Você está na página 1de 13

Aliran Mutazilah (Sejarah, Tokoh Dan Ajaranya)

Aliran Mutazilah (Asal-usul, Pandangan, Pendapat dan ajaran Pokok )


Aliran Mutazilah
Aliran mtazilah merupakan salah satu aliran teologi dalam islam yang dapat dikelompokkan
sebagai kaum rasionalis islam, disamping maturidiyah samarkand. Aliran ini muncul sekitar
abad pertama hijriyah, di kota Basrah, yang ketika itu menjadi kota sentra ilmu pengetahuan
dan kebudayaan islam. disamping itu, aneka kebudayaan asing dan macam-macam agama
bertemu dikota ini. dengan demikian luas dan banyaknya penganut islam, semakin banyak
pula musuh-musuh yang ingin menghancurkannya, baik dari internal umat islam secara
politis maupun dari eksternal umat islam secara dogmatis.
mereka yang non islam merasa iri melihat perkembangan islam begitu pesat sehingga
berupaya untuk menghancurkannya. adapaun hasarat untuk menghancurkan islam dikalangan
peneluk islam sendiri,
dalam sejarah, mutazilah timbul berkaitan dengan peristiwa Washil bin Atha (80-131) dan
temannya, amr bin ubaid dan Hasan al-basri, sekitar tahun 700 M. Washil termasuk orangorang yang aktif mengikuti kuliah-kuliah yang diberikan al-Hasan al-Basri di msjid Basrah.
suatu hari, salah seorang dari pengikut kuliah (kajian) bertanya kepada Al-Hasan tentang
kedudukan orang yang berbuat dosa besar (murtakib al-kabair). mengenai pelaku dosa besar
khawarij menyatakan kafir, sedangkan murjiah menyatakan mukmin. ketika Al-hasan sedang
berfikir, tiba-tiba Washil tidak setuju dengan kedua pendapat itu, menurutnya pelaku dosa
besar bukan mukmin dan bukan pula kafir, tetapi berada diantara posisi keduanya (al
manzilah baina al-manzilataini). setelah itu dia berdiri dan meninggalkan al-hasan karena
tidak setuju dengan sang guru dan membentuk pengajian baru. atas peristiwa ini al-Hasan
berkata, itazalna (Washil menjauhkan dari kita). dan dari sinilah nama mutazilah
dikenakan kepada mereka.
untuk mengetahui corak rasional kaum mutazilah ini dapat dilihat dari ajaran-ajaran pokok
yang berasal darinya, yakni al-ushul al-khamsah. Ajaran ini berisi at-tauhid, al-adlu, alwadu dan al-waidu, al-manzilah baina al-manzilataini dan amar maruf nahyi munkar.
dalam hal attauhid (kemahaesaan Tuhan), merupakan jaran dasar terpenting bagi kaum
mutazilah, bagi mereka, tuhan dikatakan Maha Esa jika ia merupakan dzat yang unik, tiada
sesuatupun yang serupa dengan Dia. oleh karena itu, mutazilah menolak paham
Antropomorphisme/al-tajassum, yaitu paham yang menggambarkan tuhan menyerupai
makhluknya, misalnya Tuhan Bertangan dsb. untuk menghindari paham ini, mutazilah
melakukan interpretasi metaforis terhadap ayat-ayat al-Quran yang Dzonni : yadullah
(Tangan Allah), berarti kekuasaan Allah, Wajhullah (Wajah Allah), Berarti keridhaa-Nya Dsb.
mereka juga menolak paham beatific vision, yaitu pandangan bahwa tuhan dapat dilihat dai
akhirat nanti (dengan mata kepala). satu satunya sifat tuhan yang betul-betul tidak mungkin
ada pada makhluk-Nya adalah sifat qadim. paham ini mendorong mutazilah untuk
meniadakan sifat-sifat Tuhan yang mempunyai wujud sendiri diluar dzat Tuhan.

pandangan rasional mutazilah.


( Dalam Makalah )
MAKALAH ILMU KALAM TENTANG ALIRAN MUTAZILAH DALAM PANDANGAN
ILMU KALAM
BAB I
PENDAHULUAN
Pemikiran-pemikiran para filosof dari pada ajaran dan wahyu dari Allah sehingga banyak
ajaran Islam yang tiddak mereka akui karena menyelisihi akal menurut prasangka mereka
Berbicara perpecahan umat Islam tidak ada habis-habisnya, karena terus menerus terjadi
perpecahan dan penyempalan mulai dengan munculnya khowarij dan syiah kemudian
muncullah satu kelompok lain yang berkedok dan berlindung dibawah syiar akal dan
kebebasan berfikir, satu syiar yang menipu dan mengelabuhi orang-orang yang tidak
mengerti bagaimana Islam telah menempatkan akal pada porsi yang benar. sehingga banyak
kaum muslimin yang terpuruk dan terjerumus masuk pemikiran kelompok ini. akhirnya
terpecahlah dan berpalinglah kaum muslimin dari agamanya yang telah diajarkan Rasulullah
dan para shahabat-shahabatnya. Akibat dari hal itu bermunculanlah kebidahan-kebidahan
yang semakin banyak dikalangan kaum muslimin sehingga melemahkan kekuatan dan
kesatuan mereka serta memberikan gambaran yang tidak benar terhadap ajaran Islam, bahkan
dalam kelompok ini terdapat hal-hal yang sangat berbahaya bagi Islam yaitu mereka lebih
mendahulukan akal dan
Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban bagi seorang muslim untuk menasehati saudaranya
agar tidak terjerumus kedalam pemikiran kelompok ini yaitu kelompok Mutazilah yang
pengaruh penyimpangannya masih sangat terasa sampai saat ini dan masih dikembangkan
oleh para kolonialis kristen dan yahudi dalam menghancurkan kekuatan kaum muslimin dan
persatuannya.
Bermunculanlah pada era dewasa ini pemikiran mutazilah dengan nama-nama yang yang
cukup menggelitik dan mengelabuhi orang yang membacanya, mereka menamainya dengan
Aqlaniyah Modernisasi pemikiran. Westernasi dan sekulerisme serta nama-nama lainnya
yang mereka buat untuk menarik dan mendukung apa yang mereka anggap benar dari
pemkiran itu dalam rangka usaha mereka menyusupkan dan menyebarkan pemahaman dan
pemikiran ini. Oleh karena itu perlu dibahas asal pemikiran ini agar diketahui penyimpangan
dan penyempalannya dari Islam, maka dalam pembahasan kali ini dibagi menjadi beberapa
pokok pembahasan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Munculnya golongan atau kelompok Mutazilah
Sejarah munculnya aliran mutazilah oleh para kelompok pemuja dan aliran mutazilah
tersebut muncul di kota Bashrah (Iraq) pada abad ke 2 Hijriyah, tahun 105 110 H, tepatnya
pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan khalifah Hisyam Bin Abdul

Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan murid Al-Hasan Al-Bashri yang
bernama Washil bin Atha Al-Makhzumi Al-Ghozzal, kemunculan ini adalah karena Wasil bin
Atha berpendapat bahwa muslim berdosa besar bukan mukmin dan bukan kafir yang berarti
ia fasik. Imam Hasan al-Bashri berpendapat mukmin berdosa besar masih berstatus mukmin.
Inilah awal kemunculan paham ini dikarenakan perselisihan tersebut antar murid dan Guru,
dan akhirnya golongan mutazilah pun dinisbahkan kepadanya. Sehingga kelompok
Mutazilah semakin berkembang dengan sekian banyak sektenya. kemudian para dedengkot
mereka mendalami buku-buku filsafat yang banyak tersebar di masa khalifah Al-Makmun.
Maka sejak saat itulah manhaj mereka benar-benar diwarnai oleh manhaj ahli kalam (yang
berorientasi pada akal dan mencampakkan dalil-dalil dari Al Quran dan As Sunnah).
Secara harfiah kata Mutazilah berasal dari Itazala yang berarti berisah atau memisahkan
diri, yang berarti juga menjauh atau menjauhkan diri secara teknis, istilah Mutazilah
menunjuk ada dua golongan.
Golongan pertama, (disebut Mutazilah I) muncul sebagai respon politik murni. Golongan ini
tumbuh sebahai kaum netral politik, khususnya dalam arti bersikap lunak dalam menangani
pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dan lawan-lawannya, terutama Muawiyah, Aisyah,
dan Abdullah bin Zubair. Menurut penulis, golongan inilah yang mula-mula disebut kaum
Mutazilah karena mereka menjauhkan diri dari pertikaian masalah khilafah. Kelompok ini
bersifat netral politik tanpa stigma teologis seperti yang ada pada kaum Mutazilah yang
tumbuh dikemudian hari.
Golongan kedua, (disebut Mutazilah II) muncul sebagai respon persoalan teologis yang
berkembang di kalangan Khawarij dan Murjiah akibat adanya peristiwa tahkim. Golongan
ini muncul karena mereka berbeda pendapat dengan golongan Khawarij dan Murjiah tentang
pemberian status kafir kepada yang berbuat dosa besar. Mutazilah II inilah yang akan dikaji
dalam bab ini yang sejarah kemunculannya memiliki banyak versi.
B. Tokoh-Tokoh Aliran MuTazilah
Wasil bin Atha.
Wasil bin Atha adalah orang pertama yang meletakkan kerangka dasar ajaran Muktazilah.
Adatiga ajaran pokok yang dicetuskannya, yaitu paham al-manzilah bain al-manzilatain,
paham Kadariyah (yang diambilnya dari Mabad dan Gailan, dua tokoh aliran Kadariah), dan
paham peniadaan sifat-sifat Tuhan. Dua dari tiga ajaran itu kemudian menjadi doktrin ajaran
Muktazilah, yaitu al-manzilah bain al-manzilatain dan peniadaan sifat-sifat Tuhan.
Abu Huzail al-Allaf.
Abu Huzail al-Allaf (w. 235 H), seorang pengikut aliran Wasil bin Atha, mendirikan sekolah
Mutazilah pertama di kotaBashrah. Lewat sekolah ini, pemikiran Mutazilah dikaji dan
dikembangkan. Sekolah ini menekankan pengajaran tentang rasionalisme dalam aspek
pemikiran dan hukum Islam.
Aliran teologis ini pernah berjaya pada masa Khalifah Al-Makmun (Dinasti Abbasiyah).
Mutazilah sempat menjadi madzhab resmi negara. Dukungan politik dari pihak rezim makin
mengokohkan dominasi mazhab teologi ini. Tetapi sayang, tragedi mihnah telah mencoreng
madzhab rasionalisme dalam Islam ini.

Abu Huzail al-Allaf adalah seorang filosof Islam. Ia mengetahui banyak falsafah yunani dan
itu memudahkannya untuk menyusun ajaran-ajaran Muktazilah yang bercorak filsafat. Ia
antara lain membuat uraian mengenai pengertian nafy as-sifat. Ia menjelaskan bahwa Tuhan
Maha Mengetahui dengan pengetahuan-Nya dan pengetahuan-Nya ini adalah Zat-Nya, bukan
Sifat-Nya; Tuhan Maha Kuasa dengan Kekuasaan-Nya dan Kekuasaan-Nya adalah Zat-Nya
dan seterusnya. Penjelasan dimaksudkan oleh Abu-Huzail untuk menghindari adanya yang
kadim selain Tuhan karena kalau dikatakan ada sifat (dalam arti sesuatu yang melekat di luar
zat Tuhan), berarti sifat-Nya itu kadim. Ini akan membawa kepada kemusyrikan. Ajarannya
yang lain adalah bahwa Tuhan menganugerahkan akal kepada manusia agar digunakan untuk
membedakan yang baik dan yang buruk, manusia wajib mengerjakan perbuatan yang baik
dan menjauhi perbuatan yang buruk. Dengan akal itu pula menusia dapat sampai pada
pengetahuan tentang adanya Tuhan dan tentang kewajibannya berbuat baik kepada Tuhan.
Selain itu ia melahirkan dasar-dasar dari ajaran as-salh wa al-aslah.
Al-Jubbai.
Al-JubbaI adalah guru Abu Hasan al-Asyari, pendiri aliran Asyariah. Pendapatnya yang
masyhur adalah mengenai kalam Allah SWT, sifat Allah SWT, kewajiban manusia, dan daya
akal. Mengenai sifat Allah SWT, ia menerangkan bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat; kalau
dikatakan Tuhan berkuasa, berkehendak, dan mengetahui, berarti Ia berkuasa, berkehendak,
dan mengetahui melalui esensi-Nya, bukan dengan sifat-Nya. Lalu tentang kewajiban
manusia, ia membaginya ke dalam dua kelompok, yakni kewajiban-kewajiban yang diketahui
manusia melalui akalnya (wjibah aqliah) dan kewajiban-kewajiban yang diketahui melaui
ajaran-ajaran yang dibawa para rasul dan nabi (wjibah syariah).
An-Nazzam
An-Nazzam : pendapatnya yang terpenting adalah mengenai keadilan Tuhan. Karena Tuhan
itu Maha Adil, Ia tidak berkuasa untuk berlaku zalim. Dalam hal ini berpendapat lebih jauh
dari gurunya, al-Allaf. Kalau Al-Allaf mangatakan bahwa Tuhan mustahil berbuat zalim
kepada hamba-Nya, maka an-Nazzam menegaskan bahwa hal itu bukanlah hal yang mustahil,
bahkan Tuhan tidak mempunyai kemampuan untuk berbuat zalim. Ia berpendapat bahwa
pebuatan zalim hanya dikerjakan oleh orang yang bodoh dan tidak sempurna, sedangkan
Tuhan jauh dari keadaan yang demikian. Ia juga mengeluarkan pendapat mengenai mukjizat
al-Quran. Menurutnya, mukjizat al-quran terletak pada kandungannya, bukan pada uslb
(gaya bahasa) dan balgah (retorika)-Nya. Ia juga memberi penjelasan tentang kalam Allah
SWT. Kalam adalah segalanya sesuatu yang tersusun dari huruf-huruf dan dapat didengar.
Karena itu, kalam adalah sesuatu yang bersifat baru dan tidak kadim. [1]
Al- jahiz
Al- jahiz : dalam tulisan-tulisan al-jahiz Abu Usman bin Bahar dijumpai paham naturalism
atau kepercayaan akan hukum alam yang oleh kaum muktazilah disebut Sunnah Allah. Ia
antara lain menjelaskan bahwa perbuatan-perbuatan manusia tidaklah sepenuhnya
diwujudkan oleh manusia itu sendiri, malainkan ada pengaruh hukum alam.
Muammar bin Abbad
Muammar bin Abbad : Muammar bin Abbad adalah pendiri muktazilah aliran Baghdad.
pendapatnya tentang kepercayaan pada hukum alam. Pendapatnya ini sama dengan pendapat

al-jahiz. Ia mengatakan bahwa Tuhan hanya menciptakan benda-benda materi. Adapun


al-arad atau accidents (sesuatu yang datang pada benda-benda) itu adalah hasil dari hukum
alam. Misalnya, jika sebuah batu dilemparkan ke dalam air, maka gelombang yang dihasilkan
oleh lemparan batu itu adalah hasil atau kreasi dari batu itu, bukan hasil ciptaan Tuhan.
Bisyr al-Mutamir
Bisyr al-Mutamir : Ajarannya yang penting menyangkut pertanggungjawaban perbuatan
manusia. Anak kecil baginya tidak dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya di akhirat
kelak karena ia belum *mukalaf. Seorang yang berdosa besar kemudian bertobat, lalu
mengulangi lagi berbuat dosa besar, akan mendapat siksa ganda, meskipun ia telah bertobat
atas dosa besarnya yang terdahulu.
Abu Musa al-Mudrar
Abu Musa al-Mudrar : al-Mudrar dianggap sebagai pemimpin muktazilah yang sangat
ekstrim, karena pendapatnya yang mudah mengafirkan orang lain.Menurut Syahristani,ia
menuduh kafir semua orang yang mempercayai kekadiman Al-Quran. Ia juga menolak
pendapat bahwa di akhirat Allah SWT dapat dilihat dengan mata kepala.
Hisyam bin Amr al-Fuwati
Hisyam bin Amr al-Fuwati : Al-Fuwati berpendapat bahwa apa yang dinamakan surga dan
neraka hanyalah ilusi, belum ada wujudnya sekarang. Alas$an yang dikemukakan adalah
tidak ada gunanya menciptakan surga dan neraka sekarang karena belum waktunya orang
memasuki surga dan neraka.
C. Beberapa Versi Tentang Nama Mutazilah
Beberapa versi tentang pemberian nama Mutazilah kepada golongan kedua ini berpusat pada
peristiwa yang terjadi antara wasil bin ata serta temannya, Amr bin Ubaid, dan hasan Al-Basri
di basrah. Ketika wasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh Hasan Al Basri di masjid
Basrah., datanglah seseorang yang bertanya mengenai pendapat Hasan Al Basri tentang orang
yang berdosa besar. Ketika Hasan Al Basri masih berpikir, hasil mengemukakan pendapatnya
dengan mengatakan Saya berpendapat bahwa orang yang berbuat dosa besar bukanlah
mukmin dan bukan pula kafir, tetapi berada pada posisi diantara keduanya, tidak mukmin dan
tidak kafir. Kemudian wasil menjauhkan diri dari Hasan Al Basri dan pergi ke tempat lain di
lingkungan mesjid. Di sana wasil mengulangi pendapatnya di hadapan para pengikutnya.
Dengan adanya peristiwa ini, Hasan Al Basri berkata: Wasil menjauhkan diri dari kita
(itazaala anna). Menurut Asy-Syahrastani, kelompok yang memisahkan diri dari peristiwa
inilah yang disebut kaum Mutazilah.
Versi lain dikemukakan oleh Al-Baghdadi. Ia mengatakan bahwa Wasil dan temannya, Amr
bin Ubaid bin Bab, diusir oleh Hasan Al Basri dari majelisnya karena adanya pertikaian
diantara mereka tentang masalah qadar dan orang yang berdosa besar. Keduanya menjauhkan
diri dari Hasan Al Basri dan berpendapat bahwa orang yang berdosa besar itu tidak mukmin
dan tidak pula kafir. Oleh karena itu golongan ini dinamakan Mutazilah.
Versi lain dikemukakan Tasy Kubra Zadah yang menyatakan bahwa Qatadah bin Damah
pada suatu hari masuk mesjid Basrah dan bergabung dengan majelis Amr bin Ubaid yang

disangkanya adalah majlis Hasan Al Basri. Setelah mengetahuinya bahwa majelis tersebut
bukan majelis Hasan Al Basri, ia berdiri dan meninggalkan tempat sambil berkata, ini kaum
Mutazilah. Sejak itulah kaum tersebut dinamakan Mutazilah.
Al-Masudi memberikan keterangan tentang asal-usul kemunculan Mutazilah tanpa
menyangkut-pautkan dengan peristiwa antara Wasil dan Hasan Al Basri. Mereka diberi nama
Mutazilah, katanya, karena berpendapat bahwa orang yang berdosa bukanlah mukmin dan
bukan pula kafir, tetapi menduduki tempat diantara kafir dan mukmin (al-manjilah bain almanjilatain). Dalam artian mereka member status orang yang berbuat dosa besar itu jauh dari
golongan mukmin dan kafir.
C. Ajaran yang Diajarkan oleh Golongan Mutazilah
Ada beberapa ajaran yang di ajarkan oleh golongan Mutazilah yaitu misalnya: Al adl
(Keadilan). Yang mereka maksud dengan keadilan adalah keyakinan bahwasanya kebaikan
itu datang dari Allah, sedangkan. Dalilnya kejelekan datang dari makhluk dan di luar
kehendak (masyiah) Allah adalah firman Allah : Dan Allah tidak suka terhadap kerusakan.
(Al-Baqarah: 205) Dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya. (Az-Zumar:7)
Menurut mereka kesukaan dan keinginan merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Sehingga mustahil bila Allah tidak suka terhadap kejelekan, kemudian menghendaki atau
menginginkan untuk terjadi (mentaqdirkannya) oleh karena itu merekan menamakan diri
mereka dengan nama Ahlul Adl atau Al Adliyyah. Al-Wadu Wal-Waid. Yang mereka
maksud dengan landasan ini adalah bahwa wajib bagi Allah untuk memenuhi janji-Nya (alwad) bagi pelaku kebaikan agar dimasukkan ke dalam Al-Jannah, dan melaksanakan
ancaman-Nya (al-waid) bagi pelaku dosa besar (walaupun di bawah syirik) agar dimasukkan
ke dalam An-Naar, kekal abadi di dalamnya, dan tidak boleh bagi Allah untuk
menyelisihinya. Karena inilah mereka disebut dengan Waidiyyah.
Kaum mutazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih
mendalam dan bersifat filosofis daripada persoalan-persoalan yang dibawa kaum khawarij
dan murjiah. dalam pembahasan , mereka banyak memakai akal sehingga mereka mendapat
nama kaum rasionalis Islam.
Aliran mutazilah merupakan aliran teologi Islam yang terbesar dan tertua, aliran ini telah
memainkan peranan penting dalam sejarah pemikiran dunia Islam. Orang yang ingin
mempelajari filsafat Islam sesungguhnya dan yang berhubungan dengan agama dan sejarah
Islam, haruslah menggali buku-buku yang dikarang oleh orang-orang mutazilah, bukan oleh
mereka yang lazim disebut filosof-filosof Islam.
Aliran Mutazilah lahir kurang lebih pada permulaan abad pertama hijrah di kota Basrah
(Irak), pusat ilmu dan peradaan dikala itu, tempat peraduaan aneka kebudayaan asing dan
pertemuan bermacam-macam agama. Pada waktu itu banyak orang-orang yang
menghancurkan Islam dari segi aqidah, baik mereka yang menamakan dirinya Islam maupun
tidak.
BAB III
KESIMPULAN

Secara harfiah Mutazilah adalah berasal dari Itazala yang berarti berpisah. Aliran
Mutaziliyah (memisahkan diri) muncul di basra, irak pada abad 2 H. Kelahirannya bermula
dari tindakan Wasil bin Atha (700-750 M) berpisah dari gurunya Imam Hasan al-Bashri
karena perbedaan pendapat. Wasil bin Atha berpendapat bahwa muslim berdosa besar bukan
mukmin bukan kafir yang berarti ia fasik
Imam Hasan al-Bashri berpendapat mukmin berdosa besar aliran Mutazilah yang menolak
pandangan-pandangan kedua aliran di atas. Bagi Mutazilah orang yang berdosa besar
tidaklah kafir, tetapi bukan pula mukmin. Mereka menyebut orang demikian dengan istilah
al-manzilah bain al-manzilatain (posisi di antara dua posisi). Aliran ini lebih bersifat rasional
bahkan liberal dalam beragama.
Aliran Mutazilah yang bercorak rasional dan cenderung liberal ini mendapat tantangan keras
dari kelompok tradisonal Islam, terutama golongan Hambali, pengikut mazhab Ibn Hambal.
Sepeninggal al-Mamun pada masa Dinasti Abbasiyah tahun 833 M., syiar Mutazilah
berkurang, bahkan berujung pada dibatalkannya sebagai mazhab resmi negara oleh Khalifah
al-Mutawwakil pada tahun 856 M.
Perlawanan terhadap Mutazilah pun tetap berlangsung. Mereka (yang menentang) kemudian
membentuk aliran teologi tradisional yang digagas oleh Abu al-Hasan al-Asyari (935 M)
yang semula seorang Mutazilah. Aliran ini lebih dikenal dengan al-Asyariah.
Di Samarkand muncul pula penentang Mutazilah yang dimotori oleh Abu Mansyur
Muhammad al-Maturidi (w.944 M). aliran ini dikenal dengan teologi al-Maturidiah. Aliran ini
tidak setradisional al-Asyariah tetapi juga tidak seliberal Mutazilah.
DAFTAR PUSTAKA
Rojak Abdul, Anwar Rosihon. ilmu kalam. 2006. CV Pustaka Setia, Bandung.
Jauhari, Heri, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, CV Pustaka Setia, Bandung
http://www.almanhaj.or.id/content/1985/slash/0
Aliran Mu'tazilah
Berbicara perpecahan umat islam tidak ada habis-habisnya, karena terusmenerus terjadi perpecahan dan penyempalan mulai dengan munculnya
khawarij dan syiah kemudian muncullah satu kelompok lain yang berkedok dan
berlindung dibawah syiar akal dan kebebasan berpikir. Satu syiar yang menipu
dan mengelabuhi orang-orang yang tidak mengerti bagaimana islam
menempatkan akal pada porsi yang benar, sehingga banyak kaum muslim yang
terpuruk dan terjerumus masuk pemikiran kelompok ini. Akhirnya terpecahlah
dan berpalinglah kaum muslimin dari agamanya yang telah diajarkan rasulullah
dan
para
sahabatnya.
Akibat dari hal itu bermuncullah kebidahan-kebidahan yang semakin banyak
dikalangan kaum muslimin sehingga melemahkan kekuatan dan kesatuan

mereka serta memberikan gambaran yang tidak benar terhadaf ajaran islam.
Bahkan di dalam kelompok ini terdapat hal-hal yang sangat berbahaya bagi
islam yaitu mereka lebih mendahulukan akal dan pemikiran-pemikiran para
filosof daripada ajaran dan wahyu dari Allah, sehingga banyak ajaran islam yang
tidak mereka akui karena menyelisihi akal menurut prasangka mereka.

Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban bagi seorang muslim untuk menasehati
saudaranya agar tidak terjerumus kedalam pemikiran kelompok ini yaitu
Mutazilah yang pengaruh penyimpangannya sangat terasa sampai saat ini dan
masih dikembangkan oleh para kolonialis Kristen dan Yahudi dalam
menghancurkan kekuatan kaum muslim dan persatuannya.
1. Sebab Penamaannya

Para ulama telah berselisihan pendapat tentang sebab penamaan aliran ini
dengan nama Mutazilah menjadi dua pendapat :

Pertama, berpendapat bahwa sebab penamaannya adalah berpisahnya Waashil


Bin Atho dan Amir Bin Ubaid dari majelis dan halaqohnya Al Hasan Al Bashry. Hal
ini didasarkan oleh riwayat yang mengisahkan bahwa ada seseorang yang
menemui Al Hasan Al Bashry, lalu berkata : imam agama telah muncul pada
zaman kita ini satu jamaah yang mengkafirkan pelaku dosa besar dan dosa besar
menurut mereka adalah kekafiran yang mengeluarkan pelakunya dari agama.
Mereka adalah Al Waiidiyah Khawarij dan berjamaah yang menangguhkan
pelaku dosa besar, dosa besar menurut mereka tidak mengganggu atau merusak
iman bahkan amalan menurut mereka bukan termasuk rukun iman dan iman
tidak rusak oleh kemaksiatan, maka bagaimana engkau memberikan hukum bagi
mereka dalam hal tersebut secara Itikad? lalu berkata Al Hasan: telah berpisah (
Itizal ) dari kita Waashil dan Amir Bin Ubaid mengikuti langkah Waashil, maka
kedua orang ini beserta pengikutnya dinamakan Mutazilah.

Kedua, berkata Ibnu Abl Izzy : Amir Bin Ubaid dan Waashil Bin Atho Al Ghozaal
serta para pengikutnya dinamakan demikian karena memisahkan diri dari al
jamaah setelah wafatnya Al Hasan Bashry di awal-awal abad kedua dan mereka
itu bermajelis sendiri ( berpisah ) sehingga mereka dinamakan denga Mutazilah.

2. Defenisi Mutazilah

Secara etimologi Mutazilah atau Itizaal adalah kata yang dalam bahasa Arabnya
menunjukian arti : kesendirian , kelemahan dan keterputusan.

Sedangakan secara Terminologi Para Ulama mendefenisikan sebagai satu


kelompok dari qadiriyah yang menyelisihi pendapat umat islam dalam
permasalahan hukum pelaku dosa besar yang dipimpin oleh Waashil Bin Atho
dan Amir Bin Ubaid pada zaman Al Hasan Al Bashry.

Kata mutazilah berasal dari bahasa Arab Itazala yang artinya Hengkang
atau Pisah. Yang dimaksud adalah suatu aliran atau golongan yang
memisahkan diri dari induknya , yaitu Waashil Bin Atho memisahkan diri dari
gurunya AlHasan AlBasry karena terjadi perbedaan pendapat diantara mereka,
yang akhirnya Waashil membuat aliran sendiri yang diberi nama dengan
golongan Mutazilah.

3. Awal Munculnya Faham Mutazilah

Golongan Mutazilah lahir dilatarbelakangi oleh adanya perselisihan faham


antara murid dengan guru dan bukan dimotori oleh kepentingan politik sekalipun
akhirnya setelah tumbuh golongan ini ditunggangi oleh kepentingan politik.

Pembangunan aliran ini adalah Abu Chudzaifah Bin Atha yang muncul pada masa
pemerintahan Hisyam Bin Abdul Malik ( 724 -743 ) pada dasarnya Waashil Bin
Atha adalah murid Hasan Al Basry ( 642 728 ) salah seorang ulama senior di
Baghdad. Namun karena terjadi perbedaan pandangan dalam masalah agama,
maka Waashil memisahkan diri dari gurunya dan membuat aliran sendiri yang
dikenal dengan sebutan aliran Mutazilah

4.Ciri-Ciri Faham Mutazilah

Ciriciri faham Mutazilah antara lain:


1. Orang yang berbuat dosa besar dan meninggal sebelum bertaubat, maka
hukumnya tidak mukmin dan tidak kafir , namun diantara keduanya dan di
akhirat kelak ia berada dintara surga dan neraka. ( Al Manzilah Baina Al
Manzilahtain )
2. Akal merupakan hukum tertinggi, baik dan buruk ditentukan oleh akal.

3. Bila terjadi perbedaan antara akal dan Al-Quran serta Hadist maka yang
diambil adalah ketentuan akal.
4. Al- quran adalah Makhluk dan bukan firman Allah.
5. Allah tidak dapat dilihat di surga oleh penghuninya di akhirat kelak.
6. Isra dan Miraj Nabi Muhammad saw, bukan dengan jasad dan ruh namun
hanya melalui mimpi sebab mustahil menurut akal dalam waktu yang
relatif singkat manusia dapat menempuh jarak yang luar biasa jauhnya
dan penuh rintangan dan resiko.
7. Perbuatan manusia ditentukan oleh manusia itu sendirinya baik atau
buruknya dan bukan ditentukan oleh Allah.
8. Bahwa Arsy itu tidak ada.
9. Surga dan neraka itu tidak ada, sebab yang kekal hanyalah Allah semata.
10.Shirat, yaitu jembatan yang melintang diatas neraka jahanam itu tidak
ada.
11.Mizan, yaitu timbangan amal manusia di akhirat itu tidak benar adanya,
sebab amal manusia itu bukan singkong maka tidak dapat ditimbang dan
tidak perlu timbangan.
12.Haudl atau sungai atau telaga yang diceritakan ada di dalam surga itu
tidak ada.
13.Bahwa siksa dan nikmat kubur tidak ada , sebab manusia setelah dikubur
sudah menyatu kembali dengan tanah .
14.Manusia setelah meninggal dunia itu sudah tidak mendapat manfaat
apapun dari yang hidup, maka tidak perlu di doakan, dimintakan
ampunan atas dosa- dosanya atau diberi hadiah pahala. Hadiah pahala
tidak sampai kepada orang yang mati, karena mereka sudah menjadi
tanah.
15.Bahwa Allah wajib membuat yang baik dan yang lebih baik untuk manusia.
16.Allah tidak mempunyai sifatsifat dan namanama, maka haram membaca
atau mengkaji sifatsifat Allah, sebab Allah mendengar dengan Dzat - Nya,
melihat dengan Dzat Nya dan segala sesuatu yang dilakukan oleh Allah
dengan dzat nya.
17.Tidak mempercayai adanya Mujizat bagi nabi Muhammad Saw, selain Al
Quran.
18.Halal hukumnya mencaci maki sahabat yang salah.
19.Surga dan neraka itu saat ini belum ada, dan baru akan dibuat oleh allah
nanti bila kiamat sudah tiba.

5. Perkembangannya
Mutazilah berkembang sebagai satu pemikiran yang ditegakan diatas
pandangan bahwa akal adalah sumber kebenaran pada awal abad kedua hijriyah
tepatnya tahun 105 atau 110 H di kota Bashroh di bawah pimpinan Waashil Bin
Atho, lalu menyebar ke kota Kufah dan Baghdad. Akan tetapi pada masa ini
Mutazilah menghadapi tekanan yang berat dari para pemimpin Bani Umayyah
yang membuat aliran ini sulit berkembang dan sangat menghambat
penyebarannya sehingga hal itu membuat mereka sangat benci bani umayyah.

Permusuhan dan perseteruan antara Bani Ummayyah ini berlangsung terus


menerus denga keras sampai jatuhnya kekuasaan Bani Umayyah dan tegaknya
kekuasaan Bani Abasiyah, kemudian bersamaan dengan berkembangnya
kekuasan Bani Abasiyah, berkembanglah Mutazilah dengan mulainya mereka
mengirim para dai dan delegasidelegasi ke seluruh negeri islam untuk
mendakwahkan mazhab dan Itikad mereka kepada kaum muslimin dan diantara
yang memegang peran besar dan penting dalam hal ini adalah Waashil Bin Atho.
Kesempatan ini mereka peroleh karena mazhab mereka memberikan dukungan
yang besar dalam mengokohkan dan menguatkan kekuasaan Bani Abasiyah
khususnya pada zaman Al Mamun yang condong mengikuti aqidah mereka
apalagi ditambah dengan persetujuan Al Mamun terhadaf pendapat mereka
tentang AlQuran. Mereka mengatakan bahwa AlQuran itu makhluk sampai
sampai Al Mamun mengerahkan seluruh kekuatan bersenjatanya untuk
memaksa manusia untuk mengikuti dan menyakini kebenaran pendapat
tersebut, lalu beliau mengirim mandat kepada para pembantunya di Baghdad
pada tahun 218 H untuk menguji para Hakim, Muhadditsin dan seluruh ulama
dengan pendapat bahwa AlQuran adalah makhluk. Beliau juga memerintahkan
hakim untuk tidak menerima persaksian orang yang tidak sependapat dengan
pendapat tersebut dan menghukum mereka, maka terjadilah fitnah yang sanagt
besar. Diantara para ulama yang mendapat ujian dan cobaan ini adalah Al Imam
Ahmad Bin Hambal. Beliau merupakan ulama yang sangat terkenal pada masa
itu, akan tetapi beliau tetap teguh dengan aqidah dan pendapat ahli sunnah wal
jamaah tentang hal tersebut yaitu bahwa AlQuran adalah kalamullah dan
bukan mahkluk.

Walaupun Mutazilah telah melakukan usaha yang besar dalam menekuni dan
menyelami kehidupan akal sejak abad kedua samapai abad kelima Hijriyah, akan
tetapi tidak mendapat keberhasilan dan kesuksesan bahkan akhirnya mengalami
kemunduran dan kegagalan dalam bidang tersebut. Hal ini tampak terjadi karena
mereka tidak mengambil sumber atau berlandaskan AlQuran dan Sunnah
Rasul, bahkan mereka mendasarinya dengan bersandar kepada akal semata
yang telah rusak oleh pemikiran filsafat Yunani dan bermacammacam aliran
pemikiran.

Akibat dari setiap pemikiran yang tidak diterangi dengan kalamullah dan Sunnah
Nabi maka akhirnya adalah kehancuran dan kesesatan walaupun demikian
hebatnya, karena mengambil sumber penerangan dari AlKitab dan Sunnah Nabi
akan menerangi jalannya akal sehingga tidak salah dan tersesat. Menurut para
sufi apabila akal berpedoman atau berpegang teguh pada sumber yang murni
yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasul berarti akal tersebut akan menjadi akal yang
terang benderang seolaholah diterangi cahaya Ilahi serta jauh dari kesesatan
dan penyimpangan.

6. Metode Mutazilah

Ciri khas paling khusus dari Mutazilah, ialah bahwa mereka meyakini
sepenuhnya kemampuan akal. Prinsip ini mereka pergunakan untuk menghukum
berbagai hal. Dengan prinsip ini mereka berjalan begitu jauh. Mereka
berpendapat bahwa alam punya hukum kokoh yang tunduk kepada akal. Mereka
merupakan kelompok yang hampir mirip dengan Descartes dari kalangan kaum
rasionalis modern. Mereka tidak mengingkari naql (teks AlQuran dan Hadis),
tetapi tanpa raguragu mereka menundukkan naql kepada hukum akal.

Mereka menguasai berbagai pandangan religius dan filosofis yang melingkupi


mereka. Sayangnya kecenderungan rasionalisme mereka yang ekstrim itu
mendorong mereka untuk menerapkan hukumhukum akal terhadaf alam langit
seperti ketika menghukumi alam bumi, sehingga mengiring mereka kedalam
pandanganpandangan yang begitu berani, yang akhirnya mengiring mereka ke
dalam filsafat ketuhanan yang selamanya tidak mengkonsekuensikan semua
pengertian keagungan dan kesempurnaan yang sepantasnya (bagi Allah)

Aliran Mutazilah juga mensucikan kemerdekaan berpikir. Kemerdekaan berpikir


ini, mereka sucikan baik ketika menghadapi pihak lawanlawan maupun ke
dalam, antar sesama mereka sendiri. Untuk itu mereka berkepentingan
mendengarkan pandanganpandangan yang paling aneh dan absurd sekalipun,
untuk dianalisa dan dikonfirmasikan kersalahannya. Mereka memperluas ruang
gerak kajian di kalangan mereka sendiri, dimana seorang murid berhak
menentang pendapat gurunya, bahkan anak pun boleh menentang pendapat
ayahnya sendiri.kaum Mutazilah pendapat dalam masalah detail, dan mereka
menjadi kelompok di dalam kelompok tidak ada aliran teologi yang
membiasakan kemerdekaan pendapat ini punya andil dalam perpecahan yang
terjadi di dalam barisan Mutazilah, sehingga anakanak dari satu keluarga saling
menuduh kafir.

Tuduhan inilah yang begitu populer pada banyak kelompok. Betapa anehnya
kalau para pemikir merdeka itu mengharuskan manusia membawa pedang untuk
menumpas sebagian pandangan mereka khususnya yang tidak ada
hubungannya dengan inti aqidah.

Você também pode gostar