Você está na página 1de 3

Apa Yang Sudah Kita Siapkan ?

Ikhwati fillah...
Diantara sarana tarbiyah yang kita ketahui, salah satunya adalah
Mukhoyyam. Bahkan bisa dikatakan bahwa mukhoyyam merupakan
sarana tarbiyah yang lengkap karena mencakup aspek Jasadiyah,
Ruhiyah, Fikriyah, dan Maliyah. Sedemikian pentingnya mukhoyyam ini,
sehingga ia tidak bisa digantikan dengan sarana tarbiyah lainnya.
Sebagai salah satu sarana tarbiyah, mukhoyyam berfungsi sebagai sarana
tajammu (berkumpul), tarbiyah dan tadribah. Mukhoyyam juga
merupakan sarana latihan untuk berjihad.
Ketika kita memahami bahwa jihad merupakan salah satu kewajiban,
maka melakukan persiapan untuk berjihad otomatis menjadi kewajiban
juga. Sebagaimana kaidah yang berbunyi :Kewajiban yang tidak
sempurna kecuali dengan sarana, maka sarana tersebut hukumnya juga
wajib.
Untuk itu, sikap terbaik kita sebagai kader dakwah adalah menyambut
kegiatan mukhoyyam ini dengan gembira, dibuktikan dengan melakukan
persiapan-persiapan (Idad) untuk bisa mengikuti kegiatan tersebut,
sebagai bentuk komitmen kita terkait proses Idad sebagaimana yang
Allah perintahkan dalam firmanNYA Dan persiapkanlah untuk
menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi...." (Q.S.
8/60)
Bersemangat dalam menyambut panggilan dawah, menunjukkan adanya
keseriusan ( jiddiyah) karena keseriusan adalah salah satu ciri kader
sejati.
Dengan demikian, kita akan selalu menjadi kader yang memiliki jiwa
pejuang, yang dicirikan dengan sifat militansi dan komitmennya yang tak
pernah surut, yang selalu siap sedia dalam melakukan persiapan, serta
siap setiap saat memberikan pengorbanannya.
Syaikh Musthafa Masyhur rahimahullah mensifatkan mereka dengan
kalimat yang menggetarkan : Mereka adalah orang-orang yang
senantiasa siap dalam keadaan damai, sebagaimana prajurit bersiaga
dalam keadaan perang..
Untuk menambah menguatkan proses Idad dan motivasi kita, mari kita
renungkan beberapa firman Allah berikut ini;
Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan
kepada kamu, "Berangkatlah (untuk berperang) di jalan Allah" kamu
merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan
kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat?, padahal
kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di
akhirat hanyalah sedikit. Jika kamu tidak berangkat untuk berperang,
niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya
(kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi

kemudaratan kepada-Nya sedikit pun. Allah Maha Kuasa atas segala


sesuatu. (QS 9: 38-39)
Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan atau pun
merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah.
Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (Q.S.
9:41)
Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak turut
berperang, sementara mereka tidak mempunyai uzur) dengan orangorang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya.
Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya di
atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing
mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan
orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang
besar, (yaitu) beberapa derajat daripada-Nya, ampunan serta rahmat. Dan
adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S 4:95-96)
Ikhwati fillah...
Setelah membaca dan merenungi ayat-ayat Allah diatas, sekarang mari
kita melihat bagaimana potret para sahabat dalam menyikapi seruan
untuk bejihad, dengan harapan kita bisa mengikuti jejak para sahabat
Rasulullah saw. yang senantiasa mengikuti perjuangan Rasulullah di
dalam peperangan yang sesulit apapun.
Dalam sebuah riwayat, kita mengenang ada kisah sahabat yang dijuluki
Al Bakaain (orang-orang yang menangis ) karena tidak memiliki kuda dan
perbekalan untuk mengikuti perang Tabuk, sementara hati mereka sangat
ingin ikut berjihad. Saat itu pasukan muslimin sampai dijuluki jaisyul
usrah( pasukan sulit ).
Begitu pula dengan kisah Abu Thalhah yang bermunajat sampai menangis
tatkala menghadapi dilema, apakah ikut perang bersama Rasulullah
ataukah tinggal dan menunggui istrinya Ummu Sulaim yang sedang hamil
tua dan akan melahirkan. Ya Allah, tak ada satu perjuangan pun bersama
Rasulullah yang tidak kuikuti. Aku selalu merindukan untuk berjuang di
sisinya. Dan kini sementara panggilan jihad tengah berkumandang, aku
bimbang karena istriku tengah hamil tua dan menunggu saat
melahirkan. Munajat lirih Abu Thalhah itu terdengar oleh sang istri yang
shalihah. Ia juga memiliki militansi, ruhul jihad yang tak kalah dengan
suaminya. Ia bisa memahami kebimbangan dan kegalauan hati suaminya,
karena itu ia segera menyemangati suaminya, Ya suamiku, janganlah
engkau bimbang karena berat memikirkan diriku. Aku akan ikut berangkat
ke medan perang menemani dirimu!. Subhanallah.
Mari kita mengenang kisah heroik Hanzholah yang meninggalkan ranjang
pengantinnya karena mendengar panggilan jihad. Jenazahnya yang syahid
ternyata bersimbah air. Rasulullah tersenyum dan berkata, malaikat
memandikan jenazah Hanzholah karena ia dalam keadaan junub ketika
syahid.

Kita juga patut mengingat kalimat-kalimat Hasan Al Banna yang lugas


dan tegas kepada anggota-anggota Ikhwanul Muslimin, Kini saatnya
berjuang dan bergerak, bila di antara kalian ada yang ragu, maka
tempatnya di antara barisan mutaqooidin masih luas! Ternyata ungkapan
seperti itu bukannya membuat anggota Ikhwan surut atau mundur,
melainkan semakin bersemangat untuk terus berjuang.
Ikhwati fillah, saatnya kita membuktikan bahwa kita adalah kader sejati,
yang memiliki semangat mujahadah, dengan melalukan persiapanpersiapan dan bersungguh-sungguh dalam perjuangan menegakkan dan
meninggikan kalimat Allah.
Wallahu Alam.
@sangmusafir

Você também pode gostar