Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
A. DEFINISI
Trauma adalah cedera atau rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional
( Dorland, 2002 : 2111)
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan
tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja, (Smeltzer, 2001). Trauma perut
merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding
perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula
dilakukan tindakan laparatomi, (FKUI, 1995).
B. ETIOLOGI
Berdasarkan mekanisme trauma, dibagi menjadi 2 yaitu (American College of Surgeon
Committee of Trauma, 2004 : 145) :
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium).
Luka tusuk ataupun luka tembak (kecepatan rendah) akan mengakibatkan kerusakan
jaringan karena laserasi ataupun terpotong. Luka tembak dengan kecepatan tinggi akan
menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih besar terhadap organ viscera, dengan
adanya efek tambahan berupa temporary cavitation, dan bisa pecah menjadi fragmen
yang mengakibatkan kerusakan lainnya. Luka tusuk tersering mengenai hepar (40%),
usus halus (30%), diafragma (20%), dan colon (15%). Luka tembak menyebabkan
kerusakan yang lebih besar, yang ditentukan oleh jauhnya perjalanan peluru, dan berapa
besar energy kinetiknya maupun kemungkinan pantulan peluru oleh organ tulang,
maupun efek pecahan tulangnya. Luka tembak paling sering mengenai usus halus
(50%), colon (40%), hepar (30%) dan pembuluh darah abdominal (25%).
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).
Suatu pukulan langsung, misalkan terbentur stir ataupun bagian pintu mobil yang
melesak ke dalam karena tabrakan, bisa menyebabkan trauma kompresi ataupun crush
injury terhadap organ viscera. Hal ini dapat merusak organ padat maupun organ
berongga, dan bisa mengakibatkan ruptur, terutama organ-organ yang distensi (misalnya
uterus ibu hamil), dan mengakibatkan perdarahan maupun peritornitis. Trauma tarikan
(shearing injury) terhadap organ viscera sebenarnya adalah crush injury yang terjadi
bila suatu alat pengaman (misalnya seat belt jenis lap belt ataupun komponen pengaman
bahu) tidak digunakan dengan benar. Pasien yang cedera pada suatu tabrakan motor bisa
mengalami trauma decelerasi dimana terjadi pergerakan yang tidak sama antara suatu
bagian yang terfiksir dan bagian yang bergerak, seperti rupture lien ataupun ruptur hepar
(organ yang bergerak) dibagian ligamentnya (organ yang terfiksir). Pemakaian air-bag
tidak mencegah orang mengalami trauma abdomen. Pada pasien-pasien yang mengalami
laparotomi karena trauma tumpul, organ yang paling sering kena adalah lien (40-55%),
hepar (35-45%), dan usus (5-10%). Sebagai tambahan, 15% nya mengalami hematoma
retroperitoneal
C. PATOFISIOLOGI
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan
lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya
trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor faktor fisik dari kekuatan tersebut
dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek
statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya
perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini
juga karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga
tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah
kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah
kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh
menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi
tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan.
Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh
relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal
yang disebabkan beberapa mekanisme :
1. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan dari
luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat
mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga.
2. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau
struktur tulang dinding thoraks.
3. Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek
pada organ dan pedikel vaskuler.
D. MANIFESTASI KLINIS
Secara umum (Scheets, 2002 : 277-278) :
Laserasi, memar,ekimosis
Hipotensi
Tidak adanya bising usus
Hemoperitoneum
Mual dan muntah
Adanya tanda Bruit (bunyi abnormal pd auskultasi pembuluh darah, biasanya pd
arteri karotis),
Nyeri
Pendarahan
Penurunan kesadaran
Sesak
Tanda Kehrs adalah nyeri di sebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan
Tanda coopernail adalah ekimosis pada perineum,skrotum atau labia pada fraktur
pelvis
Tanda balance adalah daerah suara tumpul yang menetap pada kuadran kiri atas
ketika dilakukan perkusi pada hematoma limfe
KLASIFIKASI
1. Trauma tumpul
a. Biasanya disebabkan karena kecelakaan kendaraan bermotor.
b. Faktor lainnya seperti jatuh dan trauma secara mendadak
c. Hasil dari crush injury dan trauma deselerasi mengenai organ padat (karena
perdarahan) atau usus (karena perforasi dan peritonitis)
d. Limfe dan hati adalah organ yang paling sering dilibatkan
2. Trauma tajam
a. Biasanya disebabkan karena tusukan, tikaman atau tembakan senapan.
b. Mungkin dihubungkan dengan dada, diafragma dan cedera pada system
retroperitoneal.
c. Hati dan usus kecil adalah organ yang paling tersering mengalami kerusakan.
d. Luka tusukan mungkin akan menenbus dinding peritoneum dan seringkali merusak
secara
konservatif,
bagaimanapun
luka
akibat
tembakan
senapan
selalu
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Diagnostik
a. Trauma Tumpul
1). Diagnostik Peritoneal Lavage
DPL adalah prosedur invasive yang bisa cepat dikerjakan yang bermakna
merubah rencana untuk pasien berikutnya ,dan dianggap 98 % sensitive untuk
perdarahan intraretroperitoneal. Harus dilaksanakan oleh team bedah untuk
pasien dengan trauma tumpul multiple dengan hemodinamik yang abnormal,
terutama bila dijumpai :
a). Perubahan sensorium-trauma capitis, intoksikasi alcohol, kecanduan obatb).
c).
obatan.
Perubahan sensasi trauma spinal
Cedera organ berdekatan-iga bawah, pelvis, vertebra lumbalis
d).
e).
(Seldinger ) di
infraumbilikal oleh dokter yang terlatih. Pada pasien dengan fraktur pelvis atau
ibu hamil, lebih baik dilakukan supraumbilikal untuk mencegah kita mengenai
hematoma pelvisnya ataupun membahayakan uterus yang membesar. Adanya
aspirasi darah segar, isi gastrointestinal, serat sayuran ataupun empedu yang
keluar, melalui tube DPL pada pasien dengan henodinamik yang abnormal
menunjukkan indikasi kuat untuk laparatomi. Bila tidak ada darah segar (>10
cc) ataupun cairan feses ,dilakukan lavase dengan 1000cc Ringer Laktat (pada
anak-anak 10cc/kg). Sesudah cairan tercampur dengan cara menekan maupun
melakukan rogg-oll, cairan ditampung kembali dan diperiksa di laboratorium
untuk melihat isi gastrointestinal ,serat maupun empedu. (American College of
Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 149-150.)
Test (+) pada trauma tumpul bila 10 ml atau lebih darah makroskopis
(gross) pada aspirasi awal, eritrosit > 100.000 mm3, leukosit > 500/mm3 atau
pengecatan gram (+) untuk bakteri, bakteri atau serat. Sedangkan bila DPL (+)
pada trauma tajam bila 10 ml atau lebih darah makroskopis (gross) pada aspirasi
awal,sel darah merah 5000/mm3 atau lebih. (Scheets, 2002 : 279-280)
2). FAST (Focused Assesment Sonography in Trauma)
Individu yang terlatih dengan baik dapat menggunakan USG untuk
mendeteksi adanya hemoperitoneum. Dengan adanya peralatan khusus di
tangan mereka yang berpengalaman, ultrasound memliki sensifitas, specifitas
dan ketajaman untuk meneteksi adanya cairan intraabdominal yang sebanding
dengan DPL dan CT abdomen Ultrasound memberikan cara yang tepat,
noninvansive, akurat dan murah untuk mendeteksi hemoperitorium, dan dapat
diulang kapanpun. Ultrasound dapat digunakan sebagai alat diagnostik bedside
dikamar resusitasi, yang secara bersamaan dengan pelaksanaan beberapa
prosedur diagnostik maupun terapeutik lainnya. Indikasi pemakaiannya sama
Hilangnya
bayangan
psoas
menunjukkan
kemungkinan
cedera
retroperitoneal
b. Pemerikasaan X-Ray untuk screening trauma tajam
Pasien luka tusuk dengan hemodinamik yang abnormal tidak memerlukan
pemeriksaan X-Ray pada pasien luka tusuk diatas umbilicus atau dicurigai dengan
cedera thoracoabdominal dengan hemodinamik yang abnormal, rontgen foto thorax
tegak bermanfaat untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumothorax,
ataupun untuk dokumentasi adanya udara bebas intraperitoneal. Pada pasien yang
hemodinamiknya normal, pemasangan klip pada luka masuk maupun keluar dari
suatu luka tembak dapat memperlihatkan jalannya peluru maupun adanya udara
retroperitoneal pada rontgen foto abdomen tidur.
c. Pemeriksaan dengan kontras yang khusus
1). Urethrografi
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, harus dilakukan urethrografi
sebelum pemasangan kateter urine bila kita curigai adanya ruptur urethra.
Pemeriksaan urethrografi digunakan dengan memakai kateter no.# 8-F dengan
balon dipompa 1,5-2cc di fossa naviculare. Dimasukkan 15-20 cc kontras yang
diencerkan. Dilakukan pengambilan foto dengan projeksi oblik dengan sedikit
tarikan pada pelvis.
2). Sistografi
Rupture buli-buli intra- ataupun ekstraperitoneal terbaik ditentukan dengan
pemeriksaan sistografi ataupun CT-Scan sistografi. Dipasang kateter urethra dan
kemudian dipasang 300 cc kontras yang larut dalam air pada kolf setinggi 40
cm diatas pasien dan dibiarkan kontras mengalir ke dalam bulu-bulu atau
sampai (1) aliran terhenti (2) pasien secara spontan mengedan, atau (3) pasien
merasa sakit. Diambil foto rontgen AP, oblik dan foto post-voiding. Cara lain
adalah dengan pemeriksaan CT Scan (CT cystogram) yang terutama bermanfaat
untuk mendapatkan informasi tambahan tentang ginjal maupun tulang
pelvisnya. (American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 148)
3). CT Scan/IVP
Bilamana ada fasilitas CT Scan, maka semua pasien dengan hematuria
dan hemodinamik stabil yang dicurigai mengalami sistem urinaria bisa
diperiksa dengan CT Scan dengan kontras dan bisa ditentukan derajat cedera
ginjalnya. Bilamana tidak ada fasilitas CT Scan, alternatifnya adalah
pemeriksaan Ivp.
Disini dipakai dosis 200mg J/kg bb kontras ginjal. Dilakukan injeksi
bolus 100 cc larutan Jodine 60% (standard 1,5 cc/kg, kalau dipakai 30% 3,0
cc/kg) dengan 2 buah spuit 50 cc yang disuntikkan dalam 30-60 detik. 20 menit
sesudah injeksi bila akan memperoleh visualisasi calyx pada X-Ray. Bilamana
satu sisi non-visualisasi, kemungkinan adalah agenesis ginjal, thrombosis
maupun tertarik putusnya a.renalis, ataupun parenchyma yang mengalami
kerusakan massif. Nonvisualisasi keduanya memerlukan pemeriksaan lanjutan
dengan CT Scan + kontras, ataupun arteriografi renal atau eksplorasi ginjal;
yang mana yang diambil tergantung fasilitas yang dimiliki.
4). Gastrointestinal
G. PENATALAKSANAAN
Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang menunjukkan trauma
intra-abdominal (pemeriksaan peritoneal, injuri diafragma, abdominal free air, evisceration)
harus segera dilakukan pembedahan (Catherino, 2003 : 251)
Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-operative
1. Pre Hospital
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus
mengkaji dengan cepat apa yang terjadi dilokasi kejadian. Paramedik mungkin harus
melihat apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus
segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban
tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
a. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan teknik head
tilt chin lift atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu,periksa adakah benda
asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas, muntahan, makanan, darah
atau benda asing lainnya.
b. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara
lihat dengar rasakan tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada
napas atau tidak. Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban
(kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
c. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak
adekuat, maka bantuan napas dapatdilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi,
lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas
dalam RJP adalah 30 : 2 (30kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).
Penanganan awal trauma
a. Non- penetrasi (trauma tumpul) :
1). Stop makanan dan minuman
2). Imobilisasi
3). Kirim kerumah sakit.
b. Penetrasi (trauma tajam)
1). Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak
boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
2). Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain
kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak
memperparah luka.
3). Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan
dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam
4).
5).
6).
7).
2. Hospital
a. Trauma penetrasi
1). Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah
yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan
dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka
keluar yang berdekatan.
2). Skrinning pemeriksaan rontgen
Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau
pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intra peritonium. Serta
rontgen abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau
adanya udara retro peritoneum.
3). IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.
4). Uretrografi.
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.
5). Sistografi
Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing,
contohnya pada Fraktur pelvis
b. Traumanon penetrasi
Penanganan pada trauma benda tumpul dirumah sakit :
1). Pengambilan contoh darah dan urine
Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium
rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan
darah lengkap, potasium, glukosa, amilase.
2). Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks antero posterior dan pelvis adalah
pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita dengan multi trauma,
mungkin berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di retro peritoneum atau
udara bebas di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomi segera.
3). Study kontras urologi dan gastrointestinal
4). Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendens atau
decendens dan dubur.
Sumber : (Hudak & Gallo, 2001).
H. KOMPLIKASI
1. Segera : hemoragi, syok, dan cedera.
2. Lambat : infeksi
3. Trombosis Vena
4. Emboli Pulmonar
5. Stress Ulserasi dan perdarahan
6. Pneumonia
7. Tekanan ulserasi
8. Atelektasis
9. Sepsis
(Paul, direvisi tanggal 28 Juli 2008)
10. Pankreas: Pankreatitis, Pseudocyta formasi, fistula pancreas-duodenal, dan perdarahan.
11. Limfa: perubahan status mental, takikardia, hipotensi, akral dingin, diaphoresis, dan
syok.
12. Usus: obstruksi usus, peritonitis, sepsis, nekrotik usus, dan syok.
13. Ginjal: Gagal ginjal akut (GGA)
(Catherino, 2003 : 251-253)
I.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Data subyektif
1). Riwayat penyakit sekarang :
a). Nyeri di RUQ ,hipokondria atau region epigastrik ( cedera pada hati)
b). Nyeri pada kuadran kiri atas (LUQ ), tanda Kehr (nyeri pada kuadran kiri
c).
tanda
Grey-Turner,
tanda
Coopernail,
tanda
balance.,takikardi,diaphoresis
D : Disability (ketidakmampuan ) : Nyeri, penurunan kesadaran, tanda Kehr
2). Data sekunder
E : Exposure : Terdapat jejas ( trauma tumpul atu trauma tajam) pada daerah
abdomen tergantung dari tempat trauma
F : Five intervension / vital sign : Tanda vital : hipotensi, takikardi, pasang
monitor jantung, pulse oksimetri, catat hasil lab abnormal
Hasil lab :
- Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu
-
sendiri
Penurunan hematokrit/hemoglobin
Peningkatan Enzim hati: Alkaline fosfat,SGPT,SGOT,
Koagulasi : PT,PTT
MRI
Angiografi untuk kemungkinan kerusakan vena hepatik
CT Scan
Radiograf dada mengindikasikan peningkatan diafragma,kemungkinan
kecuali
terdapat
peritonitis,tanda
mungkin
mungkin
tidak
H : Head to toe :
- Inspeksi :
Adanya ekimosis
Adanya hematom
- Auskultasi :
Menurun/tidak adanya suara bising usus
- Palpasi :
Pembengkakan pada abdomen
Adanya spasme pada abdomen
Adanya masa pada abdomen
Nyeri tekan
- Perkusi :
Suara dullness
I : Inspeksi posterior surface : Dikaji jika ada yang mengalami cedera pada
bagian punggung (spinal)
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. PK Perdarahan
b. Pola napas tidak efektif b/d hiperventilasi ditandai dengan sesak, dispnea,
penggunaan otot bantu napas, napas cupung hidung
c. Nyeri akut b/d agen cedera fisik (Trauma tumpul / tajam) ditandai dengan keluhan
nyeri, diaphoresis, dispnea, takikardia
3.
4. PERENCANAAN KEPERAWATAN
5.
9.
Diagnosa
PK
6.
Perdarahan
Tujuan
7.
10. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x
4
jam
diharapkan
11. O :
perdarahan
44.
Pola
tidak
napas
efektif
b/d
hiperventilasi
ditandai
sesak,
dengan
dispnea,
penggunaan
otot
46. O :
x 30 menit diharapkan pola nafas pasien kembali 1) Pantau adanya sesak atau dispn
47.
efektif, dengan kriteria hasil :
48.
Pasien melaporkan sesak berkurang
2) Monitor usaha pernapasan, pen
Dispnea (-)
dada, keteraturan pernapas
Penggunaan otot bantu pernapasan (-)
Napas cuping hidung (-)
cuping dan penggunaan
pernapasan
49.
50. N :
E:
dan
siapkan
69.
Nyeri
akut
71. O :
x 30 menit diharapkan nyeri yang dialami pasien 1. Kaji nyeri secara komprehen
( Trauma tumpul /
tajam)
ditandai
dengan
keluhan
nyeri,
qualitas,
37, 50 C)
Pasien dapat menggunakan teknik non-analgetik
diaporesis,
dispnea, takikardia
intensitas
nyeri
presipitasi
72.
nadi 60-100 x/menit, RR : 16-24 x/menit, suhu 36, 5 2. Evaluasi peningkatan iritabilita
73.
74. N :
3. Berikan tindakan kenyamana
menggunakan
(relaksasi
dalam,
te
progres
imajinasi
96.
97.
101.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan, Edisi 31. Jakarta: EGC
102.
Carpenito, Lynda Jual. 1998. Buku Saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada
Praktek Klinis, Edisi 6. Jakarta: EGC
103.
104.
105.
106.
107.
Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC
108.
109.
110.
Nanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda Definisi dan Klasifikasi 2005
Aesculapius
112.
113.
114.
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: EGC
115.
Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
116.