Você está na página 1de 10

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA
II.1.

Definisi

Appendiksitis akut adalah penyakit radang pada appendiks vermiformis yang terjadi
secara akut. Apendiks atau umbai cacing hingga saat ini fungsinya belum diketahui dengan
pasti, namun sering menimbulkan keluhan yang mengganggu.1
II.2. Anatomi dan Vaskularisasi
Apendiks (appendiks Vermiformis) terletak posteromedial dari caecum pada regio
perut kanan bawah. Apendiks termasuk organ intra peritoneal. Walaupun kadang juga
ditemukan retroperitoneal. Organ ini tidak mempunyai kedudukan menetap di dalam rongga
perut (rongga peritoneal). Panjangnya 5 10 cm dengan berbagai posisi (retrocaecal, caudo
positio, sub caecal, medio positio). Walaupun sangat jarang kadang dijumpai pada regio kiri
bawah. Mendapat aliran darah dari cabang arteri ileocaecal yang merupakan satu-satunya
feeding arteri untuk apendiks, sehingga apabila terjadi trombus akan berakibat terbentuknya
ganggren dan berakibat lanjut terjadinya perforasi apendiks. 2

1http://irwanashari.com./2010/04-appendisitis-akut/.cited : 04 April 2010, 15.15 P.M

2http://rofiqahmad.files.wordpress.com/2008/02/apendiksitis.pdf.-appendiksitis-akut/.cited : 04 April
2010, 15.35 P.M

Gb.1. Anatomi appendiks.


Sumber : http://www.rofiqahmad.files.wordpress.com./cited : 04 April 2010,15.35 P.M

II.3. Fisiologi3
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam
lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks
tampaknya berperan pada patogenesis appendiksitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid
Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk appendiks, ialah IgA.
Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian,
pengangkatan appendiks tidak memengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limf
di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.
II.4.

Variasi Posisi Appendiks


1. Retro-caecal (65,28%)
2. Caudo Positio (31,03%)

3Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. Buku ajar Ilmu Bedah. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2005,Ed.2. h.639.

3. Sub-Caecal (2,26 %)
4. Medio Positio :
a. Antero-ileal (1%)
b. Retro-ileal (0,4%)

Gb.2. Variasi Posisi Appendiks


Sumber :http://www.rofiqahmad.files.wordpress.com./cited: 04 April 2010,15.35 P.M

II.5.

Etiologi Appendiksitis Akut4

Appendiksitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor
pencetusnya. Sumbatan lumen appendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor
pencetus disamping hiperplasia jaringan limf, fekalit, tumor appendiks, dan cacing askaris
dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan
appendiksitis adalah erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E.histolitica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan kebiasaan makan makanan rendah serat dan
pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan
intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional appendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya
appendiksitis akut.

4Sjamsuhidayat R, Wim de Jong,Op.cit.,p.640

II.6.

Patologi Appendiksitis akut5

Patologi appendiks dapat mulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding
appendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Usaha pertahanan tubuh adalah membatasi
proses radang dengan menutup appendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa,
sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat
appendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami
perforasi. Jika tidak terbentuk abses, appendiksitis akan sembuh dan massa periapendikuler
akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.
Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya.
Perlengketan ini akan menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu
ketika organ meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut.
II.7.

Gejala Klinis

Appendiksitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai
radang peritoneum lokal. Gejala klasik appendiksitis adalah nyeri samar-samar dan tumpul
yang merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering
disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam
nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mc Burney. Di sini nyeri dirasakan lebih tajam
dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri
di epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat
pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi.
Bila terdapat perangsangan peritoneum, biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan
atau batuk.6
Tabel 1.
Gambaran klinis appendiksitis akut
Tanda awal

Nyeri pindah ke kanan


bawah dan menunjukkan
tanda rangsangan

Nyeri rangsangan
peritoneum tidak langsung

5Sjamsuhidayat R, Wim de Jong, loc.cit.

6Sjamsuhidayat R, Wim de Jong, loc.cit.

peritoneum lokal di titik


Mc Burney
Nyeri mulai di epigastrium
atau regio umbilikus disertai
mual dan anoreksia

Nyeri tekan

Nyeri kanan bawah pada


tekanan kiri (Rovsing)

Nyeri lepas

Nyeri kanan bawah bila


tekanan di sebelah kiri
dilepaskan (Blumberg)

Defans Muskuler

Nyeri kanan bawah bila


peritoneum bergerak, seperti
nafas dalam, berjalan, batuk,
mengedan.

II.8. Pemeriksaan
1. Demam
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5 OC. Bila suhu lebih tinggi
mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal
sampai 1OC.
2. Inspeksi abdomen
Pada inspeksi abdomen tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering
terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan
bawah bisa dilihat pada massa atau abses periapendikuler.
3. Palpasi abdomen
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai
nyeri lepas. Defans muskular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum
parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada
penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang
disebut dengan Rovsings Sign.
4. Peristaltik usus
Peristaltik usus sering normal. Peristaltis sering hilang karena ileus paralitik pada
peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata.
5. Colok dubur
Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai
dengan jari telunjuk.
6. Psoas Sign
5

Uji psoas dilakukan dengan rangsangan M.Psoas lewat hiperekstensi sendi


panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan
ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di M.Psoas mayor, tindakan
tersebut akan menimbulkan nyeri.
7. Obturator Sign
Uji obturator dilakukan untuk melihat apakah appendiks yang meradang kontak
dengan M.Obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan
fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan
nyeri.

Gb.3. Psoas Sign


Sumber :http://faculty.washington.edu/alexbert/MEDEX/Fall/GI_PE_Obj.htm/cited : 04 April 2010, 23.28 P.M

Gb.4. Obturator Sign


Sumber :http://faculty.washington.edu/alexbert/MEDEX/Fall/GI_PE_Obj.htm/cited : 04 April 2010, 23.28 P.M

Gb.5. McBurney Point, 1/3 lateral dari garis Monroe


Sumber : http://faculty.washington.edu/alexbert/MEDEX/Fall/GI_PE_Obj.htm/cited : 04 April 2010, 23.28 P.M

II.9.

Diagnosis
Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis

appendiksitis akut masih mungkin salah pada sekitar 15-20 % kasus. Kesalahan diagnosis
lebih sering pada perempuan dibanding lelaki.
Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis appendiksitis akut bila diagnosis
meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan pengamatan
setiap 1-2 jam.
Foto barium kurang dapat dipercaya. Ultrasonografi bisa meningkatkan akurasi
diagnosis. Demikian pula laparoskopi pada kasus yang meragukan.
Pemeriksaan jumlah leukosit membantu menegakkan diagnosis appendiksitis akut.
Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan komplikasi.
II.10. Diagnosis Banding

Gastritis akut
Nyeri epigastrium, mual, muntah, anemia. Riwayat menggunakan obat-obat yang
mengiritasi lambung. Pada endoskopi tampak gambaran lesi mukosa akut berupa

erosi/ulkus dangkal dengan tepi rata.


Kolesistitis akut
Nyeri epigastrium bersifat kolik menjalar ke skapula kanan, demam, ikterus, dan
teraba kandung kemih pada palpasi.

Pankreatitis akut
Nyeri epigastrium hebat tembus ke punggung, mual, muntah, leukositosis, demam,
takikardi. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan glukosa, LDH dan SGOT yang

meningkat.
Urolithiasis Pyelum/ ureter kanan

Nyeri pinggang kanan bersifat kolik, mual, muntah, demam. Pada pemeriksaan
sedimen urin didapatkan eritrosit (+), leukosit (+), dan bakteri (-/+). Ada keluhan
nyeri saat berkemih dan hematuria.
II.11. Tata Laksana
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-satunya
pilihan yang baik adalah appendektomi. Pada appendiksitis tanpa komplikasi biasanya tidak
perlu diberikan antibiotik, kecuali pada appendiksitis gangrenosa atau apendiksitis perforata.
Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau
perforasi.
Appendektomi bisa dilakukan secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi. Bila
appendektomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih oelh ahli bedah. Pada penderita
yang diagnosisnya belum jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan
laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan.
Bila tersedia laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan
dilakukan operasi atau tidak.
II.12. Komplikasi

Appendiksitis perforata
Paling sering ditemukan. Adanya fekalit di dalam lumen, usia (orang tua atau anak
kecil), dan keterlambatan diagnosis, merupakan faktor yang berperan dalam
terjadinya perforasi appendiks. Berupa perforasi bebas ataupun perforasi pada

appendiks yang telah mengalami pendinginan.


Massa periappendikuler
Terjadi bila appendiks gangrenosa dibungkus oleh omentum dan/lekuk usus halus.
Bila pendinginannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga
peritoneum jika perforasi, diikuti peritonitis purulenta generalisata.

Peritonitis generalisata
Jika perforasi abses appendiks abses rongga peritoneum (pus yang menyebar
bisa dilokalisasikan di suatu tempat, yaitu pelvis dan diafragma) peritonitis
generalisata. Aktivitas peristaltik menurun hingga terjadi ileus paralitik. Usus menjadi

atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus sehingga
menyebabkan dehidrasi, syok, dan gangguan sirkulasi.

DAFTAR PUSTAKA
R. Sjamsuhidayat, Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed. 2.- Jakarta : EGC,
2005.p.639-646.
Irwanshari. Appendiksitis-akut. [online]. 2010 [Cited : 04 April 2010]. Available at :
http://irwanashari.com./2010
Ahmad, Rofiq. Appendiksitis-akut. [online]. 2010 [Cited : 04 April 2010]. Available at
: http://rofiqahmad.files.wordpress.com.

10

Você também pode gostar