Você está na página 1de 8

MENANGGAPI BEBERAPA PERTANYAAN FRAKSI DPRD

TERKAIT PENETAPAN PERDA KTR DI KABUPATEN KAUR


Analisis Kebijakan Kesehatan Mengenai Kawasan Dilarang Merokok
Hak untuk menghirup udara bersih tanpa paparan asap rokok telah menjadi
perhatian dunia.WHO memprediksi penyakit yang berkaitan dengan rokok akan
menjadi masalah kesehatan dunia. Dari tiap 10 orang dewasa meninggal karena asap
rokok. Indonesia menduduki peringkat ke 3 dengan jumlah perokok terbesar dunia,
memang tidak dikatakan bahwa merokok penyebab langsung kematian namun rokok
merupakan factor pencetus dan memperberat gangguan organ tubuh seperti jantung,
hati, paru2 atau organ dalam lainnya / sakit yang dialami.
Perkembangan negara menuju negara yang mengglobal tampaknya cenderung
menuju perkembangan yang sedikit merugikan. Hal tersebut tampak dari terjadinya
penyalahgunaan konteks globalisasi yang diasumsikan sebagai paham yang bebas
untuk mengekspresikan diri maupun bebas berperilaku. Kondisi tersebut
mempengaruhi perilaku masyarakat yang cenderung hanya memikirkan diri sendiri dan
meraih keuntungan bagi dirinya tanpa menghiraukan kepentingan orang lain.
Ditambah lagi kondisi lingkungan (kondisi untuk memperoleh kehidupan) yang
memaksa mereka untuk melakukan hal tersebut, terlebih jika kondisi ini dipengaruhi
oleh faktor sikap dan kebiasaan yang sangat sulit untuk diubah.
Hal tersebut juga tampaknya mulai mempengaruhi sektor kesehatan. Sekarang
perilaku masyarakat semakin tidak mempedulikan kesehatan masyarakat (utamanya
bagi orang lain). Sangat banyak contoh yang dapat kita temukan pada kehidupan
sehari-hari, seperti penggunaan plastik yang ditambah pada minyak goreng untuk
membuat gorengan menjadi renyah dan gurih, penggunaan boraks pada bahan
makanan atau hewan yang sudah mati (ayam tiren) sehingga setelah dimasak akan
terlihat seperti baru dan tahan lama (dan berbagai jenis penggunaan boraks pada
makanan yang dapat merugikan kesehatan masyarakat), penggunaan zat pewarna
pakaian pada makanan untuk menarik perhatian, dan masih banyak contoh lain yang
sangat merugikan masyarakat sebagai konsumen. Kegiatan-kegiatan tersebut
dilakukan hanya untuk meraih keuntungan pribadi dan sama sekali tidak
memperhatikan dampak (akumulatif) yang akan diterima bagi kesehatan konsumen.
Hal tersebut juga terjadi pada masyarakat yang memiliki kebiasaan merokok.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa asap rokok memiliki sifat yang berbahaya bagi
orang yang menghisapnya, karena asap rokok mengandung nikotin dan tar yang dapat
menyebabkan kecanduan dan dapat menyebabkan terjadinya kanker paru-paru. Dari
penelitian telah diketahui bahwa orang yang berperan sebagai perokok pasif (orang

bukan perokok yang menghirup asap rokok) memiliki resiko yang lebih besar
mengalami gangguan kesehatan akibat rokok daripada orang yang berperan sebagai
perokok aktif (orang yang merokok), dan jika hal tersebut dikaitkan dengan kondisi
perokok yang tidak memperhatikan kepentingan masyarakat sebagai perokok pasif,
maka hal tersebut tentu akan sangat membahayakan masyarakat yang berada pada
lingkungan sekitar perokok aktif, terutama apabila terdapat anak-anak yang
kemungkinan akan mengalami gangguan pertumbuhan maupun gangguan kesehatan
akibat menghirup asap rokok.
Kondisi tersebut sebenarnya sangat sulit untuk dihindari maupun ditanggulangi,
sebab hal tersebut sangat berhubungan dengan kebiasaan dan perilaku masyarakat
yang sangat sulit untuk diubah. Meskipun demikian pemerintah tidak lepas tangan
begitu saja, terlihat dari dibuatnya kebijakan-kebijakan yang lebih memperhatikan
kesehatan masyarakat seperti pengadaan area bebas rokok, hingga pembuatan
peraturan tentang larangan merokok di tempat umum beserta sangsinya). Namun
kondisi tersebut tidak menutup kemungkinan bagi masyarakat untuk tetap merokok
ditempat-tempat tertentu maupun pada waktu tertentu, yang kemudian hal tersebut
menjadi kebiasaan untuk melanggar peraturan-peraturan maupun melanggar
kebijakan-kebijakan tersebut akibat faktor faktor tertentu.
Masalah Perilaku dan Kebiasaan Merokok Masyarakat terhadap Peraturan Kawasan
Merokok
Pada dasarnya perilaku dan kebiasaan masyarakat sangat sulit untuk diukur,
namun kenyataannya perilaku dan kebiasaan tersebut dapat dilihat dan diamati dalam
jangka waktu tertentu, baik dalam waktu yang singkat maupun dalam waktu yang
cukup panjang. Perilaku tersebut merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling
berinteraksi. Sering tidak kita sadari bahwa interaksi-interaksi yang terjadi tersebut
sangat kompleks sehingga terkadang kita tidak sempat untuk memikirkan kenapa
perilaku tersebut dilakukan oleh diri sendiri maupun oleh orang lain.Ada banyak alas
an mengapa seseorang merokok; menambah semangat kerja, berhenti merokok bisa
membuat saya gemuk,merokok mati tidak merokok mati,membandingkan dengan
kakek mereka yang umur panjang walau perokok,merokok memang boros namun
orang yang tidak merokok juga banyak yang melarat, pernah mencoba berhenti
merokok namun gagal terus. Disamping perubahan perilaku melalui penigkatan
pengetahuan,perlu diperkuat dengan adanya undang undangan peraturan yang
mengatur agar orang tidak merokok sembarangan.dengan adanya aturan ini selain
berfungsi mencegah seseorang berprilaku merokok juga menimbulkan efek jera
dengan adanya sanksi hukum bagi yang melanggar aturan tersebut,penetapan
kawasan tanpa rokok( KTR ) Melalui suatu peraturan merupakan suatu upaya

perlindungan masyarakat terhadap resiko ancaman gangguan kesehatan lingkungan


tercemar asap rokok.
Menurut Notoatmojo (1985) yang menyebabkan seseorang berperilaku karena adanya
empat alasan pokok, yaitu:
1. Pemikiran dan Perasaan (Thought and Feeling).
Adapun bentuk dan perasaan ini adalah Pengetahuan, Kepercayaan, Sikap, dan
Nilai. Disinilah pentingnya sebuah informasi akan adanya kebijakan maupun
peraturan baru yang akan diterapkan di suatu daerah. Suatu informasi
merupakan langkah awal dalam menentukan suatu program atau kebijakan
dapat dikatakan berhasil atau tidak. Dengan penyampaian informasi yang baik
kepada sasaran maka akan terbentuk pengetahuan yang baik yang kemudian
diikuti dengan penentuan kepercayaan, sikap dan nilai yang memiliki sifat
positif terhadap suatu kebijakan. Sama halnya dengan penyebarluasan
informasi tentang kawasan dilarang merokok, diperlukan sosialisasi yang baik
hingga masyarakat memiliki kesadaran dan sikap yang dapat membantu
keberhasilan kebijakan yang dibuat.
2. Orang penting sebagai Referensi
Bila seseorang penting, maka apa yang dilakukan cenderung untuk di ikuti oleh
orang lain. Dari hal inilah masyarakat sering berpendapat bahwa orang lain
saja boleh merokok di kawasan tersebut (kawasan dilarang merokok), lalu
kenapa saya tidak ?, sehingga terjadi pelanggaran terhadap peraturan yang
berlaku, terlebih lagi jika orang yang dijadikan referensi tersebut merupakan
orang yang memiliki jabatan di pemerintahan. Contoh lain adalah larangan
merokok pada kawasan SPBU, masih banyak karyawan SPBU yang merokok pada
kawasan SPBU yang menyebabkan pengunjung ikut merokok di kawasan SPBU.
3. Sumber Daya (Resources)
Sumber daya meliputi sarana, dana, waktu, tenaga, pelayanan, keterampilan
dan bahan. Dalam konteks ini, sumber daya dapat berupa ketersediaan rokok
yang dengan sangat mudah dijangkau (diakses) oleh siapapun, sehingga
memungkinkan setiap orang untuk merokok dimana pun dan kapanpun mereka
inginkan.
4. Budaya (Culture)
Perilaku, norma, kebiasaan, dan nilai-nilai serta penggunaan sumber daya
didalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life)
yang pada umumnya disebut kebudayaan. Pada dasarnya semua kegiatan yang
dilakukan oleh manusia dapat menjadi suatu kebiasaan yang kemudian dapat

menjadi budaya. Seperti halnya dengan merokok yang semakin lama semakin
menjadi budaya yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.
Terkadang pelanggaran yang dilakukan juga akan menjadi budaya melanggar
akibat terbiasanya melakukan pelanggaran. Manusia cenderung mengulangi
perilaku yang dianggapnya aman untuk dilakukan, seperti contoh orang yang
merokok pada kawasan dilarang merokok, karena orang tersebut tidak merasa
ada yang perlu ditakuti (tidak ada sangsi yang menghukumnya pada saat itu
juga), maka orang tersebut cenderung akan mengulangi perbuatannya tersebut
di lain waktu (merokok pada kawasan dilarang merokok).
Dari alasan-alasan pokok tersebut, kita dapat mengetahui seberapa besar
kepatuhan seseorang terhadap peraturan-peraturan yang telah dibuat khususnya
terhadap peraturan kawasan dilarang merokok. Oleh karena itu perlu dilakukan
penerapan kebijakan yang dibarengi dengan pengawasan dan penanggulangan
terhadap pola pikir dan perilaku masyarakat selaku sasaran kebijakan maupun
peraturan-peraturan.
Jika ditinjau dari pemikiran dan alasan kenapa orang merokok, maka kemungkinan
perokok tidak tahu dan percaya akan keberadaan peraturan larangan merokok di
kawasan tertentu yang bersifat mengikat dan memiliki sangsi apabila dilanggar. Hal
tersebut terjadi kemungkinan akibat kurangnya sosialisasi dan penegakan peraturan
yang tegas dan konsisten oleh pihak yang berwenang, sehingga masyarakat merasa
tidak memiliki kewajiban untuk merokok atau tidak merokok pada kawasan tertentu.
Hal tersebut dapat kita lihat langsung (dapat dilihat pula pada televisi) bahwa masih
terdapat masyarakat yang merokok pada daerah yang tidak sepantasnya, bahkan tidak
jarang mayoritas perokok adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang seharusnya bertindak
sebagai contoh dan panutan bagi masyarakat.
Kemudian dapat kita bayangkan hal tersebut juga terjadi pada masyarakat miskin
perokok yang dengan mudah membeli atau mengakses rokok, selain itu harganya juga
sangat jarang mengalami kenaikan. Dapat kita lihat bahwa cukai rokok Indonesia
hanya 30% dan menduduki posisi kedua cukai rokok terendah di dunia setelah Laos
jika dibandingkan dengan cukai rokok negara lain yang mencapai 50%. Kondisi
tersebut cenderung mengakibatkan tujuan utama kebijakan untuk membersihkan
udara dari polusi semakin jauh dari sasaran. Itu jika kita melihat kondisi masyarakat
miskin sebagai sebagian kecil dari populasi, kemungkinan kondisi tersebut akan
memburuk jika kita melihat pada sisi masyarakat yang memiliki uang untuk membeli
rokok.
Dapat disimpulkan bahwa masyarakat miskin yang memiliki sedikit uang saja
dapat membeli beberapa batang rokok setiap harinya, terlebih pada masyarakat yang
memiliki banyak uang kemungkinan besar akan lebih banyak menghasilkan asap rokok,
dengan asumsi orang kaya tersebut membeli lebih banyak rokok dari orang miskin,
jadi semakin banyak orang yang harus diatur untuk mengikuti peraturan yang dibuat
khususnya tentang kawasan dilarang merokok. Jika hal tersebut benar-benar terjadi,

dapat kita bayangkan bahwa kebijakan-kebijakan yang dibuat untuk mengatur orang
dalam merokok sangatlah sulit untuk diterapkan, terlebih jika kita melihat sikap dan
perilaku masyarakat yang sangat beragam, bahkan kemungkinan besar kebijakankebijakan tersebut tidak akan berjalan dengan optimal. Oleh karena itu sangat
penting bagi kita untuk dapat bekerjasama antar instansi atau lembaga dalam
melaksanakan maupun membuat kebijakan, yang pada akhirnya akan terbentuk
komitmen yang kuat demi kepentingan bersama.

Bahkan setelah adanya pemberian dana pajak rokok untuk upaya kesehatan,
Dalam pasal 31 UU No. 28 tahun 2009 diatur bahwa penerimaan pajak rokok, baik
bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50% (lima
puluh persen) untuk mendanai pelayanan kesehatan dan penegakan hukum oleh
aparat yang berwenang. Penggunaan dana pajak rokok diperuntukan untuk kegiatan
penanganan masalah kesehatan yang belum didanai dari APBN, APBD, DAK, DAU, Dana
Dekonsentrasi & Tugas Perbantuan, dana BOK (Bantuan Operasional Kesehatan) dan
sumber pembiayaan kesehatan lainnya di masing-masing daerah.yang seharusnya
dapat menambah motivasi untuk bekerja dengan sebaik-baiknya.
Jika dilihat dari kreteria tempat-tempat kawasan bebas rokok diantaranya adalah
tempat umum, disini pendekatan melalui sosialisasi /KIE akan lebih santun dibanding
pendekatan dengan sanksi hukum. Namun lain halnya dengan gedung/ kantor
pemerintahan maka untuk memberi efek jera dan untuk memberikan contoh pada
masyarakat tentu sanksi ini positif dilakukan sehingga manfaat PERDA KTR akan
tercapai dan tidak dikatakan mandul, perlu dinilai dengan bijak dalam pengukuran
keberhasilan/ perubahan prilaku masyarakat di tempat umum dengan masyarakat
dikawasan perkantoran.
Dari bahasan diatas dapat dikatakan bahwa banyak hal yang kemungkinan dapat
menyebabkan tidak terlaksananya (dengan baik) peraturan tentang kawasan dilarang
merokok. Hal-hal tersebut diantaranya : kurangnya sosialisasi kepada masyarakat
tentang kawasan dilarang merokok oleh pemerintah yang nantinya dapat
mempengaruhi pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terhadap peraturan
kawasan dilarang merokok, kurangnya komitmen dari dari seluruh lapisan masyarakat
(utamanya penyelenggara kebijakan atau pemerintah), penyediaan rokok yang tidak
terkontrol dan kurang konsistennya sangsi yang diberikan untuk dapat dilaksanakan.
Prilaku merokok tersebut juga menjadi ancaman bagi kita Kabupaten Kaur. Hal
ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari hari disekitar kita, di lingkungan
rumah,ditempat kerja,angkatan umum,ditempat-tempat umum lainya seperti masjid
dan lain-lain.hampir setiap saat kita jumpai dan lihat orang sedang merokok,tanpa
mempedulikan orang-orang disekelilingnya.

Kecenderungan perilaku merokok di kalangan generasi muda semakin meningkat,


dan yang lebih memprihatinkan anak-anak sudah mulai merokok di usia belia. data
Global Youth Tobacco Survey (GYTS) 2014 Indonesia menunjukkan prevalensi perokok
anak usia 13-15 tahun sebesar 20.3%. Data tersebut juga mengungkapkan bahwa anakanak mengaku terpapar asap rokok di rumah (57,3%), pernah melihat iklan promosi
rokok di toko (60,7%) melihat perokok di TV, video atau film (62,7%) dan pernah
ditawari oleh sales rokok (7,9%).Kondisi ini merata di seluruh Provinsi.Tidak sedikit
anak-anak putus sekolah karena tidak ada biaya. Tidak terhitung lagi berapa banyak
anak-anak yang kekurangan gizi karena pengeluaran rumah tangga lebih banyak untuk
membeli rokok.
Alternatif yang Dapat Dilakukan Untuk Mengatasi Masalah yang Timbul

Sebenarnya ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk menutupi


permasalahan yang mungkin akan timbul. Kemungkinan semua permasalahan yang
timbul akan bermuara pada komitmen dalam merencanakan dan melaksanakan suatu
kebijakan maupun peraturan.
Terlebih dahulu diperlukan sosialisasi dan penyampaian pesan yang baik kepada
masyarakat sebagai sasaran akan adanya penerapan atau pelaksanaan suatu kebijakan
maupun peraturan. Sosialisasi tersebut diharapkan dapat memberikan pengetahuan
dan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang peraturan yang akan diterapkan,
sehingga masyarakat dapat membentuk sikap dan perilaku yang positif terhadap
peraturan tersebut. Oleh karena itu diperlukan komunikasi yang baik antar kelompok,
antar organisasi, dan antar individu yang tidak melupakan aspek budaya masyarakat
sekitar, yang dapat disampaikan baik melalui media massa, maupun media elektronik
yang disampaikan secara jelas.
Setelah itu diperlukan komitmen bersama dalam melaksanakan peraturan.
Bukan hanya masyarakat yang menjadi objek penerapan peraturan, tetapi diperlukan
juga peran serta dari pihak pemerintah selaku pembuat kebijakan yang seharusnya
terlebih dahulu mengetahui dan melaksanakan peraturan dengan sebaik-baiknyadi
lingkungan pemerintahan, dengan demikian akan terlihat bahwa adanya keseriusan
dalam membuat dan melaksanakan kebijakan maupun peraturan yang ada. Selain itu
tampak adanya keseriusan dalam memecahkan suatu permasalahan dan dapat
menjadi referensi bagi orang lain. Oleh karena itu sangat diperlukan pelaksanaan
tugas yang baik dari petugas penegak hukum perda KTR nantinya. Penyelenggaraan
peraturan dan sanksi juga harus dilaksanakan secara tegas dan konsisten. Pada kondisi
seperti ini penyelenggaraan peraturan yang tegas dan konsisten juga merupakan salah
satu cara yang dapat memberikan perubahan perilaku masyarakat sehingga dapat
memberikan efek jera. Tata laksana, pengawasan dan pemberian sanksi harus

disesuaikan dengan perundang-undangan dan peraturan yang berlaku, oleh karena itu
diperlukan pertimbangan yang matang dalam membuat peraturan sehingga tidak
menimbulkan ketimpangan dengan peraturan lainnya dan meminimalisir celah
terhadap terjadinya pelanggaran.
Integrasi dengan instansi lain juga memiliki peran yang penting dalam
melaksanakan dan memastikan kelancaran suatu peraturan maupun kebijakan.
Khususnya dalam melaksanakan peraturan tentang kawasan bebas asap rokok, salah
satunya dengan pengembangan kebijakan dari sektor produksi rokok maupun
pengelola keberadaan rokok yang terkait. Peningkatan cukai dirasa sangat efektif
dalam mengurangi pengeluaran biaya untuk bidang kesehatan, selain itu peningkatan
cukai juga dapat mengurangi jumlah konsumsi rokok oleh masyarakat. Dengan
demikian secara tidak langsung dapat membantu dan mendukung tercapainya tujuan
terbentuknya Peraturan KTR.
Ada berapa upaya Dinas Kesehatan dalam upaya perubahan prilaku kesehatan;
1. Penyuluhan PHBS tatanan Rumah Tangga
Penyuluhan PHBS tatanan Rumah Tangga di Desa seluruh kecamatan di wilayah
Kabupaten Kaur. Adapun kegiatan ini adalah upaya penyuluhan PHBS yang salah
satu indikatornya tidak merokok di dalam rumah/gedung tidak ada asap rokok.
Kita berupaya merubah perilaku masyarakat melalui peningkatan pengetahuan
bahwasanya ada aturan / etika tampat-tempat merokok
2. Pembinaan Sekolah Sehat
Tidak jauh berbeda dengan kegiatan penyuluhan PHBS Rumah Tangga, hanya
saja sasaranya berbeda, kegiatan ini dilakukan di sekolah-sekolah dibeberapa
sekolah di Kabupaten Kaur dengan melakukan komunikasi informasi dan Edukasi
(KIE ) kepada anak sekolah sehingga dapat mengetahui sejauh mana
permasalahan rokok pada siswa,serta dapat memberikan solusi bagaiman cara
menghindari menjadi seorang perokok dan bagi yang sudah terlanjur merokok
bagaimana cara berhenti dari ketergantungan merokok.
3. Dengan program Posbindu (Pos Pembinaan Terpadu ) PTM, telah melaksanakan
sosialisasi awal berupa promosi Kesehatan CERDIK dan PATUH
CERDIK, merupakan singkatan dari
C ; Cek kondisi kesehatan secara berkala
E ; Enyahkan asap rokok
R ; Rajin aktifitas fisik
D ; Diet sehat dengan kalori seimbang
I ; Istirahat yang cukup
K ; Kendalikan Stress

Program Cerdik ini untuk meningkatkan pencegahan dan pengendalian


hipertensi, berbasis masyarakat dengan self awareness melalui pengukuran
tenanan darah secara rutin di Posbindu PTM.
Sementara PATUH singkatan dari
P; Periksa kesehatan Secara Rutin dan Ikuti Anjuran Dokter
A ; Atasi Penyakit dengan pengobatan yang tepat dan teratur
T ; Tetap diet sehat dengan gizi seimbang
U ; Upayakan beraktifitas fisik dengan aman
H ; Hindari rokok, alkohol dan zat karsinogenik lainnya
Kedepan Dinas Kesehatan Kabupaten Kaur akan lebih memaksimalkan lagi
sosialisasi KTR ini tentunya baik secara khusus mensosialisasikan materi PERDA KTR
ataupun menjadi bagian dari program PHBS,UKS,Posbindu PTM, yang mana kegiatan
Posbindu PTM baru dilakukan berbarengan pada kegiatan rutin yang sudah ada
pendanaannya, harapan kedepan ada pendanaan yang memang diperuntukan pada
program upaya kesehatan PTM tersebut.
Demikian pemaparan ini kami buat, harapan kedepan dengan adanya PERDA KTR di
Kabupaten Kaur, kita bisa mencegah anak anak belia agar tidak ikut merokok,
menyadarkan masyarakat yang perokok untuk peduli lingkungan serta ber etika dalam
merokok.
Terima kasih, wrwb..

Você também pode gostar