Você está na página 1de 16

1.

DEFINISI
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Mansjoer dkk,1999).
Francis dan John (2000), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu sindroma gangguan
metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi
sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya.
Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang mengakibatkan gangguan
metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan berkembang menjadi komplikasi
makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis. (Barbara C. Long)
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan gangguan multi sistem
dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau kerja
insulin yang tidak adekuat. (Brunner dan Sudart)
Diabetes mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor
lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik hyperglikemia
kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol (WHO).
2. Anatomi Fisiologi
Pankreas panjangnya kira-kira lima belas sentimeter, mulai dari duodenum sampai limpa,
dan terdiri atas 3 bagian : kepala pankreas, badan pankreas, ekor pankreas. Jaringan
pankreas terdiri atas labula dari pada sel sekretori yang tersusun mengitari saluran-saluran
halus. Saluran-saluran ini mulai dari persambungan saluran-saluran kecil dari labula yang
terletak di dalam ekor pankreas dan berjalan menlalui labula yang terletak di dalam ekor
pankreas dan berjalan melalui badannya dari kiri ke kanan. Saluran-saluran kecil itu
menerima saluran dari labula lain dan kemudian bersatu untuk membentuk saluran utama
yaitu ductus wirsungi.
Kepulauan langerhans pada pankreas membentuk organ endokrin yang menyekresi insulin,
yaitu sebuah hormon antidiabetika, yang diberikan dalam pengobatan diabetes. Insulin
adalah sebuah protein yang dapat turut dicernakan oleh enzim-enzim pencerna protein.
Insulin mengendalikan kadar glukosa dan bila digunakan sebagai pengobaan dalam hal
kekurangan, seperti pada diabetes, ia memperbaiki kemampuan sel tubuh untuk
mengabsorbsi dan menggunakan glukoda dan lemak (Pearce, E., 1995 : 207 dan 237).
Insulin yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas, kelenjar pankreas terletak di lekukan usus
dua belas jari, sangat penting untuk menjaga keseimbangan kadar glukosa darah yaitu
waktu puasa antara 60-120 mg/dl dan dalam dua jam sesudah makan di bawah 140 mg/dl.
Bila terjadi gangguan pada kerja insulin, baik secara kuantitas maupun kualitas
keseimbangan tersebut akan terganggu dan kadar glukoda cenderung naik (Tjokroprawiro,
1998 : 1).

3. ETIOLOGI

Secara umum penyebab terjadinya DM tidak diketahui secara pasti, namun dimungkinkan
karena faktor:
1. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan
genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon
abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pancreas, sebagai contoh hasil
penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autuimun
yang dapat menimbulkan destuksi sel pancreas.
2. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes Mellitus tak
tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI
ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya
tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula
mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi
intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien
dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor.
Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin
pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor
insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam
waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi
insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995).
Diabetes Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI)

atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok
heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang
dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik
4. PATOFISIOLOGI
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi
puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa
yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam
urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi
ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asamasam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan
terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping
itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton
yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen,
mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama
cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik

tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai
pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin
dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam
sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa
oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah,
harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin,
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi
gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat
insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi
badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada
diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler
nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30
tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahuntahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika
gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup
kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh,
infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi).

5. Patways

Pathway Diabetes Melitus

6. TANDA & GEJALA


1. Diabetes Tipe I
hiperglikemia berpuasa
glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
keletihan dan kelemahan
ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah, ada
perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia, luka
pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
Dari sudut pasien DM sendiri, hal yang sering menyebabkan pasien datang berobat ke
dokter dan kemudian didiagnosa sebagai DM ialah keluhan:
- Kelainan kulit : gatal, bisul-bisul
- Kelainan ginekologis : keputihan
- Kesemutan, rasa baal
- Kelemahan tubuh
- Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh
- Infeksi saluran kemih
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah genital atau pun daerah lipatan kulit
lain seperti di ketiak dan di bawah payudara, biasanya timbul akibat jamur. Sering pula
dikeluhkan timbulnya bisul-bisul atau luka yang lama tidak sembuh. Pada wanita,
keputihan merupakan salah satu keluhan yang sering menyebabkan pasien datang ke dokter
ahli kebidanan. Jamur terutama candida merupakan penyebab tersering dari keluhan pasien.
Rasa baal dan kesemutan akibat sudah terjadinya neuropati, juga merupakan keluhan
pasien, disamping keluhan lemah dan mudah merasa lelah. Pada pasien laki-laki mungkin
keluhan impotensi yang menyebabkan pasien datang ke dokter. Keluhan lain yaitu mata
kabur yang disebabkan katarak, ataupun gangguan refraksi akibat perubahan-perubahan
pada lensa oleh hiperglikemia. Mungkin pula keluhan tersebut disebabkan kelainan pada
corpus vitreum. Diplopia binokular akibat kelumpuhan sementara otot bola mata dapat pula
merupakan salah satu sebab pasien berobat ke dokter mata.
Diabetes mungkin pula ditemukan pada pasien yang berobat untuk infeksi saluran kemih
dan untuk tuberculosis paru. Jika pada mereka kemudian ditanyakan dengan teliti mengenai
gejala dan tanda DM, pada umumnya juga akan ditemukan gejala khas DM, yaitu poliuria
akibat diuresis osmotic, polidipsia, polifagia dan berat badan menurun.

7. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa
darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan
terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia)
tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien.
Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:
a. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat:
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
4) Mempertahankan kadar KGD normal
5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
7) Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak
Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.
1) Diit DM I : 1100 kalori
2) Diit DM II : 1300 kalori
3) Diit DM III : 1500 kalori
4) Diit DM IV : 1700 kalori
5) Diit DM V : 1900 kalori
6) Diit DM VI : 2100 kalori
7) Diit DM VII : 2300 kalori
8) Diit DM VIII : 2500 kalori
Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes
komplikasi,
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:
J I : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
J III : jenis makanan yang manis harus dihindari

Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita,
penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body weight
(BBR= berat badan normal) dengan rumus:
BB (Kg)
BBR = X 100 %
TB (cm) 100
Kurus (underweight)
1) Kurus (underweight) : BBR < 90 %
2) Normal (ideal) : BBR 90 110 %
3) Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
4) Obesitas, apabila : BBR > 120 %
- Obesitas ringan : BBR 120 130 %
- Obesitas sedang : BBR 130 140 %
- Obesitas berat : BBR 140 200 %
- Morbid : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang
bekerja biasa adalah:
1) kurus
: BB X 40 60 kalori sehari
2) Normal
: BB X 30 kalori sehari
3) Gemuk
: BB X 20 kalori sehari
4) Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari
b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
1) Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 jam
sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan
atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan
reseptornya.
2) Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
4) Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang
pembentukan glikogen baru
6) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam
lemak menjadi lebih baik.
c. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu bentuk
penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media
misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
d. Obat
1. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
Mekanisme kerja sulfanilurea

kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas


kerja OAD tingkat reseptor
Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat
meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
(1) Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
- Menghambat absorpsi karbohidrat
- Menghambat glukoneogenesis di hati
- Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
(2) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
(3) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
2. Insulin
a) Indikasi penggunaan insulin
(1) DM tipe I
(2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
(3) DM kehamilan
(4) DM dan gangguan faal hati yang berat
(5) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
(6) DM dan TBC paru akut
(7) DM dan koma lain pada DM
(8) DM operasi
(9) DM patah tulang
(10) DM dan underweight
(11) DM dan penyakit Graves
b) Beberapa cara pemberian insulin
(1) Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan subcutan,
kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa factor antara lain:
(a) lokasi suntikan
ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yaitu dinding perut, lengan, dan paha. Dalam
memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat
suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.
(b) Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30 menit setelah
suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit
setelah suntikan.
(c) Pemijatan (Masage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.
(d) Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat absorpsi insulin.
(e) Dalamnya suntikan

Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini berarti suntikan
intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada subcutan.
(f) Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 100 U/ml, tidak terdapat perbedaan absorpsi.
Tetapi apabila terdapat penurunan dari u 100 ke u 10 maka efek insulin dipercepat.
(2) Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada kasus-kasus dengan
degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis rendah digunakan
untuk terapi koma diabetik.
e. Cangkok pankreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok pancreas adalah segmental dari donor hidup saudara
kembar identik (Tjokroprawiro, 1992).

8. Komplikasi
Menurut Price, S.A dan Wilson, L.M (1995 : 1117) komplikasi diabetes mellitus dapat
dibagi menjadi 2 kategori yaitu :
1. Komplikasi metabolik akut
a.Komplikasi metabolik yang serius adalah ketoasidosis diabetes yang akan mengakibatkan
kerosis terjadi pada jangka pendek.
b. Peningkatan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik.
c. Hipolikemi
2. Komplikasi metabolik kronik
a. Makro angiopati yang mengenai pembuluh darah besar seperti pada jantung pada otak.
b.Mikro angiopati yang mengenai pembuluh darah kecil seperti retinopati diabetik,
nefropati diabetik.
c. Neuropati diabetik rentang infeksi seperti TBC, infeksi saluran kemih, ulkus pada kaki.

9. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Pengkajian pasien diabetes mellitus harus berfokus pada hipoglikemia dan hiperglikemia.
Luka pada kulit dan ketrampilan perawatan mandiri diabetes serta tindakan untuk
mencegah komplikasi jangka panjang.
Pengkajian dilakukan untuk mendeteksi hipoglikemia dan hiperglikemia disertai
pemantauan glukosa kapiler yang sering (biasanya diinstruksikan dokter sebelum jam-jam
makan serta pada saat akan tidur malam). Pengkajian kulit yang cermat, khususnya pada
daerah-daerah yang menonjol dan pada ekstremitas bawah, merupakan tindakan yang
penting. Pengkajian ini dilakukan untuk memeriksa apakah kulit pasien kering, pecahpecah, terluka dan kemerahan. Kepada pasien ditanyakan tentang gejala neuropati, seperti:
perasaan kesemutan dsn nyeri atau pati rasa pada kaki.
Pengkajian terhadap ketrampilan perawatan diri / mandiri diabetes dilakukan sedini
mungkin untuk menentukan apakah pasien memerlukan pengajaran lebih lanjut tentang
penyakit diabetes. Pengetahuan tentang diet dapat dikaji dengan bantuan ahli gizi dengan
bertanya langsung atau meninjau pilihan pasien terhadap menu, tanda-tanda, penanganan
dan pencegahan keadaan hipoglikemia serta hiperglikemia harus ditanyakan pada pasien.
Pengetahuan pasien tentang faktor resiko penyakit makrovaskuler, yang mencakup
hipertensi, peningkatan kadar lemak darah, dan kebiasaan merokok, perlu dikaji.

10. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan
nutrisi yang tidak adekuat, masukan dibatasi.
2 Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi metabolik, insufisiensi insulin,
peningkatan kebutuhan energi.
3. Perubahan membran mukosa mulut berhubungan dengan efek obat, xerostomia,
kesulitan mengunyah, perubahan pengecapan, oral hygiene tidak adekuat, gigi
rusak atau hilang.
4, Kurang pengetahuan tentang masalah dan penanganan penyakit berhubungan
dengan kurang mendapat informasi.

11. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa 1: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan
nutrisi yang tidak adekuat.
Tujuan keperawatan: Menjamin masukan nutrisi yang adekuat.
Intervensi
1.Timbang berat badan klien
(tanyakan berapa berat badan
terakhir).
2.Anjurkan klien makan makanan
porsi sedikit tapi sering.
3.Anjurkan klien untuk menghindari
kopi, alkohol, dan merokok

4.Anjurkan mengkonsumsi vitamin


B kompleks, tambahan diet lain
sesuai indikasi.
5.Berikan klien petunjuk makanan
sehari-hari untuk lansia

Rasional
1.Memberikan informasi tentang
kebutuhan diet/keefektifan
intervensi.
2.Makanan sedikit menurunkan
kelemahan dan membantu proses
pemulihan.
3.Kafein dapat meningkatkan
aktivitas lambung, rokok dapat
mengurangi sekresi pancreas
sehingga menghambat netralisasi
asam lambung, juga memacu kerja
jantung.
4.Memperbaiki kekurangan dan
membantu proses penyembuhan.
5.Membantu klien untuk mengatur
pola diet sehari-hari.

Diagnosa 2 : Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik,


kebutuhan energi meningkat.
Tujuan keperawatan : Menunjukkan peningkatan tingkat energy
Intervensi
1.Anjurkan klien untuk melakukan
aktivitas yang dapat ditoleransi\
2.Anjurkan klien untuk istirahat yang
cukup
3.Kaji faktor yang dapat

Rasional
1.Mencegah kelelahan yang
berlebihan
2.Mengembalikan energi yang telah
terpakai / pengumpulan energi.

meningkatkan dan mengurangi


kelelahan
4.Diskusikan bersama klien hal-hal
apa yang dapat menimbulkan
kelelahan

3.Membantu dalam pembuatan


diagnosa dan kebutuhan terapi
ataupun intervensi
4.Memberi kesempatan kepada klien
untuk bersama-sama perawat
mengidentifikasi hal-hal / aktivitas
yang perlu dihindari.

Diagnosa 3 : Perubahan membran mukosa mulut berhubungan dengan efek obat,


xerostomia, kesulitan mengunyah, perubahan pengecapan, oral hygiene tidak adekuat, gigi
rusak atau hilang.
Tujuan keperawatan : Menjamin perbaikan membran mukosa mulut
Intervensi
1.Beritahu klien bahwa mulut yang
kering dapat disebabkan oleh efek
obat dan harus dievaluasi sebelum
memulai obat simptomatik.
2.Beri tahu klien bahwa mengunyah
permen karet atau menhisap permen
yang asem dapat merangsang
produksi saliva (bila dapat
ditoleransi)
3.Anjurkan klien untuk minum 10-12
gelas/hari
4.Anjurkan klien untuk menghindari
mencuci mulut dengan bahan yang
mengandung alkohol.
5.Anjurkan klien untuk menghindari
rokok
6.Anjurkan klien agar teratur dalam
melakukan oral hygiene

Rasional
1.Memberikan pemahaman kepada
klien tentang sebab keringnya
mukosa mulut dan pentingnya untuk
melakukan evaluasi.
2.Sebagai informasi bagi klien
tentang cara lain untuk mencegah
mulut kering

3.Membantu memberikan
kelembaban pada mukosa mulut.
4.Dapat menimbulkan eksoserbasi
pada mulut.
5.Rokok dapat menimbulkan
eksoserbasi pada mulut dan dapat
mengiritasi membran mukosa mulut.
6.Mulut yang kering dapat
meningkatkan resiko kerusakan lidah
dan gigi.

Diagnosa 4 : Kurang pengetahuan tentang masalah dan penanganannya berhubungan


dengan kurang mendapat informasi.
Tujuan keperawatan : Meningkatkan pengetahuan klien tentang pengertian penyakit, faktor
yang dapat mendukung munculnya masalah kesehatan yang dihadapi dan penanganannya:
Meningkatkan kesadaran klien tentang pengaturan diet dan kebiasaan makan.
Intervensi
1.Kaji pengetahuan klien tentang
masalah kesehatan yang dialami.
2.Identifikasi bersama klien
kebiasaan yang memungkinkan
munculnya masalah
3.Anjurkan klien untuk teratur
mengkonsumsi obat-obatan penurun
glukosa darah sesuai resep
(kolaborasi)
4.Berikan klien daftar zat-zat yang
harus dihindari (misalnya: kafein,
nikotin, permen, coklat, makanan
yang manis, dll)
5.Anjurkan klien untuk
menyesuaikan diet dengan makanan
yang disukai, pola makan dan jumlah
yang dibutuhkan.
6.Jelaskan kepada klien informasi
tentang diabetes mellitus yang
meliputi: pengertian, penyebab,
gejala klinik dan cara
penanggulangannya.
7.Berikan dorongan kepada klien
untuk mematuhi semua saran-saran
yang disampaikan oleh perawat.
8.Berikan klien kesempatan bertanya

Rasional
1.Membantu menentukan hal
spesifik yang akan menjadi
topik/materi penyuluhan.
2.Membantu klien mengidentifikasi
hubungan kebiasaan dengan masalah
yang dihadapi saat ini.
3.Memberikan dorongan kepada
klien agar konsisten terhadap
program penyembuhan.
4.Memberikan informasi kepada
klien dan panduan agar dapat
dipatuhi.

5.Memberi kesempatan kepada klien


untuk bekerjasama dengan perawat
dalam pengaturan diet.
6.Informasi yang diberikan kepada
klien bertujuan untuk memberikan
pemahaman tentang hal-hal yang
berhubungan dengan DM dan
penanganannya.
7.Meningkatkan kesadaran klien
tentang pengaturan diet dan
kebiasaan makan.
8.Memberikan kesempatan kepada

tentang hal-hal yang berhubungan


dengan masalah yang sedang
dihadapi

klien untuk mencari informasi


tentang hal-hal yang belum diketahui
dan dipahami.

12. Evaluasi
Hasil yang diharapkan pada klien Diabetes Mellitus adalah :
a. Apakah kebutuhan volume cairan klien terpenuhi/adekuat ?
b. Apakah nutrisi klien terpenuhi ke arah rentang yang diinginkan ?
c.
Apakah infeksi dapat dicegah dengan mempertahankan kadar glukosa ?
d. Apakah tidak terjadi perubahan sensori perseptual ?
e. Apakah kelelahan dapat diatasi dan produksi energi dapat dipertahankan
sesuai
kebutuhan ?
f.
Apakah klien dapat menerima keadaan dan mampu merencanakan perawatannnya
sendiri ?
g. Apakah klien dapat mengungkapkan pemahaman tentang penyakit ?

13. DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Indriastuti, Na. 2008. Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi Pleura dan
Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Arif Mansjoer, (1999), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3,Jilid I, Media Aesculapius
FKUI Jakarta
Brunner & Suddarth. (2002). Keperawatan medikal bedah, volume 2. Jakarta: EGC.
Doenges, M. E, et all. (1999). Rencana asuhan keperawatan. Jakarta: EGC
Miller, C.A. (1995). Nursing care of Older Adults, Theory and Practice. Philadelphia :
J.B. Lippincott Company
Nettina, S.M. (2002), Pedoman Praktek Keperawatan, Penerbit EGC Jakarta
Soeparman & Waspadji,. (1998),. Ilmu penyakit dalam, (jilid 1). Jakarta: FK UI
Utama, H. (2004). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.s Jakarta: FK UI
PB. PERKENI. (2002). Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia.
http: //www.homestead.com/ dr erik /kodrat2. html

Você também pode gostar