Você está na página 1de 22

Sejarah Surat An Nur

Surat An Nur merupakan surat yang ke 24 di dalam Al Quran. Surat An Nur terdiri dari 64
ayat dan surat An Nur merupakan golongan surat Madaniyyah karena diturunkan di kota
madinah. Dinamakan An Nur yang berarti cahaya yang di ambil dari kata AnNur yang
terdapat pada ayat ke 35. Dalam surat An Nur, Allah swt menjelaskan tentang Nur Ilahi, yaitu
Al-Quran yang mengandung petunjuk-petunjuk. Petunjuk-petunjuk Allah swt itu, merupakan
cahaya yang terang benderang menerangi alam semesta. Surat An Nur sebagian besar isinya
memuat petunjuk- petunjuk Allah yang berhubungan dengan soal kemasyarakatan dan rumah
tangga.
Adapun pokok-pokok isi surat dari An Nur yaitu.
Pokok-pokok isi
Keimanan
:
1. Kesaksian lidah dan anggota-anggota atas segala perbuatan manusia pada hari kiamat
2. hanya Allah yang menguasai langit dan bumi; kewajiban rasul, hanyalah menyampaikan
agama Allah
3. iman merupakan dasar daripada diterimanya amal ibadah.
Hukum hukum :
1. Hukum-hukum yang menjelaskan sekitar masalah Zina
2. li'an dan adab-adab pergaulan di luar dan di dalam rumah tangga.
Kisah-kisah :
1. Cerita tentang berita bohong terhadap Ummul Mu'minin 'Aisyah r.a. (Qishshatul Ifki).
Dan lain-lain :
1. Janji Allah kepada kaum muslimin yang beramal saleh.
Manfaat ketika membaca surat An Nur
Adapun beberapa pendapat tentang manfaat membaca Al Quran yang di jelaskan sebagai
berikut.
Rasulullah saw bersabda:
Barangsiapa yang membaca surat An-Nur, ia diberi pahala sepuluh kebaikan, dengan jumlah
setiap mukmin dan mukminah yang ada di zaman yang lalu dan mendatang. (Tafsir AtsTsaqalayn 3: 567)
Imam Ali bin Abi Thalib (sa) berkata:
Janganlah kamu mengajarkan surat Yusuf kepada isterimu (juga anak perempuanmu), dan
janganlah kamu membacakannya pada mereka, karena di dalamnya terdapat fitnah. Ajarkan
pada mereka surat An-Nur, karena di dalamnya terdapat nasehat-nasehat. (Tafsir AtsTsaqalayn 3: 568)
Imam Jafar Ash-Shadiq (sa) berkata:
Jagalah hartamu dan kemaluanmu dengan membaca surat An-Nur; jagalah istrimu
dengannya. Barangsiapa yang rajin membaca surat An-Nur setiap hari atau setiap malam,
maka keluarganya akan terjaga dari perzinaan selamanya sehingga ia meninggal. Jika
meninggal, ia akan diikuti ke kuburnya oleh seribu malaikat, semuanya mendoakan dan
memohonkan ampunan untuknya sehingga ia dimasukkan ke kuburnya. (Tafsir AtsTsaqalayn 3: 567)
(Sumber : http://tafsirtematis.wordpress.com )

Surat An Nur sarat dengan beragam hukum yang menyangkut interaksi antara kaum wanita
dengan kaum pria. Hukum-hukum itu berguna sebagai solusi terhadap berbagai problem
sosial yang biasa muncul dengan adanya interaksi tersebut.
Hukum yang sangat keras terhadap pelaku kejahatan zina diterangkan dengan jelas, dibarengi
dengan sejumlah hukum yang bisa untuk mencegah, atau meminimalisir, tersebarnya
tindakan kriminal tersebut. Sebut misalnya hukum bagi pelaku Qadzaf (tuduhan zina, perihal
lian antara suami isteri, keharaman memandang lawan jenis disertai syahwat, larangan
menampakkan perhiasan (aurat) pada selain kerabat mahram, aturan untuk berpakaian yang
SyarI (jilbab dan khimar), larangan berkhalwat (berduaan antara pria dan wanita bukan
muhrim), dilarang berikhtilath (bercampur baur) antara pria dan wanita yang bukan muhrim,
adab bertamu dan masuk rumah, adab memasuki kamar orang tua, dan sebagainya.
Karena padatnya dan luasnya kandungan hukum yang di jelaskan di surat an Nur terutama
menyangkut hubungan pria-wanita -, serta dengan pentingnya hukum-hukum yang
diterangkan oleh Allah SWT, maka pantas kiranya Khalifah Umar bin Khaththab ra pernah
berkirim surat kepada penduduk kota Kufah, yang isinya : Ajarkanlah surat an Nur kepada
kaum wanita kalian (Riwayat Qurthubi). (sumber : http://pasarkhilafah.com)
Firman Allah swt :

Artinya : Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap
seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan
hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan
orang-orang yang beriman. Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan
yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini
melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu
diharamkan atas oran-orang yang mukmin. (QS. An Nuur : 2 3)
Tentang firman-Nya yang artinya : "Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina,
maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera" dijelaskan Ibnu Katsir bahwa
didalam ayat ini terdapat hukum terhadap seorang pezina. Para ulama kemudian menjelaskan
tentang permasalahan ini dengan rinci serta didalamnya terjadi berbagai perbedaan pendapat.
Sesungguhnya seorang pezina bisa jadi ia seorang lajang yang belum menikah atau telah
menikah dengan pernikahan yan benar (menurut syariat) serta ia adalah seorang yang baligh
dan berakal. Adapun seorang yang belum pernah menikah (lajang) maka hukuman baginya
adalah 100 kali cambukan sebagaimana disebutkan didalam ayat ditambah dengan diasingkan
dari negerinya selama setahun, demikianlah menurut jumhur ulama. Berbeda dengan Abu

Hanifah yang berpendapat bahwa pengasingan ini dikembalikan kepada pendapat imam
(penguasa). Jika dia berkehendak maka dia bisa mengasingkannya dan jika tidak berkehedak
maka tidak diasingkan.
Dalil jumhur dalam hal ini adalah apa yang terdapat didalam ash Shahihain dari riwayat
Zuhriy dari Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah bin Masud dari Abu Hurairah dan Zaid bin
Khalid Al Juhaniy radliallahu anhuma bahwa keduanya berkata; Ada seorang warga Arab
datang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam lalu berkata: "Wahai Rasulullah, aku
bersumpah atas nama Allah kepadamu, bahwa engkau tidak memutuskan perkara diantara
kami melainkan dengan Kitab Allah. Lalu lawan yang tutur katanya lebih baik dari padanya
berkata: "Dia benar, putuskan perkara diantara kami dengan Kitab Allah dan
perkenankanlah untukku". Maka Rasululloh shallallahu alaihi wasallam besabda: "Katakan".
Seorang warga Arab berkata: "Sesunguhnya anakku adalah buruh yang bekerja pada orang
ini lalu dia berzina dengan istrinya maka aku diberitahu bahwa anakku harus dirajam..
Kemudian aku tebus anakku dengan seratus ekor kambing dan seorang budak wanita
kemudian aku bertanya kepada ahli ilmu lalu mereka memberitahu aku bahwa atas anakku
cukup dicambuk seratus kali dan diasingkan selama setahun sedangkan untuk istri orang ini
dirajam". Maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Demi Dzat yang jiwaku
berada di tangan-Nya, sungguh aku akan putuskan buat kalian berdua dengan menggunakan
Kitab Allah. Adapun seorang budak dan kambing seharusnya dikembalikan dan untuk
anakmu dikenakan hukum cambuk sebanyak seratus kali dan diasingkan selama setahun.
Adapun kamu, wahai Unais, besok pagi datangilah istri orang ini. Jika dia mengaku maka
rajamlah". Kemudian Unais mendatangi wanita itu dan dia mengakuinya. Maka Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam memerintahkan agar wanita itu dirajam.
Didalam hadits ini terdapat dalil tentang pengasingan seorang pezina disertai cambukan 100
kali jika dia seorang yang belum menikah. Adapun jika dia seorang yang telah menikah maka
dirajam.
Tentang rajam ini, Ibnu Katsir menyebutkan beberapa hadits Rasulullah saw, diantaranya apa
yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Husyaim dari Az Zuhri dari Ubaidillah Bin
Utbah Bin Masud telah mengabarkan kepadaku Abdullah Bin Abbas telah menceritakan
kepadaku Abdurrahman Bin Auf bahwa Umar Bin Al Khaththab berkhutbah di hadapan
orang-orang dan dia (Abdurrahman) mendengarnya berkata; "Ketahuilah, sesungguhnya
orang-orang mengatakan apakah ada hukum rajam? Padahal di dalam kitabullah hanya ada
hukum dera. Sungguh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah melakukan hukum rajam
dan kami pun melakukan hukum rajam setelah beliau, seandainya orang-orang tidak akan
mengatakan atau berbicara, bahwa Umar menambah sesuatu dalam kitabullah yang bukan
darinya, niscaya aku akan menetapkannya sebagaimana diturunkannya."
Sedangkan makna firman-Nya yang artinya : dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah) adalah didalam hukum Allah. Janganlah
kalian merajam mereka berdua sementara kalian berbelas kasihan didalam syariat Allah dan
tidak dilarang dalam hal ini ada tabiat belas kasihan akan tetapi janganlah hal itu menjadikan

anda meninggalkan dari manjatuhkan hukuman terhadap mereka berdua, maka ini tidak
dibolehkan.
Mujahid mengatakan tentang (..dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah
kamu untuk (menjalankan) agama Allah) bahwa penegakan hukuman apabila sudah diangkat
ke penguasa maka haruslah dilaksanakan dan jangan dihentikan, demikianlah riwayat dari
Said bin Jubair, Atha bin Abi Rabah.
Didalam hadits disebutkan "Hendaklah kalian saling memaafkan dalam masalah hukuman
had yang terjadi di antara kalian, sebab jika had telah sampai kepadaku maka wajib untuk
dilaksanakan." Didalam hadits lain disebutkan "Satu had (hukuman) yang ditegakkan di bumi
lebih baik bagi manusia dari pada mereka diguyur hujan empat puluh hari."
Sedangkan firman-Nya yang artinya : Jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat)
maknanya : lakukanlah perintah itu : tegakkanlah had (hukuman) terhadap orang yang
berzina dan keraslah didalam memukul akan tetapi jangan menyakitkan sekali. Didalam
musnad disebutkan bahwa sebagian sahabat bertanya, Wahai Rasulullah, saya hendak
menyembelih kambing namun saya sangat menyayanginya. Rasulullah
Shallallahualaihiwasallam bersabda: "Bagimu didalam (penyembelihan itu) pahala".
Firman-Nya yang artinya : Dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh
sekumpulan orang-orang yang beriman) maknanya adalah terdapat pelajaran bagi kedua
orang pezina itu jika dicambuk dihadapan orang banyak. Sesungguhnya ini merupakan
bentuk pencegahan yang paling tepat karena didalamnya terdapat kecaman, cercaaan dan
celaan jika dihadiri oleh banyak orang. Al Hasan al bashri mengatakan,Maknanya adalah
(disaksikan) secara terang-terangan..
Kemudian tentang firman Allah di ayat ketiganya Laki-laki yang berzina tidak mengawini
melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang
berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang
demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin. Adalah berita dari Allah swt bahwa
seorang lelaki pezina tidak boleh menggauli (menikah) kecuali dengan perempuan pezina
atau wanita musyrik, yaitu tidaklah seorang yang menyetujui keinginan lelaki itu berzina
kecuali seorang perempuan pezina maksiat juga atau seorang wanita musyrik yang tidak
melihat bahwa hal itu diharamkan.
Demikian pula yang artinya : dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh
laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik) yaitu lelaki pelaku maksiat dengan berzina
atau lelaki musyrik yang meyakini bahwa zina tidaklah diharamkan
Dan firman Allah swt yang artinya : dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang
mukminin) yaitu menikahkan seorang yang bersih dari zina dengan seorang pelaku zina dari
kalangan laki-laki

Ibnu Katsir juga menyebutkan pendapat Imam Ahmad yang mengatakan bahwa tidak sah
akad seorang lelaki yang bersih (dari zina) dengan seorang perempuan pezina hingga wanita
itu bertaubat. Jika wanita itu bertaubat maka sah akad atasnya dan jika tidak maka tidak sah.
Demikian pula tidaklah sah menikahkan seorang perempuan merdeka dan bersih (dari zina)
dengan lelaki pezina hingga lelaki itu bertaubat dengan taubat yang sebenarnya, berdasarkan
firman Allah swt :(Tafsit al Quran al Azhim juz VI hal 5 10) (baca : QS.- An Nuur 3)

Perempuan yang berzina dengan laki-laki yang berzina, hendaklah kamu dera tiap-tiap satu
dari keduanya itu dengan seratus kali deraan.Dan janganlah kamu dipengaruhi oleh
perasaan kasihan kepada keduanya di dalam menjalankan (ketentuan) agama Allah yaitu
jika kamu sebenarnya beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan hendaklah hukuman
keduanya itu disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.
KANDUNGAN SURAT AN-NUR AYAT 2



Dengan nama Allah Yang Maha Murah lagi Pengasih.

Perempuan yang berzina dengan laki-laki yang berzina, hendaklah kamu dera tiap-tiap
satu dari keduanya itu dengan seratus kali deraan.Dan janganlah kamu dipengaruhi
oleh perasaan kasihan kepada keduanya di dalam menjalankan (ketentuan) agama
Allah yaitu jika kamu sebenarnya beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan
hendaklah hukuman keduanya itu disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang
beriman.

Di dalam ayat-ayat yang pertama ini sudah jelas bahwa Surat an-Nur

ini diturunkan berisi peraturan-peraturan dan perintah yang wajib


dijafankan masyarakat Islam, dilakukan dan tidak boleh diabaikan,
mesti dijadikan dan yang berjalan kuat kuasanya atas masyarakat.
Dan di samping peraturan-peraturan yang mesti dijalankan itu. Surat
ini tetap mengandung ayat-ayat yang terang dan jelas, diterangkan atau
dijelaskan terutama berkenaan dengan hubungan seseorang dengan
Tuhannya , dalam rangka kepercayaan Tauhid, yang menjadi pokok
pangkal pendirian seorang Islam dan masyarakat Islam.
Dengan keduanya ini, peraturan yang diwajibkan dan ayat-ayat yang
jelas tumbuhnya masyarakat dengan kuat dan teguhnya sebab segala
peraturan yang berlaku bukan semata kehendak manusia, tetapi
bersumber daripada Allah. Dijelaskan hal ini supaya kita segenap
pendukung masyarak islam ingat benar-benar pegangan hidup atau
sendi tempat menegakkan masyarakat Islam itu. Dari ayat-ayat seperti
inilah tumbuhnya cita (ideologi) yang tak kunjung padam di dalam hati
setiap Muslim hendak mengurus betapa supaya masyarakat yang baik
dan terpuji, adil dan makmur, rambah dan ripah bisa terbntuk .
Ini pula sebabnya maka dalam titik tolak fikiran Islam tidak ada
pemisahan antara agama dengan masyarakat , baik masyarakat
kesukuan dan kabilah atau pun kelaknya masyarakat yang telah
membentuk dirinya sebagai negara . Tuhan mendatangkan perintah,
dan perintah itu wajib dilaksanakan dijadikan kenyataan dalam
masyarakat Tuhan menjadi pembentuk undang undang (legislatif), dan
manusia sejak pemegang pemerintahan sampai rakyat pelaksananya
(eksekutif).
Apabila dia dapat berjihad (berjuang) untuk capai cita-cita itu, berapa
pun tercapainya, si Muslim merasa mendapat dari Tuhan, bukan saja
kebahagiaan dunia, bahkan pula kebahagiaan syurga di akhirat. Dan
kalau dia berlengah diri itu , dia merasa berdosa. Celakalah di dunia
dan neraka di akhirat. Adapun, kuat lemahnya cita yang demikian
dalam dirinya adalah bergantung dari kuat atau lemahnya
pengertiannya atas tuntutan-tuntutan agamanya.
Ini adalah tujuan hidup seorang Muslim: yaitu melaksanakan kehendak
hukum Allah dalam masyarakat. Sebab menurut Islam, sumber hukum
Allah dan Rasul, yang dinamai Syari'at. Tetapi tidaklah dapat kita

melupakan bahwasanya keadaan adalah terbagi dua. Yaitu tujuan


(Ghayah) dan taktik untuk mencapai tujuan (Wasilah). Kadang-kadang
dia jatuh karena ke - salahan taktik, yang karena hebatnya rintangan
atau karena belum adanya pengalaman
Tetapi kesalahan taktik atau kegagalan haruslah dijadikannya
pengajaran melanjutkan lagi mencapai yang ditujunya.

'Apakah manusia menyangka bahwa mereka akan dibiarkan saja


berkata "Kami beriman." Padahal mereka belum diuji? Sungguh telah
Kami uji orang yang sebelum, mereka, maka diketahui Allah siapa di
antara mereka yang benar-benar beriman dan siapa pula yang hanya
berbohong belaka (al-Ankabut 2-3)

(2) Perempuan yang berzina dengan laki-laki yang berzina, hendaklah


kamu dera tiap-tiap satu dari keduanya itu dengan seratus kali
deraan.Dan janganlah kamu dipengaruhi oleh perasaan kasihan kepada
keduanya di dalam menjalankan (ketentuan) agama Allah yaitu jika
kamu sebenarnya beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan
hendaklah hukuman keduanya itu disaksikan oleh sekumpulan orangorang yang beriman.
Hukuman Zina (I)
Berzina adalah segala persetubuhan di luar nikah. Asal persetubuhan
itu belum atau tidak disahkan dengan nikah, atau tidak dapat
disahkan dengan nikah, termasuklah dia dalam golongan zina. Tidaklah
diperhitungkan sukakah kedua belah pihak atau tidak suka, misal
pihak yang seorang memaksa atau memperkosa atas pihak lain.
Kita jelaskan hal ini karena dalam buku-buku hukum pidana barat,
yang sudah banyak ditiru oleh negara-negara orang Islam yang dijajah
oleh orang Barat, ataupun terpengaruh oleh cara berfikir orang Barat
yang disebut berzina ialah jika seorang laki-laki bersetubuh dengan
seorang perempuan yang bersuami, dan suami perempuan itu mengadu

kepada hakim. Maka kalau suaminya tidak keberatan tidak kena


hukuman lagi.
Dalam hukuman pidana Barat itu juga, baru disebut berzina kalau
misalnya si perempuan diperkosa, artinya dia tidak suka, karena dia
masih di bawah umur. Lalu dia mengadu kepada hakim, dan
pengaduannya itu diterima, maka dipersalahkan laki-laki itu. Maka
segala persetubuhan suka sama suka, dalam cara fikiran demikian,
tidaklah termasuk zina walaupun yang bersetubuh itu tidak nikah. Dan
baru mendapat hukuman keras kalau terjadi perkosaan kepada gadis di
bawah umur, sehingga pecah perawannya, padahal dia belum matang
buat menerima persetubuhan. Tetapi walaupun dia masih perawan,
kalau dia sendiri suka, tidaklah dihukum.
Maka perzinaan menurut yang ditentukan oleh Islam itu ialah
persetubuhan yang terjadi di luar nikah, walau suka sama suka. Mana
pula perzinaan yang tidak suka sama suka ?

Cara Pelaksanaan Hukuman


Sumber hukum yang pertama dalam Islam- ialah al-Quran. Dengan
demikian sudahlah ada patokan hukum dengan adanya ayat 2 pada
Surat an-Nur ini. Tetapi belumlah cukup berpegang pada bunyi ayat
saja, melainkan hendaklah diperhatikan pula betapa caranya Rasul
Allah melaksanakan hukum itu Sebab itu maka "Sunnah Rasulullah"
adalah sumber hukum yang kedua Menurut Rasul Allah s.a.w.: Yang
melakukan zina itu dibagi atas dua tingkat, yaitu yang mendapat
hukum sangat berat dan yang dijatuhi hukumar berat. Yang mendapat
hukum sangat berat ialah orang muhshan . Arti aslinya ialah orangorang yang terbenteng, orang-orang yang tidak patut berzina, karena
hidupnya berbenteng oleh pandangan masyarakat, se.hingga
pandangan umum sudah menganggap dia tidaklah patut berbuat demikian. Yaitu keduanya itu telah cukup umur (baligh) dan berakal (`aqil)
lagi merdeka, lagi Islam dan laki-lakinya ada isteri, dan perempuannya
ada bersuami, dihubungkan "keberatan" atau tidaknya suaminya atau
isterinya yang sah itu, hukumannya ialah rajam, yaitu diikat dan
dibawa ke tengah kumpulan , orang ramai kaum Muslimin, lalu
dilempari dengan batu sampai mati.
Meskipun pelemparan dengan batu itu tidak tersebut dalam ayat, dia
menjadi hujjah (alasan), karena demikianlah telah diakukan oleh

Rasulullah s.a.w. Dan menjalankan hukum ini diterima dari perawiperawi yang dapat dipercaya, yaitu: Abu Bakar, Umar, Ali, Jahir bin
Abdullah, Abu Said al-Khudari, Abu Hurairah, Zayid bin Khalid dan
Buraidah al-Aslami. Semuanya sahabat-sahabat yang besar-besar dan
ternama.
Hukuman ini pernah dilakukan oleh Rasul Allah s.a.w. kepada seorang
sahabat yang bernama Ma'iz, yang datang sendiri mengakui terusterang ke pada Nabi bahwa dia telah bersalah berbuat zina. Dia sendiri
yang minta dihukum. Berkali-kali Nabi s.a.w. mencoba meringankan
soal ini, sehingga beliau berkata: "Mungkin baru engkau pegang-pegang
saja," "mungkin tidak sampai engkau setubuhi," dan sebagainya, tetapi
Ma'iz berkata juga terus terang bahwa dia memang telah berzina,
bahwa dia memang telah melangar larangan Tuhan, dan belumlah dia
merasa ringan dari pukulan dan pukulan batin sebelum dia dihukum.
Maka atas permintaannya sendirilah dia dirajam sampai mati.
Kejadian itu pula hal demikian pada dua orang wanita, seorang dari
suku Bani Lukham dan seorang lagi persukuan Bani Ghamid, datang
pula mengaku di hadapan Nabi bahwa mereka telah terlanjur berzina.
Seorang di antara sedang hamil dari perzinahan itu. Sebagai Ma'iz,
kedua perempuan itu rupanya merasa tekanan batin yang amat sangat
sebelum hukuman itu dijalankan pada diri mereka, sehingga dijalankan
pula hukuman rajam itu, sampai mati. Dan terhadap kepada
perempuan yang hamil itu, hukum tersebut baru dijalan setelah
anaknya lahir dan besar, lepas dari menyusu. Itu pun perempuan
sendiri juga yang datang melaporkan diri .
Adapun perempuan dan laki-laki yang tidak muhshan, misalnya
perempuan yang tidak atau belum bersuami dan laki-laki yang tidak
atau belum beristeri, dilakukankan hukuman sebagai tersebut dalam
ayat tadi, yaitu dipukul cambuk, atau dengan rotan 100 kali, di
hadapan khalayak ramai kaum Muslimin.
Itulah hukuman duniawi. Adapun dalam perhitungan agama, zina
adalah fermasuk dosa yang amat besar. dan azab siksa yang akan
diterimanya di akhirat sangat besar pula.
Adalah tiga macam dosa besar yang diancam oleh siksa yang besar,
yaitu :

pertama mempersekutukan Tuhan Allah dengan yang lain, kedua


membunuh manusia, ketiga berbuat zina.
Yang pertama menjadi dosa besar karena dia menghancurkan
hubungan dengan Tuhan, yang kedua karena menghilangkan
keamanan masyarakat, yang ketiga karena mengacaukan
masyarakat.
Tersebut dalam ayat:

"Dan orang-orang yang tidak menyeru Allah beserta Tuhan yang lain,
dan tidak membunuh akan suatu diri, kecuali dengan haknya (hukum
bunuh) dan tidak pula berzina. Barangsiapa berbuat semacam itu,
bertemulah dia dengan dosa." (al-Furqan: 68)
Dalam suatu Hadis yang diriwayatkan' oleh Huzaifah, tersebut pula
Sabda Rasulullah s.a.w. tentang bahaya dan celakanya zina bagi
seseorang yang melakukannya:

"Hai sekalian orang, jauhilah olehmu akan zina, karena zina


menimbulkan 6 kecelakaan. Adapun yang 3 di dunia ialah 3 pula
di akhirat, yaitu menjatuhkan harga peribadi, menyebabkan
miskin dan mengurangi umur, dan 3 di akhirat ialah kebencian
Tuhan, keburukan perhitungan dan azab siksa neraka. "
Sejak dari syariat Nabi Musa, baik dalam hukum 10 (Kitab Taurat)
ataupun dalam pelaksanaan hukum Taurat itu, zina telah dilararig
keras dan barangsiapa yang melakukannya diancam dengan hukum
rajam juga.
Dan Nabi Isa Almasih sendiri pun memberi peringatan keras kepada
murid-muridnya agar janganlah memandang perkara enteng zina itu,
sehingga beliau berpesan kalau matamu lelah terlanjur berzina, yaitu
salah pandangmu kepada perempuan karena syahwatmu, lebih baik
dikorek mata itu.
Cuma Nabi Isa yang tidak mempunyai kekuasaan buat menjalankan

hukum Taurat, yaitu rajam itu. Sebab kekuasaan ketika itu tidak ada di
tangan beliau.
Negeri Palestina adalah di bawah kekuasaan bangsa Romawi. Dan
setelah Nabi Muhammad s.a.w. menegakkan kekuasaan Islam di
Madinah, barulah dibangkitkan hukum Taurat itu.
Malahan seketika terdapat orang Yahudi dalam pemerintahan Madinah
berbuat zina, telah disuruhnya membaca Nash Kitab Taurat yang masih
ada di tangan mereka, dan Nabi menjalankan hukum Taurat mereka.
Di dalam ayat No. 2 itu dijelaskan bahwa hukum itu mesti dan tidak
boleh dikendurkan karena merasa belas-kasihan atau menenggang.
Malahan di dalam susunan ayat itu didahulukan menyebut laki-laki
yang berzina. Karena menghambat jangan sampai orang mengendurkan
hukum karena yang akan dihukum itu ialah "kaum lemah", "wanita
yang patut dikasihani" dan sebagainya. Mengapa Islam sekeras itu
menghukum orang yang berzina?
Diterangkanlah kesimpulan maksud agama, yaitu untuk memelihara
lima perkara.
Pertama, memelihara Agama itu sendiri. Sebab itu dihukum orang yang
murtad , dihukum orang yang meninggalkan sembahyang dengaan
sengaja. dihukum orang yang tidak mau mengeluarkan zakat. Dan
untuk memelihara dan mempertahankan Agama, diperbolehkan
berperang.
Kedua, memelihara jiwa raga manusia. Sebab itu dihukum Qishas
siapa yang membunuh sesamanya manusia. Dan dilarang membunuh
diri sendiri. Dilarang menggugurkan kandungan. Tidak boleh orang
bertindak sendiri membunuh orang yang bersalah misalnya, kalau
tidak hakim yang melakukannya karena suatu keputusan hukum. Atau
berbunuh-bunuhan berperang menegakkan agama atau membela
batas-batas negara
Ketiga, memelihara kehormatan. Hendaklah hubungan laki-laki dan
perempuan dengan nikah. Dilarang berzina dan didera atau dirajam
siapa yang melakukannya. Di zaman pemerintah Khalifah keempat Ali
bin Abu Thalib pemah dilakukan hukuman bakar atas orang setubuh
sejenis (liwath), yaitu laki-laki menyetubuhi laki-laki atau prempuan

mengadu farajnya dengan sesamanya perempuan (musabaqah) dan juga


dijatuhkan hukuman bunuh atas orang yang tertangkap menyutubuhi
binatang.
Keempat, memelihara akal. Sebab itu dihukum pukul (dera ) orang yang
minum minuman keras yang memabukkan, karena mabuk adalah
merusak akal.
Kelima, memelihara hartabenda. Dianjurkan berusaha mencari rezki
yang halal. Dihukum pencuri dengan memotong tangannya, perampok
disalib atau dipotong kaki dan tangan, atau dibuang.
Dan wibawa hukum ini harus dijaga, tidak boleh diremehkan,
diabaikan, tidak boleh menenggang, atau karena rasa kasihan.
Dkendukan karena tenggang-menenggang
"Kalau mencuri Fatimah binti Muhammad, akan saya potong juga tangannya. "
Maka berzina adalah suatu dosa besar, yang apabila iman kepada
Tuhan sudah amat mendalam, dan pengaruh kehidupan Islam itu telah
mendalam pula dalam masyarakat Islam, sangatlah orang berusaha
menjauhinya, dan seorang yang berzina akan dikutuk dan dibenci oleh
masyarakat yang masih dipengaruhi oleh fikiran-fikiran Islam, amat
dipandang aib kalau ada seorang dara belum bersuami, setelah nikah
perawannya tidak ada lagi.
Sampai menjadi adat yang ganjil dan agak buruk dipandang dengan
kaca mata zaman sekarang, yaitu seluruh keluarga menunggu pagi-pagi
hari pertama perkawinan, adakah pergaulan pengantin laki-laki dan
perempuan itu "selamat". Artinya masih adakah perawan pengantin
perempuan itu. Pengantin lakilaki wajib melaporkan dan menunjukkan
bukti, misalnya kain yang berdarah.
Menilik kepada ini, sekarang mulailah hilang keheranan kita mengapa
di zaman Rasul Allah hukuman rajam dan dera dilakukan kepada
orang-orang yang mengaku terus-terang bahwa dia telah bersalah,
padahal telah dinasihati, namun dia masih bersungguh-sungguh
mengatakan bahwa dia memang bersalah, dia sendiri minta dihukum,
dan jiwanya belum merasa puas sebelum dirinya mati ditimpuki batu.
Sampai kejadian hal ini pada seorang laki-laki dan dua perempuan.

Nabi Muhammad s.a.w. sendiri, meskipun telah menjalankan hukum


itu menurut Sabda Tuhan, dan sekali-sekali tidak dipengaruhi oleh rasa
kasihan, karena membawa rasa demikian dalam melaksanakan hukum;
telah dapat memisahkan rasa kasihannya dalam pelaksanaan
hukumnya. Seketika merajam seorang perempuan yang mengaku itu,
sahabat-sahabat Nabi telah datang merajam beramai-ramai.
Di antaranya ialah Pahlawan Islam yang besar, Khalid bin Walid turut
merajamnya, dan mulutnya telah keluar perkataan kasar memaki dan
mengutuk perempuan itu. Dengan tegas Nabi s.a.w. telah menegur
Khalid: "Jangan memaki hai Khalid, jangan memaki. Laksanakan
sajalah hukuman ini dengan tenang."
Memang, dia telah mengaku. Pengakuan itu ialah alamat iman dan
tauhid yang sudah kembali dalam jiwanya setelah dia taubat. Sebagai
mana Sabda Tuhan di dalam satu Hadis Qudsi: "Kalau ada hambaKu
yang bersalah agar dia bertaubat kepadaKu."
Kadang-kadang menurut ilmu jiwa, iman orang yang bersalah lalu bertaubat, kadang-kadang melebihi murni daripada iman orang yang
merasa tidak pernah bersalah.
Dalam sebuah Hadis Shahih riwayat Bukhari dan Muslim tersebut:
"Tidaklah mencuri seorang pencuri, melainkan karena dia musyrik.
Tidaklah berzina seorang yang berzina, melainkan karena dia musyrik."
Orang-orang yang bersalah itu telah insaf bahwa dia telah musyrik, lalu
dia kembali ke dalam lingkungan tauhid yang murni dan untuk itu dia
merasa adalah suatu tanda dari taubat, kalau dia mengaku dan minta
dijalankan hukuman karena dia telah berzina. Itulah sebabnya maka
Nabi Muhammad s.a.w. melarang memaki-maki orang itu.
Islam menekankan benar beratnya hukum zina. Di dunia kalau
kekuasaan Islam berdiri, mereka dihukum rajam.
Di akhirat diancam oleh api neraka yang bernyala-nyala, di dalam
masyarakat dikutuk oleh anggota masyarakat seluruhnya, dipandang
sebagai orang yang jatuh harganya di hadapan umum, dipandang
sebagai "Sampah Masyarakat" orang telalh kehilangan muka, yang
kehilangan kehebatan dirinya. Mengapa sampai demikian?

Sebabnya ialah Islam menghendaki berdirinya keturunan yang bersih,


anak-anak yang tidak kehilangan pegangan karena tidak tentu siapa
bapaknya. Islam menghendaki insan yang akan menjadi "Khalifah
Allah". Insan yang jadi Khalifah Allah jangan sampai merunduk
menghadapi masyarakat sekelilingnya, sehingga bakatnya tidak timbul,
karena hati sanubarinya selalu merasa ragu dan malu karena tidak
terang siapa ayahnya. Kalau dia kucing atau anjing, tidaklah akan
menjadi soal.
Penyelidikan ahli ilmu jiwa moden pun telah sampai kepada tekanan tekanan batin atas diri orang yang tidak terang siapa bapaknya. Itu
dipandang pada nilai seorang peribadi.
Jika dipandang pula dari segi pembangunan bangsa, maka suatu
bangsa tidaklah dapat mempertahankan dirinya dari keruntuhan,
kalau zina telah menjadi penyakit umum.
Rasa harga diri yang disebut dalam bahasa Arab "Ghiroh, Syahamah,
Hamasah, Fakhr", keberanian, ketangkasan, kecemburuan, biar nyawa
melayang asal harga diri jangan direndahkan orang dengan sendirinya
akan hilang, kalau zina sudah menjadi penyakit masyarakat. Sebab itu
diperingatkan Tuhan pada ayat lain:

"Janganlah didekati zina, karena dia sangat keji dan jalan yang amat
jahat. "
(al-Isra': 32)
Masyarakat yang kuat dan teguh, yang dapat menciptakan
kemanusiaan yang tertinggi ialah yang belum dihinggapi penyakit zina.
Tetapi kalau zina sudah jadi penyakit umum, sehing - ga hubungan
jantan clan betina sudah di pandang hanya sebagai "minuman segelas"
air sa - ja , masyarakat ini akan merana . Sejarah bangsa-bangsa kuno
dapat dijadikan i'tibar dalam perkara ini. Kejatuhan bangsa Romawi
purbakala, keruntuhan Mesir purbakala, ialah sete lah amat tipis batas
laki-laki dengan perempuan, sehingga laki-laki sudah "kepadusian".
Dan perempuan sudah melenggang-lenggok mengarah lakilaki. Lakilaki hilang miangnya karena dipengaruhi perempuan, sehingga

kerapkali urusan negara yang penting-penting, dipengaruhi oleh


perempuan yang menjadi "gula-gula".
Di Eropa sendiri sudah dikaji orang sebab-sebab kejatuhan bangsa
Perancis pada dua kali perang besar. Salah satu sebab terpenting dari
kejatuhan itu ialah karena zina tidak jadi soal lagi. Hanya segelas air,
yang di minum karena haus. Pengarang-pengarang mengisah - kan
betapa perempuan mempengaruhi kehidupan penghendak-penghendak
politik, sehingga benteng pertahanan negara kucar-kacir. Terutama
pula karena buah fikiran filsafat dari ahli ilmu jiwa moden. Sigmund
Freud yang mengatakan bahwa kehidupan manusia maju mundurnya
perjuangan hidup, katanya ditentukan oleh "Libido" oleh nafsu kelamin
laki-laki dan perempuan.
Dunia sekarang telah diuji oleh bahaya yang besar, bahaya "zina" bukan
soal lagi. Peradaban modern telah terpisah sama sekali dari agama.
Perhubungan manusia sudah hampir-hampir seperti hubungan
binatang. Pesan Nabi Isa Almasih yang mengatakan "korek matamu jika
dia memandang perempuan dengan nafsu syahwat" atau wahyu yang
diterima Nabi Muhammad s.a.w. "rajam siapa yang berzina" sudah
hanya tinggal dalam tulisan Kitab-kitab Suci saja, malahan menjadi
tertawaan.
Bekas dari penyakit ini akan melarut. Masyarakat tidak akan terus
maju kepada budi tinggi, tetapi sudah terang mulai merana dan turun.
Dalam dunia Islam sendiri, yang dulu begitu besar memandang zina,
sudah mulai pula masuk pengaruh itu.
Zina dahulu disembunyikan, sekarang dipropagandakan dengan filmfilm cabul, dengan model-model pakaian yang menggiurkan syahwat,
dengan perlombaan kecantikan, kono paha, betis dan sebagainya,
pakaian mandi bikini, dansa bersinggungan badan tindih-menindih,
tekan-menekan di lantai dansa, disiram lagi dengan arak clan
minurnan-minuman keras yang lain, supaya lebih bebas dari akal budi,
sehingga akhirnya orang merasa bangga karena dia telah dapat
menuruti hidup demikian, clan sebaliknya bertambah kurang orang
yang berani mengangkat mulut mencela zina, sebab jumlah orang yang
tidak berzina itu sudah tinggal sedikit. Padahal orang yang telah
terperosok kepada zina tidak dapat lagi membuka mulut buat
mencelanya, sebab gengsi peribadi sudah jatuh, sebagai akibat dalam

salinan Hadis tadi.


Mari kita perhatikan betapa pula sikap pelaksanaan hukum dera dan
rajam itu dalam agama Islam. Bolehkah seorang yang disangka berbuat
zina terus didera dan dirajam?
Adalah empat syarat bertemu , baru hukum itu dijalankan:
1. Yang bersalah sendiri mengakui di hadapan hakim bahwa dia
berzina, sebab itu dia minta dihukum. Ini tentu jarang terjadi. Kalau
terjadi juga hanyalah pada orang-orang yang derajat imannya telah
mencapai iman tiga sahabat Nabi, satu laki-laki dan dua perempuan
sebagai diriwayatkan di atas tadi.
2. Seorang perempuan bunting saja, tidak terang siapa suaminya.
3. Kesaksian dari empat orang saksi yang melihat sendiri berbuat zina.
Dan hendaklah empat orang saksi itu orang yang dapat dipercaya
kesaksiannya. Kalau misalnya hanya tiga orang yang melihat, janganlah
dilaporkan kepada hakim, sebab itu belum memenuhi syarat, dan
hendaklah dia menutupi berita itu, sebab dia dapat dituduh merusak
nama baik orang, dan dapat pula dihukum dengan dera 80 kali,
sebagaimana yang akan diterangkan nanti pada ayat berikut.
Pendeknya, kalau zina itu kejadian juga, karena manusia tetap
manusia, kejahatan pasti juga ada di samping orang yang mendirikan
yang baik, hendaklah hal itu jangan dibicarakan, hendaklah tutup
rapat. Sebab masyarakat yang suka membicarakan soal-soal demikian
diancam juga oleh bahaya dia akan terjerumus ke dalam pengaruh yang
dibicarakannya itu.
Sebagai suatu cerita yang penulis alami di suatu negeri di zaman
Revolusi dahulu. Seorang pemuda sangat "fanatik" melaporkan,bahwa
dia telah berkali-kali melihat orang melakukan perbuatan mesum dan
cabul di suatu tempat dekat stasiun keretapi di "anu". Saya nasihati
supaya dia jangan ke sana juga. Tetapi dengan marah dia menjawab,
bahwa pemerintah revolusioner bersalah karena tidak mengambil
tindakan. Tetapi beberapa waktu kemudian tidak lama, kawan pemuda
yang mencela-cela dan memaki-maki zina itu menemuinya di tempat
yang dilaporkannya itu dalam keadaan yang mencurigakan dengan
seorang perempuan pelacur.

Peliharalah masyarakat itu dari penyakit.


Kalau kita fikirkan peraturan agama secara mendalam, dapatlah kita
memaklumi mengapa Nabi s.a.w. melarang keras berduduk berdua duaan saja , laki-laki dan perempuan.
"Mereka bertiga dengan syaitan.... !" kata Nabi s.a.w.
Dan dapat pula kita fikirkan mengapa pula orang diberi izin beristeri
sampai empat orang. Yang dulu mempengaruhi syahwatnya. Maka dia
diperbolehkan beristeri sampai empat. Tetapi kemudian dijelaskan pula:
"Kalau kamu takut tidak adil, biarlah satu saja, karena itulah yang
lebih menjauhkan diri dari aniaya." Syarat "adil" itu diberikan kepada
manusia untuk berfikir dan menimbang, sebab kalau dia telah
menahan syahwatnya dan berfikir tenang, dia akan menolak dan satu
resiko besar, yang akan menyusahkan hidupnya. Kalau poligami
dilerang keras ditutup mati, sedang syahwat manusia adalah yang
pertama mempenga ruhinya, akan timbullah suatu tekanan jiwa yang
menghilangkan keseimbangannya, sebab bagi yang keras syahwatnya
itu , poligami akan dilangsungkannya juga di luar nikah, maka
timbullah kehidupan yang munafik.

hukuman untuk zina muhshon


Zina muhshon adalah zina yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang
sudah berkeluarga (bersuami/beristri). Hukuman untuk pelaku zina muhshon ini
ada dua macam;
1) dera seratus kali, dan
2) rajam
Hukuman dera seratus kali didasarkan kepada al Quran Surat An-Nuur ayat 2
dan hadis Nabi yang dikemukakan di atas, sedangkan hukuman rajam juga di
dasarkan kepada hadits Nabi baik Qowliyah maupun Filiah.
Hukuman rajam adalah hukuman mati dengan jalan dilempari dengan batu atau
sejenisnya. Hukuman rajam merupakan hukuman yang telah diakui dan diterima
oleh hampir semua fuqoha, kecuali kelompok Azariqoh dari golongan
Khowarij, karena mereka ini tidak mau menerima hadits, kecuali yang sampai
pada tingkatan mutawatir. Menurut mereka, hukuman untuk pezina muhshon
maupun Ghairu muhshon adalah hukuman dera seratus kali berdasarkan firman
Allah dalam Surat An-Nuur ayat 2.

tiga kelompok yang Allah tidak mau melihat dan membersihkanya, dan bagi
mereka disediakan siksa yang pedih, yaitu orang tua yang berzina, raja yang
banyak berdusta, dan pegawai yang sombong.(terjemahan hadits riwayat
Muslim dan Nasai)
D. PEMBUKTIAN UNTUK JARIMAH ZINA
Pelaku jarimahh zina dapat dikenaihukuman had apabila perbuatanya telah
dapat dibuktikan. Untuk jarimah zina ada tiga macam cara pembuktian:
Pembuktian Dengan Saksi
a. urat An Nisaa, ayat 15
Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji , hendaklah ada
empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila
mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu)
dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atausampai Allah memberi jalan
lain kepadanya.{Terjemahan Surat An Nisaa [4]:15}
b. surat An Nuur ayat 4
Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina)
dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang
menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian
mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang
fasik.{Terjemahan Surat An Nuur [24]:4}
Syarat-syarat saksi
1) Syarat-syarat umum
Untuk dapat diterima persaksian, harus dipenuhi syarat-syarat yang umum
berlaku untuk semua jenis persaksian dalam setiap jarimah. Syarat-syarat
tersebut adalah sebagai berikut.
a) balig (dewasa)
b) berakal
c) kuat ingatan
d) dapat berbicara
e) dapat melihat
f) adil
g) Islam
2) syarat-syarat khusus untuk jarimah zina
Disamping syarat-syarat umum yang telah disebutkan, untuk persaksian dalam
jarimah zina harus dipenuhi syarat-syarat khusus. Syarat-syarat khusus ini
adalah sebagai berikut;
a) laki-laki
b) al-ishalah
c) peristiwa zina belum kedaluarsa
d) pesaksian harus dalam satu majelis
e) bilangan saksi harus empat orang

PEMBUKTIAN DENGAN PENGAKUAN


Pengakuan dapat digunakan sebagai alat bukti untuk jarimah zina, dengan
syarat-syarat sebagai berikut;
a. menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad, pengakuan harus dinyatakan
sebanyak empat kali, dengan mengqiaskanya pada empat orang saksi dan
beralasan pada hadis Maiz yang menjelaskan tentang pengakuanya sebanyak
empat kali di depan Rasulullah s.a.w bahwa dia telah melakukan perbuatan zina.
b. pengakuan harus terperinci dan menjelaskan tentang hakikat perbuatan,
c. pengakuan harus sah atau benar, dan hal ini tidak mungkin timbul kecuali dari
orang yang berakal dan mempunyai kebebasan.
d. Imam Abu Hanifah mensyaratkan bahwa pengakuan harus dinyatakan dalam
sidang pengadilan.
Pembuktian Dengan Qorinah
Qorinah atau tanda yang dianggap sebagai alat pembuktian dalam jarimah zina
adalah timbulnya kehamilan pada wanita tidak bersuami, atau tidak diketahui
suaminya. Disamakan dengan wanita tidak bersuami, wanita yang kawin
dengan anak kecil yang belum balig, atau orang yang sudah balig tetapi
kandunganya lahir sebelum enam bulan.
Dasar penggunaan qorinah sebagai alat bukti untuk jarimah zina adalah ucapan
sahabat dan perbuatanya. Dalam salah satu pidatonya sayidina umar berkata:
dan sesungguhnya rajam wajib dilaksanakan berdasarkan kitabulloh atas orang
yang berzina, baik laki-laki maupun perempuan apabila ia muhshon, jika
terdapat keterangan (saksi) atau terjadi kehamilan, atau ada pengakuan.
(Muttafaq Alayh)

BAB II

PENDAHULUAN
1.Wacana Pembuka
Kata Pengantar

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya
penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas
mata kuliah Agama Islam.
Agama sebagai sistem kepercayaan dalam kehidupan umat manusia dapat
dikaji melalui berbagai sudut pandang. Islam sebagai agama yang telah
berkembang selama empat belas abad lebih menyimpan banyak masalah
yang perlu diteliti, baik itu menyangkut ajaran dan pemikiran keagamaan
maupun realitas sosial, politik, ekonomi dan budaya.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi
ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga
kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang
datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh
kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para siswi Administrasi
Perkantoran. Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jau
dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing saya meminta
masukannya demi perbaikan pembuatan makalah saya di masa yang akan
datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

SURAT AN-NUR AYAT 2


Kelompok 7

Disusun oleh :
1. Ani melani
2. Meldayanti
3. Syafitri nur wahyuni
4. Tri mayang sari
5. Monica

Kelas : x administrasi perkantoran 1


Smk negeri 1 kedawung
Jln. Tuparev no.12 cirebon
2013/2014

Você também pode gostar