Você está na página 1de 8

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam tifoid adalah penyakit akibat infeksi bakteri Salmonella
enterica serotipe typhi. Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan di
Indonesia yang timbul secara sporadik endemik dan ditemukan sepanjang
tahun. Insidensi demam tifoid di Indonesia cukup tinggi akibat tingginya
urbanisasi, kontaminasi sumber air, resistensi antibiotik, penegakkan
diagnosis terlambat, serta belum ada vaksin tifoid yang efektif.
Demam tifoid sekilas seperti penyakit ringan dengan gejala klinik tidak
khas. Gejala klinik demam tifoid yang timbul bervariasi, dari ringan sampai
dengan berat, asimtomatik hingga disertai komplikasi. Gejala klinik demam
tifoid pada minggu pertama sakit yaitu berupa keluhan demam, nyeri kepala,
pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, serta
perasaan tidak enak di perut, dan dapat disertai batuk atau ditemukan adanya
epistaksis. Manifestasi 2 klinik demam tifoid pada minggu kedua akan
tampak semakin jelas. Demam tifoid bila tidak ditangani dengan baik, dapat
mengakibatkan komplikasi seperti perdarahan intestinal, perforasi usus,
trombositopenia, koagulasi vaskular diseminata, hepatitis tifosa, miokarditis,
pankreatitis tifosa, hingga kematian (Djoko Widodo, 2006).
Uji widal merupakan salah satu uji serologis yang sampai saat ini masih
digunakan secara luas, khususnya di negara berkembang termasuk Indonesia.
Uji widal dapat dilakukan dengan metode tabung atau dengan metode
peluncuran (slide). Uji widal dengan metode peluncuran dapat dikerjakan
lebih cepat dibandingkan dengan uji widal tabung, tetapi ketepatan dan
spesifisitas uji widal tabung lebih baik dibandingkan dengan uji widal
peluncuran (Wardhani, 2005).
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui adanya antibodi (uji kualitatif) dan titer anti bodi (uji
kuantitatif) terhadap kuman Salmonella Thyposa di dalam serum test.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
Diagnosis klinik demam tifoid sulit ditegakkan karena gejalanya tidak
khas, maka perlu sarana pemeriksaan laboratorium penunjang diagnosis
demam tifoid untuk menegakkan diagnosis demam tifoid (Djoko Widodo,
2006).
Salmonella sering bersifat pathogen untuk manusia atau hewan jika
masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Bakteri ni ditularkan dari hewan atau
produk hewan kepada manusia, dan menyebabkan enteris, infeksi sistemik
dan demam enteric. Salmonella merupakan bakteri Gram (-) batang, tidak
berkapsul dan bergerak dengan flagel peritrich. (Soemarno, 2000). Panjang
Salmonella bervariasi, kebanyakan spesies kecuali Salmonella
pullorumgallinarum dapat bergerak dengan flagel peritrich, bakteri ini mudah
tumbuh pada pembenihan biasa, tetapi hampir tidak pernah meragikan laktosa
dan sukrosa. Bakteri ini termasuk asam dan kadang kadang gas dari glukosa
dan maltosa, dan biasanya membentuk H2S. Bakteri ini dapat hidup dalam air
beku untuk jangka waktu yang cukup lama. Salmonella resisten terhadap zatzat kimia tertentu (misalnya hijau brilliant, natrium tetratrionat, dan natrium
desoksikolat) yang menghambat bakteri enteric lainnya. Oleh karena itu
senyawa ini bermanfaat untuk dimasukkan dalam pembenihan yang dipakai
untuk mengisolasi Salmonella dari tinja. (Jawetz, dkk. 1996).
Pemeriksaan Widal merupakan pemeriksaan serologis untuk mendeteksi
antibodi terhadap kuman Salmonella typhi, berdasarkan reaksi aglutinasi
antara antigen kuman dengan antibodi yang disebut aglutinin. Antigen Widal
menggunakan suspensi kuman Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah
di laboratorium. Tujuan pemeriksaan Widal adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid, yaitu aglutinin O
(tubuh kuman), aglutinin H (flagela kuman), dan aglutinin Vi (simpai kuman).
Deteksi aglutinin baik O dan atau H digunakan sebagai penunjang diagnosis
demam tifoid, di mana semakin tinggi titer aglutinin O dan atau H, maka
kemungkinan infeksi kuman Salmonella makin tinggi (Indro Handojo, 2004).

BAB III
METODOLOGI
3.1 Pra Analitik
3.1.1 Alat

Slide widal (porselin putih)


Maat pipet atau pipet ukur 0,1 ml
Bola karet
Pengaduk disposable
Stopwach/timer
Tissue

3.1.2 Bahan
Serum
3.1.3 Reagent
1)
2)
3)
4)

Antigen Salmonella Thyposa O


Antigen Salmonella Thyposa H
Antigen Salmonella PA
Antigen Salmonella PB

3.2 Analitik
3.2.1 Prosedur Kerja
3.2.1.1 Kualitatif
1.
2.
3.
4.

Disediakan slide widal kering dan bersih


Diteteskan serum test 0,08 ml dan antigen Salmonella 1 tetes
Diaduk dengan batang pengaduk
Digoyang-goyangkan melingkar dan dibaca adanya aglutinasi tepat

setelah 1-2 menit


5. Jika hasilnya positif dilanjutkan ke pemeriksaan kuantitatif.
3.2.1.2 Semi Kuantitatif
1. Dilakukan penipisan serum
Serum (ml)
Titer Antibodi
0,04
1:40
0,02
1:80
0,01
1:160
0,005
1:320
2. Ditiap pengenceran diteteskan pada obyek glass lalu dilakukan test
seperti pada kualitatif
3. Dibaca sampai titer tertinggi adanya aglutinasi.

BAB IV
HASIL & PEMBAHASAN
4.1 Pasca Analitik
4.1.1 Interpretasi Hasil
Salmonella Thyposa O
Salmonella Thyposa H
SPA dan SPB

= Butiran seperti pasir / kasar


= Butiran seperti pasir / kasar
= Butiran seperti pasir / kasar

4.2 Hasil
4.2.1 Kualitatif
Salmonella Thyposa H
Salmonella Thyposa O
Salmonella Thyposa PA
Salmonella Thyposa PB

= (+) adanya aglutinasi seperti butir pasir


= (-) Tidak terjadi aglutinasi
= (-) Tidak terjadi aglutinasi
= (-) Tidak terjadi aglutinasi

4.2.2 Semi Kuantitatif


Salmonella Thyposa H
Serum (ml)
0,04

Titer Antibodi
1:40

Hasil
(+) adanya aglutinasi

4.3 Pembahasan
Dari praktikum yang dilakukan, yaitu pemeriksaan widal dengan
metode slide. Dengan meneteskan serum 0,8 ml pada slide dan ditambahkan 1
tetes antigen Salmonella pada uji kualitatif menunjukan hasil positif
terjadinya aglutinasi pada antigen Salmonella Thyposa H. Kemudian
dilanjutkan dengan pemeriksaan uji semi kuantitatif, untuk sebagai penunjang
diagnosis demam tifoid.
Hasil widal dianggap positif apabila titer mencapai 1:160. Yang
menandakan infeksi kuman tinggi. Pada uji Salmonella Thyposa H pada semi
kuantitatif titer antibodi hanya sampai 1:40, yang menandakan infeksi kuman
tidak terlalu tinggi. Namun bisa menjadi tinggi apabila bertahan dalam waktu
yang lama.
Hasil pemeriksaan Widal dapat memberikan hasil positif palsu ataupun
negatif palsu. Beberapa faktor yang mempengaruhi pemeriksaan Widal antara
lain terapi antibiotik yang terlalu dini yaitu sebelum dipastikan diagnosis

penyakit, gangguan pembentukan antibodi dalam tubuh penderita, pemberian


terapi kortikosteroid, saat pengambilan bahan pemeriksaan darah, apakah
tempat tinggal penderita daerah endemis demam tifoid atau bukan, riwayat
vaksinasi sebelum pemeriksaan Widal, reaksi anamnestik, faktor perbedaan
teknik pemeriksaan antar laboratorium, dan atau subyektivitas interpretasi
pembacaan titer Widal.
Hasil pemeriksaan Widal yang telah populer di kalangan masyarakat
sebagai penunjang diagnosis demam tifoid sering menunjukkan hasil positif
palsu atau negatif palsu karena pada pemeriksaan Widal menggunakan
antigen poliklonal sehingga dapat menyebabkan terjadinya reaksi silang
(Indro Handojo, 2004).
Kelemahan uji Widal yaitu rendahnya sensitivitas dan spesifisitas serta
sulitnya melakukan interpretasi hasil membatasi penggunaannya dalam
penatalaksanaan penderita demam tifoid akan tetapi hasil uji Widal yang
positif akan memperkuat dugaan pada tersangka penderita demam tifoid
(penanda infeksi). Saat ini walaupun telah digunakan secara luas di seluruh
dunia, manfaatnya masih diperdebatkan dan sulit dijadikan pegangan karena
belum ada kesepakatan akan nilai standar aglutinasi (cut-off point). Mencari
standar titer uji Widal seharusnya ditentukan titer dasar (baseline titer) pada
anak sehat di populasi dimana pada daerah endemis seperti Indonesia akan
didapatkan peningkatan titer antibodi O dan H pada anak-anak sehat (Jawetz
et al., 1974).

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Jadi, dari pemeriksaan widal metode slide didapatkan hasil dari serum
probandus dengan titer antigen Salmonella Thyposa H 1:40. Yang
mengindikasikan pasien positif (+) demam tifoid.
4.2 Saran
Sebaiknya saat praktikum seorang praktikan harus:
Mempersiapkan alat dan menggunakan APD
Menyiapkan sampel yang digunakan dan menyesuaikan dengan jumlah
yang dibutuhkan.
Menguasai materi agar dapat dengan benar membaca setiap reaksi
aglutinasi ada penambahan antigen.

Daftar Pustaka
Indro Handojo. 2004. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Klinis. Yogyakarta: Akademi
Analis kesehatan Yogyakarta Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Soenarjo. 1989. Dasar-dasar Imuno Bioreproduksi pada Hewan. Fakultas
Peternakan Unsoed, Purwokerto.
Wardhani, P. Prihatini, M.Y. 2005. Kemampuan Uji Tabung Widal Menggunakan
Antigen Import dan Antigen Lokal. Indonesian Journal of Clinical
Pathology and Medical Laboratory, 12 (1) : 31-37.

Você também pode gostar