Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
DISUSUN OLEH :
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring meningkatnya derajat kesehatan dan kesejahteraan penduduk akan
berpengaruh pada peningkatan UHH (Umur Harapan Hidup) di Indonesia.
Berdasarkan laporan perserikatan Bangsa Bangsa 2011, pada tahun 2000 2005
UHH adalah 66,4 tahun (dengan persentase populasi lansia tahun 2000 adalah 7,74
%), angka ini akan meningkat pada tahun 2045 2050 yang diperkirakan UHH
menjadi 77,6 tahun ( dengan persentase populasi lansia 2045 adalah 28,68%), begitu
pula dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi peningkatan UHH. Pada
tahun 2000 UHH di Indonesia adalah di Indonesia adalah 64,5 tahun (dengan
persentase populasi lansia adalah 7,18%). Angka ini meningkat menjadi 69,43 tahun
pada tahun 2010 ( dengan persentase populasi lansia adalah 7,56%) dan pada tahun
2011 menjadi 69,65 (dengan persentase lansia adalah 7, 58%). Prevalensi hipertensi
diperkirakan akan terus meningkat, dan diprediksi pada tahun 2025 sebanyak 29%
orang dewasa diseluruh dunia menderita hipertensi, sedangkan di Indonesia angkanya
mencapai 31,7%.
Dalam hal ini secara demografi struktur umur penduduk Indonesia bergerak
ke arah struktur penduduk yang semakin menua (ageing population). Peningkatan
UHH akan menambah jumlah lanjut usia (lansia) yang akan berdampak pada
pergeseran pola penyakit di masyarakat dari penyakit infeksi ke penyakit degenerasi.
Prevalensi penyakit menular mengalami penurunan, sedangkan penyakit tidak
menular cenderung mengalami peningkatan. Penyakit tidak menular (PTM) dapat
digolongkan menjadi satu kelompok utama dengan faktor risiko yang sama (common
underlying risk faktor) seperti kardiovaskuler, stroke, diabetes mellitus, penyakit paru
obstruktif kronik, dan kanker tertentu. Faktor risiko tersebut antara lain
mengkonsumsi tembakau, konsumsi tinggi lemak kurang serat, kurang olah raga,
alkohol, hipertensi, obesitas, gula darah tinggi, lemak darah tinggi
Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan pada
pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh
darah, terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya (Sustrani, 2006)
Pada suatu penelitian, hipertensi menempati 87% kasus pada orang yang berumur 50
sampai 59 tahun. Adanya hipertensi, baik HST maupun kombinasi
sistolik dan
diastolik merupakan faktor risiko morbiditas dan mortalitas untuk orang lanjut usia.
Hipertensi masih merupakan faktor risiko utama untuk stroke, gagal jantung penyakit
koroner, dimana peranannya diperkirakan lebih besar dibandingkan pada orang yang
lebih muda (Kuswardhani, 2007).
Hipertensi masih menjadi masalah kesehatan pada kelompok lansia. Sebagai
hasil pembangunan yang pesat dewasa ini dapat meningkatkan umur harapan hidup,
sehingga jumlah lansia bertambah tiap tahunnya, peningkatan usia tersebut sering
diikiuti dengan meningkatnya penyakit degeneratif dan masalah kesehatan lain pada
kelompok ini. Hipertensi sebagai salah satu penyakit degeneratif yang sering
dijumpai pada kelompok lansia (Abdullah.2005).
Data WHO tahun 2000 menunjukkan, di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang
atau 26,4% penghuni bumi mengidap hipertensi dengan perbandingan 26,6% pria dan
26,1% wanita. Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun
2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639
sisanya berada di negara sedang berkembang, temasuk Indonesia (Andra,2007).
Selain terapi farmakologis juga terdapat terapi non farmakologis untuk
pengobatan hipertensi. Susilo & wulandari (2011) menyatakan pengobatan non
farmakologis hipertensi adalah mengatasi obesitas atau menurunkan berat badan,
mengurangi asupan garam ke dalam darah, menciptakan keadaan rileks seperti
meditasi, yoga, atau hypnosis yang mengontrol sistem syaraf untuk mengendalikan
tekanan darah, melakukan olah raga secara rutin, berhenti merokok, dan berhenti
mengkonsumsi alcohol. Tujuan umum dari analisis junal ini adalah untuk mengetahui
pengaruh meditasi terhadap penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi.
Teori Hipertensi
Hipertensi menjadi salah satu prioritas masalah kesehatan di Indonesia
maupun di seluruh dunia, karena dalam jangka panjang peningkatan tekanan darah
yang
menyebabkan
peningkatan risiko
kejadian
ringan
yang
akan
sembuh
dengan
sendirinya
(Kowalski,
2010;
medis
diutamakan
untuk
menangani
gejala
penyakit.
Terapi
komplementer ini antara lain adalah terapi herbal, relaksasi, latihan nafas, meditasi
dan terapi musik (Vitahealth,2006).
Rehabilitasi keperawatan dalam menangani hipertensi pada lansia bisa
melakukan beberapa terapi komplementer yang akan di capai untuk melakukan
intervensi yang benar. Diantaranya ialah dengan terapi meditasi sebagai teknik terapi
relaksasi pada pasien hipertensi, sebagai standar operasional prosedur di ruang
perawatan.
Berdasarkan penelitian Anderson, Liu & Kryscio (2007) yang diterbitkan oleh
American Journal Of Hypertension yang berjudul Blood Pressure Response To
Trancedental Meditation, berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa
dengan latihan meditasi transedental dengan teratur memiliki potensi untuk
mengurangi tekanan darah systole dan diastole 4,7 mmHg dan 3,2 mmHg.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada lansia dengan hipertensi di Unit
Rehabilitasi Pucang Gading Semarang mendapatkan hasil sebelum melakukan
meditasi, rata-rata tekanan darah sistole responden sebesar 158,93 mmHg, kemudian
turun menjadi 146,00 mmHg setelah melakukan meditasi, sedangkan tekanan darah
BAB II
ANALISIS JURNAL
Hipertensi atau tekanan darah tinggi sering disebut sebagai silent killer atau
tidak menunjukkan tanda dan gejala (OHara,2006). Hipertensi merupakan salah satu
penyakit kardiovaskuler yang menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat
Indonesia maupun negara-negara di dunia (Profil Kesehatan Indonesia, 2005).
Hipertensi merupakan suatu kondisi penyakit kronis yang menyebabkan stress
(stressful). Stres emosional atau mental bisa menurunkan kualitas hidup seseorang,
selain itu dengan stress mental (psikososial) dapat meningkatkan tekanan darah
(Jaret, 2008).
Ada banyak bentuk pengobatan hipertensi ialah obat-obatan farmakologis,
namun sebagai perawat bisa saja mengambil cara lain yaitu dengan terapi meditasi
untuk menurunkan tekanan darah bagi penderita hipertensi.
Mekanisme Terapi Meditasi
Meditasi terapi didefinisikan oleh Merta Ada (1999) sebagai suatu teknik
untuk mengkonsentrasikan pikiran agar lebih waspada dan bijaksana, serta dapat
digunakan untuk mencegah, menyembuhkan penyakit serta mengoptimlakan keadaan
pasien. Teknik ini dapat digunakan oleh semua orang tanpa dibatasi oleh agama dan
kepercayaannya. Ada empat tahapan meditasi terapi yaitu:
1.
2.
3.
4.
Meditasi Usada I
Meditasi Usada II
Meditasi Usada III
Meditasi Usada IV
Sendiri
Dalam teknik meditasi disadari bahwa fisik atau raga yang terbuat dari
makanan itu hanya merupakan mesin yang dipakai oleh "mind" untuk
mengoperasikan dunia fisik. Jadi kesadaran yang fundamental untuk perkembangan
spiritual manusia adalah menyadari bahwa: "Aku bukanlah badan ini". Manusia
terdiri atas berlapis-lapis. Lapisan pertama adalah badan yang terbuat dari makanan
atau sering disebut dengan anna-maya-kosha, lapisan berikutnya merupakan lapisan
energi yang disebut dengan praana-maya-kosha. Lapisan mental/emosional sering
Lymbic sistem ini mempunyai hubungan sirkuit serabut synap saraf dengan
semua lobus atau cortex otak, sehingga terjadi sinkronisasi getaran secara serentak di
setiap sel dalam tubuh. Musik lembut, tenang dengan rasio 1:3 akan sangat
membantu. Begitu pula apabila terus diulangi dua suku kata yang disesuaikan dengan
penarikan dan pembuangan nafas. Kata-kata tersebut merupakan kata bermakna yang
dapat diresapi. Pengulangan kata dan perhatian pada nafas pada dasarnya dilakukan
untuk membuat pikiran kita menjadi fokus. Dengan demikian sasaran utamanya
adalah memusatkan perhatian kita hanya pada satu hal, pada satu saat dengan segala
daya yang dimiliki.Tampaknya melakukan satu tindakan pada satu saat dapat
membebaskan pikiran dari konflik.
Jika otak dianalogikan sebagai komputer maka otak (brain) adalah perangkat
kerasnya, sedangkan pikiran (mind) adalah perangkat lunaknya. Seluruh pancaindra
kita merupakan keyboard atau piranti masukan bagi otak, sedangkan perkataan,
tindakan, dan sikap adalah keluarannya (out put). Kegiatan elektrik di otak dapat
direkam dengan EEG. Alat ini akan mengukur getaran / gelombang energi yang
dihasilkan otak pada saat aktif dengan satuan Hertz (Hz) atau cps (cycle per second).
Gelombang energi otak manusia dapat dibagi menjadi empat keadaan yaitu:
beta, alpha, theta, dan delta. Keadaan beta (13 - 28 cps) adalah keadaan gelombang
otak yang sedang aktif bertindak atau sadar. Keadaan alpha (7 13 cps) adalah
keadaan saat otak kita sadar namun rilex dan tenang. Keadaan alpha ini sangat
penting untuk membuka jalan menuju kekuatan pikiran bawah sadar. Keadaan theta
(3,5 - 7 cps) adalah keadaan dimana pikiran menjadi kreatif dan inspiratif. Keadaan
ini juga terjadi pada saat tertidur dan mimpi. Keadaan delta (0,5 - 3,5 cps) adalah
keadaan gelombang otak pada saat kita tertidur lelap (deep dreamless state). Pada
keadaan ini terjadi penyembuhan alami dan peremajaan sel-sel tubuh. Gelombang
energi otak dibawah 0,5 cps adalah keadaan koma, dan jika nilainya 0 cps manusia
dapat dinyatakan meninggal secara klinis.
Manusia memiliki bagian lain dari sistem otak yang disebut sistem limbic
yaitu "otak kecil" diatas tulang belakang, dibawah tulang tengkorak. Sistim limbic ini
memiliki tiga fungsi yaitu mengontrol emosi, mengontrol seksualitas, dan mengontrol
pusat kenikmatan. Emosi merupakan hal yang paling penting dalam perkembangan
otak seseorang. Seperti otak yang terbagi menjadi dua bagian kanan dan kiri, pikiran
terbagi menjadi pikiran sadar dan bawah sadar. Pikiran sadar adalah pikiran yang
digunakan untuk berpikir sehari-hari dan berinteraksi secara aktif. Pikiran bawah
sadar mempunyai tiga fungsi yaitu: mengendalikan seluruh sistem tubuh, menjadi
gudang memori yang sangat besar, dan member tuntunan, arahan, maupun panduan
(Aribowo, 2002).
Langkah-langkah perawat untuk terapi meditasi pada pasien hipertensi :
1. Fase Prainteraksi
Menemukan penderita, menerangkan tentang meditasi terapi dan
menawarinya untuk bersedia menjadi penderita serta dalam penelitian
ini
Melakukan anamnesa dan wawancara tentang riwayat penyakitnya dan
meditasi terapi
2. Fase Orientasi
Membangun kepercayaan kepada pasien
Eksplorasi perasaan pasien
Seperti : Menanyakan tentang keluhan yang dirasakan sebelum
pasien
Siapkan pasien untuk pasrah kepada Tuhan
3. Fase Kerja
Melatih untuk melakukan meditasi terapi dengan tehnik hening dan
meditasi nafas
Mengukur tekanan darah penderita sebelum melakukan meditasi terapi
4. Fase Relaksasi
mata.
ibu
jari
anda.
Biarkan energi naik ke mata kaki, betis, lutut, paha hingga ujung
kepala. Biarkan energi mengalir terus mulai ujung kaki hingga ujung
dari Tuhan.
Pertahankan kondisi meditatif dalam keadaan mata dibuka.
Adapun kelebihan Terapi Meditasi untuk lansia penderita hipertensi yaitu dapat
mengurangi keluhan pasien pada penderita hipertensi, serta dapat membuat pasien
lebih rileks dan merasa lebih nyaman karena diberikan pengobatan tanpa meminum
obat. Namun selain kelebihan yang ada, kekurangan dalam Terapi Meditasi ini ialah
kurangnya keterbatasan waktu ataupun tenaga kesehatan untuk melakukan,
mengajarkan serta membimbing Terapi Meditasi ini sehingga terapi ini dapat saja
dilakukan hanya untuk mengambil suatu hasil penelitian bukan untuk dilakukan lagi
secara berulang-ulang. Sehingga proses penyembuhan pasien hanya bersifat
sementara yaitu pasien dapat relaksasi dengan tenang,sedangkan untuk membuat
pasien merasa optimal dalam proses penyembuhannya terapi ini butuh berulang-ulang
untuk meningkatkan kualitas kesehatan penyakit dan terajdilah proses penyembuhan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Meditasi terapi didefinisikan oleh Merta Ada (1999) sebagai suatu teknik
untuk mengkonsentrasikan pikiran agar lebih waspada dan bijaksana, serta dapat
digunakan untuk mencegah, menyembuhkan penyakit serta mengoptimlakan keadaan
pasien.
Pemahaman tentang terapi meditasi ini untuk pasien lansia dengan penyakit
hipertensi perlu dimiliki oleh perawat sebagai tenaga kesehatan yang langsung
berhadapan dengan pasien. Sehingga apabila perawat memiliki pengetahuan
pemahaman, serta kemampuan mengaaplikasikan pada pasien, maka diharapkan akan
meningkatkan kualitas perawatan dan juga kualitas hidup pasien.
Saran
1. Perawat dan tenaga kesehatannya lainnya dapat mensosialisasikan rehabilitasi
ini yaitu terapi meditasi
2. Diharapkan terapi meditasi ini dapat dilakukan untuk mengatasi rasa cemas
dan stress akibat kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Anand Krishna, Setiawan 2002. Ilmu Medis dan Meditasi . Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama
Arora, A. (2008). 5 Langkah mencegah dan mengobati tekanan darah tinggi. Jakarta :
Bhuana Ilmu Populer.
Dempsey, P. A (2012). Riset keperawatan Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Hamarno, R. (2010). Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan Tekanan
Darah Pada Pasien Hipertensi Primer di Kota Malang.
Hermanto, Jeri. 2014. Pengaruh Pemberian Meditasi Terhadap Penurunan Tekanan
Darah Pada Lansia Dengan Hipertens Di Unit Sosial Rehabilitasi Pucang Gading
Semarang. Stikes Ngudi Waluyo Ungaran Program Studi Keperawatan 2014.
Kushartanti,Wara. Pengaruh Meditasi Bagi Penderita Hipertensi. Fakultas Ilmu
Kedokteran Universitas Negeri Yogyakarta.