernah melakukan operasi, tidak mengalami
alergi dan memiliki kebiasaan merokok dan minum kopi.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Pasein mengatakan didalam keluarganya tidak ada yang
menderita penyakit sama yang seperti pasien alami dan tidak
ada yang menderita penyakit menular ataupun keturunan
seperti hipertensi, DM, asma dan lain-lain.
Genogram

Keterangan

:
:
:
:
:
:
:
:

Perempuan.
Laki-laki.
Pasien.
Meninggal.
Garis Perkawinan.
Garis Keturunan.
Tinggal Serumah.

C. Kebutuhan Dasar Bio-Psiko-Sosial dan Spiritual


Komponen kebutuhan dasar menurut Virginia Henderson yang
terdiri dari 14 (empat belas komponen) yaitu :

42

1. Oksigen
Sebelum
sakit
Saat sakit

: Pasien mengatakan tidak pernah mengalami sesak


nafas, tidak pernah ada keluhan nyeri dada pada saat
bernafas dan pasien bias bernafas normal.
: Pasien mengatakan tidak pernah mengalami sesak
nafas dan tidak mengalami nyeri dada pada saat
bernafas. Tidak terdengar suara mengi dan whezing.

Respirasi 20 x /menit.
2. Kebutuhan akan Nutrisi
Sebelum
sakit

: Pasien mengatakan biasa makan tiga kali sehari yang


terdiri dari nasi, tahu, tempe, sayuran, dan kadangkadang disertai buah-buahan. Kebiasaan makan
yaitu pasien biasa makan bersama istri dan anakanaknya. Pasien memiliki kebiasaan makan makanan
yang pedas seperti pelecing. Pasien minum sekitar 6
8 gelas / hari (200 cc) = (800-200 cc). Pasien tidak
memiliki pantangan / alergi terhadap makanan

Saat sakit

tertentu.
: Nafsu makan pasien membaik. Pasien hanya
menghabiskan (1/2 porsi) dari porsi yang disediakan.
Mucosa mulut pasien lembab, dan tidak ada
gangguan saat makan. Diit yang diberikan oleh RS
TKTP bubur. Pasien biasa minum 6 7 gelas / hari
(12001400 cc).

3. Eliminasi
Sebelum
sakit

: Pasien mengatakan

BAB 1-2 x / hari dengan

konsistensi tinja lunak, bau khas feses warna feses


kuning

kecoklatan.

Pasien

tidak

mengalami

gangguan pada saat BAB seperti konstipasi yang


bercampur darah. Pasien BAK 5-7 x / hari dengan
warna kuning jernih dengan bau khas urine. Pasien
Saat sakit

tidak pernah mengalami gangguan pada saat BAK.


: Pasien mengatakan jarang BAB dan jika BAB hanya
43

BAB 1 x / hari dengan konsistensi lembek, bau khas


feses warna feses kuning. Pasien biasa BAK 4 5 x /
hari dengan warna kuning agak keruh dengan bau
khas urine. Pasien tidak mengalami keluhan pada
saat BAK..
4. Gerak dan keseimbangan tubuh
Sebelum
sakit

: Pasien

mengatakan

tidak

pernah

mengalami

gangguan dalam gerak dan keseimbangan tubuh,


pasien

berjalan

dengan

tegak

tanpa

adanya

kecondongan pada salah satu sisi. Pasien juga tidak


pernah mengalami trauma yang membuat anggota
geraknya
Saat sakit

mengalami

fruktur,

kontraktur

dan

sebagainya.
: Pasien mengatakan tidak bisa berjalan karena kaki
sebelah kirinya mengalami luka dan patah tulang

sehingga mobilisasi pasien sangat terbatas.


5. Kebutuhan istirahat tidur
Sebelum
sakit

: Pasien mengatakan jarang tidur siang. Malamnya


pasien tidur kurang lebih 7-8 jam. Pasien mulai tidur
pukul 22.00 05.00 wita.
Pasien tidak pernah merasakan adanya gangguan

Saat sakit

pada masalah tidurnya.


: Pasien mengatakan lebih banyak istirahat di temapt
tidurnya dan malamnya merasa tidurnya terganggu
oleh karena penyakitnya dan rasa nyeri pada kaki
kirinya.

6. Kebutuhan berpakaian
Sebelum

: Pasien mengatakan mengganti pakaian 1 kali sehari

sakit
Saat sakit

yaitu pada sore hari.


: Pasien mengatakan mengganti pakaian 1 kali sehari
pada sore hari. Dalam mengganti pakaiannya pasien

44

dibantu

oleh

keluarga

atau

perawat

yang

merawatnya, karena pada lengan kanan terpasang


jarum infus RL 24 tetes /menit dan pada kaki kiri
pasien dipasang spalk.
7. Mempertahankan temperatur tubuh dan sirkulasi
Sebelum
sakit

: Pasien mengatakan

tidak pernah mengalami

peningkatan suhu tubuh yang sampai mengganggu,


hanya demam biasa. Pasien tidak pernah mengalami
gangguan

Saat sakit

sirkulasi

seperti

perdarahan

dan

kehilangan cairan.
: Pasien mengatakan juga tidak merasakan demam

atau peningkatan suhu pada tubuhnya.


8. Kebutuhan pasien akan Personal Hygiene
Sebelum
sakit

: Pasien mengatakan biasa mandi 2 kali sehari, setiap


kali mandi selalu menggunakan sabun detol dan
menyikat giginya dengan menggunakan pasta gigi
sedangkan rambutnya dikeramas 2 kali seminggu
dengan menggunakan shampo. Kuku kaki dan

Saat sakit

tangan selalu dipotong bila panjang.


: Kebutuhan personal hygiene pasien dibantu oleh
keluarganya, dan pasien belum mampu untuk pergi
ke kamar mandi karena patah tulang pada kaki

9.

kirinya.
Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Sebelum
sakit

: Pasien mengatakan tinggal bersama istri dan anakanaknya, sehingga pasien merasa terlindungi, bebas
dari rasa takut dan bebas dari tekanan-tekanan yang
membuat rasa aman pasien terganggu. Begitu juga
dalam

Saat sakit

berhubungan

dengan

orang

lain

di

lingkungannya.
: Pasien merasakan rasa amannya terpenuhi bila istri
dan anak-anaknya berada didekatnya. Rasa nyaman
pasien terganggu karena sakit pada kaki kirinya, hal

45

ini juga tampak dari ekspresi wajah pasien yang


meringis kesakitan. Skala nyeri pasien 4 (0-5).
10. Berkomunikasi dengan orang lain dan mengekspresikan emosi,
keinginan, rasa takut dan pendapat.
Sebelum
sakit

: Pasien mengatakan dalam kehidupan sehari-hari,


pasien selalu berinteraksi dengan suami, keluarga,
dan anggota masyarakat yang ada di lingkungan

Saat sakit

tempat tinggal pasien.


: Pasien mengatakan saat pasien dirawat di Rumah
Sakit komunikasi pasien dengan perawat, keluarga,
dokter dan kerabat yang menjenguk masih tetap

baik.
11. Kebutuhan spiritual
Sebelum
sakit

: Pasien mengatakan

tetap menjalankan ibadah

terutama ibadah sholat lima waktu, dan setiap ada


acara keagamaan pasien selalu ikut menghadirinya
karena pasien beranggapan bahwa hidupnya terasa
lebih tenang dengan mengikuti kegiatan-kegiatan

Saat sakit

agama.
: Pasien mengatakan saat dirawat di RS pasien tidak
pernah melaksanakan ibadah sholat lima waktu
karena keadaannya yang lemah. Walaupun demikian
pasien tetap berdoa untuk kesembuhannya.

12. Kebutuhan bekerja


Sebelum
sakit
Saat sakit

: Pasien mengatakan biasanya pasien bekerja sebagai


PNS. Sejak pukul 07.00 dan pulang sekitar jam 4
sore.
: Pasien tidak pernah melakukan pekerjaan yang
biasanya dilakukan setiap hari. Pasien hanya bisa
berbaring di tempat tidur dan dalam memenuhi
kebutuhannya pasien dibantu oleh keluarga dan
perawat.

46

13. Kebutuhan bermain dan rekreasi


Sebelum

: Pasien mengatakan waktu pasien lebih banyak

sakit

digunakan untuk bekerja. Rekreasi jarang dilakukan


oleh pasien dan keluarganya, bila ada waktu luang
pasien biasanya mengajak istri dan anak-anaknya
untuk pergi rekreasi ke pantai, kolam renang dan

Saat sakit

tempat hiburan lainnya.


: Pasien mengatakan hanya berbaring di tempat tidur,
menonton

tv

dan

berbincang-bincang

dengan

keluarga yang menjenguknya.


14. Kebutuhan belajar
Sebelum
sakit

: Pasien mengatakan selalu mendapatkan pengalaman


baru di kantornya. Di rumah pasien sering membaca

Saat sakit

Koran dan mengikuti berita-berita di televisi.


: penulis memberikan motivasi penjelasan pada pasien
tentang perawatan penyakitnya untuk menunjang
penyembuhan dan peningkatan kesehatan.

D. Pemeriksaan Fisik :
a. Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran

: Compos Mentis, GCS E4V5M6

Airway

: tidak ada gangguan jalan nafas

Breathing

: Pernafasan 20 x/mnt

Circulation

: tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi 90 x/mnt

Disability

: GCS E4 V5 M6

Exposure

: Suhu 37C

b. Tanda Vital
Tekanan Darah

: 130/80 mmHg

Nadi

: 90 x / menit

RR

: 20 x / menit

Suhu

: 37oC (per axilar)

47

c. Pemeriksaan head to toes


1) Kepala
Inspeksi : Bentuk simetris, distribusi rambut merata dan pendek, warna
rambut hitam.
Palpasi : tidak teraba benjolan dan massa, tidak ada lesi, kebersihan
rambut cukup.
2) Leher
Inspeksi : Betuk simetris, tidak terdapat peningkatan vena jugularis
Palpasi : tidak terdapat pembengkakkan kelenjar tiroid, kebersihan
kurang dan tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening, tidak
terdapat kaku kuduk, pergerakan leher bebas.
3) Mata
Inspeksi
: Bentuk simetris, konjungtiva merah muda, Sklera tidak
ikterik, reaksi pupil isokor, klien tidak menggunakan alat bantu
penglihatan, dan terlihat lingkar hitam dimata.
4) Telinga
Inspeksi
: Bentuk simetris, tidak terdapat penumpukan serumen,
fungsi pendengaran baik.
Palpasi

: tidak terdapat nyeri tekan pada tulang mastoid.

5) Hidung
Inspeksi
: Bentuk simetris, tidak terdapat polip, mukosa tampak
lembab, penciuman baik, tidak menggunakan alat bantu pernapasan.
6) Mulut dan Paring
Inspeksi
: Bentuk simetris, bibir lembab, gigi dan lidah tampak
kotor, pengecapan baik.
7) Dada
a. Rongga thoraks
Inspeksi : Pernapasan regular, bentuk dada normal
Palpasi

: vocal premitus simetris.

b. Paru-paru
Inspeksi : Ekspansi dinding paru kiri dan kanan simetris.
Perkusi

: Terdengar suara resonan di paru kiri dan di paru kanan.

48

Auskultasi : tidak terdengar suara ronkhi / dan wheezing / di paru kiri


dan kanan baik itu bagian apeks maupun basis.
c. Jantung
Palpasi : Teraba iktus kordis.
Perkusi : Terdengar suara dullnes sampai iga 4-5 dan tidak terdapat
tanda-tanda pembesaran jantung.
Auskultasi: terdengar suara S1 (lup), S2 (dup), tidak terdengar suara
tambahan seperti gallop (S3), murmur (S4).
d. Payudara
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak terdapat banjolan.
8) Abdomen
Inspeksi

: Bentuk simetris, tidak terdapat asites, tidak terdapat lesi.

Palpasi
: Tidak terdapat pembesaran hati, tidak terdapat nyeri
tekan, tidak terdapat pembesaran pada ginjal kanan dan tidak teraba
pembesaran pada ginjal kiri
Perkusi
: Bunyi tympani pada kuadran kiri atas dan bawah, dan
Bising usus 6 8 x/menit
9) Punggung
Inspeksi
: Bentuk simetris, tidak terdapat kelainan pada tulang
belakang, tidak terdapat lesi.
Palpasi

: Tidak terdapat pembengkakan dan kebersihan kurang.

10) Status Lokalis : Regio cruris sinistra


Look

: luka terbuka 3x4cm,fragmen tulang terekspose, bleeding (+)

Feel

: Nyeri tekan setempat (+), sensibilitas (+), suhu rabaan hangat,

AVN distal Normal, arteri dorsalis pedis teraba lemah dibandingkan


bagian yang sehat.
Move : Gerakan aktif dan pasif terhambat, Gerakan abduksi tungkai kiri
terhambat, gerakan adduksi tungkai kiri terhambat, sakit bila digerakkan,
gangguan persarafan tidak ada, tampak gerakan terbatas, keterbatasan
pergerakan sendi-sendi distal (karena terasa nyeri saat digerakkan).
1.

Rektum

49

d. Pemeriksaan Penunjang pada tanggal 15 Desember 2015


1. Laboratorium Darah
a. Hb = 14.0 g/dl
b. Lekosit = 11.200/cmm
c. hematokrit = 40%
d. Trombosit= 278.000 /cmm
e. Kalsium 1,2 mm
f. Clorida 97,8 mm
g. Kalium 4,1 mmol
h. Natrium 135,8 mmol
i. GDS
= 105 mg/Dl
j. BUN = 12,5 mg/dl
k. Kreatinin 0,9mg/dl
2. Foto X-ray
Terdapat Fraktur cominutif tibia dan fibula (S)

e. therapy

Infus RL 24 tpm
Ceftriaxone 1 gr iv
Ketorolac 30mg iv
f. Laporan Operasi :
Hari/Tanggal
Waktu mulai
Waktu selesai
Lama Operasi

: Rabu, 16 Desember 2015


: Pk. 12.30 WIB
: Pk. 13.30 WIB
: 60 menit

50

Tempat
Klasifikasi
Diagnosa Pre Operatif

: Kamar Operasi, RSI Siti Hajar Mataram


: Operasi Kotor
:

Open Fraktur Cruris Sinistra 1/3 tengah grade 3A, tipe cominutifneglected

Diagnosa Operatif
Tindakan

: Idem
: Debridement + ORIF tibia

E. Analisa Data
No
1

Symptom

Etiology
Trauma langsung/tidak

Ds :
P:

pasien

mengatakan

langsung

nyeri yang dirasakan timbul


apabila

pasien

mencoba

menggerakkan kakinya.
Q : pasien mengatakan nyeri
yang

dirasakan

yang

dirasakan

terdapat di kaki sebelah


kirinya.
S : skala nyeri 4 (0-5)
T:
pasien mengatakan
nyeri yang dirasakan hilang
timbul

dan

berlangsung

selama 15 menit bahkan


lebih.
Do :
Keadaan Umum

Sakit sedang
Kesadaran

Compos

fraktur

seperti

ditusuk-tusuk.
R:
pasien mengatakan
nyeri

deformitas

Mentis,

GCS
51

terputusnya kontinuitas
jaringan
perangsangan pada
reseptor nyeri

Problem
Nyeri akut

E4V5M6
Airway

tidak ada gangguan jalan


nafas
Breathing

: Pernafasan

20 x/mnt
Circulation

tekanan

darah 130/80 mmHg, Nadi


90 x/mnt
Disability

: GCS E4

V5 M6
Exposure
Feel
:

: Suhu 37C
Nyeri tekan

setempat (+), sensibilitas


(+), suhu rabaan hangat,
AVN distal Normal, arteri
dorsalis pedis teraba lemah
dibandingkan bagian yang
sehat.

Ds :
Kebutuhan

personal

pasien

dibantu

hygiene

Trauma langsung/tidak

Gangguan

langsung

mobilitas fisik

oleh

keluarganya, dan pasien belum

deformitas

mampu untuk pergi ke kamar


mandi karena patah tulang pada
kaki kirinya.
Pasien mengatakan tidak bisa
berjalan karena kaki sebelah
kirinya mengalami luka dan
patah

tulang

sehingga
52

fraktur
Gangguan mobilitas fisik

mobilisasi

pasien

sangat

terbatas.
Do:
1. Status Lokalis : Regio cruris
sinistra
Look : luka terbuka
3x4cm,fragmen tulang
terekspose, bleeding (+)
Move : Gerakan aktif dan
pasif terhambat, Gerakan
abduksi tungkai kiri
terhambat, gerakan adduksi
tungkai kiri terhambat, sakit
bila digerakkan, gangguan
persarafan tidak ada,
tampak gerakan terbatas,
keterbatasan pergerakan
sendi-sendi distal (karena
terasa nyeri saat
digerakkan).
2. Foto X-ray
Terdapat Fraktur cominutif
tibia dan fibula (S)

II.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan cedera pada jaringan ditandai dengan
pasien mengatakan nyeri yang dirasakan timbul apabila pasien mencoba
menggerakkan kakinya, pasien mengatakan nyeri yang dirasakan seperti

53

ditusuk-tusuk, pasien mengatakan nyeri yang dirasakan terdapat di kaki


sebelah kirinya, skala nyeri 4 (0-5), pasien mengatakan nyeri yang
dirasakan hilang timbul dan berlangsung selama 15 menit bahkan lebih.
Keadaan Umum

: Sakit sedang, kesadaran compos mentis, GCS

E4V5M6, Airway: tidak ada gangguan jalan nafas, Breathing :

Pernafasan

20 x/mnt, Circulation : tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi 90 x/mnt,


Disability

: GCS E4 V5 M6, Exposure : Suhu 37C, Feel

Nyeri tekan setempat (+), sensibilitas (+), suhu rabaan hangat, AVN distal
Normal,

arteri dorsalis pedis teraba lemah dibandingkan bagian yang

sehat.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuskular, imobilisasi tungkai ditandai dengan pasien mengatakan
kebutuhan personal hygiene pasien dibantu oleh keluarganya, dan pasien
belum mampu untuk pergi ke kamar mandi karena patah tulang pada kaki
kirinya, pasien mengatakan tidak bisa berjalan karena kaki sebelah kirinya
mengalami luka dan patah tulang sehingga mobilisasi pasien sangat
terbatas. Status Lokalis : Regio cruris sinistra, Look

3x4cm,fragmen tulang terekspose, bleeding (+), Move

luka

terbuka

: Gerakan aktif

dan pasif terhambat, Gerakan abduksi tungkai kiri terhambat, gerakan


adduksi tungkai kiri terhambat, sakit bila digerakkan, gangguan persarafan
tidak ada, tampak gerakan terbatas, keterbatasan pergerakan sendi-sendi
distal (karena terasa nyeri saat digerakkan). Foto X-ray terdapat Fraktur
cominutif tibia dan fibula (S)
III.
No
Dx
I

INTERVENSI KEPERAWATAN
Hari/Tanggal
Selasa
15-12-2015

Tujuan dan Criteria Hasil


Setelah

(NOC)
dilakukan

tindakan

keperawatan selama 3x24 jam


nyeri yang dirasakan pasien
hilang atau terkontrol dengan

Intervensi (NIC)
a. Pain
Management
18. Lakukan
pengkajian
nyeri

secara

komprehensif termasuk
54

kriteria hasil:

lokasi,

karakteristik,

6. Mampu mengontrol nyeri

durasi,

frekuensi,

(tahu penyebab nyeri,

kualitas

mampu menggunakan

presipitasi
19. Observasi

reaksi

nonverbal

dari

tehnik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
7. Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunakan manajemen
nyeri
8. Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)
9. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
10. Tanda vital dalam rentang
normal

dan

faktor

ketidaknyamanan
20. Gunakan
teknik
komunikasi

terapeutik

untuk

mengetahui

pengalaman

nyeri

pasien
21. Kaji
kultur

yang

mempengaruhi

respon

nyeri
22. Evaluasi

pengalaman

nyeri masa lampau


23. Evaluasi
bersama
pasien

dan

tim

kesehatan lain tentang


ketidakefektifan kontrol
nyeri masa lampau
24. Bantu
pasien
dan
keluarga untuk mencari
dan

menemukan

dukungan
25. Kontrol

lingkungan

yang

dapat

mempengaruhi

nyeri

seperti suhu ruangan,


pencahayaan
kebisingan
26. Kurangi
presipitasi nyeri
55

dan
faktor

27. Pilih

dan

lakukan

penanganan

nyeri

(farmakologi,

non

farmakologi dan inter


personal)
28. Kaji tipe dan sumber
nyeri

untuk

menentukan intervensi
29. Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
30. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
31. Evaluasi
keefektifan
kontrol nyeri
32. Tingkatkan istirahat
33. Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan

tindakan

nyeri

tidak berhasil
34. Monitor
penerimaan
pasien

tentang

manajemen nyeri
3. Analgesic
Administration
10. Tentukan
lokasi,
karakteristik,
dan

kualitas,

derajat

sebelum

pemberian

obat
11. Cek instruksi
tentang

nyeri

jenis

dokter
obat,

dosis, dan frekuensi


12. Cek riwayat alergi
13. Pilih analgesik yang
diperlukan

56

atau

kombinasi

dari

analgesik

ketika

pemberian lebih dari


satu
14. Tentukan

pilihan

analgesik

tergantung

tipe dan beratnya nyeri


15. Tentukan
analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
16. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
17. Monitor

vital

sign

sebelum dan sesudah


pemberian

analgesik

pertama kali
18. Berikan analgesik tepat
waktu

terutama

nyeri hebat
19. Evaluasi

saat

efektivitas

analgesik,

tanda

dan

gejala (efek samping)


II

Selasa
15-12-2015

Setelah dilakukan tindakan

NIC :

keperawatan selama 3x24 jam

Exercise therapy :

hambatan mobilitas hilang /

ambulation

berkurang / teradaptasi dengan

10. Monitoring

vital

sign

kriteria hasil :

sebelm/sesudah latihan dan

5. Klien meningkat dalam

lihat respon pasien saat

aktivitas fisik
6. Mengerti tujuan dari

57

latihan
11. Konsultasikan

dengan

peningkatan mobilitas

terapi fisik tentang rencana

7. Memverbalisasikan

ambulasi

perasaan dalam

kebutuhan

meningkatkan kekuatan
dan kemampuan berpindah
8. Memperagakan
penggunaan alat Bantu
untuk mobilisasi (walker)

sesuai

12. Bantu

klien

dengan
untuk

menggunakan tongkat saat


berjalan

dan

cegah

terhadap cedera
13. Ajarkan pasien atau tenaga
kesehatan

lain

tentang

teknik ambulasi
14. Kaji kemampuan

pasien

dalam mobilisasi
15. Latih

pasien

pemenuhan
ADLs

dalam
kebutuhan

secara

mandiri

sesuai kemampuan
16. Dampingi dan Bantu pasien
saat mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan ADLs ps.
17. Berikan alat Bantu jika
klien memerlukan.
18. Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
IV.

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

No

Hari/Tanggal

Dx
I

(Jam)
Selasa
15-12-2015

Tindakan
Pain Management

Respon Hasil
Pain Management

1. Melakukan pengkajian 1. Pasien

58

merasakan

Paraf

(10.30)

nyeri

secara

komprehensif

nyeri

pada

kirinya

termasuk

lokasi,

karakteristik,

durasi,

frekuensi, kualitas dan

kaki
dengan

skala 4 (0-5)
2. Pasien
tampak
menahan

nyeri

yang dirasakannya.
faktor presipitasi
3. Pasien
cukup
2. Mengobservasi reaksi
nyaman
dengan
nonverbal
dari
perawatan
yang
ketidaknyamanan
3. Menggunakan teknik
diberikan
oleh
komunikasi terapeutik
untuk

mengetahui

pengalaman

nyeri

pasien
4. mengkaji kultur yang
mempengaruhi respon
nyeri
5. Mengevaluasi
pengalaman

perawat.
4. Pasien merasakan
nyeri

semakin

bertambah

ketika

melakukan
pergerakan.
5. Pasien mengatakan
sebelumnya belum

nyeri

masa lampau
6. Mengevaluasi

pernah mengalami
nyeri seperti yang

dirasakan sekarang.
bersama pasien dan 6. Pasien mengatakan
tim

kesehatan

lain

bila

mengalami

tentang

nyeri, pasien hanya

ketidakefektifan

istirahat

kontrol

nyeri

masa

mengkonsumsi

lampau
obat.
7. Membantu pasien dan 7. Pasien
keluarga

untuk

mencari

dan

atau

selalu

diberikan dukungan
oleh

keluarganya

menemukan dukungan
agar cepat sembuh.
8. Mengontrol
8. Pasien dikunjungi
lingkungan yang dapat

59

oleh

beberapa

mempengaruhi

nyeri

keluarganya

dan

seperti suhu ruangan,

tidak menimbulkan

pencahayaan

kebisingan

dan

kebisingan
9. Mengurangi

serta

lingkungan tempat
faktor

presipitasi nyeri
10. Memilih dan lakukan
penanganan

nyeri

(farmakologi,

perawatan

pasien

cukup

nyaman

baginya.

non

farmakologi dan inter

9. Pasien hanya bisa


beristirahat

personal)
11. Mengkaji

tipe

dan

membatasi

sumber nyeri untuk

pergerakan

menentukan intervensi
12. Mengajarkan tentang
teknik

non

farmakologi
13. Memberikan analgetik
untuk

mengurangi

nyeri
14. Mengevaluasi
keefektifan

kontrol

nyeri
15. Meningkatkan

jika

ada

keluhan dan tindakan


nyeri tidak berhasil
17. Memonitori
penerimaan
tentang

pasien

manajemen

nyeri

kirinya tidak terlalu


nyeri.
10. Pasien

diberikan

obat analgetik dan


diajarkan

tehnik

relaksasi

untuk

mengurangi nyeri.
11. Nyeri
yang
pasien

seperti

ditusuk-

tusuk.
12. Pasien

diajarkan

relaksasi dan tehnik


distraksi

oleh

perawat

untuk

mengurangi

nyeri

yang dirasakan.
13. Nyeri yang dialami
pasien

60

kaki

dirasakan

istirahat
16. Berkolaborasi dengan
dokter

sehingga

dan

masih

4. Analgesic

dirasakan

Administration
1. Menentukan
lokasi,

skala 4 (0-5) namun

karakteristik, kualitas,
dan

derajat

sebelum
obat
2. Mengecek

dengan

jika diberikan obat


maka

nyerinya

nyeri

berkurang.
pemberian 14. Belum

ada

perubahan

yang

instruksi

signifikan terhadap

dokter tentang jenis


obat,

dosis,

kondisi pasien.
dan 15. Pasien
selalu

frekuensi
3. Mengeek

istirahat
riwayat

alergi
4. Memiilih

analgesik

yang diperlukan atau


kombinasi

dari

analgesik

nyeri

karena
yang

dirasakannya.
16. Dokter
selalu
mengevaluasi efek
obat yang diberikan

ketika

kepada pasien.
pemberian lebih dari 17. Pasien
cukup
satu

kooperatif

dalam

perawatan

yang

diberikan.
5. menentukan
analgesik
tipe

dan

pilihan

tergantung
beratnya

nyeri
Analgesic
6. Menentukan analgesik
Administration :
pilihan,
rute
1. Nyeri
yang
pemberian, dan dosis
dirasakn
pasien
optimal
seperti
ditusuk7. Memilih
rute
tusuk, terasa skalan
pemberian secara IV,
nyeri 4 (0-5)
IM untuk pengobatan
2. Terdapat perubahan
nyeri secara teratur
yang cukup kepada
61

8. Memonitor vital sign


sebelum dan sesudah
pemberian

analgesik

pertama kali
9. Memberikan analgesik
tepat waktu terutama

pasien

diberikan obat.
3. Pasien
tidak
memiliki

riwayat

alergi apapun.
4. Obat
yang
diberikan

saat nyeri hebat


10. Mengevaluasi

Ceftriaxone 1 gr iv

efektivitas analgesik,

Ketorolac 30 mg iv

tanda dan gejala (efek 5.


samping)

setelah

Perawat

selalu

mengkomunikasika
n obat yang cocok
untuk pasien sebagi
pengurang

nyeri

pasien.
6. Pasien

diberikan

obat

analgetik

melalui IV.
7. Pasien
diberikan
obat melalui IV.
8. Tekanan Darah
130/80

mmHg,

Nadi: 90 x / menit,
RR : 20 x / menit,
Suhu: 37

C (per

axilar),
9. Nyeri pasien agak
berkurang

setelah

diberikan obat.
10. Belum ada efek
samping

dari

pemberian

obat

yang

62

diberikan

II

Kamis
03-12-2015

kepada pasien.
1. TTV pasien dalam

Exercise therapy :
ambulation

batas normal.
2. Perawat
selalu

(16.00)
1. Memonitoring
sign

vital

sebelm/sesudah

latihan

dan

lihat

respon

pasien

saat

latihan

ambulasi

kepada

pasien.
3. Pasein hanya bisa
berbaring dan tidak
menggunakan

2. Mengkonsultasikan
dengan

terapi

tongkat

saat

fisik

berjalan.
rencana 4. Pasien dan keluarga

tentang
ambulasi

sesuai

dengan kebutuhan
3. Membantu klien untuk
menggunakan tongkat
saat

memberikan latihan

berjalan

dan

cegah terhadap cedera


4. Mengajarkan

pasien

selalu

kooperatif

dalam

pengobatan

yang diberikan.
5. Mobilisasi pasien
masih terhambat.
6. Pasein
belum
mampu memenuhi
kenutuhan

ADLs

atau tenaga kesehatan


lain

tentang

nya secara mandiri.


teknik 7. Perawat
maupun

ambulasi

keluarga

5. Mengkaji kemampuan
pasien

dalam

mobilisasi
6. Melatih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri

Bantu

pasien

63

selalu mendampingi
pasien.
8. Pasein

tidak

membutuhakn alat
bantu

dalam

mobilisasinya
karena dibantu oleh

sesuai kemampuan
7. Mendampingi

pasien

dan
saat

perawat

dan

keluarganya.
9. Pasien
selalu

mobilisasi dan bantu

dibantu

oleh

penuhi

perawat

maupun

kebutuhan

ADLs pasien.

keluarganya

8. Memberikan
Bantu

alat

jika

dalm

mobilisasi.

klien

memerlukan.
9. Mengajarkan
bagaimana
posisi

pasien
merubah

dan

berikan

bantuan

jika

diperlukan

V.

EVALUASI
No

Hari / tanggal

Dx
I

(jam)
Selasa

Catatan perkembangan
S:
Pasien

15-12-2015
(14.00)

pada

mengatakan nyeri
kaki

kanan

dengan

kriteria nyeri, P: nyeri karena


fraktur cruris, Q: senut-senut,
R: kaki kiri, S: 5 (0-5) ,T:
terus menerus.
O:
ekspresi wajah pasien tampak
meringis menahan nyeri, kpasein
tampak menahan rasa sakit, pasien
tampak berhati-hati saat bergerak,
Keadaan Umum : Lemah
TTV : nadi : 70x/mnt, RR:
19x/mnt, S : 37,5C, TD : 110/70
mmHg
A:

64

Paraf

Masalah

dengan

keperawatan

nyeri

diagnosa
akut

belum

teratasi.
P:
Intervensi dilanjutkan :
Tentukan
kualitas,

lokasi,
dan

karakteristik,
derajat

nyeri

sebelum pemberian obat


Cek instruksi dokter tentang jenis
2

Kamis
15-12-2015

obat.
S:
Pasien mengatakan memiliki

(14.00)

keterbatasan
ketidakmampuan

dan
dalam

melakukan gerakan.
O:
Pasien tampak tertidur karena
belum diizinkan untuk terlalu
banyak bergerak .
A:
Masalah

dengan

keperawatan

diagnosa
hambatan

mobilitas fisik belum teratasi.


P:
Intervensi dilanjutkan :
Konsultasikan dengan terapi fisik
tentang rencana ambulasi sesuai
dengan kebutuhan.
Bantu klien untuk menggunakan
tongkat saat berjalan dan cegah
terhadap cedera.

65

BAB V
PENUTUP
V.1 Simpulan
Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan
dengan lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi
bakteri sehingga timbul komplikasi berupa infeksi.luka pada kulit
dapat berupa tusukan tulang yang tajam keluar menembus kulit atau

66

dari luar oleh karena tertembus misalnya oleh peluru atau trauma
langsung.
Fraktur

terbuka

merupakan

suatu

keadaan

darurat

yang

memerlukan penanganan yang terstandar untuk mengurangi resiko


infeksi.selain mencegah infeksi juga diharapkan terjadi penyembuhan
fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. beberapa hal yang penting
untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi
yang dilakukan dengan segera, secara hati-hati, debrideman yang
berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting
yang dini serta pemberian antibiotik yang adekuat.
Hubungan dengan dunia luar dapat terjadi karena penyebab
rudapaksa merusak kulit, jaringan lunak dan tulang atau Fragmen
tulang merusak jaringan lunak dan menembus kulit. Klasifikasi yang
dianut adalah menurut Gustilo, Merkow dan Templeman (1990)Semua
patah

tulang terbuka adalah kasus gawat darurat. Karena itu

penanganan patah tulang terbuka harus dilakukan sebelum golden


periode terlampaui agar sasaran akhir penanganan patah tulang terbuka
tercapai.
V.2 Saran
Untuk mencapai suatu keberhasilan yang baik dalam pembuatan
makalah selanjutnya, maka penulis memberikan saran kepada:
1

Mahasiswa
Dalam pengumpulan data, penulis mendapatkan berbagai kesulitan.
Dengan usaha yang sungguh-sungguh, sehingga penulis mendapatkan
data untuk dapat menyelesaikan makalah ini.

Pendidikan
Pada

Prodi

Keperawatan,

khususnya

perpustakaan,

agar

dapat

menyediakan buku-buku yang sudah mengalami perubahan-perubahan


yang lebih maju sehingga buku tersebut bukan saja sebagai sumber ilmu

67

tetapi dapat dijadikan sumber referensi untuk materi makalah. Khususnya


untuk makalah-makalah yang akan dijadikan makalah selanjutnya.
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada
makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang
membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi
di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Semoga makalah ini dapat
dijadikan sebagai acuan pembuatan makalah melanoma maligna
selanjutnya dan mahasiswa memahami asuhan keperawatan melanoma
maligna sehingga dapat mengaplikasikannya.

DAFTAR PUSTAKA
Carol Vestal Allen. 2001. Memahami Proses Keperawatan. Jakarta : EGC
Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan:Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi III. Jakarta:
EGC.
Enggan Barbara. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 2.
Jakarta : EGC

68

Handerson, M.A. 2001. Ilmu Bedah Untuk Perawat. Jakarta: Yayasan Essentia
Medica Ilmu Kedokteran
Jullen Daniella, dkk. 2002. Belajar Merawat di Bangsal Ortopedi. Jakarta : EGC
Kemala RW dan Yetta. 2000. Nursing Care In Emergency. Jakarta : Fakultas Ilmu
Keperawatan UI.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran UI.
Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian. Jakarta:
Salemba Medika
Silvia anderson price,RN.Lorraine Mccarty Wilson .2005. Patofisiologi Konsep
Proses- Proses Penyakit.Edisi 6 Vol.Jakarta
Smeltzer . 2001, Buku Saku Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC.

69

Você também pode gostar