Você está na página 1de 18

BAB 1

PENDAHULUAN

Abortus (keguguran) merupakan salah satu penyebab perdarahan yang


terjadi pada kehamilan trimester pertama dan kedua. Perdarahan ini dapat
menyebabkan berakhirnya kehamilan atau kehamilan terus berlanjut. Secara
klinis, 10-15% kehamilan yang terdiagnosis berakhir dengan abortus.
Kasus abortus sebenarnya angkanya lebih besar daripada yang disebutkan
di atas, karena banyak kasus yang tidak dilaporkan, tidak tercatat, dan tidak
diketahui. Seorang wanita dapat mengalami abortus tanpa mengetahui bahwa ia
hamil. Abortus bisa juga tidak diketahui karena hanya dianggap sebagai
menstruasi yang terlambat (siklus memanjang), dan insiden abortus kriminalis
yang pada umumnya tidak dilaporkan.
Abortus dapat

menyebabkan

perdarahan yang

hebat dan dapat

menimbulkan syok, perforasi, infeksi, dan kerusakan faal ginjal (renal failure)
sehingga mengancam keselamatan ibu. Kematian dapat terjadi apabila
pertolongan tidak diberikan secara cepat dan tepat.
Selain menimbulkan dampak fisik yang buruk sebagaimana disebutkan di
atas, abortus juga menyebabkan efek psikologis bagi wanita yang mengalaminya.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, sejumlah penelitian dilakukan untuk
mengidentifikasi konsekuensi psikologis wanita yang mengalami abortus. Pada
sejumlah besar abortus yang terjadi pada wanita yang mengalaminya merupakan
pengalaman yang tidak menyenangkan atau mengecewakan, Pengalaman ini unik

bagi setiap individu dan intensitas pengalaman itu tidak berhubungan dengan usia
gestasi janin.

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI
Berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum janin mampu
bertahan hidup. Di Amerika Serikat, definisi ini terbatas pada terminasi kehamilan
sebelum 20 minggu didasarkan pada tanggal hari pertama haid terakhir. Definisi
lain yang digunakan adalah keluarnya janin-neonatus yang beratnya kurang dari
500 gram (Cunningham, 1997).
Apabila abortus terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis untuk
mengosongkan uterus, maka abortus tersebut dinamai spontan. Kata lain yang luas
digunakan adalah keguguran (miscarriage).
2.2 KLASIFIKASI
1. Menurut penggolongan jenis:
a. Abortus spontan: terjadi dengan sendirinya.
b. Abortus provokatus: disengaja:
Abortus provokatus terapetikus: dengan alasan kehamilan
membahayakan ibunya atau janin cacat.
Abortus provokatus kriminalis: tanpa alasan medis yang sah.
2. Menurut derajat/tingkat:
a. Abortus iminens: abortus yang membakat ditandai dengan
perdarahan pervaginam yang minimal, tetapi portio uteri masih
tertutup
b. Abortus insipiens: pembukaan serviks yang kemudian diikuti oleh
kontraksi uterus namun buah kehamilan belum ada yang keluar.
c. Abortus inkomplet: biasanya ada pembukaan serviks, sebagian
hasil konsepsi sudah keluar (plasenta) sebagian masih tertanam di
rahim. Biasanya diikuti perdarahan hebat.

d. Missed abortion: tertahannya hasil konsepsi yang telah mati di


dalam Rahim selama 8 minggu. Ditandai dengan tinggi fundus
uteri yang menetap bahkan mengecil. Biasanya tidak diikuti tandatanda abortus seperti perdarahan, pembukaan serviks.

e. Abortus habitualis: adalah abortus spontan 3 kali atau lebih secara


berturut-turut.
f. Abortus infeksiosus: abortus yang mengalami infeksi.
2.3 ETIOLOGI
1. Faktor Janin
a. Ovum patologik (Blighted ovum)
Embrio degenerasi yang kadang-kadang disertai pembuahan
plasenta abnormal.
b. Kromosom abnormal
Misalnya monosomia dan trisomia. Trisomy autosom merupakan
kelainan kromosom yang tersering dijumpai pada abortus trimester

pertama. Trisomy dapat disebabkan oleh nondisjunction tersendiri,


translokasi seimbang maternal atau paternal, atau inversi
kromosom seimbang. Monosomia adalah kelainan kromososm
tersering berikutnya dan memungkinkan lahirnya bayi perempuan
hidup (sindrom turner).
2. Faktor Ibu
a. Kelainan pada sel telur dan sperma
Spermatozoa maupun sel telur yang mengalami aging process
sebelum fertilisasi akan meningkatkan insiden abortus.
b. Kondisi Rahim yang tidak optimal
Gangguan kontrol hormonal dan faktor-faktor endokrin lain yang
berhubungan dengan persiapan uterus dalam menghadapi proses
implantasi dan penyediaan nutrisi janin: gangguan pada corpus
luteum.
c. Penyakit ibu
a. Penyakit kronis: hipertensi, diabetes mellitus.
Hipertensi jarang menyebabkan abortus dibawah 20 minggu,
tetapi dapat menyebabkan kematian janin dan pelahiran
preterm. Diabetes mellitus berkaitan dengan derajat kontrol
metabolik pada trimester pertama, pengendalian glukosa secara
dini (21 hari setelah konsepsi) menghasilkan angka abortus
spontan yang setara pada angka kelompok control nondiabetik.
Namun, kurangnya pengendalian glukosa mengakibatkan
peningkatan angka abortus yang mencolok.
b. Penyakit infeksi: sejumlah penyakit kronik diperkirakan dapat
menyebabkan abortus. Brucella abortus dan Campilobacter
fetus merupakan kausa abortus pada sapi yang telah lama
dikenal, tapi keduanya bukan kausa signifikan pada manusia.
Bukti bahwa Toxoplasma gondii menyebabkan abortus pada

manusia kurang meyakinkan. Tidak terdapat bukti bahwa


Listeria

monocytogenes

atau

Chlamydia

trachomatis

menyebabkan abortus pada manusia. Namun herpes simpleks


dilaporkan berkaitan dengan peningkatan insidensi abortus
setelah terjadi infeksi genital pada awal kehamilan.
d. Inkompatibilitas rhesus
Reaksi antara Rh dan anti Rh menyebabkan proses autoimunologik
sehingga terjadi eritroblastosis fetalis.
e. Inkompetensia serviks
Kelainan ini ditandai dengan pembukaan serviks tanpa nyeri pada
trimester kedua, atau mungkin awal trimester ketiga, disertai
prolapse dan menggembungya selaput ketuban ke dalam vagina,
diikuti oleh pecahnya selaput ketuban dan ekspulsi jaringan imatur.
f. Trauma fisik
Trauma yang tidak menyebabkan terhentinya kehamilan sering
dilupakan. Yang diingat hanya kejadian tertentu yang tampaknya
mengakibatkan abortus. Namun, sebagian besar abortus spontan
terjadi beberapa waktu setelah kematian janin.
g. Keracunan
a. Tembakau: merokok dilaporkan menyebabkan peningkatan
resiko abortus. Bagi wanita yang merokok 14 batang per hari,
risiko tersebut sekitar 2 kali lipat dibandingkan dengan control
normal. Armstrong (1992) menghitung bahwa risiko abortus
meningkat secara linier 1,2 kali untuk setiap 10 batang rokok
yang diisap perhari.
b. Alkohol: abortus spontan dan anomaly janin dapat terjadi
akibat sering mengkonsumsi alkohol selama 8 minggu pertama
kehamilan. Kline dkk (1980) melaporkan bahwa angka abortus
meningkat 2 kali lipat pada wanita yang minum 2 kali setiap

minggu, dan 3 kali pada wanita yang mengkonsumsi alkohol


setiap hari dibandingkan bukan peminum.
c. Kafein: konsumsi kopi dalam jumlah lebih dari 4 cangkir per
hari meningktakan risiko abortus.

2.4 PATOFISIOLOGI
Perubahan patologi dimulai dari perdarahan pada desidua basalis yang
menyebabkan nekrosis jaringan sekitar. Selanjutnya sebagian atau seluruh janin
akan terlepas dari dinding rahim. Keadaan ini merupakan benda asing bagi rahim
sehingga merangsang kontraksi rahim untuk terjadi ekspulsi. Bila ketuban pecah
terlihat maserasi janin bercampur air ketuban. Seringkali fetus tak tampak dan ini
disebut blighted ovum.
Pada kehamilan < 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan
seluruhnya karena vili korialis belum menembus desidua secara mendalam. Pada
kehamilan antara 8-14 minggu vili korialis menembus desidua lebih dalam,
sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat menyebabkan
banyak perdarahan. Pada kehamilan > 14 minggu umumnya yang dikeluarkan
setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta.
Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera terlepas dengan lengkap. Peristiwa
abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniature.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada
kalanya kantong amnion kososng atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa
bentuk yang jelas (blighted ovum); mungkin pula janin telah mati lama (missed
abortion).
2.5 DIAGNOSIS

a.

Gejala Klinis

1. Perdarahan
a. Berlangsung ringan sampai dengan berat.
b. Perdarahan pervaginam pada abortus imminens biasanya ringan
berlangsung berhari-hari dan warnaya merah kecoklatan.
2. Nyeri
a. Cramping pain: rasa nyeri seperti pada waktu haid di daerah
suprasimfisis, pinggang, dan tulang belakang yang bersifat ritmis.
3. Febris
a. Menunjukkan proses infeksi intragenital, biasanya disertai lokia berbau
dan nyeri pada waktu pemeriksaan dalam.
Perdarahan
Bercak

Serviks
Tertutup

hingga sedang

Uterus
Sesuai

Gejala/Tanda
Kram perut

Diagnosis
Abortus

dengan usia

bawah

imminens

Uterus lunak
Sedikit/tanpa

Abortus

dari usia

nyeri perut

komplit

gestasi

bawah

gestasi
Tertutup/terbuka Lebih kecil

Riwayat
ekspulsi hasil
Sedang

Terbuka

hingga
massif/banyak

Sesuai usia

konsepsi
Kram atau nyeri

Abortus

kehamilan

perut bawah

insipiens

Belum terjadi
ekspulsi hasil
konsepsi
Kram atau nyeri

Abortus

perut bawah

inkomplit

Ekspulsi
sebagian hasil
konsepsi
2.6 PENATALAKSANAAN

Abortus dapat dilakukan secara medis maupun bedah. Sebelum suatu


abortus elektif dilaksanakan, apabila dijumpai vaginosis bakterialis, wanita yang
bersangkutan perlu diterapi dengan metronidazole untuk mengurangi angka
infeksi paska operasi.
Teknik bedah untuk aborsi
a. Dilatasi dan kuretase
Abortus bedah mula-mula dilakukan dengan mendilatasi serviks
dan kemudian mengosongkan uterus dengan mengorek isi uterus
(kuretase tajam) secara mekanis, melakukan aspirasi vakum, atau
keduanya. Untuk usia gestasi di atas 16 minggu, dilakukan dilatasi dan
evakuasi (D&E). Tindakan ini berupa dilatasi serviks lebar diikuti oleh
destruksi dan evakuasi mekanis bagian-bagian janin. Setelah janin
seluruhnya dikeluarkan, digunakan kuret vakum berlubang besar untuk
mengeluarkan palsenta dan jaringan yang tersisa. Dilatasi dan ekstraksi
(D&X) serupa dengan D&E kecuali bahwa pada D&X bagian janin
pertama kali diekstraksi melalui serviks yang telah membuka untuk
mempermudah tindakan.

b. Dilator higroskopik
Trauma akibat dilatasi mekanik dapat dikurangi dengan suatu alat
yang dapat digunakan secara perlahan membuka serviks. Alat ini menarik
air dari jaringan serviks dan juga digunakan untuk pematangan serviks
prainduksi. Batang laminaria sering digunakan untuk membuka serviks.
Induksi abortus secara medis
a. Oksitosin
Pemberian oksitosin dosis tinggi dalam sedikit cairan intravena dapat
menginduksi abortus pada kehamilan trimester kedua. Salah satu regimen
yang efektif adalah 10 mL (10 IU/mL) ke dalam 1000 mL larutan RL.
Larutan ini mengandung 100 mU oksitosin per mL Iinfus IV dimulai
dengan kecepatan 0,5 mL/mnt. Apabila pada kecepatan infus ini belum
terjadi kontraksi yang efektif, konsentrasi oksitosin dalam cairan
ditingkatkan. Sebaiknya larutan yang telah diinfuskan dibuang sebagian
dan disisakan 500 mL yang mengandung 100 mU oksitosin per mL. Ke
dalam 500 mL ini ditambahkan 5 ampul oksitosin. Larutan yang terbentuk
sekarang mengandung oksitosin 200 mU/mL, dan kecepatan infus
dikurangi menjadi 1 mL/mnt. Kecepatan infus kembali ditingkatkan secara
bertahap sampai mencapai 2 mL/mnt dan kecepatan ini dibiarkan selama 4
atau 5 jam, atau sampai janin dikeluarkan.
b. Prostaglandin
Prostaglandin dapat bekerja efektif dalam uterus apabila:

Dimasukkan dalam uterus sebagai suppositoria atau pesarium tepat


di dekat serviks.

10

Diberikan sebagai gel melalui sebuah kateter ke dalam kanalis

servikalis dan bagian paling bawah uterus secara ekstraovular.


Disuntikan intramuscular.
Disuntikan ke dalam kantung amnion menlalui amniosentesis.
Diminum per oral.

Diagnosis
Abortus imminens

Gejala klinis
Penatalaksanaan
Amenore
Istirahat~tirah baring
Tes kehamilan (+)
USG
Perdarahan pervaginam, Tokolitik: isoxuprine
cramping pain
VT: ostium uteri menutup

tiap 8 jam
Preparat progesterone
2-3x1 tab setiap 8-12
jam
Antiprostaglandin 500

Abortus insipiens

mg setiap 8 jam
Perdarahan pervaginam, Kuret
atau
nyeri (his)
VT: ostium uteri menipis
dan

terbuka

oksitosin
kehamilan

drip
bila

>

12

ketuban

menonjol,

minggu dilanjutkan

Methylergometrin
buah

kehamilan utuh

maleat 1 tab setiap 8


jam selama 5 hari
Amoxicillin 500 mg
setiap 6 jam selama 5

Abortus inkomplet

hari
Perdarahan pervaginam, Memperbaiki keadaan
nyeri, dan kadang-kadang
disertai syok
VT: ostium uteri terbuka
didapat
kehamilan/plasenta

sisa

umum
Kosongkan isi uterus
(menghentikan
perdarahan)
Jika kehamilan > 12
minggu:
methylergometrin
maleat 1 tab setiap 8
jam selama 5 hari

11

Cegah
amoxicillin

infeksi
500

mg

setiap 8 jam selama 5


Missed abortion

hari
MRS:
Pendarahan dan keluhan
Mengeluarkan jaringan
kehamilan
Pemx fisik: TFU yang nekrotik
menetap bahkan mengecil Pemx faal hemostasis
tidak sesuai dengan umur Kehamilan < 12
kehamilan

minggu langsung
kuretase
Kehamilan > 12
minggu: misoprostol 1
tab/intravaginal/tiap 6
jam/1 hari dilanjutkan
dengan drip oksitosin
dan kuretase
Disarankan untuk
monitoring

Abortus infeksi

Perdarahan

fibrinogen serum
pervaginam, Perbaiki
keadaan

nyeri
umum: infus, transfuse
Sering disertai syok
Antipiretik: xylomidon
VT: ostium uteri terbuka,
2 cc i.m
nyeri adneksa dan fluor Antibiotic dosis tinggi:
yang berbau

ampicillin 1 gram i.v


tiap 8 jam/hati selama
3-5 hari
Kuret setelah 3-6 jam

2.7 KOMPLIKASI
1. Perdarahan
Perdarahan diatasi dengan mengosongkan isi uterus dari sisa-sisa
hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfuse darah. Kematian karena

12

perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada


waktunya.
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus
posisi hiperetrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati
dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparotomy,
dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi
atau perlu histerektomi. Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh
orang awam menimbulkan persoalan gawat karena perlukaan uterus
biasnaya luas; mungkin pula terjadi perlukaan pada kandung kemih atau
usus. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi,
laparotomy harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya cedera,
untuk selanjutnya mengambil tindakan seperlunya guna mengetasi
komplikasi.
3. Infeksi
Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada setiap
abortus, tetapi biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih
sering pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis
dan antisepsis. Abortus infeksiosus ialah abortus yang disertai infeksi pada
genitalia, sedangkan abortus septik ialah abortus infeksiosus berat disertai
penyebaran kuman atau toksin ke dalam peredaran darah atau peritoneum.
Umumnya pada abortus infeksiosus infeksi terbatas pada desidua. Pada
bortus septik virulensi bakteri tinggi dan infeksi menyebar ke
myometrium, tuba, parametrium, dan peritoneum. Apabila infeksi
mneyebar lebih jauh, terjadilah peritonitis umum atau sepsis. Dengan
keumngkinan diikuti oleh syok.
4. Syok

13

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik)


dan karena infeksi berat (syok endoseptik).

Tanda dan gejala


Komplikasi
Infeksi/sepsis
nyeri abdomen bawah
nyeri lepas
uterus terasa lemas
perdarahan berlanjut
lemah-lesu
demam
secret vagina berbau
secret dan pus dari
serviks
nyeri goyang serviks

Penanganan
Berilah antibiotika
sesegera mungkin
sebelum melakukan
AVM.
Berikan ampisilin 2 g I.V
tiap 6 jam ditambah
gentamisin 5mg/kgBB
I.V tiap 24 jam ditambah
metronidazole 500 mg
I.V tiap 8 jam sampai ibu
bebas demam untuk 48

nyeri/kaku pada
abdomen
nyeri lepas
distensi abdomen
abdomen
terasa

Perlukaan uterus, vagina

jam
Lakukan laparotomy

atau usus

untuk memperbaiki
perlukaan dan lakukan
AVM secara berurutan.

tegang dan keras


nyeri pada bahu
mual/muntah
demam
Pemantauan Pascaabortus
Sebelum ibu diperbolehkan pulang, beritahu bahwa abortus spontan
merupakan hal yang biasa terjadi pada paling sedikit 15% (satu dari tujuh
kehamilan) dari seluruh kehamilan yang diketahui secara klinis. Berilah
keyakinan akan kemungkinan keberhasilan untuk kehamilan berikut kecuali jika

14

terdapat sepsis atau adanya penyebab abortus yang dapat mempunyai efek
samping pada kehamilan berikut.
Beberapa wanita mungkin ingin hamil langsung setelah suatu abortus
inkomplit. Ibu ini sebaiknya diminta untuk menunda kehamilan berikut sampai ia
benar-benar pulih. Untuk ibu dengan riwayat abortus tidak aman, konseling
merupakan hal yang penting. Jika kehamilan tersebut merupakan kehamilan yang
tidak diinginkan, beberapa metode kontrasepsi dapat segera dimulai dalam waktu
7 hari, dengan syarat:
Tidak terdapat komplikasi berat yang membutuhkan penanganan lebih
lanjut.
Ibu menerima konseling dan bantuan secukupnya dalam memilih metode
kontrasepsi yang paling sesuai.

Penanganan Lanjutan
Setelah abortus pasien perlu diperiksa untuk mencari sebab abortus. Selain
itu perlu diperhatikan involusi uterus dan kadar HCG 1-2 bulan kemudian. Ia
diharapkan tidak hamil lagi dalam waktu 3 bulan sehingga perlu memakai
kontrasepsi seperti kondom atau pil.

15

BAB 3
KESIMPULAN

Abortus merupakan berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum


janin mampu bertahan hidup. Menurut penggolongannya abortus dibedakan
menjadi abortus spontan dan abortus provokatus. Sedangkan menurut derajadnya
dibedakan menjadi abortus imminent, abortus insipiens, abortus inkomplit,
abortus komplit, missed abortion, abortus habitualis, dan abortus infeksious.
Pada abortus perubahan patologi dimulai dari perdarahan pada desidua
basalis yang menyebabkan nekrosis jaringan sekitar. Selanjutnya sebagian atau
seluruh janin akan terlepas dari dinding rahim. Keadaan ini merupakan benda
asing bagi rahim sehingga merangsang kontraksi rahim untuk terjadi ekspulsi.
Penatalaksanaan abortus dapat secara medis maupun bedah, secara medis
penatalaksanaan

abortus

yaitu

dengan

pemberian

oksitosin

dan

juga

prostaglandin. Sedangkan penalaksanaan dengan tindakan bedah dilakukan


dengan dilatase dan kuretase serta dapat dilakukan dengan dilator higroskopik.
Komplikasi abortus yang dapat terjadi yaitu perdarahan, perforasi, infeksi,
dan juga dapat menimbulkan syok. Oleh sebab itu penanganan abortus secara
tepat dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas yang disebabkan akibat
abortus.

16

DAFTAR PUSTAKA
Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal, Jakarta
2002. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Benson, RC. Early Pregnancy Complication in Handbook of Obstetrics &
Gynecology 9th edition, 1994. RR Donelcy and sons
Budiono wibowo, Gulardi H. Wiknjosastro.Kelainan dalam Lamanya Kehamilan
dalam Ilmu Kebidanan edisi 3. Jakarta: 2007. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Cunningham GF, Abortion. Williams Obstetrics 20th edition, 1997. Appleton &
Lange Connection
Saifuddin, AB. Kelainan dalam Lamanya Kehamilan dalam Ilmu Kebidanan, edisi
IV. Yayasan Bina Pustaka, Jakarta

17

REFERAT

ABORTUS

Oleh :
Rakhmad Triharsadi
201520401011168

Pembimbing
dr. Adi Nugroho Sp.OG

SMF ILMU OBSTETRI GYNEKOLOGY


RSUD JOMBANG
2016

18

Você também pode gostar