Você está na página 1de 16

PENGARUH PEMBERIAN MEDITASI TERHADAP PENURUNAN TEKANAN

DARAH PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI

DISUSUN OLEH :

RIMA PUTRI ANI


I1032141043

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2016

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring meningkatnya derajat kesehatan dan kesejahteraan penduduk akan
berpengaruh pada peningkatan UHH (Umur Harapan Hidup) di Indonesia.
Berdasarkan laporan perserikatan Bangsa Bangsa 2011, pada tahun 2000 2005
UHH adalah 66,4 tahun (dengan persentase populasi lansia tahun 2000 adalah 7,74
%), angka ini akan meningkat pada tahun 2045 2050 yang diperkirakan UHH
menjadi 77,6 tahun ( dengan persentase populasi lansia 2045 adalah 28,68%), begitu
pula dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi peningkatan UHH. Pada
tahun 2000 UHH di Indonesia adalah di Indonesia adalah 64,5 tahun (dengan
persentase populasi lansia adalah 7,18%). Angka ini meningkat menjadi 69,43 tahun
pada tahun 2010 ( dengan persentase populasi lansia adalah 7,56%) dan pada tahun
2011 menjadi 69,65 (dengan persentase lansia adalah 7, 58%). Prevalensi hipertensi
diperkirakan akan terus meningkat, dan diprediksi pada tahun 2025 sebanyak 29%
orang dewasa diseluruh dunia menderita hipertensi, sedangkan di Indonesia angkanya
mencapai 31,7%.
Dalam hal ini secara demografi struktur umur penduduk Indonesia bergerak
ke arah struktur penduduk yang semakin menua (ageing population). Peningkatan
UHH akan menambah jumlah lanjut usia (lansia) yang akan berdampak pada
pergeseran pola penyakit di masyarakat dari penyakit infeksi ke penyakit degenerasi.
Prevalensi penyakit menular mengalami penurunan, sedangkan penyakit tidak
menular cenderung mengalami peningkatan. Penyakit tidak menular (PTM) dapat
digolongkan menjadi satu kelompok utama dengan faktor risiko yang sama (common
underlying risk faktor) seperti kardiovaskuler, stroke, diabetes mellitus, penyakit paru
obstruktif kronik, dan kanker tertentu. Faktor risiko tersebut antara lain

mengkonsumsi tembakau, konsumsi tinggi lemak kurang serat, kurang olah raga,
alkohol, hipertensi, obesitas, gula darah tinggi, lemak darah tinggi
Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan pada
pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh
darah, terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya (Sustrani, 2006)
Pada suatu penelitian, hipertensi menempati 87% kasus pada orang yang berumur 50
sampai 59 tahun. Adanya hipertensi, baik HST maupun kombinasi

sistolik dan

diastolik merupakan faktor risiko morbiditas dan mortalitas untuk orang lanjut usia.
Hipertensi masih merupakan faktor risiko utama untuk stroke, gagal jantung penyakit
koroner, dimana peranannya diperkirakan lebih besar dibandingkan pada orang yang
lebih muda (Kuswardhani, 2007).
Hipertensi masih menjadi masalah kesehatan pada kelompok lansia. Sebagai
hasil pembangunan yang pesat dewasa ini dapat meningkatkan umur harapan hidup,
sehingga jumlah lansia bertambah tiap tahunnya, peningkatan usia tersebut sering
diikiuti dengan meningkatnya penyakit degeneratif dan masalah kesehatan lain pada
kelompok ini. Hipertensi sebagai salah satu penyakit degeneratif yang sering
dijumpai pada kelompok lansia (Abdullah.2005).
Data WHO tahun 2000 menunjukkan, di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang
atau 26,4% penghuni bumi mengidap hipertensi dengan perbandingan 26,6% pria dan
26,1% wanita. Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun
2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639
sisanya berada di negara sedang berkembang, temasuk Indonesia (Andra,2007).
Selain terapi farmakologis juga terdapat terapi non farmakologis untuk
pengobatan hipertensi. Susilo & wulandari (2011) menyatakan pengobatan non
farmakologis hipertensi adalah mengatasi obesitas atau menurunkan berat badan,
mengurangi asupan garam ke dalam darah, menciptakan keadaan rileks seperti
meditasi, yoga, atau hypnosis yang mengontrol sistem syaraf untuk mengendalikan
tekanan darah, melakukan olah raga secara rutin, berhenti merokok, dan berhenti

mengkonsumsi alcohol. Tujuan umum dari analisis junal ini adalah untuk mengetahui
pengaruh meditasi terhadap penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi.
Teori Hipertensi
Hipertensi menjadi salah satu prioritas masalah kesehatan di Indonesia
maupun di seluruh dunia, karena dalam jangka panjang peningkatan tekanan darah
yang

berlangsung kronik akan

menyebabkan

peningkatan risiko

kejadian

kardiovaskuler, serebrovaskuler dan renovaskuler. Pengertian dari hipertensi itu


sendiri adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistolik diatas 140 mmHg dan
tekanan diastolik diatas 90 mmHg.
Hipertensi disebut juga pembunuh diam-diam atau silent killer karena pada
sebagian besar kasus tidak menunjukkan gejala apa pun. Sakit kepala yang sering
menjadi indikator hipertensi tidak terjadi pada beberapa orang atau dianggap sebagai
keluhan

ringan

yang

akan

sembuh

dengan

sendirinya

(Kowalski,

2010;

Nurrahmani,2012). Institut Nasional Jantung Paru dan Darah memperkirakan separuh


orang yang menderita hipertensi tidak sadar akan kondisinya. Begitu penyakit ini
diderita, tekanan darah pasien harus dipantau dengan interval teratur karena
hipertensi merupakan kondisi seumur hidup (Smeltzer,2008).
Pasien hipertensi perlu mendapatkan terapi hipertensi yang bertujuan
mencegah komplikasi, menurunkan kejadian kardiovaskular, serebrovaskular, dan
renovaskular, dengan kata lain menurunkan efek tekanan darah tinggi terhadap
kerusakan end-organ. Terapi hipertensi dapat dikelompokkan dalam terapi
farmakologis dan terapi nonfarmakologis (Sudoyo,dkk,2006).
Terapi Terapi farmakologis pada hipertensi merupakan terapi yang
menggunakan obat-obatan untuk mempertahankan tekanan darah dalam batas normal,
namun pada terapi ini memiliki efek samping yang berbeda-beda pada setiap
golongannya. Salah satu contoh terapi farmakologis golongan diuretik memiliki efek
samping keletihan, kram kaki, peningkatan gula darah, terutama pada penderita

diabetes, seringnya urinasi menjadikan obat ini mengganggu kualitas hidup


(Kowalski,2010).
Terapi nonfarmakologis merupakan terapi tanpa menggunakan obat-obatan
sehingga tidak menimbulkan efek samping seperti dengan menjalankan diet,
menurunkan kegemukan, rajin olah raga, tidak mengkonsumsi alkohol, tidak
merokok, hindari stress dan kontrol obat-obatan secara teratur. Selain upaya tersebut,
penting untuk mempertimbangkan terapi komplementer atau terapi pelengkap sebagai
terapi nonfarmakologis (Sudoyo, dkk,2006; Vitahealth,2006).
Terapi komplementer bersifat pengobatan alami untuk menangani penyebab
penyakit dan memacu tubuh sendiri untuk menyembuhkan penyakitnya, sedangkan
pengobatan

medis

diutamakan

untuk

menangani

gejala

penyakit.

Terapi

komplementer ini antara lain adalah terapi herbal, relaksasi, latihan nafas, meditasi
dan terapi musik (Vitahealth,2006).
Rehabilitasi keperawatan dalam menangani hipertensi pada lansia bisa
melakukan beberapa terapi komplementer yang akan di capai untuk melakukan
intervensi yang benar. Diantaranya ialah dengan terapi meditasi sebagai teknik terapi
relaksasi pada pasien hipertensi, sebagai standar operasional prosedur di ruang
perawatan.
Berdasarkan penelitian Anderson, Liu & Kryscio (2007) yang diterbitkan oleh
American Journal Of Hypertension yang berjudul Blood Pressure Response To
Trancedental Meditation, berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa
dengan latihan meditasi transedental dengan teratur memiliki potensi untuk
mengurangi tekanan darah systole dan diastole 4,7 mmHg dan 3,2 mmHg.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada lansia dengan hipertensi di Unit
Rehabilitasi Pucang Gading Semarang mendapatkan hasil sebelum melakukan
meditasi, rata-rata tekanan darah sistole responden sebesar 158,93 mmHg, kemudian
turun menjadi 146,00 mmHg setelah melakukan meditasi, sedangkan tekanan darah

diastolenya juga mengalami penurunan dari 88,67 mmHg sebelum melakukan


meditasi menjadi 84,87 setelah melakukan meditasi. Maka pada kelompok intervensi
menunjukkan adanya penurunan tekanan darah sistole yang signifikan karena
meditasi akan menekan sistem saraf otonom. Dengan meditasi akan menstimulus
sistem parasimpatik sehigga menimbulkan keadaan tenang (rileks). Dengan
terstimulusnya saraf parasympatik dapat memperlambat denyut jantung memperlebar
diameter pembuluh arteri sehingga dalam keadaan rileks atau tenang dapat
menurunkan tekanan darah, sedangkan pada diastole mengalami penurunan yang
tidak begitu signifikan. Perlunya rehabilitasi keperawatan menggunakan terapi
meditasi ini diharapkan hasil yang di capai yaitu :

Untuk pasien dengan hipertensi


1. Dapat mengurangi resiko hipertensi pada lansia dengan menggunakan
terapi meditasi
2. Dapat mengembalikan rasa percaya diri dengan pasien hipertensi
3. Bertujuan mengurangi ansietas dan depresi pada lansia yang
mempunyai riwayat hipertensi
4. Mencegah adanya komplikasi dari hipertwnsi dengan menggunakan
terapi meditasi
5. Mengurangi pemakaian obat-obatan hipertensi
6. Mengurangi kemungkinan dirawat kembali

Untuk perawat rehabilitasi lansia


1. Perawat dapat menerapkan terapi meditasi sebagai pengobatan
alternative untuk penatalaksanaan pada lansia menurukan tekanan
darah
2. Perawat dapat membimbing dan membantu penderita hipertensi
dengan benar melakukan terapi meditasi

BAB II
ANALISIS JURNAL

Hipertensi atau tekanan darah tinggi sering disebut sebagai silent killer atau
tidak menunjukkan tanda dan gejala (OHara,2006). Hipertensi merupakan salah satu
penyakit kardiovaskuler yang menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat
Indonesia maupun negara-negara di dunia (Profil Kesehatan Indonesia, 2005).
Hipertensi merupakan suatu kondisi penyakit kronis yang menyebabkan stress
(stressful). Stres emosional atau mental bisa menurunkan kualitas hidup seseorang,
selain itu dengan stress mental (psikososial) dapat meningkatkan tekanan darah
(Jaret, 2008).
Ada banyak bentuk pengobatan hipertensi ialah obat-obatan farmakologis,
namun sebagai perawat bisa saja mengambil cara lain yaitu dengan terapi meditasi
untuk menurunkan tekanan darah bagi penderita hipertensi.
Mekanisme Terapi Meditasi
Meditasi terapi didefinisikan oleh Merta Ada (1999) sebagai suatu teknik
untuk mengkonsentrasikan pikiran agar lebih waspada dan bijaksana, serta dapat
digunakan untuk mencegah, menyembuhkan penyakit serta mengoptimlakan keadaan
pasien. Teknik ini dapat digunakan oleh semua orang tanpa dibatasi oleh agama dan
kepercayaannya. Ada empat tahapan meditasi terapi yaitu:
1.
2.
3.
4.

Meditasi Usada I
Meditasi Usada II
Meditasi Usada III
Meditasi Usada IV
Sendiri

: Mengelola getaran dan menyehatkan diri sendiri.


: Mengelola unsur materi dan menyehatkan diri sendiri.
: Mengelola pikiran dan menyehatkan diri sendiri.
: Menelusur penyakit orang dan menyehatkan diri

Dalam teknik meditasi disadari bahwa fisik atau raga yang terbuat dari
makanan itu hanya merupakan mesin yang dipakai oleh "mind" untuk
mengoperasikan dunia fisik. Jadi kesadaran yang fundamental untuk perkembangan
spiritual manusia adalah menyadari bahwa: "Aku bukanlah badan ini". Manusia
terdiri atas berlapis-lapis. Lapisan pertama adalah badan yang terbuat dari makanan
atau sering disebut dengan anna-maya-kosha, lapisan berikutnya merupakan lapisan
energi yang disebut dengan praana-maya-kosha. Lapisan mental/emosional sering

disebut dengan mano-maya-kosha. Lapisan intejensia disebut vigyaana-maya-kosha,


dan lapisan spiritual disebut Aanadmaya- kosha.
Stimulus atau rangsangan yang diterima oleh indera manusia dapat berupa
gelombang cahaya yang ditangkap oleh penglihatan, getaran suara oleh pendengaran,
getaran mekanik oleh perabaan, dan zat kimia oleh rasa kecap lidah. Selanjutnya saraf
indera manusia mengubah semua itu menjadi aliran listrik, dan diteruskan ke jaringan
saraf berikutnya. Peristiwa ini disebut transmisi impuls. Transmisi impuls
diselenggarakan oleh pembawa (carrier) yang sesungguhnya merupakan molekul
protein, dan disebut sebagai neuro transmitter. Neuro transmitter ini berada dalam
synap yang dipancarkan dan diterima oleh membran reseptor. Membran reseptor
memiliki potensi ganda. Bagian dalam membran bermuatan ion negatif, dan bagian
luar bermuatan positif. Hal ini sering disebut dengan polarisasi.
Neuro transmitter menyebabkan terjadinya depolarisasi, berarti muatannya
diubah dan dalam sekejap berubah kembali menjadi polarisasi. Perubahan
depolarisasi maupun polarisasi kembali ini diteruskan atau ditransmisikan ke
sepanjang serabut saraf ke sel saraf berikutnya, sehingga sampai pada sel saraf di
otak. Kemudian proses yang sama terulangi kembali untuk menyampaikan respon
otak kepada bagian tubuh yang bersangkutan. Transmisi ini berbentuk aliran listrik
atau bio-electric.
Transmisi berkecepatan 50 m per detik. Bila tinggi orang dua meter, maka
dari ujung kaki sampai ke otak dibutuhkan waktu 1/25 detik. Sirkuit antara
penerimaan-transmisi-respon sangat berkaitan dengan kesadaran diri. Alam kesadaran
kita dalam hidup sehari-hari disebut conscious mind, bawah sadar disebut
subconscious mind yang penuh dengan memori maupun referensi baik dari kehidupan
ini maupun kehidupan sebelumnya. Diatas ini masih ada superconscious mind atau
cosmic mind. Selama masih belum lepas dari subconscious mind seseorang tidak bisa
memasuki superconscious mind.

Pengalaman setiap orang terhadap meditasi bersifat khas karena "irama


symphoni" getaran "Medan Energi Bio Electric" pada tingkat conscious mind
seseorang berbeda satu dengan yang lain. Irama symphoni dapat dilihat dengan
menggunakan EEG (Electro Encephalo Graphy). Biasanya tampak gelombang
dengan amplitudo dan frekuensi yang tidak teratur. Gambaran disetiap lobus otak
juga berbeda. Gelombang dan frekuensi yang kacau atau tidak sinkron akan
melemahkan energi manusia.
Gelombang EEG yang kacau dan menunjukkan kegelisahan disebut
"gelombang beta". Dalam alam meditasi, jika seseorang mulai mencapai ketenangan,
gelombangnya akan berubah menjadi gelombang alpha. Pada gelombang alpha
frekuensi siklus per detik menjadi semakin jarang dan amplitudonya semakin datar.
Pada saat tidur, conscious mind sudah tidak aktif, sehingga beribu macam aktivitas
sel dan organ menjadi sinkron satu sama lain. Frekuensi nafas menjadi teratur. Dalam
keadaan tidur pulas, EEG akan menunjukkan gelombang delta, namun begitu ada
mimpi, gelombangnya akan berubah dan kembali menjadi seperti beta.
Semakin dalam kita memasuki alam meditasi, rekaman EEG berubah menjadi
gelombang theta yang frekuensinya hanya empat siklus per detik. Jika frekuensi
menurun lagi hingga satu siklus per detik, alat EEG akan menunjukkan gelombang
delta. Pada saat tidur pulas atau relaksasi total, rasio nafas dan denyut jantung adalah
1:3. Tiga kali jantung berdenyut terjadi satu kali penarikan nafas.
Pada keadaan ini semua organ bahkan molekul menjadi sinkron. Keadaan ini
akan memicu tubuh untuk mengeluarkan antibodi, melatonin, dan endorphin. Hal ini
merupakan efek samping meditasi, karena pada dasarnya meditasi tidak dimaksudkan
untuk kesehatan fisik, namun untuk meningkatkan kesadaran diri. Iringan musik
sebagai sarana memasuki alam meditasi dipandang penting karena akan
mempengaruhi emosi seorang meditator. Emosinya mengalami pelembutan dan
menjadi tenang. Proses ini terjadi di bagian otak yang disebut limbic system.

Lymbic sistem ini mempunyai hubungan sirkuit serabut synap saraf dengan
semua lobus atau cortex otak, sehingga terjadi sinkronisasi getaran secara serentak di
setiap sel dalam tubuh. Musik lembut, tenang dengan rasio 1:3 akan sangat
membantu. Begitu pula apabila terus diulangi dua suku kata yang disesuaikan dengan
penarikan dan pembuangan nafas. Kata-kata tersebut merupakan kata bermakna yang
dapat diresapi. Pengulangan kata dan perhatian pada nafas pada dasarnya dilakukan
untuk membuat pikiran kita menjadi fokus. Dengan demikian sasaran utamanya
adalah memusatkan perhatian kita hanya pada satu hal, pada satu saat dengan segala
daya yang dimiliki.Tampaknya melakukan satu tindakan pada satu saat dapat
membebaskan pikiran dari konflik.
Jika otak dianalogikan sebagai komputer maka otak (brain) adalah perangkat
kerasnya, sedangkan pikiran (mind) adalah perangkat lunaknya. Seluruh pancaindra
kita merupakan keyboard atau piranti masukan bagi otak, sedangkan perkataan,
tindakan, dan sikap adalah keluarannya (out put). Kegiatan elektrik di otak dapat
direkam dengan EEG. Alat ini akan mengukur getaran / gelombang energi yang
dihasilkan otak pada saat aktif dengan satuan Hertz (Hz) atau cps (cycle per second).
Gelombang energi otak manusia dapat dibagi menjadi empat keadaan yaitu:
beta, alpha, theta, dan delta. Keadaan beta (13 - 28 cps) adalah keadaan gelombang
otak yang sedang aktif bertindak atau sadar. Keadaan alpha (7 13 cps) adalah
keadaan saat otak kita sadar namun rilex dan tenang. Keadaan alpha ini sangat
penting untuk membuka jalan menuju kekuatan pikiran bawah sadar. Keadaan theta
(3,5 - 7 cps) adalah keadaan dimana pikiran menjadi kreatif dan inspiratif. Keadaan
ini juga terjadi pada saat tertidur dan mimpi. Keadaan delta (0,5 - 3,5 cps) adalah
keadaan gelombang otak pada saat kita tertidur lelap (deep dreamless state). Pada
keadaan ini terjadi penyembuhan alami dan peremajaan sel-sel tubuh. Gelombang
energi otak dibawah 0,5 cps adalah keadaan koma, dan jika nilainya 0 cps manusia
dapat dinyatakan meninggal secara klinis.

Manusia memiliki bagian lain dari sistem otak yang disebut sistem limbic
yaitu "otak kecil" diatas tulang belakang, dibawah tulang tengkorak. Sistim limbic ini
memiliki tiga fungsi yaitu mengontrol emosi, mengontrol seksualitas, dan mengontrol
pusat kenikmatan. Emosi merupakan hal yang paling penting dalam perkembangan
otak seseorang. Seperti otak yang terbagi menjadi dua bagian kanan dan kiri, pikiran
terbagi menjadi pikiran sadar dan bawah sadar. Pikiran sadar adalah pikiran yang
digunakan untuk berpikir sehari-hari dan berinteraksi secara aktif. Pikiran bawah
sadar mempunyai tiga fungsi yaitu: mengendalikan seluruh sistem tubuh, menjadi
gudang memori yang sangat besar, dan member tuntunan, arahan, maupun panduan
(Aribowo, 2002).
Langkah-langkah perawat untuk terapi meditasi pada pasien hipertensi :
1. Fase Prainteraksi
Menemukan penderita, menerangkan tentang meditasi terapi dan
menawarinya untuk bersedia menjadi penderita serta dalam penelitian

ini
Melakukan anamnesa dan wawancara tentang riwayat penyakitnya dan

riwayat penyakit keluarga


Menanyakan tentang keluhan yang dirasakan sebelum melakukan

meditasi terapi
2. Fase Orientasi
Membangun kepercayaan kepada pasien
Eksplorasi perasaan pasien
Seperti : Menanyakan tentang keluhan yang dirasakan sebelum

melakukan meditasi terapi


Lakukan konseling untuk meningkatkan sugesti maupun motivasi

pasien
Siapkan pasien untuk pasrah kepada Tuhan
3. Fase Kerja
Melatih untuk melakukan meditasi terapi dengan tehnik hening dan
meditasi nafas
Mengukur tekanan darah penderita sebelum melakukan meditasi terapi
4. Fase Relaksasi

Membimbing meditasi terapi dengan cara penderita serta duduk di

kursi dengan diusahakan togok lurus dan kaki menapak lantai


Membimbing pasien untuk Konsentrasi dan merasakan dengan rileks

memperhatikan keluar-masuknya udara pernafasan


5. Fase Teknik Meditasi
Duduk dengan santai.
Tatap satu titik satu meter didepan anda hingga mata anda merasa
perih, tahan hingga tidak mampu lagi menahan perih dan biarkan mata
anda menutup sendiri.
Tarik nafas dalam melalui hidung dan niatkan dalam hati bersamaan
dengan menarik nafas untuk menarik energi penyembuhan dari sekitar
kita. Keluarkan nafas pelan melalui hidung, bersamaan dengan itu
keluarkan energi melalui telapak kedua kaki. Lakukan secara
berulang-ulang ( 3 x).
Tarik nafas dalam , keluarkan energi melalui kedua telapak tangan.
Lakukan berulang-ulang sebanyak 3 kali. Tarik nafas dalam ,
keluarkan energi melalui ubun-ubun. Lakukan berulang-ulang
sebanyak 3 kali. Tarik nafas dalam , keluarkan energi ke seluruh tubuh.
Lakukan berulang-ulang sebanyak 3 kali
Berdoa kepada Tuhan, Tuhan berikanlah penyembuhan pada diri
saya. Kemudian rasakan energi dari atas kepala masuk kedalam tubuh
anda dan menyapu bersih semua energi negatif dalam diri anda.
Biarkan energi ilahi membersihkan energi negatif, sementara anda

pasrah kepada Tuhan dengan fokus pada hati nurani anda.


Teknik Tidur Relaksasi
Lakukan
posisi
tidur
telentang
dan
pejamkan

mata.

Kendorkan semua organ tubuh mulai kaki sampai ujung kepala.


Fokuskan pikiran anda pada kedua kaki anda.
Rasakan
energi
masuk
mulai
ujung

ibu

jari

anda.

Biarkan energi naik ke mata kaki, betis, lutut, paha hingga ujung
kepala. Biarkan energi mengalir terus mulai ujung kaki hingga ujung

kepala.Anda pasrah kepada Tuhan biarkan Tuhan mengobati diri anda.


Kalau anda ngantuk , biarkan anda tertidur dengan nyenyak.
6. Fase Trance
Hening
Pasrah
7. Fase Terminasi
Mengukur tekanan darah penderita setelah melakukan meditasi terapi
Menanyakan tentang keluhan setelah melakukan meditasi terapi
Mencatat semua hasil pengukuran dan wawancara
Ucapkan terimakasih kepada Tuhan karena telah mendapat bantuan

dari Tuhan.
Pertahankan kondisi meditatif dalam keadaan mata dibuka.

Adapun kelebihan Terapi Meditasi untuk lansia penderita hipertensi yaitu dapat
mengurangi keluhan pasien pada penderita hipertensi, serta dapat membuat pasien
lebih rileks dan merasa lebih nyaman karena diberikan pengobatan tanpa meminum
obat. Namun selain kelebihan yang ada, kekurangan dalam Terapi Meditasi ini ialah
kurangnya keterbatasan waktu ataupun tenaga kesehatan untuk melakukan,
mengajarkan serta membimbing Terapi Meditasi ini sehingga terapi ini dapat saja
dilakukan hanya untuk mengambil suatu hasil penelitian bukan untuk dilakukan lagi
secara berulang-ulang. Sehingga proses penyembuhan pasien hanya bersifat
sementara yaitu pasien dapat relaksasi dengan tenang,sedangkan untuk membuat
pasien merasa optimal dalam proses penyembuhannya terapi ini butuh berulang-ulang
untuk meningkatkan kualitas kesehatan penyakit dan terajdilah proses penyembuhan.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Meditasi terapi didefinisikan oleh Merta Ada (1999) sebagai suatu teknik
untuk mengkonsentrasikan pikiran agar lebih waspada dan bijaksana, serta dapat
digunakan untuk mencegah, menyembuhkan penyakit serta mengoptimlakan keadaan
pasien.
Pemahaman tentang terapi meditasi ini untuk pasien lansia dengan penyakit
hipertensi perlu dimiliki oleh perawat sebagai tenaga kesehatan yang langsung
berhadapan dengan pasien. Sehingga apabila perawat memiliki pengetahuan
pemahaman, serta kemampuan mengaaplikasikan pada pasien, maka diharapkan akan
meningkatkan kualitas perawatan dan juga kualitas hidup pasien.
Saran
1. Perawat dan tenaga kesehatannya lainnya dapat mensosialisasikan rehabilitasi
ini yaitu terapi meditasi

2. Diharapkan terapi meditasi ini dapat dilakukan untuk mengatasi rasa cemas
dan stress akibat kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Anand Krishna, Setiawan 2002. Ilmu Medis dan Meditasi . Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama
Arora, A. (2008). 5 Langkah mencegah dan mengobati tekanan darah tinggi. Jakarta :
Bhuana Ilmu Populer.
Dempsey, P. A (2012). Riset keperawatan Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Hamarno, R. (2010). Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Penurunan Tekanan
Darah Pada Pasien Hipertensi Primer di Kota Malang.
Hermanto, Jeri. 2014. Pengaruh Pemberian Meditasi Terhadap Penurunan Tekanan
Darah Pada Lansia Dengan Hipertens Di Unit Sosial Rehabilitasi Pucang Gading
Semarang. Stikes Ngudi Waluyo Ungaran Program Studi Keperawatan 2014.
Kushartanti,Wara. Pengaruh Meditasi Bagi Penderita Hipertensi. Fakultas Ilmu
Kedokteran Universitas Negeri Yogyakarta.

Mary Baradero, S. M. (2005). Klien Gangguan Kardiovaskuler. Jakarta : Buku


Kedokteran EGC.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi kesehatan. Jakarta : Salemba Medika
Parwesti, H. T. (2012). Stress pada penyakit terhadap kejadian komplikasi hipertensi
pada pasien hipertensi. Jurnal Stikes, Volume 5, No.1
Purnomo. 2003 . Penanganan Hipertensi Mutakhir : Makalah dalam Seminar
Hipertensi di RS.Baktiningsih.
Ronny., Setiawan & Fatimah, S. (2010). Fisiologi kardiovaskular berbasis masalah
keperawatan. Jakarta : Buku Kedokteran
Sudiarto, Wijayanti Rahayu, Sumedi Taat. 2007. Pengatuh Terapi Relaksasi Meditasi
Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia Dengan Hipertensi . Jurusan
Keperawatan FKIK Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.
Wilson P . 2003 . Teknik Hening. Jakarta : PT Gramedia

Você também pode gostar