Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Surat An Nur merupakan surat yang ke 24 di dalam Al Quran. Surat An Nur terdiri dari 64
ayat dan surat An Nur merupakan golongan surat Madaniyyah karena diturunkan di kota
madinah. Dinamakan An Nur yang berarti cahaya yang di ambil dari kata AnNur yang
terdapat pada ayat ke 35. Dalam surat An Nur, Allah swt menjelaskan tentang Nur Ilahi, yaitu
Al-Quran yang mengandung petunjuk-petunjuk. Petunjuk-petunjuk Allah swt itu, merupakan
cahaya yang terang benderang menerangi alam semesta. Surat An Nur sebagian besar isinya
memuat petunjuk- petunjuk Allah yang berhubungan dengan soal kemasyarakatan dan rumah
tangga.
Adapun pokok-pokok isi surat dari An Nur yaitu.
Pokok-pokok isi
Keimanan
:
1. Kesaksian lidah dan anggota-anggota atas segala perbuatan manusia pada hari kiamat
2. hanya Allah yang menguasai langit dan bumi; kewajiban rasul, hanyalah menyampaikan
agama Allah
3. iman merupakan dasar daripada diterimanya amal ibadah.
Hukum hukum :
1. Hukum-hukum yang menjelaskan sekitar masalah Zina
2. li'an dan adab-adab pergaulan di luar dan di dalam rumah tangga.
Kisah-kisah :
1. Cerita tentang berita bohong terhadap Ummul Mu'minin 'Aisyah r.a. (Qishshatul Ifki).
Dan lain-lain :
1. Janji Allah kepada kaum muslimin yang beramal saleh.
Manfaat ketika membaca surat An Nur
Adapun beberapa pendapat tentang manfaat membaca Al Quran yang di jelaskan sebagai
berikut.
Rasulullah saw bersabda:
Barangsiapa yang membaca surat An-Nur, ia diberi pahala sepuluh kebaikan, dengan jumlah
setiap mukmin dan mukminah yang ada di zaman yang lalu dan mendatang. (Tafsir AtsTsaqalayn 3: 567)
Imam Ali bin Abi Thalib (sa) berkata:
Janganlah kamu mengajarkan surat Yusuf kepada isterimu (juga anak perempuanmu), dan
janganlah kamu membacakannya pada mereka, karena di dalamnya terdapat fitnah. Ajarkan
pada mereka surat An-Nur, karena di dalamnya terdapat nasehat-nasehat. (Tafsir AtsTsaqalayn 3: 568)
Imam Jafar Ash-Shadiq (sa) berkata:
Jagalah hartamu dan kemaluanmu dengan membaca surat An-Nur; jagalah istrimu
dengannya. Barangsiapa yang rajin membaca surat An-Nur setiap hari atau setiap malam,
maka keluarganya akan terjaga dari perzinaan selamanya sehingga ia meninggal. Jika
meninggal, ia akan diikuti ke kuburnya oleh seribu malaikat, semuanya mendoakan dan
memohonkan ampunan untuknya sehingga ia dimasukkan ke kuburnya. (Tafsir AtsTsaqalayn 3: 567)
(Sumber : http://tafsirtematis.wordpress.com )
Surat An Nur sarat dengan beragam hukum yang menyangkut interaksi antara kaum wanita
dengan kaum pria. Hukum-hukum itu berguna sebagai solusi terhadap berbagai problem
sosial yang biasa muncul dengan adanya interaksi tersebut.
Hukum yang sangat keras terhadap pelaku kejahatan zina diterangkan dengan jelas, dibarengi
dengan sejumlah hukum yang bisa untuk mencegah, atau meminimalisir, tersebarnya
tindakan kriminal tersebut. Sebut misalnya hukum bagi pelaku Qadzaf (tuduhan zina, perihal
lian antara suami isteri, keharaman memandang lawan jenis disertai syahwat, larangan
menampakkan perhiasan (aurat) pada selain kerabat mahram, aturan untuk berpakaian yang
SyarI (jilbab dan khimar), larangan berkhalwat (berduaan antara pria dan wanita bukan
muhrim), dilarang berikhtilath (bercampur baur) antara pria dan wanita yang bukan muhrim,
adab bertamu dan masuk rumah, adab memasuki kamar orang tua, dan sebagainya.
Karena padatnya dan luasnya kandungan hukum yang di jelaskan di surat an Nur terutama
menyangkut hubungan pria-wanita -, serta dengan pentingnya hukum-hukum yang
diterangkan oleh Allah SWT, maka pantas kiranya Khalifah Umar bin Khaththab ra pernah
berkirim surat kepada penduduk kota Kufah, yang isinya : Ajarkanlah surat an Nur kepada
kaum wanita kalian (Riwayat Qurthubi). (sumber : http://pasarkhilafah.com)
Firman Allah swt :
Artinya : Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap
seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan
hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan
orang-orang yang beriman. Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan
yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini
melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu
diharamkan atas oran-orang yang mukmin. (QS. An Nuur : 2 3)
Tentang firman-Nya yang artinya : "Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina,
maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera" dijelaskan Ibnu Katsir bahwa
didalam ayat ini terdapat hukum terhadap seorang pezina. Para ulama kemudian menjelaskan
tentang permasalahan ini dengan rinci serta didalamnya terjadi berbagai perbedaan pendapat.
Sesungguhnya seorang pezina bisa jadi ia seorang lajang yang belum menikah atau telah
menikah dengan pernikahan yan benar (menurut syariat) serta ia adalah seorang yang baligh
dan berakal. Adapun seorang yang belum pernah menikah (lajang) maka hukuman baginya
adalah 100 kali cambukan sebagaimana disebutkan didalam ayat ditambah dengan diasingkan
dari negerinya selama setahun, demikianlah menurut jumhur ulama. Berbeda dengan Abu
Hanifah yang berpendapat bahwa pengasingan ini dikembalikan kepada pendapat imam
(penguasa). Jika dia berkehendak maka dia bisa mengasingkannya dan jika tidak berkehedak
maka tidak diasingkan.
Dalil jumhur dalam hal ini adalah apa yang terdapat didalam ash Shahihain dari riwayat
Zuhriy dari Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah bin Masud dari Abu Hurairah dan Zaid bin
Khalid Al Juhaniy radliallahu anhuma bahwa keduanya berkata; Ada seorang warga Arab
datang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam lalu berkata: "Wahai Rasulullah, aku
bersumpah atas nama Allah kepadamu, bahwa engkau tidak memutuskan perkara diantara
kami melainkan dengan Kitab Allah. Lalu lawan yang tutur katanya lebih baik dari padanya
berkata: "Dia benar, putuskan perkara diantara kami dengan Kitab Allah dan
perkenankanlah untukku". Maka Rasululloh shallallahu alaihi wasallam besabda: "Katakan".
Seorang warga Arab berkata: "Sesunguhnya anakku adalah buruh yang bekerja pada orang
ini lalu dia berzina dengan istrinya maka aku diberitahu bahwa anakku harus dirajam..
Kemudian aku tebus anakku dengan seratus ekor kambing dan seorang budak wanita
kemudian aku bertanya kepada ahli ilmu lalu mereka memberitahu aku bahwa atas anakku
cukup dicambuk seratus kali dan diasingkan selama setahun sedangkan untuk istri orang ini
dirajam". Maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Demi Dzat yang jiwaku
berada di tangan-Nya, sungguh aku akan putuskan buat kalian berdua dengan menggunakan
Kitab Allah. Adapun seorang budak dan kambing seharusnya dikembalikan dan untuk
anakmu dikenakan hukum cambuk sebanyak seratus kali dan diasingkan selama setahun.
Adapun kamu, wahai Unais, besok pagi datangilah istri orang ini. Jika dia mengaku maka
rajamlah". Kemudian Unais mendatangi wanita itu dan dia mengakuinya. Maka Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam memerintahkan agar wanita itu dirajam.
Didalam hadits ini terdapat dalil tentang pengasingan seorang pezina disertai cambukan 100
kali jika dia seorang yang belum menikah. Adapun jika dia seorang yang telah menikah maka
dirajam.
Tentang rajam ini, Ibnu Katsir menyebutkan beberapa hadits Rasulullah saw, diantaranya apa
yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Husyaim dari Az Zuhri dari Ubaidillah Bin
Utbah Bin Masud telah mengabarkan kepadaku Abdullah Bin Abbas telah menceritakan
kepadaku Abdurrahman Bin Auf bahwa Umar Bin Al Khaththab berkhutbah di hadapan
orang-orang dan dia (Abdurrahman) mendengarnya berkata; "Ketahuilah, sesungguhnya
orang-orang mengatakan apakah ada hukum rajam? Padahal di dalam kitabullah hanya ada
hukum dera. Sungguh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah melakukan hukum rajam
dan kami pun melakukan hukum rajam setelah beliau, seandainya orang-orang tidak akan
mengatakan atau berbicara, bahwa Umar menambah sesuatu dalam kitabullah yang bukan
darinya, niscaya aku akan menetapkannya sebagaimana diturunkannya."
Sedangkan makna firman-Nya yang artinya : dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah) adalah didalam hukum Allah. Janganlah
kalian merajam mereka berdua sementara kalian berbelas kasihan didalam syariat Allah dan
tidak dilarang dalam hal ini ada tabiat belas kasihan akan tetapi janganlah hal itu menjadikan
anda meninggalkan dari manjatuhkan hukuman terhadap mereka berdua, maka ini tidak
dibolehkan.
Mujahid mengatakan tentang (..dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah
kamu untuk (menjalankan) agama Allah) bahwa penegakan hukuman apabila sudah diangkat
ke penguasa maka haruslah dilaksanakan dan jangan dihentikan, demikianlah riwayat dari
Said bin Jubair, Atha bin Abi Rabah.
Didalam hadits disebutkan "Hendaklah kalian saling memaafkan dalam masalah hukuman
had yang terjadi di antara kalian, sebab jika had telah sampai kepadaku maka wajib untuk
dilaksanakan." Didalam hadits lain disebutkan "Satu had (hukuman) yang ditegakkan di bumi
lebih baik bagi manusia dari pada mereka diguyur hujan empat puluh hari."
Sedangkan firman-Nya yang artinya : Jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat)
maknanya : lakukanlah perintah itu : tegakkanlah had (hukuman) terhadap orang yang
berzina dan keraslah didalam memukul akan tetapi jangan menyakitkan sekali. Didalam
musnad disebutkan bahwa sebagian sahabat bertanya, Wahai Rasulullah, saya hendak
menyembelih kambing namun saya sangat menyayanginya. Rasulullah
Shallallahualaihiwasallam bersabda: "Bagimu didalam (penyembelihan itu) pahala".
Firman-Nya yang artinya : Dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh
sekumpulan orang-orang yang beriman) maknanya adalah terdapat pelajaran bagi kedua
orang pezina itu jika dicambuk dihadapan orang banyak. Sesungguhnya ini merupakan
bentuk pencegahan yang paling tepat karena didalamnya terdapat kecaman, cercaaan dan
celaan jika dihadiri oleh banyak orang. Al Hasan al bashri mengatakan,Maknanya adalah
(disaksikan) secara terang-terangan..
Kemudian tentang firman Allah di ayat ketiganya Laki-laki yang berzina tidak mengawini
melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang
berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang
demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin. Adalah berita dari Allah swt bahwa
seorang lelaki pezina tidak boleh menggauli (menikah) kecuali dengan perempuan pezina
atau wanita musyrik, yaitu tidaklah seorang yang menyetujui keinginan lelaki itu berzina
kecuali seorang perempuan pezina maksiat juga atau seorang wanita musyrik yang tidak
melihat bahwa hal itu diharamkan.
Demikian pula yang artinya : dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh
laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik) yaitu lelaki pelaku maksiat dengan berzina
atau lelaki musyrik yang meyakini bahwa zina tidaklah diharamkan
Dan firman Allah swt yang artinya : dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang
mukminin) yaitu menikahkan seorang yang bersih dari zina dengan seorang pelaku zina dari
kalangan laki-laki
Ibnu Katsir juga menyebutkan pendapat Imam Ahmad yang mengatakan bahwa tidak sah
akad seorang lelaki yang bersih (dari zina) dengan seorang perempuan pezina hingga wanita
itu bertaubat. Jika wanita itu bertaubat maka sah akad atasnya dan jika tidak maka tidak sah.
Demikian pula tidaklah sah menikahkan seorang perempuan merdeka dan bersih (dari zina)
dengan lelaki pezina hingga lelaki itu bertaubat dengan taubat yang sebenarnya, berdasarkan
firman Allah swt :(Tafsit al Quran al Azhim juz VI hal 5 10) (baca : QS.- An Nuur 3)
Perempuan yang berzina dengan laki-laki yang berzina, hendaklah kamu dera tiap-tiap satu
dari keduanya itu dengan seratus kali deraan.Dan janganlah kamu dipengaruhi oleh
perasaan kasihan kepada keduanya di dalam menjalankan (ketentuan) agama Allah yaitu
jika kamu sebenarnya beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan hendaklah hukuman
keduanya itu disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.
KANDUNGAN SURAT AN-NUR AYAT 2
Dengan nama Allah Yang Maha Murah lagi Pengasih.
Perempuan yang berzina dengan laki-laki yang berzina, hendaklah kamu dera tiap-tiap
satu dari keduanya itu dengan seratus kali deraan.Dan janganlah kamu dipengaruhi
oleh perasaan kasihan kepada keduanya di dalam menjalankan (ketentuan) agama
Allah yaitu jika kamu sebenarnya beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan
hendaklah hukuman keduanya itu disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang
beriman.
Di dalam ayat-ayat yang pertama ini sudah jelas bahwa Surat an-Nur
Rasulullah s.a.w. Dan menjalankan hukum ini diterima dari perawiperawi yang dapat dipercaya, yaitu: Abu Bakar, Umar, Ali, Jahir bin
Abdullah, Abu Said al-Khudari, Abu Hurairah, Zayid bin Khalid dan
Buraidah al-Aslami. Semuanya sahabat-sahabat yang besar-besar dan
ternama.
Hukuman ini pernah dilakukan oleh Rasul Allah s.a.w. kepada seorang
sahabat yang bernama Ma'iz, yang datang sendiri mengakui terusterang ke pada Nabi bahwa dia telah bersalah berbuat zina. Dia sendiri
yang minta dihukum. Berkali-kali Nabi s.a.w. mencoba meringankan
soal ini, sehingga beliau berkata: "Mungkin baru engkau pegang-pegang
saja," "mungkin tidak sampai engkau setubuhi," dan sebagainya, tetapi
Ma'iz berkata juga terus terang bahwa dia memang telah berzina,
bahwa dia memang telah melangar larangan Tuhan, dan belumlah dia
merasa ringan dari pukulan dan pukulan batin sebelum dia dihukum.
Maka atas permintaannya sendirilah dia dirajam sampai mati.
Kejadian itu pula hal demikian pada dua orang wanita, seorang dari
suku Bani Lukham dan seorang lagi persukuan Bani Ghamid, datang
pula mengaku di hadapan Nabi bahwa mereka telah terlanjur berzina.
Seorang di antara sedang hamil dari perzinahan itu. Sebagai Ma'iz,
kedua perempuan itu rupanya merasa tekanan batin yang amat sangat
sebelum hukuman itu dijalankan pada diri mereka, sehingga dijalankan
pula hukuman rajam itu, sampai mati. Dan terhadap kepada
perempuan yang hamil itu, hukum tersebut baru dijalan setelah
anaknya lahir dan besar, lepas dari menyusu. Itu pun perempuan
sendiri juga yang datang melaporkan diri .
Adapun perempuan dan laki-laki yang tidak muhshan, misalnya
perempuan yang tidak atau belum bersuami dan laki-laki yang tidak
atau belum beristeri, dilakukankan hukuman sebagai tersebut dalam
ayat tadi, yaitu dipukul cambuk, atau dengan rotan 100 kali, di
hadapan khalayak ramai kaum Muslimin.
Itulah hukuman duniawi. Adapun dalam perhitungan agama, zina
adalah fermasuk dosa yang amat besar. dan azab siksa yang akan
diterimanya di akhirat sangat besar pula.
Adalah tiga macam dosa besar yang diancam oleh siksa yang besar,
yaitu :
"Dan orang-orang yang tidak menyeru Allah beserta Tuhan yang lain,
dan tidak membunuh akan suatu diri, kecuali dengan haknya (hukum
bunuh) dan tidak pula berzina. Barangsiapa berbuat semacam itu,
bertemulah dia dengan dosa." (al-Furqan: 68)
Dalam suatu Hadis yang diriwayatkan' oleh Huzaifah, tersebut pula
Sabda Rasulullah s.a.w. tentang bahaya dan celakanya zina bagi
seseorang yang melakukannya:
hukum Taurat, yaitu rajam itu. Sebab kekuasaan ketika itu tidak ada di
tangan beliau.
Negeri Palestina adalah di bawah kekuasaan bangsa Romawi. Dan
setelah Nabi Muhammad s.a.w. menegakkan kekuasaan Islam di
Madinah, barulah dibangkitkan hukum Taurat itu.
Malahan seketika terdapat orang Yahudi dalam pemerintahan Madinah
berbuat zina, telah disuruhnya membaca Nash Kitab Taurat yang masih
ada di tangan mereka, dan Nabi menjalankan hukum Taurat mereka.
Di dalam ayat No. 2 itu dijelaskan bahwa hukum itu mesti dan tidak
boleh dikendurkan karena merasa belas-kasihan atau menenggang.
Malahan di dalam susunan ayat itu didahulukan menyebut laki-laki
yang berzina. Karena menghambat jangan sampai orang mengendurkan
hukum karena yang akan dihukum itu ialah "kaum lemah", "wanita
yang patut dikasihani" dan sebagainya. Mengapa Islam sekeras itu
menghukum orang yang berzina?
Diterangkanlah kesimpulan maksud agama, yaitu untuk memelihara
lima perkara.
Pertama, memelihara Agama itu sendiri. Sebab itu dihukum orang yang
murtad , dihukum orang yang meninggalkan sembahyang dengaan
sengaja. dihukum orang yang tidak mau mengeluarkan zakat. Dan
untuk memelihara dan mempertahankan Agama, diperbolehkan
berperang.
Kedua, memelihara jiwa raga manusia. Sebab itu dihukum Qishas
siapa yang membunuh sesamanya manusia. Dan dilarang membunuh
diri sendiri. Dilarang menggugurkan kandungan. Tidak boleh orang
bertindak sendiri membunuh orang yang bersalah misalnya, kalau
tidak hakim yang melakukannya karena suatu keputusan hukum. Atau
berbunuh-bunuhan berperang menegakkan agama atau membela
batas-batas negara
Ketiga, memelihara kehormatan. Hendaklah hubungan laki-laki dan
perempuan dengan nikah. Dilarang berzina dan didera atau dirajam
siapa yang melakukannya. Di zaman pemerintah Khalifah keempat Ali
bin Abu Thalib pemah dilakukan hukuman bakar atas orang setubuh
sejenis (liwath), yaitu laki-laki menyetubuhi laki-laki atau prempuan
"Janganlah didekati zina, karena dia sangat keji dan jalan yang amat
jahat. "
(al-Isra': 32)
Masyarakat yang kuat dan teguh, yang dapat menciptakan
kemanusiaan yang tertinggi ialah yang belum dihinggapi penyakit zina.
Tetapi kalau zina sudah jadi penyakit umum, sehing - ga hubungan
jantan clan betina sudah di pandang hanya sebagai "minuman segelas"
air sa - ja , masyarakat ini akan merana . Sejarah bangsa-bangsa kuno
dapat dijadikan i'tibar dalam perkara ini. Kejatuhan bangsa Romawi
purbakala, keruntuhan Mesir purbakala, ialah sete lah amat tipis batas
laki-laki dengan perempuan, sehingga laki-laki sudah "kepadusian".
Dan perempuan sudah melenggang-lenggok mengarah lakilaki. Lakilaki hilang miangnya karena dipengaruhi perempuan, sehingga
tiga kelompok yang Allah tidak mau melihat dan membersihkanya, dan bagi
mereka disediakan siksa yang pedih, yaitu orang tua yang berzina, raja yang
banyak berdusta, dan pegawai yang sombong.(terjemahan hadits riwayat
Muslim dan Nasai)
D. PEMBUKTIAN UNTUK JARIMAH ZINA
Pelaku jarimahh zina dapat dikenaihukuman had apabila perbuatanya telah
dapat dibuktikan. Untuk jarimah zina ada tiga macam cara pembuktian:
Pembuktian Dengan Saksi
a. urat An Nisaa, ayat 15
Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji , hendaklah ada
empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila
mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu)
dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atausampai Allah memberi jalan
lain kepadanya.{Terjemahan Surat An Nisaa [4]:15}
b. surat An Nuur ayat 4
Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina)
dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang
menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian
mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang
fasik.{Terjemahan Surat An Nuur [24]:4}
Syarat-syarat saksi
1) Syarat-syarat umum
Untuk dapat diterima persaksian, harus dipenuhi syarat-syarat yang umum
berlaku untuk semua jenis persaksian dalam setiap jarimah. Syarat-syarat
tersebut adalah sebagai berikut.
a) balig (dewasa)
b) berakal
c) kuat ingatan
d) dapat berbicara
e) dapat melihat
f) adil
g) Islam
2) syarat-syarat khusus untuk jarimah zina
Disamping syarat-syarat umum yang telah disebutkan, untuk persaksian dalam
jarimah zina harus dipenuhi syarat-syarat khusus. Syarat-syarat khusus ini
adalah sebagai berikut;
a) laki-laki
b) al-ishalah
c) peristiwa zina belum kedaluarsa
d) pesaksian harus dalam satu majelis
e) bilangan saksi harus empat orang
BAB II
PENDAHULUAN
1.Wacana Pembuka
Kata Pengantar
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya
penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas
mata kuliah Agama Islam.
Agama sebagai sistem kepercayaan dalam kehidupan umat manusia dapat
dikaji melalui berbagai sudut pandang. Islam sebagai agama yang telah
berkembang selama empat belas abad lebih menyimpan banyak masalah
yang perlu diteliti, baik itu menyangkut ajaran dan pemikiran keagamaan
maupun realitas sosial, politik, ekonomi dan budaya.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi
ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga
kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang
datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh
kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para siswi Administrasi
Perkantoran. Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jau
dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing saya meminta
masukannya demi perbaikan pembuatan makalah saya di masa yang akan
datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Disusun oleh :
1. Ani melani
2. Meldayanti
3. Syafitri nur wahyuni
4. Tri mayang sari
5. Monica