Você está na página 1de 15

LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Trauma adalah cedera atau rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional
( Dorland, 2002 : 2111)
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan
tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja, (Smeltzer, 2001). Trauma perut
merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding
perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula
dilakukan tindakan laparatomi, (FKUI, 1995).
B. ETIOLOGI
Berdasarkan mekanisme trauma, dibagi menjadi 2 yaitu (American College of Surgeon
Committee of Trauma, 2004 : 145) :
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium).
Luka tusuk ataupun luka tembak (kecepatan rendah) akan mengakibatkan kerusakan
jaringan karena laserasi ataupun terpotong. Luka tembak dengan kecepatan tinggi akan
menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih besar terhadap organ viscera, dengan
adanya efek tambahan berupa temporary cavitation, dan bisa pecah menjadi fragmen
yang mengakibatkan kerusakan lainnya. Luka tusuk tersering mengenai hepar (40%),
usus halus (30%), diafragma (20%), dan colon (15%). Luka tembak menyebabkan
kerusakan yang lebih besar, yang ditentukan oleh jauhnya perjalanan peluru, dan berapa
besar energy kinetiknya maupun kemungkinan pantulan peluru oleh organ tulang,
maupun efek pecahan tulangnya. Luka tembak paling sering mengenai usus halus
(50%), colon (40%), hepar (30%) dan pembuluh darah abdominal (25%).
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).
Suatu pukulan langsung, misalkan terbentur stir ataupun bagian pintu mobil yang
melesak ke dalam karena tabrakan, bisa menyebabkan trauma kompresi ataupun crush
injury terhadap organ viscera. Hal ini dapat merusak organ padat maupun organ
berongga, dan bisa mengakibatkan ruptur, terutama organ-organ yang distensi (misalnya
uterus ibu hamil), dan mengakibatkan perdarahan maupun peritornitis. Trauma tarikan
(shearing injury) terhadap organ viscera sebenarnya adalah crush injury yang terjadi
bila suatu alat pengaman (misalnya seat belt jenis lap belt ataupun komponen pengaman
bahu) tidak digunakan dengan benar. Pasien yang cedera pada suatu tabrakan motor bisa
mengalami trauma decelerasi dimana terjadi pergerakan yang tidak sama antara suatu
bagian yang terfiksir dan bagian yang bergerak, seperti rupture lien ataupun ruptur hepar
(organ yang bergerak) dibagian ligamentnya (organ yang terfiksir). Pemakaian air-bag
tidak mencegah orang mengalami trauma abdomen. Pada pasien-pasien yang mengalami
laparotomi karena trauma tumpul, organ yang paling sering kena adalah lien (40-55%),
hepar (35-45%), dan usus (5-10%). Sebagai tambahan, 15% nya mengalami hematoma
retroperitoneal

C. PATOFISIOLOGI
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan
lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya
trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor faktor fisik dari kekuatan tersebut
dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek
statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya
perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini
juga karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga
tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah
kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah
kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh
menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi
tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan.
Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh
relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal
yang disebabkan beberapa mekanisme :
1. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan dari
luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat
mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.
2. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau
struktur tulang dinding thoraks.
3. Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek
pada organ dan pedikel vaskuler.
D. MANIFESTASI KLINIS
Secara umum (Scheets, 2002 : 277-278) :
Laserasi, memar,ekimosis
Hipotensi
Tidak adanya bising usus
Hemoperitoneum
Mual dan muntah
Adanya tanda Bruit (bunyi abnormal pd auskultasi pembuluh darah, biasanya pd

arteri karotis),
Nyeri
Pendarahan
Penurunan kesadaran
Sesak
Tanda Kehrs adalah nyeri di sebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan

limfa.Tanda ini ada saat pasien dalam posisi recumbent.


Tanda Cullen adalah ekimosis periumbulikal pada perdarahan peritoneal
Tanda Grey-Turner adalah ekimosis pada sisi tubuh ( pinggang ) pada perdarahan
retroperitoneal .

Tanda coopernail adalah ekimosis pada perineum,skrotum atau labia pada fraktur

pelvis
Tanda balance adalah daerah suara tumpul yang menetap pada kuadran kiri atas
ketika dilakukan perkusi pada hematoma limfe

Berdasarkan jenis trauma :


1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) :
a. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
b. Respon stres simpatis
c. Perdarahan dan pembekuan darah
d. Kontaminasi bakteri
e. Kematian sel
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).
a. Kehilangan darah.
b. Memar/jejas pada dinding perut.
c. Kerusakan organ-organ.
d. Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding perut.
e. Iritasi cairan usus.
E.

KLASIFIKASI
1. Trauma tumpul
a. Biasanya disebabkan karena kecelakaan kendaraan bermotor.
b. Faktor lainnya seperti jatuh dan trauma secara mendadak
c. Hasil dari crush injury dan trauma deselerasi mengenai organ padat (karena
perdarahan) atau usus (karena perforasi dan peritonitis)
d. Limfe dan hati adalah organ yang paling sering dilibatkan
2. Trauma tajam
a. Biasanya disebabkan karena tusukan, tikaman atau tembakan senapan.
b. Mungkin dihubungkan dengan dada, diafragma dan cedera pada system
retroperitoneal.
c. Hati dan usus kecil adalah organ yang paling tersering mengalami kerusakan.
d. Luka tusukan mungkin akan menenbus dinding peritoneum dan seringkali merusak
secara

konservatif,

bagaimanapun

luka

akibat

tembakan

senapan

selalu

membutuhkan pembedahan dan penyelidikan lebih awal untuk mengendalikan cedera


intraperitoneal.
F.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Diagnostik
a. Trauma Tumpul
1). Diagnostik Peritoneal Lavage
DPL adalah prosedur invasive yang bisa cepat dikerjakan yang bermakna
merubah rencana untuk pasien berikutnya ,dan dianggap 98 % sensitive untuk
perdarahan intraretroperitoneal. Harus dilaksanakan oleh team bedah untuk
pasien dengan trauma tumpul multiple dengan hemodinamik yang abnormal,
terutama bila dijumpai :
a). Perubahan sensorium-trauma capitis, intoksikasi alcohol, kecanduan obatb).
c).

obatan.
Perubahan sensasi trauma spinal
Cedera organ berdekatan-iga bawah, pelvis, vertebra lumbalis

d).
e).

Pemeriksaan diagnostik tidak jelas


Diperkirakan aka nada kehilangan kontak dengan pasien dalam waktu
yang agak lama, pembiusan untuk cedera extraabdominal, pemeriksaan X-

Ray yang lama misalnya Angiografi


f). Adanya lap-belt sign (kontusio dinding perut) dengan kecurigaan trauma
usus
DPL juga diindikasikan pada pasien dengan hemodinamik normal nilai
dijumpai hal seperti di atas dan disini tidak memiliiki fasilitas USG ataupun CT
Scan. Salah satu kontraindikasi untuk DPL adalah adanya indikasi yang jelas
untuk laparatomi. Kontraindikasi relative antara lain adanya operasi abdomen
sebelumnya, morbid obesity, shirrosis yang lanjut, dan adanya koagulopati
sebelumnya. Bisa dipakai tekhnik terbuka atau tertutup

(Seldinger ) di

infraumbilikal oleh dokter yang terlatih. Pada pasien dengan fraktur pelvis atau
ibu hamil, lebih baik dilakukan supraumbilikal untuk mencegah kita mengenai
hematoma pelvisnya ataupun membahayakan uterus yang membesar. Adanya
aspirasi darah segar, isi gastrointestinal, serat sayuran ataupun empedu yang
keluar, melalui tube DPL pada pasien dengan henodinamik yang abnormal
menunjukkan indikasi kuat untuk laparatomi. Bila tidak ada darah segar (>10
cc) ataupun cairan feses ,dilakukan lavase dengan 1000cc Ringer Laktat (pada
anak-anak 10cc/kg). Sesudah cairan tercampur dengan cara menekan maupun
melakukan rogg-oll, cairan ditampung kembali dan diperiksa di laboratorium
untuk melihat isi gastrointestinal ,serat maupun empedu. (American College of
Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 149-150.)
Test (+) pada trauma tumpul bila 10 ml atau lebih darah makroskopis
(gross) pada aspirasi awal, eritrosit > 100.000 mm3, leukosit > 500/mm3 atau
pengecatan gram (+) untuk bakteri, bakteri atau serat. Sedangkan bila DPL (+)
pada trauma tajam bila 10 ml atau lebih darah makroskopis (gross) pada aspirasi
awal,sel darah merah 5000/mm3 atau lebih. (Scheets, 2002 : 279-280)
2). FAST (Focused Assesment Sonography in Trauma)
Individu yang terlatih dengan baik dapat menggunakan USG untuk
mendeteksi adanya hemoperitoneum. Dengan adanya peralatan khusus di
tangan mereka yang berpengalaman, ultrasound memliki sensifitas, specifitas
dan ketajaman untuk meneteksi adanya cairan intraabdominal yang sebanding
dengan DPL dan CT abdomen Ultrasound memberikan cara yang tepat,
noninvansive, akurat dan murah untuk mendeteksi hemoperitorium, dan dapat
diulang kapanpun. Ultrasound dapat digunakan sebagai alat diagnostik bedside
dikamar resusitasi, yang secara bersamaan dengan pelaksanaan beberapa
prosedur diagnostik maupun terapeutik lainnya. Indikasi pemakaiannya sama

dengan indikasi DPL. (American College of Surgeon Committee of Trauma,


2004 : 150)
3). Computed Tomography (CT)
Digunakan untuk memperoleh keterangan mengenai organ yang mengalami
kerusakan dan tingkat kerusakannya, dan juga bisa untuk mendiagnosa trauma
retroperineal maupun pelvis yang sulit di diagnosa dengan pemeriksaan fisik,
FAST, maupun DPL. (American College of Surgeon Committee of Trauma,
2004 : 151)
b. Trauma Tajam
1). Cedera thorax bagian bawah
Untuk pasien yang asimptomatik dengan kecurigaan pada diafragma dan
struktur abdomen bagian atas diperlukan pemeriksaan fisik maupun thorax foto
berulang, thoracoskopi, laparoskopi maupun pemeriksaan CT scan.
2). Eksplorasi local luka dan pemeriksaan serial dibandingkan dengan DPL pada
luka tusuk abdomen depan. Untuk pasien yang relatif asimtomatik (kecuali rasa
nyeri akibat tusukan), opsi pemeriksaan diagnostik yang tidak invasive adalah
pemeriksaan diagnostik serial dalam 24 jam, DPL maupun laroskopi diagnostik.
3). Pemeriksaan fisik diagnostik serial dibandingkan dengan double atau triple
contrast pada cedera flank maupun punggung
Untuk pasien yang asimptomatik ada opsi diagnostik antara lain pemeriksaan
fisik serial, CT dengan double atau triple contrast, maupun DPL. Dengan pemeriksaan
diagnostic serial untuk pasien yang mula-mula asimptomatik kemudian menjadi
simtomatik, kita peroleh ketajaman terutama dalam mendeteksi cedera retroperinel
maupun intraperineal untuk luka dibelakang linea axillaries anterior. (American College
of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 151)
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Pemeriksaan X-Ray untuk screening trauma tumpul
Rontgen untuk screening adalah Ro-foto cervical lateral, Thorax AP dan pelvis
AP dilakukan pada pasien trauma tumpul dengan multitrauma. Rontgen foto
abdomen tiga posisi (telentang, setengah tegak dan lateral decubitus) berguna untuk
melihat adanya udara bebas dibawah diafragma ataupun udara di luar lumen
diretroperitoneum, yang kalau ada pada keduanya menjadi petunjuk untuk dilakukan
laparatomi.

Hilangnya

bayangan

psoas

menunjukkan

kemungkinan

cedera

retroperitoneal
b. Pemerikasaan X-Ray untuk screening trauma tajam
Pasien luka tusuk dengan hemodinamik yang abnormal tidak memerlukan
pemeriksaan X-Ray pada pasien luka tusuk diatas umbilicus atau dicurigai dengan
cedera thoracoabdominal dengan hemodinamik yang abnormal, rontgen foto thorax
tegak bermanfaat untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumothorax,

ataupun untuk dokumentasi adanya udara bebas intraperitoneal. Pada pasien yang
hemodinamiknya normal, pemasangan klip pada luka masuk maupun keluar dari
suatu luka tembak dapat memperlihatkan jalannya peluru maupun adanya udara
retroperitoneal pada rontgen foto abdomen tidur.
c. Pemeriksaan dengan kontras yang khusus
1). Urethrografi
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, harus dilakukan urethrografi
sebelum pemasangan kateter urine bila kita curigai adanya ruptur urethra.
Pemeriksaan urethrografi digunakan dengan memakai kateter no.# 8-F dengan
balon dipompa 1,5-2cc di fossa naviculare. Dimasukkan 15-20 cc kontras yang
diencerkan. Dilakukan pengambilan foto dengan projeksi oblik dengan sedikit
tarikan pada pelvis.

2). Sistografi
Rupture buli-buli intra- ataupun ekstraperitoneal terbaik ditentukan dengan
pemeriksaan sistografi ataupun CT-Scan sistografi. Dipasang kateter urethra dan
kemudian dipasang 300 cc kontras yang larut dalam air pada kolf setinggi 40
cm diatas pasien dan dibiarkan kontras mengalir ke dalam bulu-bulu atau
sampai (1) aliran terhenti (2) pasien secara spontan mengedan, atau (3) pasien
merasa sakit. Diambil foto rontgen AP, oblik dan foto post-voiding. Cara lain
adalah dengan pemeriksaan CT Scan (CT cystogram) yang terutama bermanfaat
untuk mendapatkan informasi tambahan tentang ginjal maupun tulang
pelvisnya. (American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 148)
3). CT Scan/IVP
Bilamana ada fasilitas CT Scan, maka semua pasien dengan hematuria
dan hemodinamik stabil yang dicurigai mengalami sistem urinaria bisa
diperiksa dengan CT Scan dengan kontras dan bisa ditentukan derajat cedera
ginjalnya. Bilamana tidak ada fasilitas CT Scan, alternatifnya adalah
pemeriksaan Ivp.
Disini dipakai dosis 200mg J/kg bb kontras ginjal. Dilakukan injeksi
bolus 100 cc larutan Jodine 60% (standard 1,5 cc/kg, kalau dipakai 30% 3,0
cc/kg) dengan 2 buah spuit 50 cc yang disuntikkan dalam 30-60 detik. 20 menit
sesudah injeksi bila akan memperoleh visualisasi calyx pada X-Ray. Bilamana
satu sisi non-visualisasi, kemungkinan adalah agenesis ginjal, thrombosis
maupun tertarik putusnya a.renalis, ataupun parenchyma yang mengalami
kerusakan massif. Nonvisualisasi keduanya memerlukan pemeriksaan lanjutan
dengan CT Scan + kontras, ataupun arteriografi renal atau eksplorasi ginjal;
yang mana yang diambil tergantung fasilitas yang dimiliki.
4). Gastrointestinal

Cedera pada struktur gastrointestinal yang letaknya retroperitoneal


(duodenum, colon ascendens, colon descendens) tidak akan menyebabkan
peritonitis dan bisa tidak terdeteksi dengan DPL. Bilamana ada kecurigaan,
pemeriksaan dengan CT Scan dengan kontras ataupun pemeriksaan RO-foto
untuk upper GI Track ataupun GI tract bagian bawah dengan kontras harus
dilakukan. (American College of Surgeon Committee of Trauma,2004:149)
3. Pemeriksaan Laboratorium (ENA,2000:49-55)
a. Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri
b. Penurunan hematokrit/hemoglobin
c. Peningkatan Enzim hati: Alkaline fosfat,SGPT,SGOT,
d. Koagulasi : PT,PTT
e. MRI
f. Angiografi untuk kemungkinan kerusakan vena hepatik
g. CT Scan
h. Radiograf dada
mengindikasikan peningkatan diafragma,kemungkinan
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.
q.
r.

pneumothorax atau fraktur tulang rusuk VIII-X.


Scan limfa
Ultrasonogram
Peningkatan serum atau amylase urine
Peningkatan glucose serum
Peningkatan lipase serum
DPL (+) untuk amylase
Penigkatan WBC
Peningkatan amylase serum
Elektrolit serum
AGD

G. PENATALAKSANAAN
Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang menunjukkan trauma
intra-abdominal (pemeriksaan peritoneal, injuri diafragma, abdominal free air, evisceration)
harus segera dilakukan pembedahan (Catherino, 2003 : 251)
Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-operative

berdasarkan status klinik dan derajat luka yang terlihat di CT


Pemberian obat analgetik sesuai indikasi
Pemberian O2 sesuai indikasi
Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan
Trauma penetrasi :
o Dilakukan tindakan pembedahan di bawah indikasi tersebut di atas
o Kebanyakan GSW membutuhkan pembedahan tergantung kedalaman
penetrasi dan keterlibatan intraperitoneal
o Luka tikaman dapat dieksplorasi secara lokal di ED (di bawah kondisi steril)
untuk menunjukkan gangguan peritoneal ; jika peritoneum utuh, pasien dapat
dijahit dan dikeluarkan
o Luka tikaman dengan injuri intraperitoneal membutuhkan pembedahan
o Bagian luar tubuh penopang harus dibersihkan atau dihilangkan dengan
pembedahan

1. Pre Hospital
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus
mengkaji dengan cepat apa yang terjadi dilokasi kejadian. Paramedik mungkin harus
melihat apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus
segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban
tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
a. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan teknik head
tilt chin lift atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu,periksa adakah benda
asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas, muntahan, makanan, darah
atau benda asing lainnya.
b. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara
lihat dengar rasakan tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada
napas atau tidak. Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban
(kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
c. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak
adekuat, maka bantuan napas dapatdilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi,
lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas
dalam RJP adalah 30 : 2 (30kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).
Penanganan awal trauma
a. Non- penetrasi (trauma tumpul) :
1). Stop makanan dan minuman
2). Imobilisasi
3). Kirim kerumah sakit.
b. Penetrasi (trauma tajam)
1). Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak
boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
2). Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain
kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak
memperparah luka.
3). Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan
dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam
4).
5).
6).
7).

tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.


Imobilisasi pasien.
Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
Kirim ke rumah sakit.

2. Hospital
a. Trauma penetrasi
1). Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah
yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan

dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka
keluar yang berdekatan.
2). Skrinning pemeriksaan rontgen
Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau
pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intra peritonium. Serta
rontgen abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau
adanya udara retro peritoneum.
3). IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.
4). Uretrografi.
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.
5). Sistografi
Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing,
contohnya pada Fraktur pelvis
b. Traumanon penetrasi
Penanganan pada trauma benda tumpul dirumah sakit :
1). Pengambilan contoh darah dan urine
Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium
rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan
darah lengkap, potasium, glukosa, amilase.
2). Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks antero posterior dan pelvis adalah
pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita dengan multi trauma,
mungkin berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di retro peritoneum atau
udara bebas di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomi segera.
3). Study kontras urologi dan gastrointestinal
4). Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendens atau
decendens dan dubur.
Sumber : (Hudak & Gallo, 2001).
H. KOMPLIKASI
1. Segera : hemoragi, syok, dan cedera.
2. Lambat : infeksi
3. Trombosis Vena
4. Emboli Pulmonar
5. Stress Ulserasi dan perdarahan
6. Pneumonia
7. Tekanan ulserasi
8. Atelektasis
9. Sepsis
(Paul, direvisi tanggal 28 Juli 2008)
10. Pankreas: Pankreatitis, Pseudocyta formasi, fistula pancreas-duodenal, dan perdarahan.
11. Limfa: perubahan status mental, takikardia, hipotensi, akral dingin, diaphoresis, dan
syok.
12. Usus: obstruksi usus, peritonitis, sepsis, nekrotik usus, dan syok.
13. Ginjal: Gagal ginjal akut (GGA)
(Catherino, 2003 : 251-253)

I.

ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Data subyektif
1). Riwayat penyakit sekarang :
a). Nyeri di RUQ ,hipokondria atau region epigastrik ( cedera pada hati)
b). Nyeri pada kuadran kiri atas (LUQ ), tanda Kehr (nyeri pada kuadran kiri
c).

atas yang menjalar ke bahu kiri) pada cedera limfa


Nyeri pada area epigastrik atau bagian belakang, mungkin asimptomatik
kecuali terdapat peritonitis, tanda mungkin tidak ditemukan sampai 12 jam

setelah cedera pada cedera pancreas


d). Nyeri pada abdomen ,mual dan muntah pada cedera usus
e). Mekanisme cedera trauma tumpul atau tajam
2). Riwayat medis :
a). Kecenderungan terjadi pendarahan
b). Alergi
c). Penyakit liver / hepatomegali pada cedera hati
b. Data objektif
1). Data Primer
A : Airway : Tidak ada obstruksi jalan nafas
B : Breathing (pernapasan) : Ada dispneu, penggunaan otot bantu napas dan
napas cuping hidung.
C : Circulation (sirkulasi) : Hipotensi, perdarahan , adanya tanda Bruit (bunyi
abnormal pd auskultasi pembuluh darah, biasanya pd arteri karotis), tanda
Cullen,

tanda

Grey-Turner,

tanda

Coopernail,

tanda

balance.,takikardi,diaphoresis
D : Disability (ketidakmampuan ) : Nyeri, penurunan kesadaran, tanda Kehr
2). Data sekunder
E : Exposure : Terdapat jejas ( trauma tumpul atu trauma tajam) pada daerah
abdomen tergantung dari tempat trauma
F : Five intervension / vital sign : Tanda vital : hipotensi, takikardi, pasang
monitor jantung, pulse oksimetri, catat hasil lab abnormal
Hasil lab :
- Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu
-

sendiri
Penurunan hematokrit/hemoglobin
Peningkatan Enzim hati: Alkaline fosfat,SGPT,SGOT,
Koagulasi : PT,PTT
MRI
Angiografi untuk kemungkinan kerusakan vena hepatik
CT Scan
Radiograf dada mengindikasikan peningkatan diafragma,kemungkinan

pneumothorax atau fraktur tulang rusuk VIII-X.


Scan limfa
Ultrasonogram
Peningkatan serum atau amylase urine
Peningkatan glucose serum
Peningkatan lipase serum
DPL (+) untuk amylase
Penigkatan WBC

Peningkatan amylase serum


Elektrolit serum
AGD

G : Give comfort (PQRST) :


- Nyeri di RUQ ,hipokondria atau region epigastrik( cedera pada hati),
- Nyeri pada kuadran kiri atas (LUQ ) ,Tanda Kehr (nyeri pada kuadran
-

kiri atas yang menjalar ke bahu kiri) pada cedera limfa


Nyeri pada area epigastrik atau bagian belakang,
asimptomatik

kecuali

terdapat

peritonitis,tanda

mungkin

mungkin

tidak

ditemukan sampai 12 jam setelah cedera pada cedera pancreas


Nyeri pada abdomen
Nyeri yang dirasakan sifatnya akut dan terjadi secara mendadak bisa
diakibatkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam.

H : Head to toe :
- Inspeksi :
Adanya ekimosis
Adanya hematom
- Auskultasi :
Menurun/tidak adanya suara bising usus
- Palpasi :
Pembengkakan pada abdomen
Adanya spasme pada abdomen
Adanya masa pada abdomen
Nyeri tekan
- Perkusi :
Suara dullness
I : Inspeksi posterior surface : Dikaji jika ada yang mengalami cedera pada
bagian punggung (spinal)
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. PK Perdarahan
b. Pola napas tidak efektif b/d hiperventilasi ditandai dengan sesak, dispnea,
penggunaan otot bantu napas, napas cupung hidung
c. Nyeri akut b/d agen cedera fisik (Trauma tumpul / tajam) ditandai dengan keluhan
nyeri, diaphoresis, dispnea, takikardia
3.

4. PERENCANAAN KEPERAWATAN
5.
9.

Diagnosa
PK

6.

Perdarahan

Tujuan
7.
10. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x
4

jam

diharapkan

11. O :

perdarahan

dapat 1) Pantau TTV


12.
dihentikan/teratasi, dengan kriteria hasil :
2) Pantau tanda-tanda perdarahan
Tanda-tanda perdarahan (-)
13.
TTV normal ( Nadi = 60-100 x/menit ; TD = 11014.
15.
140/70-90 mmHg ; Suhu = 36, 5 37, 50 C ; dan RR
3) Pantau tanda-tanda perubahan
= 16-24 x/menit)
jaringan perifer (CRT dan sian
CRT < 2 detik
16.
Akral hangat
4) Pantau hasil laboratorium (tro
17.
18.
19. C :

5) Kolaborasi pemberian cairan

kristaloid NS/RL) sesuai indik


20.
6) Berikan obat antikoagulan, e

(Low Molecul With Heparin).


21.
7) Berikan transfusi darah.
22.
23.
8) Lakukan tindakan pembed
diperlukan sesuai indikasi
24.

44.

Pola

tidak

napas

efektif

45. Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1

b/d

hiperventilasi
ditandai
sesak,

dengan
dispnea,

penggunaan

otot

bantu napas, napas


cuping hidung

46. O :

x 30 menit diharapkan pola nafas pasien kembali 1) Pantau adanya sesak atau dispn
47.
efektif, dengan kriteria hasil :
48.
Pasien melaporkan sesak berkurang
2) Monitor usaha pernapasan, pen
Dispnea (-)
dada, keteraturan pernapas
Penggunaan otot bantu pernapasan (-)
Napas cuping hidung (-)
cuping dan penggunaan
pernapasan
49.
50. N :

3) Berikan posisi semifowler jik


kontraindikasi
51.

E:

4) Ajarkan klien napas dalam


52.
53. Kolaborasi

5) Berikan O2 sesuai indikasi


54.
6) Bantu intubasi jika pernapas
memburuk

dan

siapkan

ventilator sesuai indikasi

69.

Nyeri

akut

70. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1

71. O :

b/d agen cedera fisik

x 30 menit diharapkan nyeri yang dialami pasien 1. Kaji nyeri secara komprehen

( Trauma tumpul /

terkontrol, dengan Kriteria hasil :

tajam)

ditandai

dengan

keluhan

nyeri,

lokasi, karakteristik, durasi,

Pasien melaporkan nyeri berkurang


Pasien tampak rileks
TTV dalam batas normal (TD 140-90/90-60 mmHg,

qualitas,

otot, gelisah, perubahan tanda-

37, 50 C)
Pasien dapat menggunakan teknik non-analgetik

diaporesis,

dispnea, takikardia

intensitas

nyeri

presipitasi
72.
nadi 60-100 x/menit, RR : 16-24 x/menit, suhu 36, 5 2. Evaluasi peningkatan iritabilita

untuk menangani nyeri

73.
74. N :
3. Berikan tindakan kenyamana

perubahan posisi, masase


75.
4. Berikan lingkungan yang nyam
76.
77.
5. Ajarkan
analgetik
napas

menggunakan
(relaksasi
dalam,

te

progres

imajinasi

sentuhan terapeutik, akupresur


78.
79.

6. Berikan obat sesuai indikasi

otot, misalnya : dantren; analge

96.
97.

98. DAFTAR PUSTAKA


99.
100.

American College of Surgeon Committee of Trauma. 2004. Advanced Trauma Life


Support Seventh Edition. Indonesia: Ikabi

101.

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan, Edisi 31. Jakarta: EGC

102.

Carpenito, Lynda Jual. 1998. Buku Saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada
Praktek Klinis, Edisi 6. Jakarta: EGC

103.

Catherino, Jeffrey M. 2003. Emergency Medicine Handbook. USA: Lipipincott


Williams

104.

Dorland. 2002. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta: EGC

105.

ENA (Emergency Nurse Association). 2000. Emergency Nursing Core Curiculum,


5th. USA: W.B. Saunders Company

106.

FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara

107.

Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC

108.

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. FKUI: Media

109.

Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC

110.

Nanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda Definisi dan Klasifikasi 2005

Aesculapius

-2006, Editor: Budi Sentosa. Jakarta: Prima Medika


111.

Scheets, Lynda J. 2002. Panduan Belajar Keperawatan Emergency. Jakarta: EGC

112.

Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC

113.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth


Ed.8 Vol.3. Jakarta: EGC.

114.

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: EGC

115.

Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
116.

Você também pode gostar

  • BAB III DRK
    BAB III DRK
    Documento2 páginas
    BAB III DRK
    Ngurah Mahendra
    Ainda não há avaliações
  • OSTEOARTRITIS LANSIA
    OSTEOARTRITIS LANSIA
    Documento80 páginas
    OSTEOARTRITIS LANSIA
    Ngurah Mahendra
    Ainda não há avaliações
  • Kasus Fiktif Rematik
    Kasus Fiktif Rematik
    Documento9 páginas
    Kasus Fiktif Rematik
    Ngurah Mahendra
    Ainda não há avaliações
  • Pathway
    Pathway
    Documento1 página
    Pathway
    Ngurah Mahendra
    Ainda não há avaliações
  • Kasus Fiktif Rematik
    Kasus Fiktif Rematik
    Documento9 páginas
    Kasus Fiktif Rematik
    Ngurah Mahendra
    Ainda não há avaliações
  • BAB II DRK
    BAB II DRK
    Documento18 páginas
    BAB II DRK
    Ngurah Mahendra
    Ainda não há avaliações
  • Pus Taka
    Pus Taka
    Documento1 página
    Pus Taka
    Ngurah Mahendra
    Ainda não há avaliações
  • WOC Rematik
    WOC Rematik
    Documento2 páginas
    WOC Rematik
    Ngurah Mahendra
    100% (1)
  • Halaman Depan DRK
    Halaman Depan DRK
    Documento3 páginas
    Halaman Depan DRK
    Ngurah Mahendra
    Ainda não há avaliações
  • Nsu
    Nsu
    Documento12 páginas
    Nsu
    Khaula Luthfiyah
    Ainda não há avaliações
  • BAB I DRK
    BAB I DRK
    Documento2 páginas
    BAB I DRK
    Ngurah Mahendra
    Ainda não há avaliações
  • DRK
    DRK
    Documento18 páginas
    DRK
    Ngurah Mahendra
    100% (1)
  • Isi
    Isi
    Documento17 páginas
    Isi
    Ngurah Mahendra
    Ainda não há avaliações
  • Isi
    Isi
    Documento17 páginas
    Isi
    Ngurah Mahendra
    Ainda não há avaliações
  • Zika
    Zika
    Documento10 páginas
    Zika
    Ngurah Mahendra
    Ainda não há avaliações
  • Pustaka
    Pustaka
    Documento1 página
    Pustaka
    Ngurah Mahendra
    Ainda não há avaliações
  • Instruction
    Instruction
    Documento1 página
    Instruction
    Ngurah Mahendra
    Ainda não há avaliações
  • Rencana Perawatan
    Rencana Perawatan
    Documento18 páginas
    Rencana Perawatan
    Ngurah Mahendra
    Ainda não há avaliações
  • Hernia Askep
    Hernia Askep
    Documento10 páginas
    Hernia Askep
    Ngurah Mahendra
    Ainda não há avaliações
  • LK Laparatomi 134
    LK Laparatomi 134
    Documento16 páginas
    LK Laparatomi 134
    Aji Suyono
    Ainda não há avaliações
  • Intra Operatif
    Intra Operatif
    Documento7 páginas
    Intra Operatif
    Bayu Aldi Imansyah
    Ainda não há avaliações
  • F 04 Implementasi
    F 04 Implementasi
    Documento3 páginas
    F 04 Implementasi
    Ngurah Mahendra
    Ainda não há avaliações
  • WOC Umur Ibu dan Komplikasi Kehamilan
    WOC Umur Ibu dan Komplikasi Kehamilan
    Documento2 páginas
    WOC Umur Ibu dan Komplikasi Kehamilan
    Ngurah Mahendra
    Ainda não há avaliações
  • BPH
    BPH
    Documento36 páginas
    BPH
    Jamil Senna
    Ainda não há avaliações
  • Woc Polip
    Woc Polip
    Documento2 páginas
    Woc Polip
    Ngurah Mahendra
    Ainda não há avaliações
  • KESEHATAN
    KESEHATAN
    Documento5 páginas
    KESEHATAN
    Ita Nurdianaa
    Ainda não há avaliações
  • POLIPNASI
    POLIPNASI
    Documento16 páginas
    POLIPNASI
    Ngurah Mahendra
    Ainda não há avaliações
  • Typhoid
    Typhoid
    Documento14 páginas
    Typhoid
    Ngurah Mahendra
    Ainda não há avaliações
  • Nifas Post Partum
    Nifas Post Partum
    Documento17 páginas
    Nifas Post Partum
    Ngurah Mahendra
    Ainda não há avaliações